Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171069 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hilmawati Hindersah
"Pembelajaran Tata Bangunan dan Lingkungan di Desa Cikole merupakan upaya pelatihan untuk meningkatkan pemahamam masyarakat desa tentang pentingnya menata lingkungan perumahan dengan baik. Metode yang digunakan adalah metode pelatihan dengan mengukur tingkat pemahaman mereka melalui pre test dan post test. Hasil pre test menunjukkan bahwa tata bangunan dan lingkungan yang baik adalah tata bangunan dan lingkungan yang ada saat ini, yang sebenarnya belum sesuai ketentuan bangunan. Kemudian dilakukan pelatihan tentang substansi tata bangunan dan lingkungan yang baik sesuai teknik rekayasa maka hasil post test menunjukkan bahwa pemahaman tentang pentingnya lingkungan yang tertata dengan baik di lingkungan tempat tinggal mereka meningkat cukup signifikan. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran tata bangunan dan lingkungan perdesaan menjadi sangat penting untuk memberikan pemahaman mendasar terhadap suatu lingkungan yang baik. Akan tetapi harus ditindak lanjuti untuk sampai pada tindakan peduli terhadap menjaga tata bangunan dan lingkungan yang baik tersebut."
Bandung: Unisba Pusat Penerbitan Universitas (P2U-LPPM), 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iffah Rachmi
"Pemberdayaan yang melibatkan partisipasi masyarakat dan peranserta pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS di Kabupaten Bandung Barat telah berkontribusi terhadap upaya konservasi DAS berkelanjutan. Hal ini menunjukan pentingnya pendekatan pengelolaan lingkungan yang berbasis masyarakat dan pelibatan peranserta pemangku kepentingan untuk mengatasi kegagalan pengelolaan yang bersifat sentralistik dan menekankan command and control, terutama pada tataran kebijakan, operasional, maupun pelaksanaan. Studi ini bertujuan untuk mengkaji proses pemberdayaan masyarakat dan juga menganalisis peran pemangku kepentingan dalam pengelolaan limbah kotoran sapi sebagai upaya konservasi DAS di wilayah hulu DAS Cikapundung.
Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode campuran (mixed-methods). Teori Community Based Natural Resource Management (CBNRM), yang cukup populer sebagai pendekatan yang mampu melibatkan masyarakat dalam mengkonservasi lingkungan tanpa mengenyampingkan sosial ekonomi masyarakat, digunakan untuk menganalisis proses pemberdayaan dan peran pemangku kepentingan pada dua kelompok pengelolaan dalam rangka membandingkan, yaitu Kelompok Tani Ternak Batu Loceng dan Kelompok Mekar Asih yang berada di Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Studi ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dan peranserta pemangku kepentingan tidak dapat dipisahkan dalam mempengaruhi upaya konservasi DAS berkelanjutan.

Empowerment which involve the participation of communities and stakeholders on the management of watershed in West Bandung Regency have contributed to sustainable watershed conservation efforts. It shows the importance of community-based environmental management approach and involvement of stakeholders to address the centralize management failure that emphasized command and control, especially at the level of policy, operational as well as implementation. Community Based Natural Resource Management (CBNRM) approach is quite popular to analyze the environment conservation without throw over socio-economic aspect of the community in the region. This study aims to analyze the process of community empowerment as an effort of watershed conservation through community-based cow manure management and also to analyze the roles of stakeholders in the community-based management in Cikapundung upstream watershed area.
This study used a qualitative approach with mixed methods. The CBNRM theory is used to analyze the empowerment process and stakeholders roles in two groups to compare, they are Kelompok Tani Ternak Batu Lonceng and Kelompok Mekar Asih in Suntenjaya Village, Lembang District, West Bandung Regency. The relation between participation and contribution of each stakeholders in every phase of cow manure management activities implies to Cikapundung watershed conservation effort. This study shows that public participation and stakeholders involvement are inseparable in influencing the efforts for sustainable watershed conservation.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Syiddatul Akliyah
"Semakin menjamurnya keberadaan pasar minggu di Kota Bandung, khususnya di Kawasan Bandung Timur menimbulkan beberapa dampak positif dan negatif. Diantara dampak negatif yang ditimbulkan adalah kemacetan, timbulan sampah yang dihasilkan akibat kegiatan jual-beli, dan kondisi lingkungan yang kotor dan semrawut. Jika hal ini dibiarkan terus berkembang, maka pertumbuhan pasar minggu ini bisa menjadi semakin berkembang tak terkendali. Sebagai penelitian awal, maka diperlukan kajian mengenai faktor-faktor penyebab timbulnya pasar minggu di Kawasan Bandung Timur. Diharapkan dari penelitian ini dapat disusun strategi-strategi yang dapat meminimalisir dampak negatif dari perkembangan pasar minggu ini. Dipilih dua lokasi di Kawasan Bandung Timur yaitu Kawasan Metro-Margahayu Raya dan Kawasaan Koridor Jalan Ibrahim Adjie. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan metode pengumpulan data adalah melakukan survey data-data sekunder dan primer ke lapangan menggunakan alat kuesioner dan wawancara. Ditemukan faktor-faktor penyebab timbulnya pasar minggu di Kawasan Bandung Timur diantaranya: murahnya biaya iuran rutin, lokasi yang strategis dekat permukiman penduduk, kemudahan sarana transportasi untuk mencapai lokasi berdagang, pedagang umumnya tinggal tidak jauh dari pasar minggu, dan omset penghasilan cukup besar."
Bandung: Unisba Pusat Penerbitan Universitas (P2U-LPPM), 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Suryani
"Industri pulp dan kertas adalah industri yang banyak menggunakan air untuk kegiatan proses produksinya yaitu antara 40-200 m3/ton produk. Untuk memproduksi 1 ton pulp, sebuah pabrik membutuhkan 4-5 m3 kayu. Untuk memenuhi kebutuhan kayu dan menjamin ketersediaan kayu, industri pulp dan kertas diwajibkan mempunyai Hutan Tanaman Industri (HTI) sebelum pabrik beroperasi. Tetapi pada umumnya pihak industri lebih memilih menggunakan kayu dari hutan alam yang lebih murah apabila dibandingkan dengan HTI. Hal tersebut akan menyebabkan meningkatkan laju kerusakan hutan.
Penggunaan bahan baku kayu untuk membuat kertas boros penggunaan air dan beban pencemarannya tinggi. Penggunaan bahan baku kayu untuk bahan baku kertas akan meningkatkan laju kerusakan hutan jika industri tidak memiliki HTI sendiri. Terbatasnya sumber daya alam (air dan kayu) mendorong perusahaan mengubah bahan bakunya dari campuran kayu dan kertas bekas menjadi 100% kertas bekas.
Penelitian ini bertujuan: (1) Mengkaji berapa pohon yang dapat dihemat setelah dilakukan penggantian bahan baku kertas. (2) Mengkaji penurunan beban pencemaran akibat penggantian bahan baku kertas. (3) Menghitung penghematan biaya pengolahan air limbah setelah dilakukan perubahan bahan baku kertas. (4) Mengetahui manfaat lingkungan (pengurangan pencemaran berupa bau dan kekeruhan pada air sungai dan bau pada udara ambien) bagi masyarakat setelah penggantian bahan baku kertas.
Hasil perhitungan menunjukkan terjadi penghematan air dan kayu serta penurunan beban pencemaran dengan dilakukannya perubahan bahan baku dari bahan baku campuran kayu dan kertas bekas menjadi bahan baku 100% kertas bekas. Selain itu juga terjadi penurunan pada biaya pengolahan air limbah dan biaya pembuangan air limbah serta membawa manfaat yang posit-if bagi lingkungan masyarakat sekitar khususnya masyarakat sekitar sungai tempat pembuangan air limbah dad PT. KBT."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dades Prinandes
"Pembangunan fasilitas sanitasi komunal berbasis masyarakat merupakan salah satu konsep penyelesaian masalah kebutuhan akses pada fasilitas sanitasi dasar yang layak bagi kalangan masyarakat miskin, dan keberhasilan program tersebut kebanyakan ditemui di perdesaan. Lokasi studi kasus yang menjadi obyek penelitian ini adalah Kelurahan Jatake, Kota Tangerang sebagai contoh kasus penerapan berhasil di perkotaan, Kelurahan Tegal Kunir Lor, Kota Tangerang sebagai contoh kasus penerapan tidak berhasil di perkotaan, serta Desa Gintung, Kab_ Tangerang sebagai contoh kasus penerapan berhasil di perdesaan sekaligus tipikal lokasi yang kebanyakan menjadi lokasi penerapan pembangunan berbasis komuniti. Dengan menggunakan studi kasus di tiga lokasi tersebut, penulis mengangkat permasalahan untuk mengetaliui faktor-faktor utama yang berpengaruh kuat dan signifikan dalam menentukan tingkat keberhasilan proses pembangunan dan pengelolaan fasilitas sanitasi komunal berbasis masyarakat di suatu lokasi. Metode penelitian yang digunakan dalarn penelitian ini adalah untuk pengumpulan data dilakukan metode pengumpulan kuesioner. wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait, dan pengumpulan data sekunder. Adapun untuk metode pengolahan data, dilakukan evaluasi terhadap tahap-tahap pemberdayaan masyarakat yang dilakukan berdasar wawancara mendalam, serta analisis uji signifikansi terhadap basil pengumpulan data kuesioner dengan menggunakan metode Pearson Product Moment, Dari temuan dan pembahasan penelitian ini didapatkan kesimpulan faktor-faktor yang memiliki pengaruh kuat dan signifikan dalam menentukan keberhasilan proses pembangunan dan pengelolaan fasilitas sanitasi komunal di 3 lokasi studi adalah faktor keberadaan lembaga lokal, faktor keberadaan pihak ekstemal yang terlibat, dan faktor kesanggupan masyarakat menjamin atau menjaga keberlanjutan. Selain itu ada satu faktor yang menentukan secara signifikan sehingga hares ada namun tidak berpengaruh kuat, faktor tersebut adalah faktor pelaku proses pembangunan dan pengelolaan (keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan pengelolaan).

Community based development on providing basic sanitation facilities has become an appropriate concept among other concepts, that is suitable to implement on the community level, since it has a pro-poor sound. So far, this community based development concept has been succeeded to implement in rural community. The basic concern of this research is to find out whether the community based development concept can also be implemented in the urban community. Three location have been taken as the case studies, the one in Kelurahan Jatake, Tangerang City, has been taken as the succeed implementation in urban community, another one in Kelurahan Tegal Kunir Lor, Tangerang City, has been taken as the failed implementation in urban community, and the other one in Desa Gintung, Tangerang Regency, has been taken as the succeeded implementation in rural community, which is common. Based on the searching within those three locations, the writer tries to recognize the problems which are needed to identify the main factor that took a significant role and strong influences in determining level of success on the development process and management efforts in providing basic sanitation facilities using community based development concept. The methods used in this research are data collecting and data processing. For data collecting, the writer use questionaire method, indepth interview method to all stakeholders, and secondary data collection. For data processing, the writer use evaluation every stages that have been taken on community empowerment action based on the interview results and "Pearson Product Moment" method to analyze the questionaire results. It can be conclude that the factors that took a significant role in the development and management of basic sanitation are concerned with three things. Those are the existence of local institution, the external participation from environmental surround, and the ability of the community to ensure the sustainability of the programs. Otherwise, the factor that should be include but does not have strong influence, is the community participation itself as the lead actor in the program."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hakim R.
"Cadangan bauksit bumi, yang telah diteliti memenuhi kebutuhan industri di berbagai negara untuk beberapa abad tersebar diberbagai belahan bumi. Di Asia penyebarannya terdapat di Cina, Pakistan, India dan Indonesia. Khusus di Indonesia, deposit utama cadangan bauksit terdapat di Pulau Bintan dan Kalimantan Barat. Hal ini akan memacu tumbuh berkembangnya proyek pertambangan dari waktu ke waktu, mengingat bauksit merupakan sumberdaya mineral yang sangat dibutuhkan oleh bahan mentah industri diberbagai negara. Perkembangan dari pertumbuhan proyek yang tidak terkontrol akan menyebabkan ketimpangan antara hasil yang diperoleh dengan dampak yang ditimbulkan oleh proyek tersebut, terlebih dampak lingkungan dikarenakan proyek pertambangan ini berinteraksi langsung dengan lingkungan dan objek eksploitasinya adalah mineral alam. Untuk itu diperlukan upaya untuk mengatur batasan - batasan agar eksploitasi tersebut sekecil mungkin berdampak negatif terhadap lingkungan. Pengaturan itu tidak lepas dari peran masing - masing stakeholder yang berkepentingan dan berinteraksi dengan proyek pertambangan tersebut. Namun, ketidakjelasan dan ketidaksadaran peran penting masing - masing stakeholder menyebabkan penanganan dampak tidak maksimal. Untuk itu, dilakukan analisa peran stakeholder terhadap dampak lingkungan proyek pertambangan dimana studi kasus dalam penelitian ini adalah proyek pertambangan bauksit di desa Tembeling, Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan pendekatan kuantitatif berupa survei langsung ke lapangan. Survei ini dilakukan dengan cara menyebar kuesioner dan wawancara langsung dengan para ahli yang berkompeten mengenai masalah yang dibahas dalam penelitian. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik Analisis yang digunakan yaitu dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Badan Lingkungan Hidup (BLH) adalah stakeholder yang paling berperan dalam penelitian ini. Tugas dan fungsinya dalam Cycle Project sangat dominan terutama dalam studi kelayakan lingkungan (AMDAL) yang merupakan peran krusial dari serangkaian peran yang dimiliki stakeholder - stakeholder proyek pertambangan bauksit di kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

World Bauxite deposite, has been researching that would be enough to serve industrial prospect for a century that spread all over the country. In Asia, there are in China, Pakistan, India and Indonesia. Especially for Indonesia, the main deposite of Bauxite ore spread in West Kalimantan Island and Bintan Island. This fact will made a chance for Bauxite Mining Project to arise day by day, because bauxite was a raw material for industry in many country. The blooming of Bauxite Mining Project that out of control will cause the damage of environmental. Therefor, the limitation, execution and regulation needed to be made and implemented. That aspect was the authority of stakeholder on that project to accomplished. Finally, for achieve that objective the analysis of the stakeholder authority will be implemented in this research and the target of the case study is bauxite mining in Bintan Island, Tembeling Village Province of Kepulauan Riau.
The Methode for this research is by using quantitative solution as direct surveying. This Survey implemented by using questioner and interview with the competent expert among the problem that discuss in this topic and to the stakeholder that involved. The data that collected analyse by using Analytical Hierarchy Process (AHP).
Badan Lingkungan Hidup (BLH) is the Stakeholder that has most influence in this research. The duty and function in the cycle of project very dominant especially in feasibility Environmental study that was crucial during the cycle of project on the Bauxite Mining Project in Tembeling Village Bintan Regency Province of Kepulauan Riau.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S1861
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tisna Surya Adi Prenanto
"Penelitian ini membahas pelaksanaan program Corporate Social Responsibility oleh PT. Indonesia Power beserta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara substantif, program memenuhi unsur pemberdayaan yang menuju pengkondisian untuk kesejahteraan sosial. Namun dengan derajat partisipasi yang masih berada di level tengah, artinya bukan sepenuhnya buruk (no participation) ataupun partisipasi yang sangat aktif. Dalam konteks ini Indonesia Power melaksanakan program CSR sebagai sebuah kebijakan perusahaan dengan dasar kepentingan bisnis internal perusahaan, hal tersebut terkait dengan DAS Cikapundung sebagai pemasok energi bagi turbin unit bisnis Indonesia Power di daerah Jawa Barat

This study aims to discuss the implementation of CSR (Corporate Social Responsibility) program of PT. Indonesia Power including the supporting factors and the blocking factors. This study used a qualitative approach with a case study. The results showed that substantively, the program meets the elements of empowerment which leads conditioning for social welfare. Through the participation, it was known that the degree of participation that appears are still in the medium level, meaning not entirely bad (no participation) or a very active participation. In this context, Indonesia Power implements the CSR program as a company’s policy based on company’s internal business interests, it was related to Cikapundung watershed as an energy supplier for turbine of business unit Indonesia Power in West Java."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amiluddin Rabbi
"Berdasarkan dokumentasi yang ada, Kota Jakarta dilanda banjir pada tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976,1996, 2002 dan terakhir di tahun 2007 ini. Banjir di DKI Jakarta yang terjadi pada tahun 1996, 2002 dan 2007 selain menggenangi hampir seluruh penjuru kota juga menjadi tragedi nasional dan perhatian dunia. Banjir besar ini dipercaya sebagai banjir lima tahunan yang akan berulang setiap lima tahun.
Mencermati persoalan banjir di DKI Jakarta, paling tidak harus meliputi aspek teknis dan non teknis seperti, aspek kelembagaan, pendanaan penegakan hukum dan sosial (kesadaran masyarakat) yang harus dirumuskan bersama-sama stakeholders. Terjadinya banjir yang disertai dengan peningkatan dampak secara berulang kali mengisyaratkan pengelolaan lingkungan hidup di DKi Jakarta belum berjaian secara baik. Salah satu indikasinya ditunjukkan dengan kelembagaan yang terkait dengan pengendalian banjir belum mampu menyelesaikan permasalahan banjir yang sudah menjadi rutinitas di DKI Jakarta. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah menyusun konsep koordinasi antara institusi/lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir melalui pemahaman tentang: (1) Peran lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKI Jakarta; (2) Pelaksanaan koordinasi antar lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKi Jakarta; (3) Unsur-unsur yang berpengaruh terhadap pelaksanaan koordinasi antar lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKl Jakarta.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Ada tiga instrumen yang digunakan dalam penelltian ini, yaitu: (1) pengamatan melalui visualisasi; (2) pencocokan data dan wawancara; dan (3) telaah pustaka. Data yang diperoleh lalu dianalisis dengan menggunakan pendekatan arialisis interaktif dan strength, weaknesses, opportunities, dan threats (SWOT).
Dari hasil penelitian ini ditarik suatu kesimpulan:
1. Peran lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKI Jakarta dapat dibedakan menjadi 2 (duo), yaitu: pertama, peran yang bersifat struktural (teknis), dengan menekankan pada pendekatan pembangunan secara fisik dan berkenaan langsung dengan sistem tata air seperti: mencegah meluapnya banjir sampai ketinggian tertentu dengan tanggul; merendahkan elevasi muka air banjir dengan normalisasi, sudetan, banjir kanal dan interkoneksi; memperkecil debit banjir dengan waduk, waduk retensi banjir, banjir kanal dan interkoneksi; mengurangi genangan dengan polder, pampa dan sistem drainase. Kedua, pengendalian banjir yang bersifat non struktural (non teknis), seperti peringatan banjir lebih dini; resettlement penduduk di dataran banjir dan sempadan sungai; restorasi (penataan ruang), reboisasi dan penghijauan kawasan penyangga; penyuluhan anti pentingnya potensi sumberdaya air (situ, sungai, dan mata air); pengentasan kemiskinan; manajemen pengendalian limbah (domestiklindustri); dan penegakkan hukum. Kedua bentuk peran tersebut saling terkait dan mendukung, namun kenyataanya peran yang bersifat struktural lebih dominan. Berbagai upaya pemerintah DKI Jakarta yang masih bersifat struktural (structural approach) ternyata belum sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir yang terjadi. Dengan demikian, maka penanggulangan banjir yang biasa dilakukan dengan pembangunan fisik semata (structural approach) harus disinergikan dengan pembangunan non fisik (non-structural approach) yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya partisipasi masyarakat sehingga tercapai hasil yang lebih optimal.
2. Pelaksanaan koordinasi antar lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKI Jakarta belum efektif, karena berangkat dari tugas pokok dan fungsi yang berbeda-beda, selain itu juga disebabkan karena sifat koordinasinya interrelated, artinya koordinasi antar lembaga yang tingkatannya sama, tetapi secara fungsional berbeda namun satu dengan yang lain bergantungan atau mempunyai kaitan baik ekstem maupun ekstem.
3. Unsur-unsur yang berpengaruh secara internal, adalah (a) eksistensi organisasi perangkat daerah DKI Jakarta; (b) adanya kegiatan pengendalian banjir; (c) tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas; (d) dukungan sarana dan prasarana pengendalian banjir; (e) anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta; (f) tidak adanya forum yang menjembatani koordinasi antar lembaga yang terkait; (g) koordinasi antar lembaga belum berjaian efektif; (h) peran kepemimpinan tidak berjalan dengan baik; (i) lemahnya penegakan hukum; (j) budaya kerja aparatur. Secara eksternal, yaitu (a) berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah; (b) keterlibatan sektor publiklswasta; (c) adanya program tahunan kali bersih (Prokasih); (d) terjadinya siklus tahunan banjir; (e) perubahan tata guna lahan dan tata ruang; (f) meningkatnya populasi penduduk DKI Jakarta; (g) minimnya kesadaran masyarakat; (i) permasalah banjir di DKI Jakarta bersifat lintas wilayah.
Saran-saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) perlunya kesamaan persepsi antar stakeholder, terutama mengenai defenisi banjir; periode ulang banjir; dataran banjir; babas banjir; bantaran sungai; dan sempadan sungai; (2) lmplementasi kebijakan tata ruang secara konsisten dan pemberlakuan peraturan secara ketat; (3) perlunya pengendalian banjir secara terpadu dalam satu kesatuan daerah aliran sungai (restorasi ekologi); (4) pengendalian banjir yang meliputi aspek teknis, kelembagaan, pendanaan, penegakan hukum, dan aspek sosial perlu dirumuskan secara bersama-sama; (5) mengefektifkan situ-situ, sumur resapan dan drainase kota; (6) mengefektifkan program kali bersih (Prokasih); (7) resetllernent penduduk pengokupasi bantaran sungai; (8) koordinasi antar lembaga perlu diwadahi dalam suatu forum; dan (9) hasil penelitian ini perlu ditindak-lanjuti melalui penelitian secara komprehensif.

Based on the existing documents, Jakarta have had several floods in 1621, 1654 and 1918, and then in 1976, 1996, 2002 and the last of 2007. Floods in Jakarta occurred in 1996, 2002 and 2007 were not only stroke the city entirely; they were also national tragedy catching the eyes of the world. The big flood is believed to be relapsed once every five years.
Studying the problems of flood in Jakarta, shall also includes technical and non-technical aspects, as well as institutional aspect, law enforcement funding, and social aspect (the community awareness) which shall collectively formulate by stakeholders. The flood occurrence which concurrent with the increase of impact indicates so many times that life environmental management in DKi Jakarta has not performed well yet. One of the indications is shown by flood management-related institutions that have not been able yet to settle the flood problem which has already been routine occurrence in Jakarta. Therefore, the aim of this research is to arrange the concept of coordination between flood management-related institutions by comprehending on: (1) The role of institutions associated with flood control in Jakarta; (2) The implementation of institutions coordination associated with flood control in Jakarta (3) The elements which is effecting the implementation of institutions coordination associated with flood control in Jakarta
This research is using analytical descriptive method. There are three instruments used in this research; i.e.: (1) Observation through visualization; (2) The matching of data and interview; and (3) Library Research. The data obtained then was analyzed using interactive and strength, weaknesses, opportunities, and threats analysis.
There is conclusion withdrawn from the research.
first, the role of institutions associated with flood control in Jakarta can be differentiated into 2 (two), i.e.: first, structural (technical) role, by emphasizing on physical development approach and is directly concerned to water management system as well as: avoiding flood up to certain .height to the embankment, lowering the elevation of flood water surface by normalization, waterway diversions, flood channeling and interconnection; decreasing water dimension with dam, flood retention dam, channel flood and interconnection; decreasing inundation with polder, pump, and drainage system. Second, non-structural (non-technical) flood management, as well as flood early warning system; resettlement of the inhabitant dwelling on flood area and riverbank, restoration (spatial
arrangement); reforestation of sustaining area; counseling on the importance of water resources (lake, river, and water spring); poverty annihilation; domestic/industrial waste management; and law enforcement. The both roles are inter-connected and inter-sustained, however the fact is that the structural role is dominating. various structural approaches of KI Jakarta Government are still not entirely able to overcome re-occurring flood problem. Therefore, the flood management which usually conducted solely by physical development (structural approach) shall be synergized by non-physical development (non-structural approach) which is providing wider space for community participation to reach more optimum results.
Second, the implementation of coordination among institutions associated with flood control in Jakarta has not been effective yet, since it come from the main duty and different function, in addition, it is also caused by interrelated coordination, which means that coordination of inter-institutions in the same level, but functionally different with interdependent nature or having both intern and extern relation.
Third, the elements which internally affected, i.e. (a) the existence of DKI Jakarta regional apparatus organization; (b) the presence of-flood-management activities; (c) availability of quality human resources; (d) support of flood management facilities and infrastructure; (e) DKI Jakarta regional budget and expense; (f) the absence of forum relating inter-related institution coordination; (g) ineffectiveness of inter-institutional coordination; (h) leadership role which is not funning well; (i) the weakness of law enforcement; (j) apparatus work behavior. Externally, i.e. (a) the effective of Act Number 32 of 2004 regarding Regional Government and Act Number 33 of 2004 regarding Financial Balance between Central and Regional Government; (b) involvement of private/public sector, (c) existence of annual clean river program (Prokasih); (d) occurrence of annual flood cycle; (e) alteration of land use and spatial arrangement; (f) increase of DKI Jakarta inhabitant; (g) low level of community awareness; (i) the flood problems in DKI Jakarta which still have cross-area in nature.
The suggestions proposed in this research are: (1) the needs of similar perception between stakeholders, especially on flood definition, flood periodic occurrence, flood area; flood free area, riverbanks, and riverside; (2) implementation of spatial arrangement policy consistently and effecting tight regulation; (3) the needs of integrated flood management in a unity of river stream area (ecologic restoration); (4) flood management covering technical, institutional, funding, law enforcement aspects, and social aspect shall be collectively formulated; (5) make effective of lakes, absorbent wells and urban drainage; (6) make effective of clean river program (Prokasih); (7) resettlement of inhabitant occupying riverbanks; (8) inter-institutional coordination shall be accommodated in a forum; and (9) the result of this research shall be followed up through comprehensive research."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>