Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Riviati
"Background: the aging process causes decreasing in the function of various organs. Skletal muscle is one of the organs affected by aging process. It is known as sarcopenia. Sarcopenia is defined as a syndrome characterized by progressive loss of muscle mass and strength. The handgrip strength examination is often applied as a sarcopenia filtering technique. This study aimed to determine the relationship between age, nutritional status, and chronic diseases such as stroke, hypertension (HT), diabetes mellitus (DM), coronary heart disease (CHD), and chronic obstructive pulmonary disease (COPD) with handgrip strength.
Methods: a cross-sectional study to determine factors related to the handgrip strength in elderly patients was conducted in Geriatric outpatient clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital and Mohammad Hoesin Hospital from August to October 2015. There were 352 eligible subjects in this study recruited with consecutive sampling. The independent variables in the study consisted of age, sex, nutritional status, chronic disease (stroke, hypertension (HT), diabetes mellitus (DM), coronary heart disease (CHD) and chronic obstructive pulmonary disease (COPD)), waist circumference while the dependent variable was handgrip strength.
Results: age of more than 75 years old and malnutriton were risk factors that affected hangrip strength. Age of >75 years increase the risk for having low handgrip strength by 2,3-fold. Malnutrition increased risk for low handgrip strength for 1,9-fold.
Conclusion: ages of >75 years old and malnutrition will increase the risk of low handgrip strength in elderly patients.

Latar belakang: proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi pada berbagai organ. Otot rangka merupakan salah satu organ yang dipengaruhi oleh proses penuaan. Hal ini dikenal sebagai sarkopenia. Sarkopenia didefinisikan sebagai suatu sindroma yang ditandai oleh hilangnya massa dan kekuatan otot secara progresif. Pemeriksaan kekuatan genggaman tangan seringkali diterapkan sebagai teknik penapisan sarkopenia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan usia, status gizi dan penyakit kronik seperti stroke, hipertensi (HT), diabetes melitus (DM), penyakit jantung koroner (PJK) dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dengan kekuatan genggaman.
Metode: ini adalah studi potong lintang untuk menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan kekuatan genggaman tangan pada pasien usia lanjut. Penelitian dilaksanakan di poliklinik Geriatri, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Mohammad Hoesin sejak Agustus hingga Oktober 2015. Terdapat 352 subjek yang memenuhi kriteria penelitian ini dan direkrut dengan teknik pengambilan sampel secara berurutan (consecutive sampling). Variabel-variabel independen penelitian ini terdiri atas usia, jenis kelamin, status gizi, penyakit kronik (stroke, hipertensi (HT), diabetes melitus (DM), penyakit jantung koroner (PJK) dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan lingkar pinggang; sedangkan variabel dependen adalah kekuatan genggaman tangan.
Hasil: usia >75 tahun dan malnutrisi merupakan faktor risiko yang mempengaruhi lemahnya kekuatan genggaman tangan. Usia >75 tahun akan meningkatkan risiko rendahnya kekuatan genggaman tangan sebanyak 2-3 kali lipat. Malnutrisi meningkatkan risiko rendahnya kekuatan genggaman tangan sebanyak 1,9 kali. Kesimpulan: usia >75 tahun dan malnutrisi akan meningkatkan faktor-faktor risiko menurunnya kekuatan genggaman tangan pada pasien usia lanjut
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
616 UI-IJIM 49:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Purwita Wijaya Laksmi
"Background: sarcopenia contributes to the development of frailty syndrome. Frailty syndrome is potentially improved by modifying insulin resistance, inflammation, and myostatin level. This study is aimed to investigate the effect of metformin on handgrip strength, gait speed, myostatin serum level, and health related quality of life (HR-QoL) among non diabetic pre frail elderly patients.
Methods: a double blind randomized controlled trial study was conducted on non-diabetic elderly outpatients aged >60 years with pre frail status based on phenotype and/ or index criteria (Cardiovascular Health Study and/ or Frailty Index 40 items) consecutively recruited from March 2015 to June 2016 at Cipto Mangunkusumo Hospital. One hundred twenty subjects who met the research criteria were randomized and equally assigned into 3 x 500 mg metformin or placebo group. The study outcomes were measured at baseline and after 16 weeks of intervention.
Results: out of 120 subjects, 43 subjects in metformin group and 48 subjects in placebo group who completed the intervention. There was a significant improvement on the mean gait speed of metformin group by 0.39 (0.77) second or 0.13 (0.24) meter/second that remained significant after adjusting for important prognostic factors (p = 0.024). There was no significant difference on handgrip strength, myostatin serum level, and HR QoL between both groups.
Conclusion: 3 x 500 mg metformin for 16 weeks was statistically significant and clinically important in improving usual gait speed as one of the HR QoL dimensions, but did not significantly improve the EQ 5D index score, handgrip strength, nor myostatin serum level.

Latar belakang: sarkopenia berkontribusi terhadap terjadinya sindrom frailty. Sindrom frailty berpotensi membaik dengan memodifikasi faktor inflamasi, resistensi insulin, dan miostatin. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh metformin terhadap kekuatan genggam tangan, kecepatan berjalan, konsentrasi miostatin serum, dan kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien lanjut usia (lansia) non-diabetes dengan pre-frail.
Metode: studi ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda yang dilakukan pada pasien rawat jalan berusia ≥ 60 tahun dengan status pre-frail berdasarkan kriteria fenotip dan/atau indeks (Cardiovascular Health Study dan/atau Frailty Index 40 items) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang direkrut dari bulan Maret 2015 sampai Juni 2016. Subjek yang memenuhi kriteria penelitian dirandomisasi menjadi grup metformin (3 x 500 mg) atau grup plasebo (amilum 3 x 500 mg). Luaran penelitian diukur pada awal studi dan 16 minggu setelah intervensi. Hasil: dari 120 subjek, 43 subjek dari grup metformin dan 48 subjek dari grup plasebo yang menyelesaikan penelitian. Terdapat peningkatan kecepatan berjalan pada kelompok metformin sebesar 0,39 (0,77) detik atau 0,13 (0,24) meter/detik yang tetap bermakna setelah disesuaikan dengan faktor prognostik penting (p=0,024). Tidak didapatkan perbedaan bermakna kekuatan genggam tangan, konsentrasi miostatin serum, dan kualitas hidup terkait kesehatan antara kedua kelompok perlakuan.
Kesimpulan: pemberian metformin 3 x 500 mg selama 16 minggu secara bermakna meningkatkan kecepatan berjalan sebagai salah satu dimensi kualitas hidup terkait kesehatan, namun tidak meningkatkan secara bermakna skor indeks EQ-5D, kekuatan genggam tangan, dan konsentrasi miostatin serum.
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
616 UI-IJIM 49: 2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
New York: John Wiley & Sons, 1982
305.26 GEO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Churniadita Kusumastuti
"ABSTRAK
Imbang nitrogen pada pasien sakit kritis selalu negatif akibat respon stres. Pada lansia perubahan metabolismenya berisiko memperburuk imbang nitrogen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui imbang nitrogen dan hubungannya dengan asupan energi dan protein pada lansia sakit kritis dalam 48 jam pertama di ICU. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, consecutive sampling. Subyek penelitian adalah 26 lansia sakit kritis. Hasil penelitian pada 24 jam I dan II adalah; imbang nitrogen -5,2 (-31,2 − -4,1) g dan -4,5+4,6; asupan energi 78,8+45,0% dan 91,1+50,2% terhadap target; asupan protein 0,57+0,35 g/kgBB/hari dan 0,71+0,37 g/kgBB/hari serta terdapat korelasi positif bermakna antara imbang nitrogen dengan asupan energi; r=0,6 dan r=0,5 dan korelasi positif bermakna antara imbang nitrogen dengan asupan protein; r=0,5 dan r=0,4. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan bermakna antara imbang nitrogen dengan asupan energi dan protein pada lansia sakit kritis

ABSTRAK
Nitrogen balance in criticaly ill patients tend to be negative due to stress response. In the elderly patients, the metabolic changes risk to worsening nitrogen balance.The aim of this study is to determine nitrogen balance and its relation with energy and protein intake in critically ill elderly patients within 48 hours in ICU. The study was cross sectional, consecutive sampling on 26 subjects. The nitrogen balances were -5.2 (-31.2 − -4.1) g and -4.5+4.6 g; energy intakes were 78.8+45.0% and 91.1+50.2% target; protein intakes were; 0.57+0.35 g/kgBW/d and 0.71+0.37 g/kgBW/d. There were positive correlation between nitrogen balance and energy intake; r=0.6 and r=0.5, and between nitrogen balance and protein intake; r=0.5 and r=0.4 in 24 hours I and II respectively. The conclusion is there were positive correlation between nitrogen balance with energy and protein intakes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Indah Sari
"Pelayanan kesehatan lansia saat ini belum optimal. Puskesmas DTP Bayah untuk pelayanan kesehatan lansia belum memenuhi SPM (70%). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kunjungan ke posyandu lansia. Penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional digunakan pada 140 lansia, data dikumpulkan melalui wawancara dengan kuesioner. Hasil penelitian didapatkan 88,6% berkunjung ke posyandu lansia. Umur, dukungan keluarga, pekerjaan dan pengetahuan berhubungan dengan kunjungan ke posyandu lansia dan pengetahuan faktor yang paling dominan. Lansia berpengetahuan tinggi kemungkinan 18x datang ke posyandu lansia dibandingkan yang rendah. Kepada dinas kesehatan dan puskesmas bersinergi dengan lintas sektoral untuk meningkatkan kunjungan ke posyandu lansia.

Medical care for elderly health not optimalize. Puskemas DTP Bayah services has not met yet the 70% minimum service standards (SPM). The purpose of this study is to determine the relationship for visits to posyandu for elderly.This research is quantitative cross-sectional design. Data was collected by way of interviews with 140 elderly. The results shows that age has a significant association, family support, occupation and knowledge. Knowledge is the most dominant factor. The advice for health services and health centers is to cross-sector synergies that can support an increase in visits to Posyandu for the elderly
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T34921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Anggraini
"Kualitas hidup adalah kondisi fungsional lansia yang meliputi kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial lansia, serta aktivitas seksual, dan kondisi lingkungan (WHOQOL). Laju pertumbuhan penduduk di kota Tangerang Selatan merupakan yang paling cepat (3,36%) dibandingkan kabupaten/kota lain yang ada di provinsi Banten. Angka harapan hidup pada tahun 2015 merupakan yang tertinggi dibandingkan wilayah lain di Banten yaitu mencapai 72,2 tahun. Sekitar 5% penduduk di Tangerang Selatan berusia diatas 60 tahun (BPS, 2016) dan 0,8% dari total lansia di Tangerang Selatan memilih untuk tinggal di panti karena merasa mendapatkan banyak teman untuk beraktifitas, beribadah, dan menghilangkan rasa kesepian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup lansia dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia yang tinggal di panti werdha wilayah Tangerang Selatan.
Desain studi potong lintang digunakan pada 144 lansia yang terpilih secara acak dari 4 panti di Tangerang Selatan. Data dikumpulkan menggunakan metode wawancara menggunakan kuisioner yang sudah di uji validitas dan reliabilitasnya, serta dianalisis menggunakan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan 74,3% lansia yang tinggal di panti wilayah Tangerang Selatan memiliki hidup berkualitas, pendidikan lansia merupakan faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia (p=0,003; OR 3,22; 95% CI 1,49-6,97). Lansia dengan pendidikan yang tinggi memiliki peluang 3,2 kali hidupnya lebih berkualitas dibandingkan lansia yang berpendidikan rendah.

Quality of life is the functional condition of the elderly which includes physical health, psychological health, elderly social relationships, as well as sexual activity, and environmental conditions. Population growth rate in South Tangerang is the fastest (3.36%) compared to other regencies / cities in Banten province. Life expectancy in 2015 is the highest compared to other regions in Banten which reached 72.2 years. Approximately 5% of the population in South Tangerang is over 60 years old (BPS, 2016) and 0.8% of the total elderly people in Tangerang Selatan prefer to stay in the orphanage because they feel have many friends for activities, worshiping and eliminate loneliness.
This study aims to determine the quality of life of the elderly and the factors related to the quality of life of elderly living in the werdha orphanage of Tangerang Selatan region.
Cross-sectional study design was used in 144 selected randomly elderly from 4 orphanages in South Tangerang. Data collected using interview method using questionnaires that have been tested for validity and reliability, and analyzed using multiple logistic regression test.
The results showed that 74.3% of elderly people living in the orphanage of Tangerang Selatan have quality of life, elderly education is a factor related to the quality of life of the elderly (p = 0,003; OR 3,22; 95% CI 1,49-6, 97). Elderly with a high education has a 3,2 times more quality of life than the poorly educated elderly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T49291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyastuti Retno Annisa
"Tujuan: Mengetahui tingkat kualitas hidup pada usia lanjut di Klub Jantung Sehat (KJS) Kelurahan Pondok Kelapa serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dipandang dari faktor sosiodemografi, status fungsional serta kesehatan mental.
Metode: Desain observasional potong lintang deskriptif. Penelitian dilakukan pada 69 subjek yang didapat secara konsekutif, berusia ≥ 60 tahun dan memenuhi kriteria penelitian. Penilaian kualitas hidup dengan kuesioner European Quality of Life-5 Dimensions (EQ-5D), tingkat kesehatan mental menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS) serta dilakukan penilaian status fungsional dengan uji performa 6 Minutes Walking Test (6MWT).
Hasil: Kualitas hidup pada 62,3% subjek memiliki hasil baik dengan nilai EQ5D Indeks tertinggi yaitu 1.000. Status fungsional didapatkan jarak tempuh 6MWT 401,73 ± 49,75 meter. Kesehatan mental 98,5% subjek memiliki nilai normal. Faktor yang paling berpengaruh adalah faktor usia (p = 0,009), dengan subjek berusia rerata 66 tahun (berkisar 60 ? 79 tahun) memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan subjek berusia rerata 61,5 tahun (berkisar 60 - 82 tahun). Faktor sosiodemografi lain, status fungsional serta tingkat depresi tidak memiliki hubungan yang bermakna (p > 0,05).
Kesimpulan: Kualitas hidup usia lanjut dalam penelitian ini mayoritas baik, dengan faktor yang paling berpengaruh adalah faktor usia. Subjek lebih tua memiliki kualitas hidup lebih baik, dapat disebabkan karena pada usia lebih muda terdapat penambahan angka individu yang tidak bekerja dan pensiunan yang cukup signifikan, sehingga mereka harus beradaptasi berkaitan dengan hal tersebut.

Objective:To know the quality of life in elderly joining "Klub Jantung Sehat" (KJS) Pondok Kelapa and the factors that influence it, in terms of sociodemographic factors, functional status, and mental health.
Methods: Descriptive cross-sectional observational study in 69 subjects taken consecutively, elderly ≥ 60 years old who met the study criteria. Quality of life were assessed with European Quality of Life-5 Dimensions (EQ-5D), mental health with Geriatric Depression Scale (GDS), and functional status by 6 Minutes Walking Test (6MWT) performance test.
Results: Quality of life in 62.3% subjects had good results with the highest value of EQ5D index 1,000. Functional status with the 6MWT distance 401.73 ± 49.75 meters. Mental health in 98.5% subjects were normal. The most influence factorwas age (p = 0.009), with the mean of 66 years old (range 60-79 years) had a better quality of life than mean 61.5 years old (range 60 - 82 years). Other sociodemographic factors, functional status, and depression levels did not have a significant association (p > 0.05).
Conclusion: Quality of life majority ofsubjectswere good, with the most influence factor was age. Older subjects had a better quality of life, this might be caused by at younger age there was a significant increased inelderly individuals who did not work and retired, so they had to adapt more to this condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Juniarni
"ABSTRAK
Pernikahan suatu kebutuhan semua individu baik pria maupun wanita
dewasa, pernikahan termasuk rangkaian hirarki kebutuhan dasar, kemampuan
lansia yang tidak menikah dalam menemukan makna hidup sangat dibutuhkan
Tujuan penelitian mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang makna hidup
lansia tidak menikah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
desain fenomenologi, jumlah partisipan sebanyak tujuh orang, tempat penelitian
panti wreda di Kota Bandung. Hasil penelitian menemukan dua puluh satu
kategori dan enam tema yaitu memaknai sebuah pernikahan, alasan tidak
menikah, perhatian keluarga tentang pernikahan, konsekuensi psikologis tidak
menikah, menerima tidak menikah sebagai ketetapan Tuhan dan hikmah positif
tidak menikah. Penelitian ini direkomendasikan bagi peneliti selanjutnya untuk
melakukan penelitian sejenis dikomunitas.
ABSTRACT
Being married is a need for adult women and man. Marriage is a part of
human needs hierarchy. The ability of unmarried elderly in finding the meaning of
life is needed. The purpose of this study was to have a depth understanding of the
meaning of life for unmarried elderly. This study used the qualitative research
method with fenomenological approach, number of participants as many as seven
people, place of this study in Nursing Home Bandung City. The finding of this
research revealed twenty one categorics and six main themes. The themes were
meaning of a marriage, the reasons of unmarried, family concern about marriage,
psychological consequences of being unmarried, accepting of not being married
as the GOD?s wish and a positive meaning for not being married. This research
was recommended for further research to conduct similar research the community."
2013
T35392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Mahwati
"ABSTRAK
Indonesia mengalami penuaan penduduk yang sangat cepat. Diperkirakan populasi
penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 28,8 juta (11,3%) pada tahun 2020
dan mencapai 100 juta (28,68%) pada tahun 2050. Perhatian mengenai bagaimana
penuaan sukses dan determinanya menjadi sebuah isu penting yang harus
dieksplorasi sebagai dukungan informasi bagi penentu kebijakan dalam
merancang kebijakan dan intervensi efektif untuk meningkatkan kualitas hidup
lansia di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi aspek
multidimensional penuaan sukses dan memperoleh model prediksi penuaan sukses
pada lansia di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif menggunakan data
IFLS (Indonesian Family Life Survey) dengan mengikuti individu selama tujuh
tahun yaitu pada titik waktu pengukuran survei IFLS 2000 dan IFLS 2007. Jumlah
sampel penelitian ini adalah 2.344 lansia (≥ 53 tahun). Model pengukuran penuaan
sukses diuji dan dianalisis menggunakan comfirmatory factor analysis (CFA).
Analisis regresi logistik ganda digunakan untuk memperoleh model prediksi
penuaan sukses.
Penelitian ini menghasilkan konsep model penuaan sukses multidimensional yang
memiliki kriteria kecocokan model yang baik serta validitas dan reliabilitas yang
cukup baik dengan kontribusi masing-masing yaitu keberfungsian mental (78%),
keterlibatan aktif (64%), keberfungsian fisik (62%), spiritualitas (2,7%) dan bebas
dari penyakit (0,1%). Hasil model prediksi penuaan sukses terdiri dari tujuh
variabel meliputi faktor individu (usia, jenis kelamin, pendidikan, aktivitas fisik
dan waist circumference) dan faktor lingkungan (tingkat pengeluaran nabati dan
partisipasi program dana sehat). Kelompok usia 60-69 tahun memiliki peluang
sukses 2,211 (95% CI=1,077-4,539), kelompok usia 53-59 tahun sebesar 3,568
(95%CI=1,765-7,216). Lansia laki-laki memiliki peluang 1,595 (95%CI=1,133-
2,247), lansia dengan pendidikan rendah memiliki peluang 2,805 (95%CI=1,776-
4,429), pendidikan menengah/tinggi 4,128 (95%CI=2,272-7,500). Lansia dengan
aktivitas fisik sedang memiliki peluang sukses 4,258 (95%CI=2,352-7,709),
aktivitas ringan 3,964 (95%CI=2,228-7,052) dan aktivitas berat 3,675
(95%CI=2,054-6,576). Lansia dengan Waist Circumference tidak berisiko
memiliki peluang sukses 1,688 (95%CI=1,092-2,610). Lansia dengan tingkat
pengeluaran nabati tinggi memiliki peluang sukses 1,384 (95%CI=1,010-1,898),
lansia yang berpastisipasi dalam program dana sehat berpeluang sukses 1,779
(95%CI=1,181-2,680). Implikasi hasil penelitian terhadap kebijakan berupa tiga
pilar utama yang menentukan penuaan sukses yaitu partisipasi, kesehatan dan
jaminan sosial. Selain ketiga pilar tersebut, gender juga merupakan determinana
penting penuaan sukses. Oleh karena itu kesetaraan gender perlu dipertimbangkan
dalam setiap pilar kebijakan

ABSTRACT
Indonesia experienced rapid population aging. It is estimated that the elderly
population in Indonesia will reach 28.8 million (11.3%) in 2020 and 100 million
(28.68%) in 2050. Caution regarding how successful aging and its determinant
become an important issue that should be explored as support information for
policy makers in designing effective policies and interventions to improve the
quality of life of the elderly in Indonesia. The objective of this study was to
explore the multidimensional aspects of successful aging and obtain predictive
models successful aging in the elderly in Indonesia.
This study used a retrospective cohort study design using the data IFLS
(Indonesian Family Life Survey) by following people for seven years, namely at
the point of measurement time survey IFLS IFLS 2000 and 2007. The amount of
the sample is 2,344 elderly (≥ 53 years). Successful aging measurement model
was tested and analyzed using Comfirmatory Factor Analysis (CFA). Multiple
logistic regression analysis is used to derive predictive model of successful aging.
This research resulted in the concept of multidimensional models of successful
aging that has good validity and reliability. Each contribution were mental
functioning (78%), active involvement (64%), physical functioning (62%),
spirituality (2.7%) and free of the disease (0.1%). Successful aging prediction
models resulting from this study consisted of seven variables include individual
factors (age, gender, education, physical activity and waist circumference) and
environmental factors (level of expenditure vegetable and healthy fund program
participation). Age group 60-69 years had a chance of success 2.211 (95% CI =
1.077 to 4.539), age group 53-59 years amounted to 3.568 (95% CI = 1.765 to
7.216). Elderly men had chances 1.595 (95% CI = 1.133 to 2.247), elderly people
with low education had a chance 2.805 (95% CI = 1.776 to 4.429), secondary
education / high 4.128 (95% CI = 2.272 to 7.500). Elderly with moderate physical
activity had a chance of success 4.258 (95% CI = 2.352 to 7.709), light activities
3.964 (95% CI = 2.228 to 7.052) and strenuous activities 3,675 (95% CI = 2.054
to 6.576). Elderly with no risk of waist circumference had a chance of success
1.688 (95% CI = 1.092 to 2.610). Elderly with a high level of expenditure
vegetable has a chance of success 1.384 (95% CI = 1.010 to 1.898), elderly who
participates in the healthy fund program likely to succeed 1.779 (95% CI = 1.181
to 2.680). Implications of the results of research on policy in the form of the three
main pillars that determine successful aging, namely participation, health and
social security. In addition to the three pillars, gender is also an important
determinana successful aging. Therefore, gender equality need to be considered in
any policy pillars"
2016
D2664
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patriotika Ismail
"Latar belakang: Sarkopenia menjadi masalah kesehatan yang penting dan banyak di jumpai di negara maju dan berkembang. Faktor risiko sarkopenia bersifat multifaktor. Data prevalensi dan faktor risiko sarkopenia di Indonesia masih terbatas, khususnya dimasa pandemi COVID-19 yang sudah dihadapi Indonesia selama dua tahun. 
Tujuan: Mengetahui proporsi dan faktor risiko sarkopenia pada populasi usia lanjut di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumopada masa pandemi COVID-19.
Metode: Penelitian ini menggunakan data primer dengan desain uji potong lintang di poliklinik geriatri dan penyakit dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mulai dari bulan November hingga Desember 2021. Subjek dengan kriteria usia >60 tahun, tidak terdapat gangguan penyakit akut saat pemeriksaan, serta tidak mengalami depresi atau gangguan kognitif berat yang tidak didampingi caregiver/keluarga diambil sebagai subjek penelitian. Pemeriksaan menggunakan kuesioner SARC-F, dan pasien dengan nilai 4 dianggap sarkopenia. Karakteristik pasien dengan sarkopenia dibandingkan untuk menilai faktor risiko sarkopenia. 
Hasil:  Terdapat 253 subjek penelitian dengan proporsi sarkopenia 41,5% (IK 95% 35,45-47,55%). Faktor risiko yang berhubungan dengan sarkopenia pada penelitian ini adalah jenis kelamin perempuan, aktivitas menurun (sedentary-aktifitas kurang), status fungsional ketergantungan, penyakit hipertensi, dan penyakit jantung (p < 0.05)
Kesimpulan: Proporsi sarkopenia pada penelitian adalah 41,5% dengan faktor risiko yang berhubungan adalah jenis kelamin, hipertensi, penyakit jantung, status fungsional ketergantungan dan aktivitas yang menurun (sedentary-aktifitas kurang). Oleh sebab itu perlu menjadi perhatian dan pencegahan pada subjek dengan karakteristik tersebut. 

Introduction: Sarcopenia is a prevalent and increasing problem in elderly worldwide. It is also related to various debilitating conditions and poor prognosis. Etiology of sarcopenia is multifactorial. However, the data in Indonesia is still limited. Moreover, not much has been discussed about the prevalence and risk factors for sarcopenia, especially during the COVID-19 pandemic.
Aim: To determine the prevalence and risk factors of sarcopenia in elderly patients in Indonesia during the COVID-19 pandemic.
Methods: An observational study with cross-sectional design was performed in Geriatric and internal medicine Clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia, on November 2021 to December 2021. Patients 60 years old and suspected to have sarcopenia were included in the study, while patients with conditions making them unable to undergo examination or in acute conditions were excluded. Patients were defined as having sarcopenia if SARC-F showed a total value of 4. Clinical characteristics of patients were compared to predict sarcopenia.
Results: There were 253 subjects included in this study. A total of 105 (41.5%) subjects were diagnosed to suffer from sarcopenia. Predicting factors of sarcopenia in subjects were woman gender, sedentary physical activity, dependent on activities of daily living, hypertension, and heart disease (p < 0.05).
Conclusion: The prevalence of sarcopenia in elderly at Cipto Mangunkusumo was 41.5%. Indonesian elderly with female gender, sedentary-low physical activity, dependent on activities of daily living, hypertension, and heart disease are more prone to suffer from sarcopenia. Therefore, extra attention and prevention are needed for individuals with the characteristics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>