Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158667 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Salsabila
"Penelitian ini membahas mengenai evaluasi kebijakan insentif pajak penghasilan berupa tax allowance yang diberikan kepada industri pembangkit listrik tenaga bayu angin di Indonesia. Tujuan penelitian ini ialah untuk menganalisis pencapaian tujuan kebijakan tax allowance dengan menggunakan indikator efektivitas, responsivitas dan ketepatan dari Dunn. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi lapangan dan studi literatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa insentif pajak penghasilan berupa tax allowance kurang efektif dalam meningkatkan investasi di bidang energi angin karena faktor ketidakpastian, tingginya kriteria penerima insentif, kurangnya sosialisasi serta peran insentif tax allowance yang kecil bagi industri ini. Adanya tujuan yang ingin dicapai pemerintah melalui suatu program merupakan faktor yang lebih mempengaruhi investasi dibandingkan pemberian insentif tax allowance.

This research focused on the evaluation of income tax incentive policy in the form of tax allowance given to wind power industry in Indonesia. The purpose of this research is to analyze the achievement of tax allowance policy objectives by using Dunns indicators which are effectiveness, responsiveness and accuracy. This research used a qualitative approach with field research and literature data collection methods.
The results showed that income tax incentive in the form of tax allowance is less effective in increasing investment in wind energy due to uncertainty to get tax incentive approval, high qualifications or threshold, lack of socialization and small role of tax allowance incentive for the industry. A factor that further influences the investment is the existence of objectives to be achieved by the government through a program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pretty Wulandari
"Penelitian ini membahas kebijakan insentif Pajak Penghasilan pada penanaman modal di industri pengolahan kelapa sawit. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa latar belakang pemberian fasilitas pajak tersebut dalam rangka peningkatan investasi demi mendorong hilirisasi industri pengolahan kelapa sawit. Adanya berbagai hambatan mulai dari pertimbangan bisnis, faktor pajak dan non-pajak lainnya menyebabkan fasilitas Pajak Penghasilan tidak diminati investor untuk beberapa sektor pengolahan kelapa sawit. Peneliti memberikan rekomendasi agar fasilitas Pajak Penghasilan lebih efektif dan aplikatif, yaitu: penurunan threshold nilai investasi, mempertahankan tarif bea keluar CPO, perbaikan infrastruktur dan kemudahan pembebasan lahan dan perizinan.

This research discusses the income tax incentives to investments in palm oil processing industry. This study is a qualitative research. The research concludes that the background providing incentives tax in order to encourage increased investment for the downsteram of palm oil processing industry. A number of obstacles ranging from business considerations and factors tax or other causes of non-tax Income Tax facilities are not attractive to investors. Researchers gave recommendations that facility income tax is more effective and applicable, such as decrease the threshold value of investment, retaining the CPO export tax rate, improvement infrastructure, and ease of land acquisition and licensing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46599
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ian Maradona
"Tesis ini membahas mengenai implikasi diundangkannya peraturan mengenai insentif perpajakan bagi investor di Indonesia terhadap iklim penanaman modal di Indonesia. Insentif yang diberikan dalam bentuk pembebasan dan pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau insentif lain yang dapat dipertimbangkan semisal amortisasi dan penyusutan barang modal yang dipercepat ataupun kompensasi kerugian yang dikenakan kepada investor. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sample proyek investasi yang dilakukan oleh Sinarmas Grup melalui banyak anak perusahaannya yang bergerak di bidang pengolahan minyak kelapa sawit dan turunannya semisal margarine, shortening, dan sisa-sisa pengolahannya berupa ampas kelapa sawit yang masih dapat digunakan sebagai pakan ternak, sebagaimana produk minyak goreng dan margarin berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 52 Tahun 2011 berhak mendapatkan fasilitas pengurang PPh Badan asalkan investasi dilakukan di daerah tertentu. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan tipologi penelitian kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa diundangkannya peraturan yang mengatur mengenai pemberian insentif pajak belum dapat dipastikan meningkatkan kuantitas investasi di Indonesia yang mana berbanding terbalik dengan tujuan diadakannya regulasi dimaksud oleh pemerintah yaitu untuk meningkatkan rating investment grade Indonesia di mata dunia internasional yang tujuan akhirnya dapat lebih banyak menarik investor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin baik, lewat penyerapan tenaga kerja dan tumbuhnya sektor Usaha Kecil Menegah di lokasi investasi dilaksanakan. Pada hakikatnya kebijakan fiskal berupa fasilitas perpajakan tidak dapat berbuat banyak apabila faktor penghambat investasi seperti: mogok buruh, perijinan yang rumit dan rawan pungutan liar, prosedur pengurusan perijinan yang kurang efisien, dan korupsi masih marak di Indonesia.

This thesis discusses about the implications of the enactment of legislation on tax incentives for investors in Indonesia's investment climate. Incentives are given in the form of exemption and reduction of Company Income Tax or other incentives that may be considered such as amortization and accelerated depreciation of capital goods or compensation losses charged to investors. The research was conducted by taking a sample of investment projects undertaken by the Sinarmas Group through their many subsidiaries that engaged in the processing of palm oil and its derivatives such as margarine, shortening, and the remnants of oil palm cultivation in the form of pulp that can still be used as animal feed. As cooking oil and margarine products based on the Republic of Indonesia Government Regulation Number 52 Year 2011 are entitled to a corporate income tax deduction facilities as long as the investment is made in a certain area. This research is a normative legal and qualitative research typology.
The results showed that the promulgation of government regulations for granting tax incentives has not been proven to increase the quantity of investment in Indonesia, which is inversely proportional to the purpose of the regulation is to improve Indonesia's investment grade rating in the eyes of international community which is goal can ultimately attract more investors and the increase of economic growth in Indonesia, through more employee recruitment and the growth of Small and Medium sector investment undertaken at the investment site. In essence fiscal policy in the form of tax incentives cannot do much if the investment disincentives such as: labor strikes, permit arrangement complexion and prone to illegal fees, un-efficient business permits maintenance, and corruption culture in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofia Maharani
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana penerapan insentif pajak berupa tax allowance dan tax holiday di Indonesia dan melihat bagaimana dampaknya terhadap kegiatan penanaman modal terutama setelah Pemerintah melakukan relaksasi terkait kedua kebijakan tersebut, serta mengetahui perbandingan kedua kebijakan tersebut di Indonesia dengan ASEAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun Pemerintah telah melakukan relaksasi, peminat kedua insentif tersebut masih relatif sedikit. Banyak investor yang tetap menanamkan modalnya di Indonesia meskipun tidak memanfaatkan insentif karena mereka mempertimbangkan faktor lain selain insentif pajak. Namun, insentif ini tetap diberlakukan karena Indonesia masih memiliki kekurangan terutama di bidang infrastruktur. Insentif pajak dalam hal ini menjadi kompensasi atas kekurangan yang ada.
Penerapan insentif ini di ASEAN berbeda-beda tergantung pada kebijakan dan kebutuhan masing-masing negara. Untuk tax holiday, negara yang paling memberikan kemudahan adalah Singapura. Sedangkan untuk tax allowance, negara yang paling menguntungkan adalah Vietnam. Untuk memperbaiki kebijakan insentif pajak di Indonesia, Indonesia dapat mencontoh negara-negara lain di ASEAN.

This research aims to analyze the implementation of tax allowance and tax holiday in Indonesia and to see the implication of the tax incentives on investment activities, especially after the government relaxes the policy, also to understand the comparison between tax incentives in Indonesia and in ASEAN member countries. This research approach is descriptive qualitative.
The result of this research concludes that although the government has relaxed the policy, the amount of investors who took those incentives is relatively small. There are many investors who still invested in Indonesia even though they did not get the incentives because they considered other factors besides tax incentives. But, tax incentives are still needed to compensate the lack of infrastructure.
The implementation of tax incentives in ASEAN are different depends on the policies and the needs of each country. For tax holiday, the country which provides the most convenience policy in terms of tax holiday is Singapore. For tax allowance, the most profitable country in terms of paying taxes is Vietnam. Indonesia can take advantages from other countries in ASEAN and use them as an example to improve tax incentive policies.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayuni Sekar Fauziyah
"Pandemi COVID-19 mengaruskan pemerintah melakukan respons kebijakan yang extraordinary, cepat dan terukur. APBN dimanfaatkan sebagai instrument utama untuk pemulihan ekonomi nasional dengan pengalokasian anggaran penanganan COVID-19. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah diberikan dalam bentuk belanja non tunai yaitu belanja perpajakan dalam bentuk skema fasilitas kepabeanan dan insentif perpajakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan kebijakan fasilitas kepabeanan dan insentif perpajakan pada industri farmasi serta menganalisis implikasi dan beban administrasi dari kebijakan fasilitas kepabeanan dan insentif perpajakan pada industri farmasi dalam rangka penanganan pandemic COVID-19. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan wawancara mendalam. pelaksanaan kebijakan fasilitas kepabeanan dan insentif perpajakan pada industri farmasi sudah diimplementasikan dengan baik. Kebijakan pembebasan bea masuk, kebijakan insentif PPN Impor Tidak Dipungut dan PPh 22 Impor Dibebaskan atas impor bahan baku obat untuk penanganan covid-19, akan memberikan manfaat positif kepada perusahaan dari segi cashflow dan menurunkan biaya produksi obat untuk penangan COVID-19. Kemudian, PPN terutang atas penyerahan obat penanganan COVID-19 kepada intasalasi farmasi, ditanggung pemerintah. administrative cost dari sisi Fiskus dengan diberlakukannya PPN Ditanggung Pemerintah maka administrative cost baik fiscal cost, time cost maupun psikologist cost menjadi ada tambahan dari sisi pengawasan untuk pembuatan fakur pajak, SPT PPN dan pemeriksaan terhadap laporan realisasi PPN Ditanggung Pemerintah yang dibuat oleh PKP. Dari segi PKP ada administrative cost tambahan yaitu membuat laporan realisasi PPN Ditanggung Pemerintah selain dari kewajiban membuat SPT PPN Masa.

The COVID-19 pandemic has forced the government to carry out extraordinary, fast and measurable policy responses. The state budget is used as the main instrument for national economic recovery by allocating a budget for handling COVID-19. The National Economic Recovery Program (PEN) has been provided in the form of non-cash expenditures, namely tax expenditures in the form of customs facility schemes and tax incentives. This study aims to analyze the implementation of customs facility policies and tax incentives in the pharmaceutical industry as well as analyze the implications and administrative burdens of customs facility policies and tax incentives in the pharmaceutical industry in the context of handling the COVID-19 pandemic. This study uses a qualitative approach with data collection techniques from literature study and in-depth interviews. the implementation of policies on customs facilities and tax incentives in the pharmaceutical industry has been well implemented. The import duty exemption policy, the Uncollected Import VAT incentive policy and the Import PPh 22 Exemption on the import of medicinal raw materials for handling COVID-19, will provide positive benefits to companies in terms of cashflow and reduce the cost of producing drugs for handling COVID-19. Then, the VAT payable for the delivery of drugs handling COVID-19 to pharmaceutical installations, is borne by the government. administrative costs from the Fiscus side with the implementation of Government-borne VAT, administrative costs, both fiscal costs, time costs and psychological costs, are added from the side of supervision for the preparation of tax invoices, VAT SPT and examination of reports on the realization of Government-Borrowed VAT made by PKP. In terms of PKP there is an additional administrative cost, namely making a report on the realization of VAT borne by the Government apart from the obligation to make a Periodic VAT SPT."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veviolita Sekar Sari
"Belum banyak riset yang mengkaji tentang evaluasi kebijakan pemberian insentif penghasilan atas industri tekstil. Tujuan utama pemberian insentif pajak kepada industry tekstil adalah mencegah Industri tekstil melakukan penutupan pabrik, dan berdampak pada Pemutusan Tenaga Kerja (PHK) terhadap buruh dan terjadinya gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah .Ketentuan yang mengatur pemberian insentif pajak penghasilan ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.011/2013 tentang Pengurangan Besarnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Penundaan Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 29 Tahun 2013.Penelitian ini membahas evaluasi kebijakan tersebut berdasarkan kriteria evaluasi kebijakan menurut Dunn yaitu kriteria evaluasi berdasarkan Efektivitas, responsivitas, dan ketetapan. Hasil dari penelitian ini yaitu kebijakan tersebut belum efektif , respon yang rendah dan belum tepat guna.

Has not been a lot of research that examines the evaluation of policy incentives on income from the textile industry. The main purpose of tax incentives to the textile industry is the textile industry doing to prevent plant closures, and impact on the Termination of Employment to the workers and the turmoil on the financial markets and the exchange rate. Provisions governing income tax incentives are Minister of Finance Regulation Reducing the number 124/PMK.011/2013 amount of income tax of Article 25 and Delays Payments Income Tax of Article 29 in 2013. Study discusses the policy evaluation is based on the evaluation criteria according to Dunn's policy is based on the evaluation criteria of effectiveness, responsiveness , and permanence. The results from this research that the policy has not been effective, low response and not appropriate.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fatimatuz Zahra
"SDGs bawasannya memiliki tujuan salah satunya berkenaan dengan kelestarian lingkungan, Indonesia sebagai negara yang ikut serta untuk mewujudkannya sampai tahun 2030 dapat mewujudkannya melalui kebijakan pajak melalui insentif perpajakan. Limbah B3 memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan dan juga lingkungan. Industri pengelolaan limbah hadir dengan penguasaan teknologi dan informasi mengenai pengelolaan limbah yang memang tidak bisa dilakukan secara sembarangan, dan dapat menjadi salah satu pendorong maupun sebagai alat untuk menggerakan pengelolaan limbah B3 yang tepat guna. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis kebijakan insentif perpajakan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan oleh industri pengelolaan limbah. Metode penelitian yang digunakan yaitu, pendekatan kualitiatif dan pengumpulan data wawancara mendalam serta studi kepustakaan. Hasil penelitian ini memberikan simpulan yaitu bawasannya kebijakan insentif perpajakan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan bagi industri pengelolaan limbah adalah pertama kebijakan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor bahan dan peralatan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan, tetapi masih sedikit dimanfaatkan oleh industri pengelolaan limbah dikarenakan aktivitas impor yang minim dan mempertimbangkan biaya kepatuhan. Kedua adalah kebijakan insentif PPh yang bawasannya kebijakan tersebut masih secara umum memang diperuntukkan untuk semua industri, maka dari itu dilakukan perbandingan dengan negara Malaysia yang memiliki kebijakan insentif pajak terkait pengelolaan limbah yang mungkin dapat dijadikan pembelajaran bagi negara Indonesia.

One of the goals for SDGs is environmental sustainability, and Indonesia as a participating country to reach goals of SDGs until 2030 can realize them through tax incentive policy. Hazardous waste has bad impacts on health and also the environment. The waste management industry comes with the mastery of technology and information about waste management that cannot be done haphazardly and can be one of the actors for driving effective hazardous waste management. This study aims to describe and analyze tax incentive policies in Indonesia that can be utilized by the waste management industry. The research method used is a qualitative approach and depth-interview data collection and literature studies. The results of this study conclude tax incentive policies in Indonesia are exempting import duties for materials and equipment used to prevent environmental pollution, but are still little used by the waste management industry due to import activities minimal and consider compliance costs. Second is the Income Tax incentive policies, which are still generally intended for all industries, so there is a required comparison with Malaysia that has tax incentive policies related to waste management"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Putri Alifah
"Tax Holiday merupakan salah satu bentuk insentif pajak penghasilan yang sedang digencarkan oleh Pemerintah Indonesia untuk dapat meningkatkan investasi asing di Indonesia. Saat ini kebijkan tax holiday dituangkan dalam PMK Nomor 150/PMK.010/2018, yang mana ketentuan tersebut termasuk ke dalam kebijakan yang tercantum dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI. Penelitian ini akan membahas mengenai faktor apa saja yang membuat kebijakan tax holiday sebelum diterbitkannya PMK Nomor 150/PMK.010/2018 tidak optimal, dan juga membahas mengenai implementasi kebijakan tax holiday dalam PMK Nomor 150/PMK.010/2018. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan juga akan menggunakan teknik analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 3 faktor yang menyebabkan kebijakan tax holiday dalam peraturan sebelumnya tidak berjalan dengan optimal antara lain adalah, faktor ketidakpastian dalam pemberian keputusan tax holiday, faktor birokrasi dan persyaratan yang menyulitkan, serta faktor lain selain pajak, berupa kepastian hukum, stabilitas ekonomi, dan juga ketersediaan infrastruktur. Selain itu, berdasarkan teori implementasi yang dikemukakan oleh Grindle (1980), implementasi kebijakan tax holiday dalam PMK Nomor 150 Tahun 2018 sudah dilakukan dengan cukup baik. Aturan yang tertuang dalam PMK Nomor 150 Tahun 2018 sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan peraturan sebelumnya, yang ditunjukan dengan kebijakan tax holiday yang lebih mengedepankan kepastian, kemudahan, dan kepercayaan kepada Wajib Pajak. Tetapi tetap saja masih terdapat beberapa kelemahan yang terdapat dalam proses implementasi kebijakan tersebut. 

Tax Holiday is one of the income tax incentives policy that being intensified by Indonesian Government to increase foreign direct investment in Indonesia. Tax holiday policy that contained in the MoF Regulation of the Republic Indonesia Number 150/PMK.010/2018 is included in XVI Economic Policy Package. Therefore this research is intended to analyse factors that make former tax holiday policy before Mof 150/PMK.010/2018 is not optimal, and also to analyse the  implementation of tax holiday policy that contained in MoF Regulation Number 150/PMK.010/2018. This research is using qualitative approach with descriptive researh type and qualitative analysis technique.
The result showed that there are three factors that make tax holiday policy before MoF 150/PMK.010/2018 is not optimal which are, uncertainty of the decision making of tax holiday, bureaucracy and difficult requirements factor, and also other non-tax factors such as certainty of law, economic stability, and infrastructure availibility. Furthermore, based on implementation theory stated by Grindle (1980), the implementation of tax holiday policy in Mof Regulation Number 150/PMK.010/2018 is already quite well. The regulation  itself is better than before, indicated by the fact that the new tax holiday policy is uphold certainty, simplicity, and trust to the taxpayer. However there are still some deficiency found in the implementation process of that policy. 
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Permatasari
"Dalam Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perbandingan insentif keekonomian dari aspek production sharing contract gross split dan perpajakan, khususnya untuk mengetahui besaran keseimbangan insentif yang dapat diberikan oleh pemerintah baik dalam perpajakan atau diskresi tambahan split kepada kontraktor wilayah kerja Alfa yang merupakan wilayah kerja operasional migas yang berada di Kalimantan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan melakukan perhitungan menggunakan skema bagi hasil gross split untuk melihat perbandingan keekonomian wilayah kerja Alfa tanpa diskresi, dengan tambahan diskresi dan kombinasi persentase pajaknya, dengan berbagai kombinasi tersebut, maka didapatkan 25 (dua puluh lima) skenario untuk perhitungan keekonomian terhadap wilayah kerja Alfa.  Berdasarkan perhitungan keekonomian pada wilayah kerja Alfa diperoleh nilai profitability index (PI) sebesar 1,09, nilai ini menunjukan nilai minimum keekonomian dari kontraktor. Berdasarkan skenario tersebut diperoleh analisa keekonomian dengan kombinasi besaran indirect tax 0-100% dan diskresi tambahan split 0-100%. Hasil penelitian menunjukkan nilai NPV kontraktor negatif jika insentif tambahan diskresi kurang dari (<) 50%, diskresi 75% dengan indirect tax 75% dan 100%. Sedangkan untuk nilai PI > 1 diskresi yang diberikan 75% dengan indirect tax 0-50% dan juga diskresi 100%. Perhitungan simulasi skenario dengan target PI sebesar 1,09 diperoleh hasil optimum besaran insentif yang seimbang pada indirect tax 50% dan diskresi tambahan split 92%.

The objective of this study is to evaluate the comparison of economic incentives from the aspect of production sharing contract gross split and taxation, especially to determine the balance of incentives that can be provided by the government either in taxation or additional discretion splits to contractors Alfa working area which is an oil and gas operational work area located in Kalimantan. The method used in this study is a quantitative method, by performing calculations using a gross split profit sharing scheme to observe the economic comparison of Alfa working area without discretion, with additional discretion and a combination of tax percentages, with various combinations, it provide 25 (twenty-five) scenarios for economic calculations to Alfa working area. Based on the economic calculation in Alfa's work area, the profitability index (PI) value is 1,09, this value shows the minimum economic value of the contractor. Based on these scenarios an economic analysis was obtained with a combination of the number of indirect tax 0-100% and additional discretionary split 0-100%. The results showed that the contractor's NPV value was negative if the additional discretionary incentive was less than 50%, 75% discretion is given with indirect tax 0-50% and 100% discretion. The scenario simulation calculation with a PI target of 1,09 obtained the optimum result of a balanced incentive amount at 50% indirect tax and an additional 92% split discretion."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Yadin Ramadhena
"mendorong pemerintah untuk memberikan insentif pajak melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sebagai upaya untuk mendorong daya beli masyarakat, mendukung usaha, dan melakukan pemulihan kondisi ekonomi, pemerintah menerbitkan kebijakan insentif PPnBM Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi industri otomotif di Indonesia yang tercantum dalam PMK No. 20/PMK.010/2021 sebagaimana telah dicabut dan diganti dengan PMK No. 31/PMK.010/2021 sebagaimana telah diubah dalam PMK No. 120/PMK.010/2021 sebagai peraturan terbaru pada tahun 2021. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan insentif PPnBM DTP bagi sektor industri otomotif di Indonesia pada masa pandemi Covid-19 dan menganalisis pertimbangan pemerintah dalam melakukan perpanjangan kebijakan insentif PPnBM DTP. Metode yang peneliti terapkan adalah post-positivist. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa implementasi kebijakan ini menghasilkan beberapa manfaat. Namun, implementasi kebijakan juga terjadi anomali, yakni di satu sisi masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah menghadapi kondisi yang sulit, tetapi di sisi lain masyarakat kelas menengah dipacu agar mereka mengeluarkan uangnya. Selain itu, implementasi kebijakan ini juga tidak mengalami kendala yang berarti, sebab terdapat juga sumber daya yang memadai dan komunikasi terjalin dengan lancar. Implementasi kebijakan ini berhasil menjaga antusiasme dan mempertahankan daya beli masyarakat, serta mendapatkan respon positif dari berbagai pihak, terutama masyarakat. Selain itu, terdapat perpanjangan kebijakan insentif PPnBM DTP ini, terutama atas insentif PPnBM DTP sebesar 100%. Perpanjangan insentif tersebut telah dipertimbangkan baik dari segi sosial maupun ekonomi.

The Covid-19 pandemic has had a negative impact on the economic sector and the business sector in Indonesia. This prompted the government to provide tax incentives through the National Economic Recovery (PEN) program. In an effort to encourage people's purchasing power, support businesses, and restore economic conditions, the government issued a Sales Tax on Luxury Goods borne by the government (PPnBM DTP incentive policy for the automotive industry in Indonesia as stated in PMK No. 20/PMK.010/21 as has been revoked and replaced with Minister of Finance Regulation (PMK) No. 31/PMK.010/2021 as amended in PMK No. 120/PMK.010/2021 as the latest regulation in 2021. The purpose of this study is to analyze the PPnBM DTP incentive policy for the automotive industry sector in Indonesia during the Covid-19 pandemic and analyze the government's considerations in extending the PPnBM DTP incentive policy. The method that the researcher applies is post-positivist. The findings of this study indicate that the implementation of this policy produces several benefits. However, the implementation of the policy also has an anomaly, namely on the one hand the society, especially the lower middle class, faces difficult conditions, but on the other hand, the middle class is encouraged to spend their money. In addition, the implementation of this policy also did not have significant obstacles, because there were also adequate resources and communication was established smoothly. The implementation of this policy has succeeded in maintaining enthusiasm and maintaining people's purchasing power, and has received positive responses from various parties, especially the society. In addition, there is an extension of the PPnBM DTP incentive policy, especially for the PPnBM DTP incentive of 100%. The extension of these incentives has been considered from both a social and economic perspective."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>