Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125157 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raja Nathania Olga Letticia
"Dewan Perwakilan Rakyat RI DPR RI telah mengesahkan revisi Undang-Undang Antiterorisme, pasca serangan Bom Surabaya pada bulan Mei 2018 lalu. Revisi UU ini merupakan bentuk eskalasi respon terhadap ancaman ISIS di Indonesia, dengan diperluasnya definisi terorisme sebagai ancaman terhadap keamanan negara, serta memberikan wewenang kepada Polri untuk melakukan tindakan pencegahan. Tulisan ini melakukan analisis wacana atas eskalasi respon ancaman ISIS tersebut, dilihat dari faktor fondasi demokrasi dan karakteristik terorisme yang berubah. Dengan menggunakan metode analisis wacana, tulisan ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi ancaman dengan kebijakan kontra-terorisme negara. Tulisan ini juga akan melihat retorika-retorika yang dipakai terkait ancaman tersebut, yang kemudian menyebabkan situasi genting, sehingga mendorong keberterimaan dari audiens publik.

The House of Representatives DPR RI has ratified the revision of the Antiterrorism Act, in the aftermath of Surabaya bombing in May 2018. The revision of the Act is a form of escalating the response to ISIS threats in Indonesia, with the expansion of the definition of terrorism as a threat to state security, as well as authorizing the Police to take preventive action. This paper analyzes the discourse on the escalation of the ISIS threat response, judging by the factors of democratic foundation and changing characteristics of terrorism. By using discourse analysis method, this paper aims to see the relationship between threat perception and state counter terrorism policy. This paper will also analyze the rhetoric used in relation to the threat, which then causes a precarious situation, thus encouraging the acceptance of the public audience.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Poltak Partogi, 1963-
Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017
363.32 NAI a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Kumendong
"Penelitian ini menjelaskan mengapa ancaman transnasional terorisme tetap ada dan terus berkembang di kawasan meskipun mekanisme kerja sama kontraterorisme Indonesia-Filipina sudah dilakukan. Analisis dalam penelitian ini menggunakan teori kerja sama kontraterorisme oleh Wyn Rees (2006). Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan persepsi ancaman yang signifkan antara Indonesia dan Filipina yang berimplikasi terhadap perbedaan respon kontraterorisme dan eskalasi ancaman pro-ISIS yang berbeda di masing-masing negara. Indonesia menekankan pendekatan criminal justice model. Filipina menekankan pendekatan militeristik. Kedua, kerja sama internal institusi-institusi keamanan Indonesia dan Filipina cenderung bersifat formal daripada substansial. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya rasa saling percaya (trust and reliability), sensitivitas isu kedaulatan teritorial, dan kompetisi di antara institusi-institusi keamanan dalam negeri. Ketiga, kerja sama kontraterorisme AS dengan Indonesia dan Filipina menekankan pendekatan militeristik serta adanya perubahan prioritas keamanan AS yang berimplikasi kepada upaya kerja sama kontraterorisme di kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian, upaya penanggulangan ancaman kelompok pro-ISIS di Asia Tenggara melalui kerja sama kontraterorisme Indonesia dan Filipina menjadi kurang optimal.

This research explains why the transnational threat of terrorism persists and continues to evolve in the region despite the existing counterterrorism cooperation mechanisms between Indonesia and the Philippines. This research uses a qualitative method. The analysis in this research applies Wyn Rees's (2006) theory of Counterterrorism Cooperation. The findings indicate significant differences in threat perception between Indonesia and the Philippines, leading to differing counterterrorism responses and varying level of escalations of pro-ISIS threats in each country. Indonesia emphasizes a criminal justice model approach, whereas the Philippines emphasizes a militaristic approach. Secondly, the internal cooperation of security institutions in Indonesia and the Philippines tends to be more formal than substantive. This is influenced by a lack of mutual trust and reliability, sensitivity to sovereignty issues, and competition among domestic security institutions. Thirdly, US counterterrorism cooperation with Indonesia and the Philippines emphasizes a militaristic approach and a change in US security priorities have implications for counterterrorism cooperation efforts in Southeast Asia. Consequently, efforts to counter the threat of pro-ISIS groups in Southeast Asia through Indonesia and the Philippines' counterterrorism cooperation become less optimal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftach Husain
"Fenomena munculnya berbagai aliran Islam lain yang melenceng cendrung menodai dan agama Islam. Munculnya aliran-aliran berbahaya berbasis Islam seperti Al-Qaeda atau ISIS ditengarai sebagai akibat dari konflik timur tengah yang tidak kunjung usai. Tidak hanya itu, Negara-negara yang bukan bagian dari timur tengah juga terkena efek jalur imbas pengaruh aliran tersebut, khususnya aliran yang dianut kelompok ISIS (Kelompok Federasi Iraq dan Syria). Dengan aturan dan hukum agama mereka sendiri, Islam diombak-ambik menjadi agama yang menganut kekhalifahan global dan dan seirama dengan anarkisme. Hal ini sangat berbahaya bagi umat Islam di Indonesia karena minimnya pengetahuan agama masyarakat Indonesia dan kebebasan beragama di negara tersebut. Oleh sebab itu tulisan ini berusaha menguraikan bagaimana ISIS dapat menjadi ancaman dan mempengaruhi umat muslim di Indonesia melalui ideologi yang mereka anut.

The phenomenon of the emergence of a variety of other Islamic sects and religions deviated tends to tarnish Islam. The emergence of streams based Islamic dangerous as Al-Qaeda or ISIS suspected as a result of the Middle East conflict is not ended. Not only that, countries that are not part of the middle east are also affected by the influence of flow-induced pathways, especially the flow adopted ISIS group (Group Federation of Iraq and Syria). With the rules and laws of their own religion, Islam became the religion that pushes and embracing global caliphate and in tune with anarchism. It is very dangerous for Muslims in Indonesia because of the lack of knowledge of religious communities in Indonesia and religious freedom in the country. Therefore, this paper tried to describe how ISIS can be a threat and influence of Muslims in Indonesia through the ideology that they profess.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Noor Rachmad
"Tidak ada organisasi yang kebal oleh krisis. Semua organisasi memiliki risikonya masing-masing untuk dapat terserang oleh krisis, termasuk organisasi pemerintah. Tesis ini menganalisis dan mengevaluasi manajemen komunikasi krisis dan usaha pemulihan citra yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menghadapi krisis terkait revisi UU KPK tahun 2019. Analisis dilakukan dengan mengintegrasikan konsep manajemen komunikasi krisis Three Step Approach gagasan Coombs dan teori Image Restoration gagasan Benoit. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Data diperoleh melalui wawancara mendalam kepada informan internal dan eksternal sebagai data utama serta studi dokumen. Analisis dilakukan pada fase pra krisis, fase krisis, pasca krisis dan pemulihan citra yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi manajemen komunikasi krisis sebagian besar telah sesuai dengan konsep yang ada, dengan beberapa kekurangan. Selain itu, KPK berhasil memanfaatkan strategi corrective action, minimization, serta bolstering sebagai strategi pemulihan citra yang dilakukan.

No organizations are immune to crisis. All organizations have their own risks of being hit by a crisis, including government organizations. This thesis analyzes and disseminates crisis communication management and image restoration efforts carried out by the Corruption Eradication Commission in facing the crisis related to the amandement of Corruption Eradication Commission Law in 2019. The analysis is carried out by integrating the Three Step Approach crisis communication management concept, Coombs' idea, and Benoit's Image Restoration theory. This research uses a qualitative approach with descriptive analysis methods. Data was obtained through in-depth interviews with internal and external informants as the main data as well as document studies. The analysis was carried out in the pre-crisis, crisis, post-crisis and image restoration phases. The research results show that the implementation of crisis communication management is largely in accordance with existing concepts, with several shortcomings. Apart from that, the Corruption Eradication Commission (KPK) succeeded in utilizing corrective action, minimization, and bolstering as it’s image restoration strategy."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Putri Metri
"Tindakan dan aksi teror yang melibatkan Teroris Kombatan Transnasional (TKT) telah berlangsung lama di Indonesia. Namun, sekuritisasi isu tersebut tidak langsung mengemuka. Hal ini menunjukkan bahwa narasi kebahayaan mengenai TKT dibentuk melalui konstruksi sosial, bukan berdasarkan fakta objektif semata. Penelitian ini mengeksplorasi sekuritisasi isu TKT menggunakan teori sekuritisasi yang dikembangkan oleh Balzacq melalui pendekatan intertekstual. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tindakan bahasa (speech act) membentuk wacana keamanan dengan fokus pada penerimaan audiens. Hasilnya, promosi sekuritisasi terlihat melalui penerimaan audiens melalui berbagai negosiasi sebelum akhirnya menerima isu TKT sebagai ancaman keamanan. Melalui analisis intertekstualitas, penelitian ini mengungkap peran berbagai aktor dalam membentuk wacana keamanan nasional serta speech act yang tidak hanya berfungsi untuk mempengaruhi audiens dan mengkonstruksikan keamanan, tetapi juga dikonstruksikan melalui teks-teks lain yang relevan. Hasil dari proses sekuritisasi yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa implementasinya masih belum maksimal di level sistem peradilan pidana.

The actions and terrorist activities involving Foreign Terrorist Fighters (FTF) have been ongoing in Indonesia for a long time. However, the securitization of this issue did not emerge immediately. This indicates that the danger narrative regarding FTF is constructed through social constructs, not solely based on objective facts. This study explores the securitization of the FTF issue using the securitization theory developed by Balzacq through an intertextual approach. The aim of this research is to understand how speech acts shape security discourse, focusing on audience reception. The results show that the promotion of securitization is evident through audience acceptance via various negotiations before ultimately recognizing the FTF issue as a security threat. Through intertextual analysis, this research reveals the role of various actors in shaping national security discourse and how speech acts not only function to influence the audience and construct security, but are also constructed through other relevant texts. The outcome of the securitization process in Indonesia shows that its implementation remains suboptimal at the level of the criminal justice system."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glenn Ludwig
"Perkembangan teknologi Artificial Intelligence Deepfake, menimbulkan ancaman terhadap sistem peradilan pidana, khususnya dalam pembuktian. Kemampuan Deepfake memanipulasi gambar atau video dapat mengelabui kemampuan manusia untuk mengenali bentuk yang asli ataupun yang telah dimanipulasi. Meskipun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mengalami perubahan kedua pada tahun 2024, regulasi ini belum secara spesifik mengatur tentang Deepfake. Di lain sisi European Union telah membentuk regulasi terkait Artificial Intelligence dan pencegahan penyalahgunaan Deepfake dalam Artificial Intelligence Act. Penelitian ini menganalisis (1) perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan Deepfake di Indonesia menurut UU ITE, dan (2) ancaman penyalahgunaan Deepfake dalam proses pembuktian di sistem peradilan pidana Indonesia. Penelitian ini membandingkan UU ITE dan AIA untuk menemukan bentuk perlindungan yang efektif terhadap ancaman tersebut. Melalui penelitian doktrinal dan pendekatan kualitatif, ditemukan bahwa: Pertama, UU ITE memberikan perlindungan hukum secara represif terhadap penyalahgunaan Deepfake. Kedua, diperlukan perlindungan hukum preventif seperti yang diatur dalam AIA. Ketiga, ketidakjelasan definisi Deepfake menyebabkan ketidakpastian hukum sehingga manipulasi Deepfake masih dapat dianggap sebagai alat bukti elektronik yang sah menurut UU ITE. Keempat, ancaman penyalahgunaan Deepfake dalam pembuktian mencakup perlunya validasi otentisitas bukti digital dan penanganan tuduhan bukti palsu di pengadilan.

The development of Artificial Intelligence Deepfake technology poses a threat to the criminal justice system, particularly in the area of evidence. Deepfake's ability to manipulate images or videos can deceive humans into believing altered content is genuine. Although the Electronic Information and Transactions Law (UU ITE) was amended for the second time in 2024, it does not specifically address Deepfake technology. In contrast, the European Union has established regulations on Artificial Intelligence and the prevention of Deepfake misuse in the Artificial Intelligence Act (AIA). This study analyzes (1) the legal protection against Deepfake misuse in Indonesia according to UU ITE, and (2) the threat of Deepfake misuse in the evidence process within the Indonesian criminal justice system. This study compares UU ITE and AIA to identify effective protective measures against these threats. Through doctrinal research and a qualitative approach, the findings are as follows: First, UU ITE provides repressive legal protection against Deepfake misuse. Second, preventive legal protection, as outlined in the AIA, is necessary. Third, the lack of a clear definition of Deepfake results in legal uncertainty, allowing Deepfake manipulations to be considered valid electronic evidence under UU ITE. Fourth, the threat of Deepfake misuse in evidence includes the need for authenticity validation of digital evidence and handling allegations of falsified digital evidence in court."
Depok: 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya penanganan persebaran propaganda ISIS di internet, yang menyebabkan sekelompok masyarakat di Indonesia terpengaruh untuk bergabung atau menjadi anggota atau simpatisan ISIS. Penelitian ini mempertanyakan mengapa persebaran propaganda ISIS di internet sulit untuk diatasi. Tesis ini menggunakan teori kontra radikalisasi di internet, yang secara spesifik membahas koordinasi dan komunikasi antara institusi Pemerintah dalam melakukan tindakan disruption, diversion dan pendekatan alternatif, serta counter-messaging. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik analisis mendalam.
Hasil dari penelitian ini adalah persebaran propaganda ISIS di internet sulit untuk diatasi karena terdapat tiga hambatan dalam melaksanakan kebijakan kontra radikalisasi. Tindakan disruption atau pemblokiran terhambat karena mudahnya akses kepada internet oleh ISIS, sulitnya penegakan hukum pada layanan pesan instan, tingkat kepatuhan perusahaan multinasional di bidang internet terhadap peraturan di Indonesia, serta tata kelola ruang siber di Indonesia.
Pemerintah Indonesia belum memanfaatkan teknik pengalihan atau diversion untuk menyebarkan kampanye perdamaian di internet. Substansi pada tindakan counter-messaging yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia mengedepankan isu nasionalisme, sehingga menjadi tidak tepat sasaran. Kemudian, tumpang tindih kewenangan dan tugas dalam pola koordinasi dan komunikasi interorganisasional antar institusi pemerintah yang terlibat juga mempengaruhi implementasi kebijakan kontra radikalisasi Pemerintah Indonesia di internet.

This research aims to analyze the factors that cause the difficulties of the Indonesian Government in countering the distribution of ISIS rsquo propaganda on the internet, that caused some Indonesians interested in joining or becoming ISIS sympathizer. This research questioned why the distribution of ISIS rsquo propaganda on the internet is still hard to overcome. This thesis used counter radicalization on the internet theory, particularly in the coordination and communication across government institutions in implementing disruption, diversion and alternative engagement as well as counter messaging measures. This research is qualitative study by using in depth analysis.
This research argues that the difficulties in countering ISIS propaganda on the internet is caused by three obstacles in the implementation counter radicalization on the internet policy. The government efforts in disruption measure or to shutdown ISIS websites and social media accounts are inhibited by the easy access to the internet, the difficulty of law enforcement on instant messaging apps, the obedience of the internet company, and cyber governance in Indonesia itself.
The diversion technique to promote peace campaign has not yet been utilized by the Indonesian Government. The nationalism issues in Indonesia rsquo s counter messaging measure may not reach the targeted audience. Futhermore, interorganizational coordination and communication problem across Indonesia rsquo s Government Institutions certainly affects the implementation of counter radicalization policy on the internet.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T49192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Ayu Hapsari
"Penulisan ini akan berfokus pada upaya antisipasi serangan terorisme. Terorisme adalah sebuah kejahatan yang memiliki risiko tinggi seperti hilangnya nyawa, hancurnya gedung, dan hilangnya rasa aman terhadap lingkungan. Mengacu hal tersebut maka perlu dilakukan upaya kesiapsiagaan POLRI dan TNI di bawah koordinasi BNPT untuk menghadapi ancaman dan serangan terorisme. Kesiapsiagaan tersebut senada dengan apa yang dijelaskan oleh teori routine activity sebagai capable guardian untuk melindungi target. Selain POLRI dan TNI berbagai instansi terkait juga disiapkan sebagai pendukung dari upaya pencegahan tersebut yang kemudian dikenal sebagai upaya multiagen. Tujuan dari penulisan ini untuk melihat pelaksanaan kesiapsagaan yang dilaksanakan BNPT bersama multi agen.

This paper focuses on the anticipation effort of terrorisk attack. Terrorism is a high risk crime such as loss of life, destruction of property, and the loss of sense of security in the environment. Thus a preparedness effort of POLRI and TNI under the coordination of BNPT to face the threat and attack of terrorism is needed. Preparedness itself is in tune with the explanation of routine activity theory as a capable guardian that protects target. Other than POLRI and TNI, other related institutions are also prepared as supports of the prevention effort, known as mutil-agents prevention. The aim of this paper is to see the implementation of preparedness program by BNPT alongside the multi-agents."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Tanzil
"Dunia terus berubah dan menjadi tidak stabil dalam cara yang buruk. Jika situasi ini terus berjalan, dunia akan menghadapi bencana besar, yang cukup untuk menyebabkan kekacauan di masa depan. Karena bencana (perang atau bencana alam), sistem pemerintahan di negara semua akan gagal dan menyebabkan tidak ada batas yang jelas bagi semua negara di dunia. Selain itu, peristiwa ini akan memicu semua budaya di dunia untuk bergabung. Tidak akan ada perbedaan budaya dan orang-orang akan belajar untuk mengakui dan memahami satu sama lain. Karena tidak ada sistem pemerintah, dunia akan berada dalam keadaan kacau dan orang-orang yang tinggal berdekatan satu sama lain akan mengelompokkan diri mereka sendiri dan menciptakan sebuah komunitas baru untuk bertahan hidup. Ini adalah ketika masyarakat mulai berkembang menjadi sebuah komunitas yang cukup mandiri. Dalam rangka mencapai masyarakat yang bisa mencukupi diri mereka sendiri sebagai skenario, semua orang harus bisa saling mengerti. Orang harus mengakui satu sama lain dan budaya memahami bahwa mereka adalah manusia yang sama yang membutuhkan satu sama lain untuk bertahan hidup. Namun,ini semua tidak dapat dicapai dengan hanya memahami satu sama lain. Orang-orang masih perlu menyadari bahwa mereka membutuhkan pendidikan dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Oleh karena itu, orang-orang di masa kini membutuhkan pusat pendidikan yang akan mendidik mereka tentang budaya dan cara swasembada. Idenya adalah untuk memperkenalkan orang-orang tentang pentingnya kelangsungan hidup mereka di masa depan dan kemungkinan skenario masa depan terburuk. Oleh karena itu, pusat budaya menjadi sangat penting. Selain itu, gedung ini akan mengajarkan semua hal yang mereka perlu tahu untuk mengatasi skenario terburuk mungkin. Dan pada akhirnya akan menjadi sebuah jembatan yang akan menghubungkan masa kini ke masa depan.

The world keeps on changing and become unstable in a bad way. If this situation keep on going, the world will face a great disaster, which is enough to cause chaos in the future. Because of the disaster (war or natural disaster), the government system in all country will fail and causing there are no clear borders for all countries in the world. Furthermore, this event will trigger the merge of all cultures in the world. There will be no culture differences and people will learn to acknowledge and understand each other. Since there are no government systems, the world will be in state of chaos and people who live near each other will group themselves and create a new community in order to survive. This is when the community start developing into a self sufficient community. In order to achieve the self sufficient community as the scenario describe, a mutual understanding need to be achieved. People need to acknowledge each other cultures and understand that they are the same human being that needs each other in order to survive. However, it cannot be accomplished by only understand each other. People still need to realize that they need education in order to fulfil their own needs. Therefore, people in the present need an education centre which will educate them about the culture and ways of self sufficiency. The idea is to introduce people about the importance of their survival in the future and the possibilities of worst future scenario. Therefore, there is a need of culture centre. Furthermore, this building will provide them all the things which they need to know in order to overcome the worst possible scenario. And eventually will become a bridge which will connect the present to the future."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S45587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>