Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160059 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jessika Nathania
"Tingginya tuntutan pekerjaan dapat menyebabkan terjadinya ketegangan psikologis pada pekerja. Meski demikian, model teori Job Demand-Resources JD-R mengasumsikan bahwa dukungan sosial yang berperan sebagai moderator, mampu mengurangi ketegangan psikologis akibat tuntutan kerja. Untuk membuktikan asumsi tersebut, peneliti melakukan survei penelitian dengan mengambil data 321 pekerja dari bidang manufaktur dan konstruksi di Indonesia, dengan menggunakan bantuan kuesioner. Ada dua hal penting yang dapat diketahui dari hasil pengolahan data, yakni pertama, tuntutan kerja memiliki hubungan positif yang kuat dan signifikan terhadap ketegangan psikologis r = 0,579, p < 0,01. Kedua, dukungan sosial belum mampu menjadi moderator karena tidak ada hubungan signifikan antara dukungan sosial dan ketegangan psikologis p > 0,01.

The high job demand can lead to psychological strain in workers. However, the Job Demand Resources JD R theory model assume that social support may acts as moderator which reduce the psychological strain caused by job demand. To prove this assumptions, researchers conduct a research survey by taking data from 321 workers of manufactures and construction in Indonesia using the questionnaires. There are two important things that can be known from the data processing, namely, first, the job demand has a strong positive relationship and significant to psychological strain r 0,579, p 0,01. Second, it is known that social support has not been able to be a moderator since there is no significant relationship between social support and psychological strain p 0,01."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfia Dyah Ayu Swastika
"Perusahaan startup saat ini banyak diminati oleh generasi milenial Indonesia. Dibalik sisi positif bekerja di perusahaan startup, juga terdapat dampak negatif yang disebabkan tingginya tekanan kerja dan banyaknya tugas yang mengakibatkan menurunnya kualitas tidur. Memiliki perceived social support yang baik dapat membantu menjaga dampak stres kerja terhadap kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh moderasi perceived social support terhadap hubungan stres kerja dan kualitas tidur pekerja perusahaan startup. Kualitas tidur diukur dengan PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index), stres kerja diukur dengan JSS (Job Stress Survey) dan perceived social support diukur dengan MSPSS (Multidimensional Scale of Perceived Social Support). Hasil penelitian menemukan model statistik signifikan (p<0,05) dengan 27,61% skor kualitas tidur dijelaskan oleh stres kerja dan perceived social support. Stres kerja (β=0,1558, t(143), p<0,05) dan perceived social support (β=-0,0800, t(143), p<0,05) mempengaruhi kualitas tidur pekerja perusahaan startup secara signifikan. Namun, Perceived social support tidak dapat memoderatori hubungan stres kerja dan kualitas tidur (β=0,0036, t(143), p>0,05). Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan penelitian gagal membuktikan hipotesis utama, seperti sistem bekerja di rumah dan stres yang diakibatkan kecemasan saat pandemi

Startup companies currently preferred by Indonesian millennials. Beside all the upsides of working in a startup company, there are also the downsides, such as job stress caused by lot of tasks and working ambiguity which can lead to poor sleep quality. One of the things that can help maintain effect of job stress to sleep quality is perceived social support. This research is aimed to assess the effect of perceived social support moderation to job stress and sleep quality in startup employees. Sleep quality was assessed with PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index), job stress was assessed with JSS (Job Stress Survey) and perceived social support was assessed with MSPSS (Multidimensional Scale of Perceived Social Support). This research found a statistically significant model (p<0.05) with sleep quality score of 27,61% explained with job stress and perceived social support. Job stress (β=0,1558, t(143), p<0,05) and perceived social support (β=-0,0800, t(143), p<0,05) affected sleep quality of startup employees significantly. However, perceived social support could not moderate job stress and sleep quality (β=0,0036, t(143), p>0,05). There were few things that made this research fail to prove alternative hypotheses, i.e., work from home system and stress due anxiety during pandemic.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Izza Nafisa
"Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh dukungan sosial terhadap stres kerja pada mahasiswa magang di Indonesia. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara dukungan sosial terhadap stres kerja. Data diperoleh dari 149 partisipan berusia 18–23 tahun yang merupakan mahasiswa dan sedang menjalani kegiatan magang. Alat ukur yang digunakan adalah Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) untuk variabel dukungan sosial dan Job Stress Scale (JSS) untuk variabel stres kerja. Penyebaran kuesioner dilakukan secara daring menggunakan Google Form. Hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan bahwa dukungan sosial memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stres kerja. Kemudian, dukungan sosial dapat memprediksi varians stres kerja sebesar 13%. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda, dukungan sosial yang berasal dari teman berpengaruh secara signifikan terhadap stres kerja. Akan tetapi, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara dukungan sosial yang berasal dari keluarga dan pasangan romantis terhadap stres kerja. Secara garis besar, hasil penelitian ini membuktikan bahwa dukungan sosial berpengaruh terhadap tingkat stres kerja pada mahasiswa magang. Lebih lanjut, jika dibandingkan antara dukungan sosial dari keluarga, teman, dan pasangan romantis, hanya dukungan sosial dari teman yang berpengaruh terhadap stres kerja mahasiswa magang. Implikasi penelitian ini adalah penambahan pengetahuan terkait kontribusi yang dapat diberikan oleh dukungan sosial terhadap stres kerja.

This research aims to identify the impact of social support on job stress among internship students in Indonesia. The hypothesis proposed is that there is a significant relationship between social support and job stress. Data were obtained from 149 participants aged 18–23 years, who were students and currently undergoing internship activities. The measurement tools used were the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) for the social support variable and the Job Stress Scale (JSS) for the job stress variable. The questionnaire was distributed online using Google Form. The results of simple linear regression analysis indicate that social support has a significant impact on job stress. Social support can predict 13% of the variance in job stress. Based on multiple linear regression analysis, social support from friends significantly influences job stress. However, there is no significant effect of social support from family and romantic partner on job stress. In general, the results of this research prove that social support influences the level of work stress in internship students. Furthermore, when compared between social support from family, friends, and romantic partner, only social support from friends affects work stress among intern students. The implications of this research are the addition of knowledge regarding the contribution that social support can make to job stress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrianingsih
"Skripsi ini menjelaskan mengenai dua variabel, yaitu stres kerja dan kinerja karyawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara stres kerja dengan kinerja karyawan pada Agen AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Pancoran Mas Depok. Variabel stres kerja diuji dengan menggunakan 7 dimensi dari Shin-Goo Park. Sedangkan variabel kinerja karyawan diuji dengan menggunakan 4 dimensi dari jurnal Emin Kahya.
Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 60 agen pada AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Pancoran Mas Depok. Tetapi kuesioner yang berhasil dikumpulkan kembali adalah 57 kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah korelasi spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara stres kerja dengan kinerja karyawan menunjukkan kekuatan hubungan yang sedang dan arah hubungan negatif atau berlawanan. Hal ini berarti bahwa pada tingkat stres kerja rendah maka kinerja karyawan akan meningkat, tetapi peningkatan jumlah stres yang rendah dapat meningkatkan kinerja hanya sampai titik tertentu. Pada tingkat stres kerja tinggi yang melebihi titik tersebut maka kinerja akan menurun.

This study explaine 2 (two) variables, the variables are job stress and employee performance. The purpose of this study to analyze the relationship between of job stress with employee performance of agent at AJB Bumiputera 1912 on Pancoran Mas Depok Branch Office. Job stress variables were tested using 7 dimensions of Shin-Goo Park. While employee performance variables were tested using 4 dimensions of Emin Kahya.
The research method was used a quantitative study, conducted by distributing questionnaires to 60 agent at AJB Bumiputera 1912 Pancoran Mas, Depok Branch Office. But the questionnaire which collected questionnaires returned was 57 questionnaires. Analysis of data is used the spearman correlation.
The results showed that relationship between job stress with employee performance is demonstrate the strength and direction of relationship is negative or the opposite relationship. This means that at low stress levels will increase the employees performance, but it only at some point level highest and then will decrease if over that the highest level.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Radityo
"Stres kerja dapat dialami oleh karyawan, khususnya karyawan perusahaan Teknologi Informasi. Salah satu pengaruh adanya sumber stres kerja pada karyawan perusahaan Teknologi Informasi adalah kinerja karyawan Penelitian yang dilakukan pada 52 karyawan perusahaan Teknologi Informasi PT X ini ingin mengetahui hubungan sumber stres kerja dengan kinerja pada karyawan perusahaan Teknologi Informasi pada PT X serta ingin mengetahui perbedaan sumber stres kerja dengan kinerja diantara karyawan tetap dan karyawan kontrak. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling atau convenience sampling. Sumber stres kerja pada karyawan Teknologi Informasi diukur dengan Job Stres Survey dan Kinerja diukur dengan alat ukur kinerja karyawan dari PT. X sehingga hanya didapatkan data sekunder.
Dari hasil korelasi pearson ditemukan bahwa sumber stres kerja memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan kinerja pada karyawan tetap (-0,722 dengan p < 0,05), dan pada karyawan kontrak (-0,842 degan p value <0.05) Ditemukan juga perbedaan pada dimensi sumber stres kerja yang berhubungan terhadap kinerja diantara karyawan tetap dan karyawan kontrak. Dimensi sumber stres kerja yang memiliki hubungan dengan kinerja karyawan tetap adalah kondisi kerja, ambiguitas peran, pengembangan karir, sedangkan untuk dimensi hubungan interpersonal dan struktur organisasi tidak memiliki hubungan dengan kinerja karyawan tetap. Sedangkan dimensi sumber stres kerja yang memiliki hubungan dengan kinerja karyawan kontrak adalah kondisi kerja, ambiguitas peran, hubungan interpersonal, pengembangan karir, dan struktur organisasi.
Job Stressor can be experienced among employee, especially Information Technology corporate employees. One of the influence of job stress on Information Technology corporate employees is employee performance. The research with 52 Information technology employees explore the correlation between job stressor and performance and also explore the correlation between permanent employees and contarct employees. The sampling techniques used in this research are accidental sampling or convenience sampling. Job stress in Information technology employees is measured with employee performance assessment fron the PT. X.
Pearson Correlation analysis demonstrate that job stress have a significant negative correlation eith performance on permanent employees (r = -0,722 with p value <0,05) and significant negative correlation between job stress and performance on contract employees (r = -0,707 with p value <0,05). Job stress dimention that relates with performance of permanent employees are work condition, role ambigui ty, career development while interpersonal relation and organization structure dimention have no relation with permanent employees performance. On the other side the job stress dimention that relates with the contract employees are work condition , role ambiguity, interpersonal relation, career development and organization structure.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Carmia Pratiwi Santoso
"

Pendahuluan: Suatu keadaan ketika karyawan hadir secara fisik di tempat kerja, tetapi mengalami penurunan kinerja dikenal dengan istilah presenteeism. Di Indonesia belum ada penelitian yang memberikan gambaran mengenai stressor kerja yang terjadi pada Polisi yang dihubungkan dengan presenteeism dan dibandingkan dari fungsi tugas nya. Penelitian pada polisi di Swedia berusaha mencari hubungan karakteristik pekerjaan dengan presenteeism dimana didapatkan hasil sebesar 47 % anggota polisi yang dilaporkan mengalami presenteeism. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stressor kerja dengan presenteeism terkait status kesehatan pada polisi dengan memperhatikan perbedaan antara polisi tugas operasional dan pembinaan.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang perbandingan (comparative cross-sectional) menyertakan 220 polisi di Polres X sebagai responden yang dipilih dengan convenience sampling. Responden terdiri dari petugas polisi dari departemen administrasi dan departemen operasional dengan jumlah yang sama. Data dikumpulkan dengan menggunakan empat kuesioner yang telah divalidasi. Presenteeism dinilai dengan Stanford Presenteeism Scale-6 (SPS-6) versi Indonesia, stressor kerja dengan Survei Diagnosis Stres (SDS), stres dengan Self-Reporting Questionnaires-20 (SRQ-20), dan stressor bukan akibat kerja dengan Holmes and Rahe, juga karakteristik sosiodemografi dengan kuesioner Identitas Responden. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik.

Hasil: Proporsi Presenteeism pada anggota polisi di Polres X yang memiliki presenteeism tinggi (high presenteeism) adalah sebesar 65,9%. Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara fungsi tugas dan presenteeism terkait status kesehatan dengan nilai p <0,001; OR = 0,22; 95% CI (0,11-0,42), juga stressor kerja beban kerja kualitatif dengan nilai p = 0,008; OR = 0,30; 95% CI (0,12-0,73) yang menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap presenteeism pada polisi. Sedangkan variabel lainnya tidak ditemukan berhubungan.

Kesimpulan: Polisi dengan fungsi tugas operasional memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami presenteeism dibandingkan dengan polisi fungsi tugas pembinaan. Polisi dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori sedang-berat memiliki risiko lebih tinggi menjadi presenteeism dibandingkan dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori ringan.

Pendahuluan: Suatu keadaan ketika karyawan hadir secara fisik di tempat kerja, tetapi mengalami penurunan kinerja dikenal dengan istilah presenteeism. Di Indonesia belum ada penelitian yang memberikan gambaran mengenai stressor kerja yang terjadi pada Polisi yang dihubungkan dengan presenteeism dan dibandingkan dari fungsi tugas nya. Penelitian pada polisi di Swedia berusaha mencari hubungan karakteristik pekerjaan dengan presenteeism dimana didapatkan hasil sebesar 47 % anggota polisi yang dilaporkan mengalami presenteeism. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stressor kerja dengan presenteeism terkait status kesehatan pada polisi dengan memperhatikan perbedaan antara polisi tugas operasional dan pembinaan.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang perbandingan (comparative cross-sectional) menyertakan 220 polisi di Polres X sebagai responden yang dipilih dengan convenience sampling. Responden terdiri dari petugas polisi dari departemen administrasi dan departemen operasional dengan jumlah yang sama. Data dikumpulkan dengan menggunakan empat kuesioner yang telah divalidasi. Presenteeism dinilai dengan Stanford Presenteeism Scale-6 (SPS-6) versi Indonesia, stressor kerja dengan Survei Diagnosis Stres (SDS), stres dengan Self-Reporting Questionnaires-20 (SRQ-20), dan stressor bukan akibat kerja dengan Holmes and Rahe, juga karakteristik sosiodemografi dengan kuesioner Identitas Responden. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik.

Hasil: Proporsi Presenteeism pada anggota polisi di Polres X yang memiliki presenteeism tinggi (high presenteeism) adalah sebesar 65,9%. Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara fungsi tugas dan presenteeism terkait status kesehatan dengan nilai p <0,001; OR = 0,22; 95% CI (0,11-0,42), juga stressor kerja beban kerja kualitatif dengan nilai p = 0,008; OR = 0,30; 95% CI (0,12-0,73) yang menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap presenteeism pada polisi. Sedangkan variabel lainnya tidak ditemukan berhubungan.

Kesimpulan: Polisi dengan fungsi tugas operasional memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami presenteeism dibandingkan dengan polisi fungsi tugas pembinaan. Polisi dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori sedang-berat memiliki risiko lebih tinggi menjadi presenteeism dibandingkan dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori ringan.


Introduction: A situation when an employee is physically present at work, but has decreased work performance is known as presenteeism. In Indonesia there are no studies that provide an overview of work stressor that occur in police related to presenteeism and compared to their task function. Research among Swedish police officer in 2011 found a relationship between job characteristics and presenteeism in which 47% of police officer reportedly experienced presenteeism.This study was aimed to know the relationship between work stressor and presenteeism related to health status of police by observing the difference between operational and administrative police.

Method: This research used a comparative cross sectional design with 220 police officer from a District Police Office as respondents selected by convenience sampling. The respondents consisted of the same number of the police officer from Administrative and Operational Department. Four validated questionnaires were used. Presenteeism was identified using with Stanford Presenteeism Scale-6 (SPS-6) Indonesian version, work stressor with Survey Diagnostic Stress (SDS), stress with Self Reporting Questionnaires-20 (SRQ-20), and non work stressor with Holmes and Rahe, as well as sociodemographic characteristics with questionnaire of respondents. The statistical test used was Chi-Square with a multivariate analysis using logistic regression test.

Result: The proportion of high presenteeism among the police was 65,9 %. This study show statistically significant relationship between operational task function with presenteeism related to health status with the result of p-value is <0,001; OR = 0,22; 95% CI (0,11-0,42), so does qualitative workload work stressor with the result of p-value is 0,008; OR = 0,30; 95% CI (0,12-0,73). It showed a statistically significant related to presenteeism among the police. Meanwhile, other variables were not significantly related to presenteeism.

Conclusion: The police with operational task function has a lower risk for presenteeism compared to the police with administrative task function. The police with moderate-severe category work stressor qualitative workload has a higher risk for presenteeism compared to mild category work stressor qualitative workload.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Naditya Azzarina Nastiti Binuko
"Meningkatnya perusahaan start-up di Indonesia menarik banyak perhatian masyarakat untuk bekerja di perusahaan ini. Namun, perusahaan start-up masih belum stabil perkembangannya, sehingga karyawan diberikan tuntutan pekerjaan tinggi dan beban kerja berlebihan sehingga dapat mengarah pada burnout. Kreasi kerja diketahui dapat mengurangi burnout akibat tuntutan pekerjaan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tuntutan pekerjaan kuantitatif dengan burnout, kreasi kerja dengan burnout, serta peran kreasi kerja sebagai moderator pada tuntutan pekerjaan kuantitatif dan burnout. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasional dan moderasi dengan melibatkan 136 karyawan start-up. Alat ukur yang digunakan adalah Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ), Oldenburg Burnout Inventory (OLBI), dan Job Crafting Scale (JCS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara tuntutan kerja kuantitatif dan burnout, terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kreasi kerja dengan burnout, dan kreasi kerja ditemukan tidak memoderasi efek tuntutan kerja kuantitatif terhadap burnout.

The rise of start-up companies in Indonesia has attracted a lot of attention from the public to work in these companies. However, start-up companies are still not stable in their development, so employees are given high job demands and excessive workloads that can lead to burnout. Job crafting is known to reduce burnout due to quantitative job demands. This study aims to look at the relationship between quantitative job demands and burnout, job crafting and burnout, and the role of job crafting as a moderator on quantitative job demands and burnout. This study is a quantitative study with correlational and moderation methods involving 136 start-up employees. The measuring instruments used were Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ), Oldenburg Burnout Inventory (OLBI), and Job Crafting Scale (JCS). The results showed that there is a significant positive relationship between quantitative work demands and burnout, there is a significant negative relationship between job crafting and burnout, and job crafting was found not to moderate the effect of quantitative work demands on burnout."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Reis Nahrisya
"ASN memiliki peran krusial dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan memberikan pelayanan publik berkualitas Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh public service motivation, ethical leadership dan person-organization fit terhadap job stress pada aparatur sipil negara (ASN) khususnya di Badan Penghubung Pemerintah Provinsi di Indonesia. Data empiris dikumpulkan dari 281 staf pegawai tetap Badan Penghubung Pemprov dengan menggunakan metode survei online. Studi ini dianalisis menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dan confirmatory factor analysis untuk menguji tujuh hipotesis yang diajukan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh negatif public service motivation terhadap job stress dengan mediasi penuh dari job stress dan pengaruh negatif ethical leadership dan person-organization fit terhadap job stress. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengambil kebijakan di bidang sumber daya manusia untuk mengidentifikasi penyebab job stress pada pegawai untuk dapat meningkatkan kualitas layanan, khususnya di sektor publik.

ASN plays a crucial role in promoting good governance and providing quality public services. This research aims to analyse the influence of public service motivation, ethical leadership, and person-organization fit on job stress among civil servants (ASN), particularly in the Provincial Government Liaison Agency in Indonesia. Empirical data was collected from 281 permanent staff members of the Provincial Government Liaison Agency using an online survey method. This study was analysed using Structural Equation Modelling (SEM) and confirmatory factor analysis to test seven proposed hypotheses. The results of this research indicate a negative influence of public service motivation on job stress with full mediation from person-organization fit and a negative influence of ethical leadership and person-organization fit on job stress. This research is expected to contribute to policymakers in the field of human resources by identifying the causes of job stress among employees to improve service quality, particularly in the public sector."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Kartika Kusumanegdewi
"Tidak semua pekerja menyadari bahwa dirinya sedang mengalami stres secara psikologis terhadap pekerjaannya, yang dapat mambahayakan bagi pribadi, menurunkan performansi kerja, dan merugikan perusahaan. Saat ini sudah berkembang banyak penelitian di bidang human factor tentang stres pekerjaan (job stress), meliputi: faktor penyebab stres, dampak stres pada karyawan, serta solusi untuk menghindari terjadinya stres pekerjaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem manajemen job stress berbasis Knowledge Based - Decision Support System (KB-DSS) dan Manajemen Proyek (PM) dengan memperhatikan Human Factor sebagai alternatif solusi pencegahan stres. Aspek Human Factor didapat dari analisa faktor penyebab stres serta assessment terhadap deskripsi pekerjaan dengan pihak manajemen menggunakan metode Hierarchical Task Analysis (HTA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian karyawan IT BSS menunjukkan reaksi stres dengan faktor yang paling berpengaruh adalah kurangnya waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, sehingga penerapan sistem manajemen job stress ini diharapkan mampu mengurangi resiko terjadinya stres, meningkatkan kualitas produk, dan meningkatkan kualitas layanan IT BSS.

Workers seldom realize they are stress because of their job, which could harm themselves, decrease productivity, and less contribute to company. There are numerous research on human factor of job stress, including: source of stress, side effect of stress on worker, and solution to avoid job stress situation.
This research aim to develop jobs stress management system based on Knowledge Base - Decision Support System (KB-DSS) and Project Management (PM) by considering human factor as alternate solution to reduce stress. Human factor can be obtained by analyzing source of stress and assessment on job description with management team with Hierarchical Task Analysis (HTA) method.
This research conclude many IT BSS (Information Technology ? Business Support System) workers show stressful reaction to the most impacting factor is tight deadline, hence implementing job stress management system could reduce stress and improve quality of IT BSS product and service.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T31172
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmisari Darya Yuwono
"Bekerja pada shift malam adalah periode yang sulit bagi pekerja. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, kerja shift malam dapat menimbulkan gangguan: tidur, neurologis umum, pencernaan dan juga gangguan kehidupan sosial. Gangguan-gangguan itu dapat meningkatkan absentisme pekerja dan merendahkan produktifitas kerjanya. Hal tersebut juga dapat dilihat dari lebih tingginya prosentase absensi karyawan Direct Soap (shift) dari prosentase karyawan Personnel (non shift).
Tujuan penelitian ini adalah untuk nengetahui apakah kelompok shift malam mempunyai angka ketidakthadiran yang lebih tinggi dan produktifitas yang lebih rendah daripada kelompok shift-pagi/siang. Jenis penelitian ini adalah studi prospektif dengan pengambilan sampel secara purposif. Data primer tentang gangguan yang diderita diambil dengan cara pengisian kuesioner selama 3 minggu. Data sekunder tentang absensi, produksi dan kecelakaan kerja dari seluruh pekerja Production Line Pabrik Sabun diambil selama 9 minggu. Teknik analisa yang digunakan adalah Chi-Square, Risiko Relatif, Analysis of Variance dan T-tes. Pengolahan data dan perhitungannya dilakukan dengan Statistical Analysis Package.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja shift malam mempunyai risiko menderita gangguan tidur, gangguan syaraf dan kelelahan lebih tinggi dari pekerja shift sore dan pagi. Selain itu pekerja shift malam mempunyai produktifitas kerja lebih rendah dan melakukan kesalahan kerja yang lebih tinggi dari pekerja shift sore dan pagi. Pekerja shift sore mempunyai risiko menderita gangguan kehidupan sosial lebih tinggi dari pekerja shift malam dan pagi. Selain itu angka ketidakhadiran pekerja shift sorepun lebih tinggi daripada shift pagi dan malam. Gangguan pencernaan tidak didapat hubungan nyatanya dengan kerja shift. Kecelakaan kerja tidak terjadi selama masa penelitian, jadi tidak dapat diambil kesimpulan tentang hubungan antara kecelakaan kerja dengan kerja shift.
Selanjutnya disarankan untuk membagi dua waktu istirahat shift malam, agar para pekerja shift malam tersebut terhindar dari rasa lelah dan kejenuhan."
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>