Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32493 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadhira Gilang Ratnasari
"ABSTRACT
Mengatasi kebakaran hutan gambut masih menjadi permasalahan yang berkelanjutan di Indonesia dengan ditemukannya titik panas baru selama musim kemarau. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memahami metode yang paling efisien untuk memadamkan kebakaran gambut. Penelitian ini terfokus pada pemadaman kebakaran gambut dengan menggunakan metode berbasis busa foam . Pengujian skala laboratorium dilakukan untuk mengamati pengaruh system pemadaman berbasis busa foam terhadap gambut yang terbakar. Larutan Class A Foam pada konsentrasi 0.2, 1, dan 3 digunakan sebagai variasi dalam memadamkan kebakaran gambut. Sampel yang digunakan diperoleh dari desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, dengan koordinat S: -3?47 ;34 ;, E: 113?55 ;15. Metode pemadaman menggunakan satu lapisan dengan beberapa ketebalan dan menggunakan beberapa lapisan dengan ketebalan yang lebih rendah diamati dalam penelitian ini. Sampel gambut diletakkan di reaktor dengan dimensi 100 x 100 x 100 mm3 dimana sampel akan dipanaskan menggunakan electric coil heater dengan daya 80 ndash; 100W selama 30 menit untuk membentuk smoldering front. Termokopel dan foto infrared digunakan dalam pengujian untuk mengetahui fenomena pemadaman yang terjadi. Saat smoldering front mulai bergerak dari heater ke ujung lainnya, busa dituangkan diatas gambut yang terbakar dengan ketebalan yang bervariasi. Dari pengujian yang dilakukan, dapat diamati adanya pengaruh konsentrasi dan ketebalan lapisan busa terhadap pemadaman kebakaran gambut.

ABSTRACT
Solving peat fires problem continues to be a constant struggle in Indonesia as more hotspots are identified during the dry seasons. A number of research has been carried out to understand the most sufficient way to suppress peat fires using a range of different methods. This research was focused on the suppression of peat smouldering combustion by using foam based suppression agent in the laboratory scale experiments. Experiments were carried out to explore the effect of foam suppression system mjon tropical peat fires. A solution of Class A Foam with a concentration of 0.2, 1, and 3 were used to suppress Kalimantan peat smouldering fire with a density of 0.3g cm3. Sample used in the experiments was taken from Tumbang Nusa Village, Pulang Pisau District, Central Kalimantan Province, with a coordinate of S 3.47 ;34, E 113 55 ;15. A one application method and relayering method were explored to observe how peat fire responds to foam suppression. Peat sample was put in a 10x10x10 cm3 reactor, where a coil heater was turned on at 80 100W for 30 minutes to initiate a smouldering front. A set of thermocouples and infrared thermographs were used to explore the suppression mechanism that occurs. As the smouldering front moved away from the igniter to the other end of the reactor, foam with different thickness was applied on top of the peat to explore the effect of varying thickness on the suppression of peat fire. From the series of experiments, it was observed that there was a correlation between the thickness of the foam layer and the suppression of peat fires."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winanda Amorosso
"Kebakaran lahan gambut terjadi secara berulang di Indonesia. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan metode pemadaman kebakaran membara gambut yang paling efisien. Penelitian ini berfokus pada supresi gambut yang mengalami kebakaran membara dengan metode injeksi busa dalam skala laboratorium. Eksperimen dilakukan untuk mengetahui efektivitas supresi dengan metode injeksi busa pada hotspot gambut dengan variasi sampel yang berbeda, antara lain sampel dari daerah Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada koordinat 2°17'21.9"S 114°01'57.3"E dan Kabupaten Tanjung Timur, Jambi pada koordinat 01°14'11.227"S 103°35'4.851"E. Sementara busa yang digunakan adalah busa dengan konsentrasi larutan 1 %. Pada proses eksperimen, sampel gambut akan dituangkan ke dalam reaktor dengan ukuran 200 mm x 200 mm x 100 mm yang dindingnya dilapisi isolator calcium silicate board dan dilengkapi coil heater yang dipanaskan selama 60 menit dengan daya 100 W. Temperatur kedalaman, massa, dan temperatur permukaan sampel masing-masing diukur dengan termokopel, load cell, dan kamera termal. Proses injeksi busa dilakukan saat termokopel pada kedalaman terbawah mengalami mencapai temperatur minimal 215°C atau mengalami kebakaran membara. Busa diinjeksi menggunakan jarum injeksi yang ditancapkan di tengah reaktor dengan kedalaman 100 mm dari permukaan reaktor. Jarum terhubung dengan alat injeksi terintegrasi dengan kecepatan aliran busa 100 ml/min. Hasil penelitian menunjukkan busa secara efektif dapat mensupresi gambut pada variasi sampel yang berbeda.

Peatland fires occur repeatedly in Indonesia. Various studies have been conducted to find the most efficient method of extinguishing peat smoldering fires. This research focuses on extinguishing peat smoldering fires by foam injection method on a laboratory scale. Experiments were conducted to determine the effectiveness of suppression by the foam injection method on peat hotspots with different sample variations, including samples from the Palangkaraya area, Central Kalimantan, at coordinates 2°17'21.9"S 114°01'57.3"E and Tanjung Timur Regency, Jambi at coordinates 01°14'11.227"S 103°35'4.851"E. While the foam used was foam with a solution concentration of 1%. In the experimental process, peat samples will be poured into a reactor with a size of 200 mm x 200 mm x 100 mm whose walls are covered with a calcium silicate board insulator and equipped with a coil heater heated for 60 minutes with a power of 100 W. Depth temperature, mass, and surface temperature of the sample are each measured by a thermocouple, load cell, and thermal camera. The foam injection process is carried out when the thermocouple at the bottom depth reaches a temperature of at least 215 °C or undergoes smouldering. The foam is injected using an injection needle stuck in the center of the reactor with a depth of 100 mm from the surface of the reactor. The needle is connected with an integrated injection device with a foam flow speed of 100 ml / min. The results showed that foam can effectively suppress peat at different sample variations.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arkan Fadhillah Cesnanda
"Selama bertahu tahun, Indonesia terus berjuang mengatasi masalah kebakaran gambut yang lebih sering terjadi selama musim kemarau panjang. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memahami cara paling efisien untuk memadamkan kebakaran gambut menggunakan berbagai metode yang berbeda. Penelitian ini berfokus pada supresi gambut yang membara dengan menggunakan metode injeksi berbasis busa dalam percobaan skala laboratorium. Eksperimen dilakukan untuk mengeksplorasi efek dari busa yang disuntikkan pada supresi kebakaran gambut Papua. Variasi parameter yang dianalisis untuk penelitian ini adalah variasi konsentrasi busa dalam supresi gambut Papua. Larutan Busa Kelas A dengan konsentrasi 1%, 0,5% dan 0,25% digunakan untuk supresi gambut Papua yang terbakar. Sampel yang digunakan dalam percobaan diambil dari Kecamatan Bagaisewar, Kabupaten Sarmi, dengan koordinat S: 01 ° 55'14,11 ", E: 138 ° 6'17,35" Papua. Sampel gambut Papua dimasukkan ke dalam reaktor 100mm x 100mm x 100mm, di mana koil pemanas dinyalakan pada 80 100W selama 1,5 hingga 2 jam untuk membentuk smoldering front. Satu set termokopel digunakan di dalam reaktor untuk mengeksplorasi mekanisme pemadaman yang terjadi pada jarak dan kedalaman yang berbeda dari koil pemanas reaktor. Ketika smoldering front telah bergerak menjauh hingga mencapai ujung reaktor dan sepenuhnya menopang proses pembakaran, busa dengan berbagai konsentrasi disuntikkan ke dalam lapisan gambut untuk mengeksplorasi efek konsentrasi busa yang bervariasi pada supresi kebakaran gambut. Dari serangkaian percobaan, diamati bahwa terdapatnya korelasi antara konsentrasi busa yang digunakan dengan durasi dan jumlah penggunaan air yang efektif untuk sepenuhnya memadampkan gambut Papua yang membara.

Throughout the years, Indonesia has constantly struggled Peat fires problem that occurs more during long dry seasons. Several researches have been carried out to understand the most efficient way to suppress peat fires using a range of different methods. This research focused on the suppression of smoldering peat combustion by using foam-based injection in the laboratory scale experiments. Experiments were carried out to explore the effect of injected foam on suppressing Papuan peat fires. The parameter variation analyzed for this research is the variation of foam concentration to know its effect in suppressing Papuan peat. A solution of Class A Foam with a concentration of 1%, 0.5% and 0.25% were used to suppress Papuan peat smoldering fire. Sample used in the experiments was taken from Bagaisewar Sub- District, Sarmi District, with coordinates S: 01°55'14,11", E: 138°6’17,35" Papua. Papuan peat sample was put inside a 100mm x 100mm x 100mm reactor, where a coil heater was turned on at 80-100W for approximately 1.5 to 2 hours to initiate a smoldering front. A set of thermocouples was subjected inside the reactor to explore the suppression mechanism that occurs at different distance and depth from the reactor’s coil heater. As the smoldering front has already moved away reaching the end of the reactor and fully sustaining the smoldering process, foam with varying concentration was injected within peat layers to explore the effect of varied foam concentration on the suppression of peat fires. From the series of experiments, it was observed that there was a correlation between the concentration of foam used with the duration and amount of effective water usage to fully suppress a Papuan peat fire."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Lutfi Ramadhan
"Pembakaran lahan gambut masih menjadi kontributor besar terhadap permasalahan lingkungan di Indonesia. Beberapa penelitian pada pemadaman pembakaran gambut telah dilakukan, seperti penggalian, penyiraman air, hujan buatan, dan juga penyiraman foam. Penelitian ini terfokus pada eksperimen skala laboratorium dalam mempelajari sifat pembakaran membara gambut serta proses supresi dengan sistem pemadaman berbasis air. Gambut yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari dua lokasi yang berbeda, yaitu Bagaiserwar dan Kayuagung, Indonesia. Selama pengujian pemadaman, intensitas air dari kabut air divariasikan dengan merubah jarak antara nosel dengan permukaan gambut. Sementara itu, dilakukan dua pendekatan yaitu penyiraman selama 15 menit periode singkat dan penyiraman penuh hingga pembakaran gambut padam. Temperatur gambut dan kehilangan massa total selama reaksi pembakaran akan diukur untuk mendapatkan rasio laju pembakaran pada setiap sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju penyebaran dari pembakaran membara sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dan permeabilitas dari material gambut. Durasi singkat pemadaman air dikatakan gagal untuk memadamkan pembakaran gambut. Terjadi fenomena pembakaran ulang yang disebabkan masih adanya panas tersimpan di dalam inti gambut. Total air yang dibutuhkan untuk memadamkan penuh pembakaran gambut adalah sekitar 6 liter/kg gambut.

Peatland fire still remains a big contributor of environmental problem in Indonesia. Several studies on peat fire suppressions have been done, such as quarrying, water spray, artificial rain, and also foam spray. This research is focused on laboratory scaled experimental study of Indonesian peat smoldering fire behaviour and suppression process by water mist system. The peat used in this work were obtained from two different locations, namely Bagaiserwar and Kayuagung, Indonesia. During the suppression tests, the intensity of water mist spray was varied by changing the distance between the nozzle and the peat surface. Meanwhile, the time periods of spray were 15 minute short period of suppresion and approximately 2 hours for full suppresion until the peat fire was extinguished. The peat temperature and the total mass lost during the smoldering reaction were recorded to get the burning rate ratio for each sample. The spread rate of smoldering process was identified by changing in the local temperatures of the peat bed. The results show that the spread rate of smoldering combustion front was affected by particle size and permeability of peat material. The short duration of water suppression failed to extinguish the peat fires. A re ignition phenomenon was identified due to the persistence of stored heat in the core of peat. In addition, the total water required to fully suppress both peat fires are about 6 l kg peat."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizha Mulyasih
"Kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia menjadi kasus bencana yang berdampak besar bagi kesehatan masyarakat serta pelestarian lingkungan, khususnya sebagai wilayah tropis yang mengalami musim kemarau dan pengaruh El nino setiap tahunnya. Dalam rangkaian penelitian ini dikembangkan sistem skala laboratorium terintegrasi yang memungkinkan analisis komparatif dengan serangkaian pengumpulan data eksperimental yang komprehensif mencakup penyalaan, laju kehilangan massa, profil temperatur gambut, penurunan permukaan gambut, emisi gas, partikel yang dilepaskan, dan efek pemadaman, sehingga sistem terintegrasi ini menyediakan fasilitas untuk mempelajari hubungan antara parameter pembakaran yang dapat membantu dalam memahami pembakaran gambut yang membara. Rangka utama sistem terbuat dari rangka baja untuk mendukung penempatan reaktor, penempatan termokopel, sistem kamera termal, sistem akuisisi data, pemanas listrik, dan reservoir air untuk eksperimen upaya pemadaman. Kalorimeter dipasang di atas reaktor uji untuk mengumpulkan gas dan partikel yang dilepaskan selama proses uji untuk pengukuran dan analisis lebih lanjut. Berbagai eksperimen pengujian menggunakan sampel gambut tropis Indonesia dari tiga daerah yang berbeda, yaitu Papua, Kalimantan dan Sumatera. Kemudian sampel diuji dengan beberapa tes karakterisasi proksimat-ultimat untuk menentukan komponen gambut. Persiapan sampel seperti pengkondisian kandungan air dan homogenitas sampel dilakukan sebelum melakukan eksperimen pembakaran gambut. Hasil pengamatan uji pembakaran membara pada berbagai sampel gambut didapatkan rentang laju perambatan sebesar 1,27 cm/h sampai 1,57 cm/h, subsiden dan kehilangan massa sebesar ~60%, nilai faktor emisi (EF) sebesar 1228-1850 g/kg untuk CO2 dan 105,4-222,1 g/kg untuk CO. Selain itu, pemadaman dengan metode injeksi berbasis air dan berbasis busa dilakukan bertujuan untuk mempelajari perilaku pemadaman dengan melihat efektivitas waktu dan air yang dibutuhkan, sehingga memberikan solusi dalam upaya pemadaman kebakaran gambut yang bertahan didalam permukaan tanah dan sulit untuk dideteksi pemadam, terutama saat musim kemarau di lapangan. Diharapkan penelitian ini akan dapat berkontribusi pada pengelolaan lahan gambut yang lebih baik dalam pencegahan dan mitigasi kebakaran gambut.

Forest and peatland fires in Indonesia are cases of disasters that have a major impact on public health and environmental preservation, especially as a tropical region that experiences a dry season and the influence of El Nino every year. In this series of studies an integrated laboratory scale system was developed that allows comparative analysis with a comprehensive set of experimental data collection including ignition, mass loss rate, peat temperature profile, peat subsidence, gas emission, particulate matter, and suppression. This integrated system provides a facility to study the relationship between combustion parameters which can help in understanding the smoldering peat. The main frame of the system is made of stainless steel to support reactor placement, thermocouple placement, thermal camera system, data acquisition system, electric heater, and water reservoir for suppression experiments. The buoyancy calorimeter was installed above the reactor to collect gases and particles during the test process for further measurement and analysis. Various experiments used samples of Indonesian tropical peat from three different areas, namely Papua, Kalimantan and Sumatra. The results of the smoldering test on various peat samples showed a range of spread rate of 1.27 cm/h to 1.57 cm/h, subsidence and mass loss of ~60%, emission factor (EF) value of 1228 – 1850 g/kg for CO2 and 105.4 – 222.1 g/kg for CO. In addition, suppression using water-based and foam-based injection methods is carried out with the aim of studying the extinguishing behavior by looking at the effectiveness of the time and water required, thus providing a solution in efforts to extinguish peat fires that persist under the soil surface and are difficult to detect by firefighters, especially during the dry season. in the field. It is hoped that this research will be able to contribute to better peatland management in the prevention and mitigation of peat fires."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Renaldy
"Kebakaran hutan dan lahan merupakan fenomena yang acap kali terjadi di dunia, termasuk di Indonesia. Kebakaran ini menimbulkan emisi yang sangat besar. Sebagai contoh, Karhutla di Indonesia pada tahun 1997 diperkirakan melepas karbon ke atmosfer sebesar 0.81 sampai 2.57 Gt, atau setara dengan 13-40% emisi karbon dari bahan bakar fossil tahunan (Page, et al., 2002). Namun, angka ini sedang dikaji ulang oleh para peneliti karena adanya overestimation pada emission factor yang digunakan oleh IPCC, dan emisi karbon ekuivalen yang dihasilkan Indonesia pun diperkirakan 19% lebih sedikit dari apa yang diperkirakan oleh IPCC. (Erianto Indra Putra, 2016). Dampak dari emisi ini berakibat buruk bagi manusia karena selain mengurangi kualitas udara yang dapat mengakibatkan kerusakan sistem pernafasan, bahkan partikulat yang berterbangan bisa membuat penerbangan regional dan internasional tidak dapat beroperasi. Penelitian kali ini bertujuan untuk mencari tahu korelasi dari pengaruh luasan kebakaran gambut dengan emisi (CO dan PM) yang dihasilkan. Dari penelitian ini, didapat kecepatan persebaran luas rata-rata sebesar 3.27 cm2 per menit, angka flux antara CO dan area kebakaran sebesar 1.708 CO ppm/cm2, dan partikulat memiliki pembacaan yang cenderung konstan selama perambatan antara 25,000 µg/m3 hingga 50,000 Aµg/m3.
Forest and land fire are phenomenon that happens around the world, and that includes Indonesia. This fire produces a large amount of emission. For an example, forest fire in Indonesia on year 1997 were predicted releasing around 0.81 up to 2.57 Gt of carbon into the atmosphere, or equivalent of 13-40% carbon emission from fossil fuel annually (Page, et al., 2002). But this number is currently re-evaluated by researchers since there has been an overestimation on the emission factor used by IPCC, and carbon equivalent measurements may have been 19% less than what current IPCC emission factors indicate.Namun, angka ini sedang dikaji ulang oleh para peneliti karena adanya overestimation pada emission factor yang digunakan oleh IPCC, dan emisi karbon ekuivalen yang dihasilkan Indonesia pun diperkirakan 19% lebih sedikit dari apa yang diperkirakan oleh IPCC. (Erianto Indra Putra, 2016) Emission leads to many consequences for humans, because the emisison lowers the air quality index that leads to respiratory issues, and the particulates flying around can also leads to both regional and international flights unable to operate. This research purposes are to study the type and pattern of the emission produced by the peat fire and to finds the correlation between smoldering spread area and emission (CO and PM) produced. The results show that the smoldering spread rate area is 3.27 cm2 per minutes, flux of CO and smoldering spread area is 1.708 CO ppm/cm2, and a constant reading of particulates around 25,000 Aµg/m3 up to 50,000 Aµg/m3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizha Mulyasih
"ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan gambut yang melanda sejumlah wilayah di Kalimantan dan Sumatera di Indonesia pada tahun 2019 menjadi keperihatinan banyak kalangan. Para peneliti terus berupaya mempelajari terkait fenomena terjadinya proses pembakaran, metode penangulangan, metode pemadaman hingga mempelajari emisi yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan dalam skala laboratorium dilakukan untuk mempelajari fenomena dalam skala kecil agar mendapatkan hasil yang lebih mendekati dengan kondisi riil di lapangan. Penelitian ini melihat pengaruh ukuran reaktor uji dengan mengunakan reaktor ukuran 10x10x10 cm dan 40x40x20 cm untuk mempelajari fenomena perpindahan panas yang terjadi. Sampel yang digunakan berasal dari Palangkaraya, Kalimantan dan daerah Rokan hilir, Sumatra. Pada penelitian pembakaran membara gambut skala laboratorium dengan melihat pengaruh ukuran reaktor uji didapatkan hasil bahwa reaktor kecil dengan ukuran 10x10x10 cm akan menyebabkan laju perambatan pembakaran membara pada sampel dengan kecepatan laju 3 cm jam tidak dapat dilihat sebagai nilai yang tepat dikarenakan pada reaktor tersebut akan mengalami fenomena panas yang terakumulasi sehingga perpindahan panas tidak dapat dilihat sebagai fungsi laju aliran panas yang berpindah. Sedangkan dalam pengujian dengan reaktor 40x40x20, laju perambatan dapat dihitung karena perpindahan panas yang terjadi bersifat mengalir pada media berpori gambut dan tidak mengalami efek panas yang terakumulasi.

ABSTRACT
Peat fires that hit several regions in Kalimantan and Sumatra in Indonesia 2019 became a concern for many people. The researchers continue to study the peat smoldering phenomena with the combustion process, methods of handling, extinguishing methods to study the emissions produced. This research is conducted on a laboratory scale to study small-scale phenomena to obtain results that are closer to the real conditions on the field. This study looks at the effect of the size of the reactor by using reactors the size of 10x10x10 cm and 40x40x20 cm to learn the phenomenon of heat transfer that occurs. The samples used were from Palangkaraya, Kalimantan and Rokan hilir, Sumatra. The research on laboratory scale of peat smoldering combustion by looking at the effect of the reactor size, it was found that a small reactor with a size of 10x10x10 cm will cause the spread rate of the sample at a rate of 3 cm hour cannot be seen as the right value because the reactor will experience the phenomenon of heat that accumulates so that heat transfer cannot be seen as a function of heat flow that moves. Whereas in testing with a 40x40x20 reactor, the spread rate can be calculated because the heat transfer that occurs is flowing on the porous media and does not have heat accumulated.
"
2019
T55184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afiri Dianti
"ABSTRAK
Tingkat kerawanan terjadinya kebakaran lahan dan hutan di Indonesia cukup tinggi. Tanah gambut merupakan salah satu kontribusi tertinggi pada kebakaran tersebut. Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut tertinggi se-Asia Tenggara, dengan lebih dari 50 jenis gambut tropis dimiliki. Hasil pembakaran pada gambut menghasilkan emisi karbon yang tinggi dan berdampak pada global warming. Sifat bara pada pembakaran gambut membuat deteksi dan pemadaman menjadi sulit. Tidak hanya itu, adapun dampak kerusakan hutan, seperti rawan longsor, penurunan lapisan tanah dan kerusakan lapisan meningkat. Tajuk api yang tidak terlihat mendorong badan restorasi gambut membuat metode pencegahan kebakaran. Penataan air yang dilakukan dengan metode pembasahan ulang bertujuan untuk menjaga dan mengembalikan kelembaban tanah gambut. Penelitian dilakukan guna menganalisis sifat pembakaran pada gambut kering dan pengaruh gambut hasil pembasahan ulang pada laju permbaraan. Sampel gambut yang digunakan adalah gambut yang berasal dari Desa Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah S: -3 47 rsquo;34 rdquo; , E: 113 55 rsquo;15 rdquo; dan Kampung Bagaiserwar, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua S: 01 55 rsquo;14, 11 rdquo;, E: 138 6 rsquo;17, 35 rdquo;. Laju perambatan pembakaran diukur dengan menggunakan termokopel dengan jarak 80 mm diantaranya. Massa yang diukur menunjukkan penurunan yang signifikan akibat proses evaporasi yang dialami gambut basah. Penulis menemukan risiko bahaya kebakaran yang lebih tinggi pada gambut yang dikelilingi gambut hasil pembasahan ulang. Laju perambatan membara jauh lebih tinggi pada gambut hasil pembasahan ulang dengan kelembaban awal le; 10 pada gambut Bagaiserwar. Sifat hidrofobik yang dimiliki gambut membuat sifat penyimpanan air pada gambut berubah. Hal ini memicu terjadinya proses oksidasi pembakaran dan terdapat pembentukan char pada gambut hasil pembasahan ulang. Sifat penyalaan gambut juga menjadi isu utama agar metode pencegahan dapat lebih efektif. Lamanya waktu penyalaan gambut menjadi referensi bagi deteksi zona potensial kebakaran berdasarkan persentase kelembaban yang dimiliki.

ABSTRACT
Probability of land and forest fire in Indonesia is quite high. Peat land is one of the highest contribute of the fire disaster. Indonesia is the country with the highest peat land in Southeast Asia, with more than 50 of tropical peat species. Combustion of peat produce carbon emission with large quantities and affect to global warming. Characteristic of smoldering combustion of peat cause detection and extinction be difficult. Moreover, there are another impact such as high erosion potential, structural collapse and soil layer damage. Flameless on peat smoldering causes peat restoration institution build fire prevention method. Regulation of water table on peat land with rewetting method aims to maintain and restore the moisture of peat. The experiment aims to understand characteristic of smoldering combustion of rewetting peat. Sample used in the experiments was taken from Desa Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah S 3 47 rsquo 34 rdquo , E 113 55 rsquo 15 rdquo dan Kampung Bagaiserwar, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua S 01 55 rsquo 14, 11 rdquo , E 138 6 rsquo 17, 35 rdquo . Fire spread rate is measured with thermocouples at interval 80 mm. Mass loss rate indicates derivation caused by evaporation on wet peat. Author discovered a fire risk is higher than natural combustion in experiments with rewetting peat as barrier. Spread rate of smoldering is high on rewetting peat with initial MC before rewetting is le 10 as barrier. Hydrophobic of peat cause retention of water on peat changes. This phenomenon causes peat undergoes oxydation reaction and produce char on rewetted peat. The critical ignition time of peat is also the main issue of prevention method. Time of ignition of peat is being important for detection of fire potential based by moisture content."
2018
T50957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pither Palamba
"ABSTRAK
Kompleksitas masalah kebakaran di lahan gambut membatasi pemahaman kuantitatif perilaku penyebaran bara api ke dalam lapisan gambut dan peran parameter kunci seperti moisture content, densitas dan ketersediaan oksigen. Banyak penelitian tentang pembakaran membara pada lapisan gambut sudah dilakukan baik secara eksperimental, pemodelan maupun studi lapangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran membara pada lahan gambut antara lain moisture content, densitas, porositas, kecepatan angin dan lain-lain. Penelitian ini meliputi serangkaian pengujian untuk mendapatkan gambaran yang dapat menjawab fenomena pembakaran membara pada lapisan gambut.
Beberapa peneletian yang fokus pada pengaruh moisture content belum memperhitungkan adanya tahapan evaporasi dan pengeringan (yang mendahului pirolisis dan pembakaran) pada smoldering front sehingga parameter hasil pengujian ditentukan berdasarkan initial moisture content sebelum pembakaran berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pembakaran yang melibatkan tahapan-tahapan preheating, evaporation, drying, pyrolisis dan char oxidation pada lapisan gambut dengan moisture content yang meningkat seiring kedalaman sampel, yang menyerupai kondisi riil di lahan.
Penyiapan sampel dilakukan dengan mengeringkan sampel gambut yang masih basah (hasil sampling) pada temperature 105 ℃ masing-masing selama 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 hours. Sampel hasil pengeringan tersebut dimasukkan ke dalam reaktor berukuran luas 10 cm × 10 cm dengan kedalaman 20 cm, pada lapisan masing-masing setebal 2.5 cm sehingga didapatkan sampel gambut dengan lapisan yang kering di permukaan (MC ~ 8.5 %) hingga lapisan yang masih basah (raw peat) di dasar reaktor. Pengukuran smoldering spread, evaporation rate, dan mass loss (yang termasuk evaporation rate) dilakukan dengan instrumen termokopel, soil moisture sensor dan weight balance secara real time.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pembakaran membara pada lapisan gambut dapat mencapai hingga lapisan yang sangat basah jika tersedia kalor yang cukup untuk mengeringkan dan membakarnya. Laju penguapan/pengeringan, perambatan bara dan kedalaman terbakar tergantung dari tebal lapisan kering yang mampu terbakar sebagai heat generation yang sebagian akan ditransfer untuk proses pemanasan, penguapan, pyrolysis, dan pembakaran. Dalam hal ini, pembakaran membara tidak merambat/menyebar pada lapisan gambut dengan moisture content (yang tinggi) tetapi smoldering front akan selalu berbatasan dengan lapisan yang kering. Pembakaran akan berhenti jika kalor pembakaran sama atau kurang dari jumlah yang diserap untuk penguapan dan ini merupakan titik kritis terjadinya extinction (pemadaman).

ABSTRACT
A considerable amount of experiments regarding smoldering combustion of peat had been conducted through various methods of experiment, modeling and fields study, with factors affecting the smoldering combustion of peatlands, including moisture content, density, porosity, wind speed, etc. However, it can be seen that some researches that focus on the influence of moisture content did not consider the evaporation and drying stages of the smoldering front, thus the parameters of the test results were determined based on initial moisture content prior to combustion. This experiment was conducted in order to study the smoldering combustion of the peat layer which resembles the real conditions in the field, which involves the stages of preheating, evaporation, drying, pyrolysis, and char oxidation.
Sample with a stratified moisture content that is increasing with the depth was prepared by drying the raw peat sample (sampling results) at 105 ℃ for 4, 8, 12, 16, 20 and 24 hours. The preparations samples then placed into the reactor of 10 cm x 10 cm with a depth of 20 cm, with each layer of peat with different moisture content at 2.5 cm thick, thus obtaining a layered peat configuration with the dry peat layer on the surface (MC ~ 8.5 %) and the wet peat layer (raw peat) at the bottom of the reactor. Measurements of smoldering spread rate, evaporation rate, and mass loss (including evaporation) rate were gathered through instruments of thermocouple, soil moisture sensor and weight balance, respectively, in real time.
The results from the experiment suggested that the evaporation rate, smoldering propagation, and depth of burn depended on the thickness of the burnable dry peat layer, or equivalent to the available amount of heat, which will be partially absorbed for heating and evaporation, pyrolysis and combustion processes. Therefore, smoldering combustion can not propagate on the moist peat layer, because it will always start with evaporation and drying process. The smoldering front will always be bordered by dry peat layer up to the point where the heat generated is equal or less than the amount needed for evaporation, which is the critical point of extinction"
2018
D2533
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Farhan Muhammad
"Lahan gambut menjadi salah satu penyumbang emisi terbesar diantara kebakaran biomassa lainnya. Pada tahun 1997 sendiri, +2.57 Gt spesies karbon dilepaskan ke udara karena kebakaran lahan gambut di Indonesia yang berdampak pada 100 juta orang dengan estimasi kerugian 4.5 miliar USD (Heil & Goldammer, 2001). Meski dampak negatifnya yang besar, pengukuran emisi lahan gambut masih bervariasi. Selain itu, kuantifikasi emisi di lapangan sulit dilakukan karena alat yang akurat untuk kuantifikasi tidak cocok dioperasikan di lapangan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk membentuk korelasi dan model prediksi antara kedalaman bakar dengan emission factor (EF). Kedalaman bakar rata-rata dinilai dapat mengaproksimasi volume tanah gambut yang terbakar yang berhubungan baik dengan massa yang hilang. Karena penyebut dari EF merupakan laju hilangnya massa, kedalaman bakar rata-rata memiliki hubungan dengan EF. Eksperimen kebakaran membara tanah gambut skala laboratorium pada instrumen buoyancy calorimeter, dengan integrasi alat ukur kedalaman bakar berupa sensor jarak infrared (IR) dengan akuisisi data berbasis mikrokontroler 8-bit. Sensor IR memiliki akurasi yang cukup pada rentang pengukuran sampai 80 cm dan tidak terpengaruh oleh asap dari pembakaran. Sensor diletakkan 20 cm diatas tanah gambut dan mengukur secara vertikal. Data emisi gas dan partikulat masing-masing dideteksi dengan sensor gas elektrokimia dan sensor partikulat berbasis light scattering. Konsentrasi emisi kemudian diubah menjadi EF dengan data laju aliran massa masing-masing spesies emisi dengan densitas udara sebagai fungsi temperatur dan laju kehilangan massa yang direkam melalui anemometer dan load cell. Korelasi kemudian dibentuk dengan model tiga variabel, yakni laju pertambahan kedalaman bakar (SR), kedalaman bakar (DoB) dan waktu (t), dengan EF yang telah dilinearisasi secara logaritmik. Dari model tersebut diperoleh nilai R2 sebesar 0.968 untuk model prediksi CO2, 0.965 untuk CO, dan 0.969 untuk prediksi PM2.5. Untuk meningkatkan kemampuan prediksi model, diperlukan eksperimen dengan jumlah titik ukur per unit area yang lebih besar ataupun pembentukan point cloud, serta eksperimen di kondisi kebakaran dan komposisi tanah yang berbeda-beda di riset-riset yang akan datang.

Peatlands are one of the biggest emitters among other biomass burning cases. In 1997 alone, +2.57 Gt of carbon species was released into the air due to peatland fires in Indonesia which affected 100 million people with an estimated loss of 4.5 billion USD (Heil & Goldammer, 2001). Despite this significant negative impact, measurements of peatland emissions still vary among researchers. In addition, emission quantification in the field is difficult because accurate tools for quantification are not suitable for operation in the field. For this reason, this study aims to establish correlations and prediction models between depth of burn and emission factor (EF). The average burn depth is considered to be an approximation of the volume of burnt peat soil which correlates well with the mass loss. Since the denominator of EF is the mass loss rate, the average depth of burn has a relationship with EF. Laboratory-scale smoldering peat fire experiment is conducted on a buoyancy calorimeter, with the integration of a depth-of-burn measurement instrument in the form of an infrared (IR) proximity sensor with 8-bit microcontroller-based data acquisition. The IR sensor has sufficient accuracy over a measurement range of up to 80 cm and is not affected by smoke from the burning experiment. The sensor is placed 20 cm above the peat soil and measured vertically. Gas and particulate emission data are detected by electrochemical gas sensors and particulate sensors based on light scattering, respectively. The emission concentration is then converted to EF with data on the mass flow rate of the smoke, with density as a function of temperature, and the rate of peat mass loss recorded through the anemometer and load cell. Correlation was then formed using a three-variable model, namely the rate of increase in the depth of combustion (SR), depth of combustion (DoB) and time (t), with EF that is linearized logarithmically. From this model, the R2 value is 0.968 for the CO2 prediction model, 0.965 for the CO, and 0.969 for the PM2.5 prediction. To improve the predictive ability of the model, experiments with a larger number of measuring points per unit area or the formation of point cloud of the peat surface are needed, as well as experiments in different fire conditions and peat composition in future research."
Depok: Fakultas Teknik, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>