Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129297 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winda Hutami Tatyana
"ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk menelusuri benda-benda milik pribadi yang ada di jalan kampung kota sebagai ruang publik, memahami mengapa dan bagaimana keruangan benda itu bisa terjadi. Benda dan tata posisinya di jalan merupakan wujud fisik akibat aktivitas sosial yang pernah terjadi. Salah satunya, aktivitas negosiasi ruang berupa toleransi, konsensus, dan konflik. Besarnya peran benda dalam aktivitas sosial sama dengan manusia, karena keruangan benda tersebut juga mampu mempengaruhi kondisi spasial jalan dan tindakan pengguna jalan lain. Karena itulah, untuk dapat meruang di jalan yang merupakan ruang publik, diperlukan negosiasi ruang agar fungsi utama jalan bisa tetap terlaksana. Terlebih apabila tingkat jumlah dan variasi aktivitas dan pengguna jalan tinggi, seperti di Gang Ampiun Cikini, Jakarta. Pada Gang Ampiun, benda-benda dapat diterima oleh pengguna jalan lain karena tiga hal; tidak menjadi gangguan, tidak memberikan kesan kumuh dan/atau berantakan, dan tidak memberikan dampak negatif. Mekanisme spasial masing-masing benda pada area tertentu di gang ini berbeda-beda dan tidak bisa digeneralisir karena masing-masing area punya kondisi sosial tersendiri. Namun, formasi benda yang terbentuk disini telah melalui serangkaian aktivitas toleransi dan konsensus, sehingga menghindari potensi konflik dan tetap memaksimalkan fungsi jalan.

ABSTRACT
The writing rsquo s objective is to track back objects of personal belongings which placed in urban kampong street as a public space, in order to understand why and how it could happen. Objects and its formation are physical trails of social activities that happened in the street. One of which, is space negotiation activities like toleration, consensus, and conflict. Objects rsquo s role in social activities are as active as human does, since objects could effect the spatial condition of the street and behaviour of other street users. Thus, to be able to present in street as public space, spatial negotiation is necessary for objects so that the street rsquo s main function can also be working. Moreover, if the amount and variation of activities and other street users are relatively high, like in Ampiun Alley Cikini, Jakarta. In Ampiun Alley, the pressence of objects are able to be tolerated by other street users because of three reasons did not become obctacle, did not give a slum like image, and did not give any disadvantages to the street. Spatial mechanism of each area of objects cannot be generalized since each area has its own unique social conditions. However, every object formation here was already been shaped through tolerance and consensus activities so that it could avoid any possible conflict and still maximize the main function of the alley itself."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharhanie Septi Nugroho
"ABSTRAK
Kegiatan ekonomi informal yang dilakukan di dalam maupun di lingkungan unit rumah telah banyak dilakukan oleh masyarakat Jakarta. Fenomena ini yang disebut sebagai HBE (Home-Based Enterprise) dimana unit rumah melakukan kegiatan domestik maupun kegiatan ekonomi. Tentunya dalam hunian dengan luasan terbatas, kegiatan domestik dan ekonomi saling bercampur dan mempengaruhi interioritas penghuninya. Dengan menggunakan Kampung Cikini, Kelurahan Pegangsaan, Jakarta Pusat, sebagai studi kasus, saya mendeskripsikan usaha penghuni untuk menyediakan ruang domestik dan ekonomi yang mampu mengakomodasi kondisi interioritasnya. Untuk itu, saya melakukan pemetaan jumlah dan lokasi HBE yang tersebar di Kampung Cikini dan memilih 5 (lima) di antaranya sebagai kasus pembahasan berdasarkan komoditas yang diperdagangkan. Dalam pembahasan, saya mengidentifikasi HBE berdasarkan pembagian komoditas yang dijual, proses adaptasi ruang kegiatan ekonomi dan domestic secara bersamaan dan mengidentifikasi kaitan adaptasi ruang tersebut dengan kondisi interioritas. Hasil deskripsi ini tidak hanya memperkaya wacana mengenai adaptasi ruang dalam hunian dengan luas terbatas, namun juga dapat member pemahaman akan pentingnya penyediaan ruang untuk kegiatan ekonomi bagi hunian masyarakat berpenghasilan rendah dan strategi spasial yang dapat digunakan agar dapat sinergis dengan kegiatan domestik.

ABSTRACT
Informal economic activities are done by the people in Jakarta either inside or outside the house units. This phenomenon is called as HBE (Home-Based Enterprise) where households do the domestic and economic activities in a house. In residential which has limited area, domestic and economic activity mix and influence the inhabitants? interiority. By using Kampong Cikini in Central Jakarta, as a case study, I attempt to describe the occupant?s enterprise to provide domestic and economic space which can accommodate their house?s interior and interiority. Thus, I am mapping the number and location of HBE in Kampung Cikini and choose 5 (five) of them as a case study based on its commodity. I identified HBE based on commodities, the process of adaptation of economic activities and domestic space and identified the relationship between the space?s adaptation an the interiority condition. I hope that the results of this writing will not only enrich the knowledge on the adaptation of residential in limited space, but also will tell about the importance of the provision of space for economic activity for the low-income communities particularly in urban slums and spatial strategies that can be used in order to synergize with domestic activities.
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S62555
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catherine Devina
"Pemukiman padat penduduk dalam area perkotaan selalu diperhadapkan dengan permasalahan keterbatasan ruang. Situasi ini mengakibatkan penggunaan ruang publik secara spesifik pada gang untuk penggunaan eksklusif dari penghuni, seperti memasak, mencuci, dan berjualan. Skripsi ini akan membahas tentang strategi pembentukan ruang publik menjadi ruang interior individu sebagai analogi dari proses mengkoleksi oleh Walter Benjamin, mulai dari memilih, membawa ke dalam, dan menampilkan. Metode kualitatif digunakan untuk melihat proses dan hasil dari interiorisasi dalam ruang publik yang dalam skripsi ini berlokasi di Kampung CikiniAmpiun, Jakarta Pusat. Melalui pembahasan ditemukan bahwa proses dan hasil dari interiorisasi individual tidak lagi terpisah satu sama lain melainkan berhubungan satu sama lain melalui relasi sosial.

High density settlements in an urban area are always confronted with the lack of space issue. This situation leads to the use of public space specifically the alley as a circulation space for exclusive uses of the inhabitants, such as cooking, cleaning, and selling. This study will discuss about the strategy of making a public space into an individual interior space as an analogy of collecting process by Walter Benjamin, from choosing, bring inside, and presenting. A qualitative method was conducted to trace the process and the result of interiorization in public space which case study was taken in Kampung Cikini Ampiun, Central Jakarta. The study revealed that the process and the result of the individual interiorization in public space are no longer separated from each other and yet they are connected by the inhabitant rsquo social relations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juntara Semilu Rosesar
"Percepatan laju urbanisasi dan kebijakan terkait perumahan yang kurang terencana di perkotaan menjadi salah satu penyebab munculnya permukiman kumuh kota. Pada saat yang bersamaan, kota sebagai sumber yang tidak berkelanjutan dari segi konsumsi sumber daya sehingga menjadi penyumbang produksi limbah, emisi gas rumah kaca, dan merupakan kontributor utama perubahan iklim. Kemudian permukiman kumuh kota menjadi wilayah yang lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim dibanding permukiman lainnya. Akan tetapi rumah tangga di permukiman kumuh menjadi bagian salah satu penyumbang emisi CO2 di perkotaan berdasarkan aktivitas maupun pola konsumsi masyarakat. Hal tersebut menjadi perhatian bagi pemerintah dalam inventarisasi emisi gas rumah kaca perkotaan. Sedangkan belum tersedianya data penelitian tentang emisi yang dihasikan oleh rumah tangga di permukiman kumuh kota. Sehingga studi ini bertujuan untuk mengestimasi emisi CO2 dari Sembilan sektor aktivitas rumah tangga antara lain persampahan, air bersih, air buangan, listrik, penggunaan gas elpiji, penggunaan bahan bakar bensin, biaya pendidikan, biaya rekreasi dan biaya transportasi umum. Pengambilan data melalui sampling dan wawancara masyarakat diharapkan mampu menggambarkan karakteristik dan pola konsumsi rumah tangga. Sebanyak 532 responden telah diwawancara untuk mengetahui pola konsumsi masyarakat dan 100 Kg sampah dilihat di wilayah penelitian selama 8 hari. Perhitungan emisi CO2 menggunakan faktor emisi yang ada dan sesuai dengan sektor masing-masing. Sedangkan pada sektor persampahan menggunakan Waste Reduction Model (WARM) umtuk menghitung emisi CO2 yang dihasilkan. Hasil analisis didapatkan total emisi sebesar 14.636,43 ton CO2/tahun dimana rata-rata emisi sebesar 6,87 ton CO2/orang/tahun. Persentase emisi tertinggi berada pada sektor listrik sebesar 63,77% dari total yang dihasilkan. Sementara persampahan menyumbang sebesar 6,33% emisi CO2 dari total emisi. Pengelolaan sampah seperti recycling dan composting menjadi salah satu alternative dalam menurunkan emisi CO2 dimana pada tahap tersebut dapat mereduksi emisi CO2 hingga 81% pada sektor persampahan.

The acceleration of the rate of urbanization and policies related to unplanned housing in urban areas is one of the causes of the emergence of urban slums. At the same time, cities as unsustainable sources in terms of resource consumption thus contributing to waste production, greenhouse gas emissions, and are the main contributors to climate change. Then urban slums become more vulnerable to climate change than other settlements. However, households in slums are part of a contributor to CO2 emissions in cities based on their activities and consumption patterns. This is a concern for the government in an inventory of urban greenhouse gas emissions. Whereas the unavailability of research data on emissions produced by households in urban slums. So this study aims to estimate CO2 emissions from nine sectors of household activities including solid waste, drinking water, waste water, electricity, the use of LPG gas, the use of gasoline, education costs, recreation costs and public transportation costs. Data collection through sampling and community interviews is expected to be able to describe the characteristics and patterns of household consumption. A total of 532 respondents were interviewed to find out the consumption patterns of the community and 100 kg of solid waste were identified in the study area for 8 days. CO2 emission calculations use existing emission factors with their respective sectors. Whereas the solid waste sector uses the Waste Reduction Model (WARM) to calculate the CO2 emissions produced. The results of the analysis obtained total emissions of 14,636.43 tons of CO2/year where the average emissions of 6.87 tons of CO2/person/year. The highest percentage of emissions was in the electricity sector at 63.77% of the total produced. While solid waste accounts for 6.33% of CO2 emissions from total emissions. Waste management such as recycling and composting is an alternative in reducing CO2 emissions where at that stage can reduce CO2 emissions by 81% in the waste sector."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jelita Khalishah Widhyanti
"Seiring dengan bertambahnya kepadatan permukiman penduduk kampung di ibukota DKI Jakarta, tidak menjadi alasan bagi penduduknya untuk berpindah. Keputusan untuk menetap menciptakan mobilitas merumah yang mungkin dianggap jauh dari kata ideal. Dengan melihat pertumbuhan rumah-rumah (Incremental Housing) dan bagaimana perjalanan hidup rumah tangganya (Housing Pathways), penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi latar belakang dari pola mobilitas merumah di kampung kota, dengan melihat Kampung Cikini Ampiun sebagai studi kasus. Setelah penelitian dilakukan, ditemukan bahwa keputusan dalam rumah tangga yang mempengaruhi mobilisasi di kampung dari salah satu rumah tangga, menunjukkan bahwa aspek kekeluargaan sangat berperan penting dalam perjalanan merumah (Housing Pathways) terutama peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam keluarga. Sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kepadatan adalah minimnya ruang untuk pertumbuhan rumah sebagai implikasi dari perkembangan merumah di Kampung Cikini Ampiun.

Along with the increasing density of settlement of kampung residents in the capital city of Jakarta, this does not become a reason for residents to move. The decision to settle down creates mobility at home that may be considered far from ideal. By looking at the growth of houses (Incremental Housing) and how the household lives, this study aims to identify what forms the mobility pattern of homes in urban villages, by looking at Kampung Cikini Ampiun as a case study. After the research was conducted, it was found that the decision to mobilize one household that might represent another household, shows that the family aspect plays an important role in the journey home, especially the events that occur in his life. So it can be said that one of the factors that influence density is the lack of space for house growth as an implication of the development of housing in Kampung Cikini Ampiun.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meidesta Pitria
"Tulisan ini membahas mengenai kekerabatan yang dapat menjadi satu dasar dalam pembentukan kelompok ruang tinggal. Kelompok ruang tinggal terdiri dari origin house dan ordinary houses. Kekerabatan, daur hidup, dan lingkungan ruang tinggal menjadi aspek-aspek yang saling terkait dalam menciptakan interrelation antar ruang tinggal dalam kelompok ruang tinggal. Pembentukan kelompok ruang tinggal dapat berbeda jika dikaitkan dengan konteks tempat, antara lain area dengan dominasi karakteristik rural dan karakteristik urban.
Berdasarkan hasil studi kasus, pendekatan dalam membentuk kelompok ruang tinggal dapat memiliki beberapa perbedaan, terutama jika dikaitkan dengan penggunaan lahan, perkembangan ruang tinggal, dan penggunaan dalam kegiatan komunal maupun individu. Tingkat pengaruh kekerabatan sebagai dasar pembentukan ruang tinggal tidak sekuat yang diduga sebelumnya. Meskipun begitu, pembentukan kelompok ruang tinggal berdasarkan kekerabatan berpotensi menghasilkan ikatan antar ruang tinggal yang tidak hanya terikat secara keruangan, namun juga secara sosial.

This paper discusses about kinship as a basic concept of production of living spaces group. Living spaces group consist of origin house and ordinary houses. Kinship, life cycle, and human settlements become the aspects that relate each other in forming interrelation within the living spaces group. The production of living spaces could be different related to the context, both in rural areas and in urban areas.
Based on case studies, there are some different approaches in producing and forming living spaces group, particularly related to the land use, the development of each living spaces group, and the use both in communal and individual activities. It shows that kinship as a basic of living spaces production doesn't have so much influence as thought before, particularly in Kampung Cikini. However, the production of living spaces group based on kinship could produce bonds which is not only spatially, but also socially.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47682
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radita Bestari
"Ruang publik dapat berfungsi sebagai latar tempat, ketika interaksi sosial terjadi sebagai ruang dialog di dalam ruang kota. Kota disuguhkan oleh kehadiran pedagang kaki lima, memperlihatkan koneksi antara aspek utama dan pendukung. Koneksi ini berupa mekanisme spasial antara formal-informal dan presence-absence di dalam ruang publik. Mekanisme spasial ini mengakibatkan adanya trasnformasi ruang, khususnya pada trotoar melalui proses negosiasi maupun translasi pedagang kaki lima (PKL). Mekanisme spasial ini menjadi ruang hibrid atau persilangan, yaitu ruang penghubung dari dua bagian atau binary opposition. Dalam studi ini, pedagang kaki lima (PKL) menggunakan trotoar di ruang kota, khususnya kawasan Haji Nawi, dekat stasiun MRT Haji Nawi yang merupakan kawasan perkantoran dan perdagangan. Skripsi ini bertujuan untuk mengungkap mekanisme ruang dalam mengubah sebuah ruang menjadi thirdspace oleh pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima menggunakan elemen-elemen horizontal maupun vertikal di dalam ruang kota sebagai pembentuk ruangnya.

Public space is a setting than a backdrop, where social interaction occurs as a dialog communication in a city. The city is entertained by the presence of the street hawkers, which shows a connection between the primary and the supporter. This connection is a spatial mechanism between formal-informal and presence-absence in public space. Spatial mechanism occurs space transformation, specifically in a sidewalk through negotiation and translation by street hawkers, to be a hybrid space as a connective line between binary opposition. This study is about street hawkers takes place in the sidewalk next to the Haji Nawi MRTs station, which functionalized as office and commercial area. This study proposes an idea of space mechanism by the street hawkers to transform a space into thirdspace. The street hawkers use horizontal and vertical elements to as primary elements to their space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriani Pratiwi
"Berdasarkan data dari Institut Kapal Perempuan, female-headed households atau FHH banyak di temukan dalam Kampung Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta. Para perempuan FHH bukan hanya memiliki peran dalam pekerjaan produksi dan reproduksi, tetapi sekaligus menjadi female head bagi keluarganya. Female head dan relatif perempuannya memiliki otoritas untuk membatasi dan mengatur penggunaan ruang. Dalam hal ini, otoritas yang diterjemahkan ke dalam ruang melalui praktik keruangan, digunakan para perempuan FHH untuk membentuk struktur ruang produksi dan reproduksi dalam waktu yang relatif sama tanpa kehadiran laki-laki. Melalui emic construction, pengamatan menunjukan bahwa untuk mempertahankan struktur ruang FHH, pembentukannya tidak bisa terlepas dari negosiasi tetangga. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis proses pembentukan struktur ruang yang terjadi dalam dan sekitar hunian FHH, sehingga mereka mampu mempertahankan struktur ruang produksi dan reproduksi pada situasi yang berbeda. Melalui pemahaman narasi ruang dan metode spasial sintaks sederhana, analisis menunjukan bahwa negosiasi ruang mampu membentuk sekaligus mereproduksi struktur ruang yang utuh dalam lingkungan hunian FHH.

In Jakarta, according to Kapal Perempuan Institution, most low income female-headed households live in Kampung Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta. Female-headed households housing have less decent condition and their houses have very limited space. Here, women do not only have important roles to involve in domestic works, but also in productive works. As female heads, they fully have authority to use and control over limited spaces inside their houses without male appearance. Not only female head and female relatives mediate their authority into spatial structure, but also their neighborhood. This paper will discuss how overriding authority as spatial practice are important among female heads and female relatives to negotiate space, and build same spatial structure in different situation. Through emic observation, gender perspective, and basic spatial syntax method, the study analyzes how the female head with other female relatives construct their own spatial structure to build whole spatial structure from this collective authority. Finally, the study show how relationship among gender perspective, negotiation, and spatial practice very important to construct the whole spatial structure in their dwelling environment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nabilla Putri
"ABSTRAK
Keberadaan Pusat Kesenian Jakarta - Taman Ismail Marzuki PKJ-TIM merupakan respon terhadap kebutuhan seniman akan ruang berekspresi. Didirikan oleh Ali Sadikin pada tahun 1968, Taman Ismail Marzuki dilengkapi dengan berbagai fasilitas sehingga dapat menampung berbagai kegiatan kesenian. Pada tahun 1970-1990an, menampilkan karya di taman Taman Ismail Marzuki menjadi patokan sukses bagi seniman-seniman, bukan hanya seniman yang berbasis di Jakarta, tetapi juga seniman Indonesia. Selanjutnya dibangun pula Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta LPKJ sebagai tempat untuk belajar dan mengembangkan kesenian, yang pada tahun 1985 berubah nama menjadi Institut Kesenian Jakarta IKJ .Dua institusi kesenian ini terletak di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Akan tetapi, adanya Pusat Kesenian ini tidak menjadikan kawasan Cikini berciri atau memiliki karakter seni. Fungsi-fungsi bangunan berdiri di sepanjang jalan utama Cikini Raya-Pegangsaan Timur dan Teuku Cik Ditiro tanpa menyokong keberadaan satu sama lain. Hal ini salah satunya dikarenakan oleh kurangnya ruang diluar TIM dan IKJ yang menampung kegiatan pelaku seni, khususnya pelajar IKJ. Kolaborasi berbagai elemen, ruang publik dan artspace dengan melibatkan pihak IKJ merupakan bentuk intervensi di kawasan Cikini untuk meningkatkan kualitas pengalaman ruang di Cikini dan menjadikan kawasan ini sebagai lingkungan slow-paced. Menerjemahkan proses koreografi sebagai metode perancangannya, kawasan Cikini kemudian didesain ulang menjadi Kawasan Seni untuk Jakarta.

ABSTRACT
The existence of Jakarta Arts Center Taman Ismail Marzuki PKJ TIM is a response to the needs of Indonesian artists rsquo for a space of expression. Built during Ali Sadikin era in 1968, Taman Ismail Marzuki is equipped with facilities to accommodate numerous arts activities. In 1970 1990s, performing works in Taman Ismail Marzuki became a successful benchmark for artists, not only for Jakarta based artists, but also nation wide artists. Furthermore, the Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta LPKJ was established as a place to learn and develop the arts, which in 1985 changed its name to the Jakarta Art Institute IKJ . These two arts institutions are located in Cikini area, Central Jakarta. However, the existence of the Art Center does not affect the area, character wise. Many buildings with various functions stand along the main roads Cikini Raya Pegangsaan Timur and Teuku Cik Ditiro without supporting each other. One of the reasons is the absence of spaces outside TIM and IKJ that could accommodate the activities of artists, especially students of IKJ. Collaborating and exploring elements of public space and art space through IKJ involvement is then a form of intervention in Cikini to improve the quality of experiencing space and become a slow paced neighborhood. Translating the process of choreography as the design method, Cikini area is then redesigned to be an Art District for Jakarta."
2017
T49359
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Lirenzsa
"Menurut BPS 2017, Tambora merupakan salah satu area terpadat di Jakarta dengan jumlah penduduk 260.100 orang di dalam area seluas 5,4 km2. Salah satu hal yang menonjol di Tambora adalah keberadaan industri konfeksi berbasis hunian sebagai salah satu aktifitas ekonomi informal yang lazim ditemukan. Di dalam satu gang, kita dapat menemukan beberapa hunian yang melakukan kegiatan industri konfeksi di dalamnya. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana para aktor dalam industri konfeksi berbasis hunian menegosiasi ruang untuk memenuhi kegiatan bekerja dan bertinggal dalam ruang yang terbatas. Mereka menegosiasi ruang dengan cara melakukan satu kegiatan di area yang sama terus-menerus, membagi-bagi fungsi ruang, dan meletakan objek-objek tertentu yang mendefinisikan kegiatan. Para pemilik usaha membangun rumah bertingkat dan secara ukuran lebih besar untuk menginjeksi aktifitas bekerja tanpa mengganggu privasi yang dibutuhkan oleh tiap keluarga. Proses negosiasi diekspansi hingga ke ruang publik sebagai respon dan adaptasi terhadap kesesakan di dalam hunian. Studi dilakukan untuk menonjolkan hubungan antara proses interupsi domestik dengan industri konfeksi berbasis hunian hingga ke area publik yang membentuk respon serupa sebagai karakteristik satu permukiman. Karakteristik yang terbentuk dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola permukiman dan memperbaikinya dengan menonjolkan industri konfeksi berbasis hunian sebagai salah satu kekhasan Tambora.

With the population is 260.100 (BPS 2017) and covers the area of 5.4 km2, Kampung Tambora was one of the highest density urban areas in Jakarta. This settlement is well known for its confection home-based industry that supports the livelihood of the community. In one alley, we can find several houses run the business of confection industry. Inside the house, women and men work and live together by means of negotiation with the limited space. This study aims to understand how all actors in confection home-based industry negotiate the space, as they have to fulfill both the domestic and working needs in a limited space. The study shows how they negotiate using spatial practice, placement of space function, and arrangement of objects to define the activities. They also create multi-stories house to inject working activities without interrupting the privacy of domestic needs. The negotiation process expanded into the communal alley as their way to adapt and cope with crowding. Therefore, this study also reveals how the domestic activities inside the house spatially interrupted the alley, which is considered as the public domain. As similar response done by other houses, this process of negotiation characterized the way of living at Kampung Tambora. The finding of this study in Kampung Tambora can be used to identify the pattern of home-base industry settlement and improve the living condition of similar type of settlements in other high dense kampungs in Jakarta.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>