Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188315 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puji Fitria Utami
"Penelitian ini membahas mengenai penggunaan koagulan pendukung yang berasal dari pemulihan lumpur IPAM Legong. Pemulihan koagulan dilakukan dengan metode asidifikasi menggunakan asam sulfat hingga mencapai rentang pH 0,5 sampai 2,5. Efisiensi pemulihan aluminum dengan pH asidifikasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 berturut-turut adalah 46,7, 37, 28, 16, dan 12,7, sedangkan kinerja penurunan kekeruhan air baku oleh kelima koagulan berturut-turut adalah 92,36, 92,25, 92,20, 91,97, dan 91,82.
Hal ini menunjukkan bahwa koagulan hasil pemulihan lumpur IPAM dapat digunakan sebagai koagulan pendukung dalam proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi di IPAM. pH 2,5 dipilih sebagai pH optimum untuk asidifikasi karena kebutuhan asam sulfat untuk asidifikasi paling rendah namun kinerja penurunan kekeruhannya mencapai 91,82. Koagulasi dengan campuran koagulan PAC murni 10 ppm dan koagulan pemulihan 30 ppm mampu menurunkan kekeruhan air baku sebesar 95,74. Penggunaan skenario kaogulasi tersebut mampu mengurangi 50 penggunaan PAC murni sehingga IPAM Legong dapat menghemat biaya sebesar 581,4 juta rupiah per tahun.

This study discusses the use of a support coagulant that is produced from water treatment plant WTP sludge recovery. Recovery of coagulant uses acidification method with sulphuric acid until sludge pH drops under 2,5. Variation of pH, that is used as independent variable, are 2.5, 2.0, 1.5, 1.0, and 0.5. Aluminum recovery percentage of those variation pH are 46,7, 37, 28, 16, and 12,7 respectively. Meanwhile the efficiency of turbidity removal are 92,36, 92,25, 92,20, 91,97, and 91,82 respectively.
This result shows that that the WTP sludge recovery coagulant can be used as a supporting coagulant in the coagulation flocculation sedimentation process in WTP. pH 2.5 is chosen as the optimum pH for acidification because the sulfuric acid requirement for acidification was lowest but its turbidity removal performance reached 91.82. Coagulation with a mixture of 10 ppm pure PAC and 30 ppm recovery coagulant can reduce 95,74 of raw water turbidity. The use of this scenario can reduce 50 of the use of pure PAC so that WTP can save costs of 581.4 million rupiah per year.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunisa Vaditasari
"Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) di Indonesia selalu menghasilkan residu lumpur yang sebagian besar langsung dibuang ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Salah satu upaya untuk mengurangi lumpur yang dibuang ke badan air adalah dengan memanfaatkan kembali lumpur ke dalam proses Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi (KFS). Dalam aplikasi pada penelitian ini, pemanfaatan lumpur dilakukan dengan lima variasi yaitu penentuan dosis optimum koagulan, dosis optimum lumpur, dosis lumpur pada dosis optimum koagulan, dan dosis koagulan pada dosis optimum lumpur. Setelah seluruh variasi dilakukan dilanjutkan dengan identifikasi variabel bebas yang signifikan melalui full factorial design.
Metode yang digunakan adalahjartest menggunakan air baku Sungai Ciliwung dan lumpur IPAM Cibinong serta koagulan alum (Al2(SO4)3). Pada kajian penentuan dosis optimum koagulan divariasikan mulai dari 10 ppm - 50 ppm. Pada kajian penentuan dosis lumpur terlebih dahulu dilakukan uji karakteristik lumpur yang menentukan lumpur yang akan digunakan. Variasi pemanfaatan kembali lumpur dimulai dari 1%-10% dengan interval 1% dalam volume 500 mL beaker glass. Dalam setiap variasi yang dilakukan, dihitung parameter-parameter yang mempengaruhi kajian tersebut antara lain kekeruhan, suhu, pH, KMnO4, Fe, dan Koliform total.Lumpur yang tepat digunakan berupa lumpur sedimentasi Kombinasi paling tepat adalah variasi ke-5 dengan kombinasi dosis optimum lumpur sebesar 5% dan dosis koagulan 37.5 ppm. Penyisihan kekeruhan berturut-turut 97.46% & 97.23%, KmnO4 18.23% & 13.3%, Fe 84% & 85.74%, serta koliform total sebesar 98.86% dengan pH 6.69 dan suhu 27.5°C.
Hasil ini didukung dengan identifikasi variabel bebas dengan metode full factorial design dimana hasil paling signifikan dalam menyisihkan kekeruhan dan koliform total adalah interaksi antara koagulan dan lumpur dan dalam menyisihkan KmnO4 dan Fe adalah dosis koagulan. Pemanfaatan kembali lumpur tidak dapat mengurangi pemakaian koagulan, namun dapat meningkatkan efisiensi penyisihan kontaminan.

Water Treatment Plant (WTP) in Indonesia always produce sludge residuals that are directly discharged into the water body without being processed first. One of the measures to reduce sludge that is discharged into the water bodies is to reuse sludge in coagulation-floculation-sedimentation (K-F-S) processes. In the application of this study, sludge resirculation is conducted with five variations which are the optimum dosage of coagulant, the optimum dosage of sludge, sludge dosage at optimum dosageof coagulant, coagulant dosage at optimum dosage of sludge. After all variations conducted, continue with identification of significant independent variables using full factorial method.
The method used is jartest using raw water from Ciliwung River and Sludge from IPAM Cibinong with alum coagulant (Al2(SO4)3). In studies deterimining the optimum coagulant dose varied 10 ppm - 50 ppm. In determining optimum dose of sludge first tested the sludge characteristics to determine the sludge that will be used. Sludge reuse varied from 1%-10% with 1% intervalin500 mL volume of beaker glass. Parameters tested from each variations are turbidity, temperature , pH, KMnO4, Fe, and Total Coliform. Sludge use is sedimentation sludge. The most appropriate combination is the fifth variation with 5% sludge optimum dosage and coagulant optimum dosage 37.5 ppm. Allowance turbidity removal were 97/46% & 97.23%, KMnO4 18.23% & 13.3%, Fe minerals 84% & 85.74%, and total coliform 98.86% with pH 6.69 and temperature 27.5°C.
This result is supported by independent variables identification with full factorial design method which the most significant in removing turbidiy and total coliform in water is interactions between coagulant and sludge and in removing KMnO4 and Fe is coagulant dosage. Sludge reuse cannot reduce coagulant dosage, but able to improve contaminant removal efficiency.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danastri Parimitha Ruziqna
"Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) Citayam, Depok menghasilkan lumpur residu yang dibuang langsung ke badan air. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 122 Tahun 2015, sistem penyedia air minum harus dilengkapi dengan sarana pengolahan lumpur. Penelitian ini membahas mengenai penggunaan koagulan pemulihan yang didapatkan dari pemulihan aluminium pada lumpur IPAM Citayam. Pemulihan aluminium dilakukan dengan metode asidifikasi, dengan memvariasikan kecepatan pengadukan asidifikasi dari 240 hingga 720 rpm. Kemudian dilakukan uji jar test untuk mengetahui kinerja koagulan yang didapatkan dari percobaan asidifikasi tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan variasi kecepatan pengadukan asidifikasi yang optimal untuk proses pemulihan koagulan adalah 540 rpm. Berdasarkan variasi koagulan pemulihan tersebut, didapatkan dosis optimal sebesar 25 ppm, dengan kemampuan mereduksi kekeruhan 93,38%; total koliform 76,73%; dan angka permanganat 42,49%. Kinerja koagulan pemulihan tersebut sebanding dengan koagulan alum sulfat murni pada dosis 20 ppm, dimana penurunan kekeruhan sebesar 93,26%; total koliform 76,30%; dan angka permanganat 44,88%. Pemanfaatan koagulan pemulihan ini dapat mengurangi penggunaan koagulan alum sulfat murni hingga 30,94%.

Citayam Water Treatment Plant (WTP), Depok produces residual sludge that is discharged directly into the river. Based on Government Regulation Number 122 of 2015, residuals from water treatment system must be treated before discharged. This study is conducted to review the use of recovered coagulants from aluminum recovery that is recovered from Citayam WTP sludge. Coagulant recovery was done by acidification method, with variation of acidification stirring speed from 240 to 720 rpm. The experiment was followed by jar test to determine the performance of recovered coagulant.
The results showed that the optimum acidification mixing speed for coagulant recovery was 540 rpm. Based on the variation of the recovery coagulant experiment, the optimum dose was obtained at 25 ppm, with the ability to reduce turbidity up to 93.38%; total coliform 76.73%; and permanganate 42.49%. This recovered coagulant performance is equivalent to commercial alum coagulant at 20 ppm dose, where turbidity reduction is 93.26%; total coliform 76.30%; and permanganate 44.88%. By applying coagulant recovery, the use of commercial alum can be reduced up to 30.94%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurannisa Shaleha
"Kebutuhan air minum di Kota Depok yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang juga semakin meningkat setiap tahunnya. Dalam memenuhi kebutuhan air minum dibutuhkan pengolahan air minum yang bekerja dengan baik serta pengembangan pengolahan air minum itu sendiri. Dalam pengembangan ini memerlukan evaluasi dan pengoptimalan kinerja dari Instalasi Pengolahan Air IPA di Kota Depok, salah satu yang perlu ditinjau adalah IPA Legong yang melayani kebutuhan air minum wilayah Kota Depok bagian Timur.
Evaluasi dilakukan dengan meninjau kualitas dan kuantitas air baku dan air produksi serta kapasitas pengolahan IPA yang digunakan. Langkah pertama yang dilakukan yaitu pengumpulan data primer dan sekunder, observasi lapangan, wawancara, dan diskusi dengan pengelola IPA Legong sistem Kedasih. Kemudian, tahap evaluasi kinerja unit pengolahan dengan menghitung dimensi setiap unit berdasarkan parameter kriteria desain yang tersedia dan membandingkannya. Tahap pengoptimalan kapasitas berdasarkan hasil evaluasi kinerja dengan memberikan solusi alternatif permasalahan.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa IPA Legong sistem Kedasih dapat meningkatkan kapasitas pengolahan sebesar 40 dari 300 l/dt menjadi 420 l/dt. Selain itu, hasil analisis penyisihan kualitas air juga menyimpulkan dair beberapa parameter yang diuji masih memenuhi syarat dalam Permenkes 429/2010 serta unit pengolahan IPA Legong masih bekerja dengan baik dan belum terdapat kendala akan melampaui syarat kualitas air minum.

The increasing demand for drinking water in Depok City is growing as the population grows every year. In meeting the needs of drinking water water treatment is required to work well and the development of drinking water itself. In this development and Performance optimization of Water Treatment Plant WTP in Depok City, one of the things to be considered is Legong WTP that serves the drinking water needs of East Depok City.
The evaluation is done by measuring the quality and quantity of air and air production and processing capacity of WTP. The first step is to dig primary and secondary data, interviews and discussions with Legong WTP Kedasih system manager. Then, the evaluation stage of the performance of the processing unit by calculating the unit of each parameter based on the available design parameters and compare them. Stage of capacity based optimization based on results with alternative solutions.
The results showed that Legong WTP system can increase processing capacity by 40 from 300 l dt to 420 l dt. In addition, the results of air quality allowance analysis also influenced some parameters that are still needed in Permenkes 429 2010 and Legong WTP processing unit still work well and no one will meet the drinking water quality requirements.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindyolaras Cahyo Pramusinto
"Instalasi pengolahan air minum dalam prosesnya akan menghasilkan limbah yang berupa lumpur. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum pasal 9 ayat 3 bahwa limbah akhir dari proses pengolahan air baku menjadi air minum wajib diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sumber air baku dan daerah terbuka. Instalasi Pengolahan Air Minum Cibinong merupakan salah satu instalasi yang belum melakukan pengolahan limbah dari proses pengolahan air karena limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai Ciliwung. Jumlah timbulan debit lumpur dengan aliran kontinyu IPAM Cibinong I sebesar 394,35 m3/hari dan IPAM Cibinong II sebesar 187,44 m3/hari.
Tujuan dari penelitian ini untuk merencanakan instalasi pengolahan lumpur guna mentaati peraturan yang berlaku. Berdasarkan neraca massa dapat diketahui unit penghasil lumpur yang signifikan adalah unit sedimentasi, dikarenakan massa lumpur yang dihasilkan cukup besar. Akan direncanakan unit pengolahan lumpur yang terdiri dari proses thickening, chemical conditioning, dan dewatering. Pemilihan unit tahap dewatering pengolahan tersebut berdasarkan analisa SWOT dan metode decision matrix, kemudian diperoleh mechanical dewatering dengan menggunakan centrifuge.
Berdasarkan luas lahan, timbulan cake lumpur, dan kebutuhan polimer dipilih instalasi pengolahan lumpur yang terdiri dari 2 buah bak ekualisasi. Dimana 1 bak ekualisasi mengumpulkan lumpur dari unit flokulasi dan air pencucian filter, selanjutnya menuju chemical conditioner, recovery basin¸ dan gravity thickener. Sedangkan bak ekualisasi lainnya mengumpulkan lumpur dari unit sedimentasi menuju gravity thickener kemudian menuju centrifuge.

Water treatment plant produced sludge in a large quantity. Based on Government Regulation No. 16, 2005 in which under item 3 of the article 9, it is stipulated that the waste produced from any processing must be treated before it is discharged into water sources and open areas. The sludge generated from WTP Cibinong I and II is directly discharge into stream Ciliwung. The sludge generation of WTP Cibinong I in continuous flow is 394,35 m3/day and WTP Cibinong II is 187,44 m3/day.
The aim of this study is to plan for sludge treatment plant in order to comply with applicable regulations. Based on the mass balance, sedimentation is a unit which significantly produced sludge in large quantity. Sludge treatment plant will be planned consists of thickening process, chemical conditioning, and dewatering. The selection of dewatering processing unit is based on SWOT analysis and decision matrix method, with this tools it can be concluded that centrifuge will be used.
Based on land area, sludge generation, and need of polymer, will be selected sludge treatment plant which has 2 equalization basins. One equalization basin will collect the sludge from flocculation unit and backwash water and towards to chemical conditioner, recovery basin, and will be mixed in gravity thickener with outflow from other equalization basin which collects sludge from sedimentation. After that, it will toward to mechanical dewatering centrifuge.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andryansya Putra Abinda
"Pengoperasian IPA Legong menimbulkan residu/limbah yang berupa lumpur yang tidak sesuai dengan baku mutu air limbah. Hingga saat ini IPA legong masih belum memiliki sistem pengolahan lumpur sehingga lumpur dialirkan kembali ke Sungai Ciliwung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Menganalisis karakteristik dan kuantitas lumpur IPA Legong dan merencanakan sistem pengolahan lumpur yang akan diterapkan di IPA Legong. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan pengujian karakteristik lumpur dan melakukan pemilihan alternatif teknologi dengan menggunakan tools berupa pairwise comparison chart dan decision matrix. Hasil dari penelitian ini adalah konsentrasi COD untuk Lumpur sedimentasi Kedasih, sedimentasi Konvensional, filtrasi Kedasih, dan filtrasi Konvensional sebesar 545,2 mg/L, 649,6 mg/L, 112,5 mg/L, dan 119 mg/L. % total solid untuk lumpur sedimentasi Kedasih, filtrasi Kedasih, sedimentasi Konvensional, dan filtrasi Konvensional berurut sebesar 1,89%, 1,06%, 1,39%, dan 0,65%. Dengan debit yang dihasilkan berurut sebesar 77,78 m3 /hari, 517 m3 /hari, 259,28 m3 /hari, dan 1723,33 m3 /hari. Untuk teknologi pengolahan yang terpilih adalah proses Thickening dengan unit Dissolved Air Flotation (DAF), Conditioning dengan Polymer Conditioning, dan proses Dewatering dengan unit Centrifuge Decanter. Terdapat juga Recovery Basin sebagai unit pelengkap untuk lumpur filter backwash. Sistem ini dengan % solid influent sebesar 3,4% dapat diproses hingga menjadi 40% total solid untuk Cake dan 0,43% total solid untuk effluent resirkulasi serta total reduksi volume lumpur sebesar 98,5%.

The operation of Legong Wastewater Treatment Plant (WTP Legong) generates residues/wastes in the form of sludge that do not comply with the wastewater quality standards. Currently, IPA Legong lacks a sludge treatment system, leading to the discharge of sludge back into the Ciliwung River. The objective of this research is to analyze the characteristics and quantity of IPA Legong sludge and to design a sludge treatment system for implementation at IPA Legong. The research method involves testing the sludge characteristics and selecting alternative technologies using tools such as pairwise comparison charts and decision matrices. The research findings indicate that the COD concentrations for Kedasih sedimentation sludge, Conventional sedimentation, Kedasih filtration, and Conventional filtration are 545.2 mg/L, 649.6 mg/L, 112.5 mg/L, and 119 mg/L, respectively. The % Total Solids for Kedasih sedimentation sludge, Kedasih filtration, Conventional sedimentation, and Conventional filtration are 1.89%, 1.06%, 1.39%, and 0.65%, respectively. The generated flow rates are 77.78 m3 /day, 517 m3 /day, 259.28 m3 /day, and 1723.33 m3 /day in sequence. The selected treatment technology comprises the Thickening process with Dissolved Air Flotation (DAF) unit, Conditioning with Polymer Conditioning, and Dewatering process with Centrifuge Decanter unit. Additionally, a Recovery Basin serves as a complementary unit for filter backwash sludge. This system, with an influent % solid of 3.4%, can process sludge to achieve 40% total solids for Cake and 0.43% total solids for effluent recirculation, resulting in a total sludge volume reduction of 98.5%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okita Miraningrum Nur Atsari
"Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 limbah akhir dari proses pengolahan air wajib diolah sebelum dibuang IPA Legong di bawah PDAM Tirta Kahuripan selama ini langsung membuang lumpurnya ke badan air Sungai Ciliwung tanpa pengolahan apapun Dalam penelitian ini ada empat alternatif yang dibuat dan pemilihan berdasarkan pertimbangan kebutuhan lahan volume dry cake pengoperasian dan biaya Alternatif yang terpilih adalah alternatif 1 terdiri dari 1 bak ekualisasi 1 gravity thickening 1 sludge conditioning tank 1 belt filter press 1 bak penampung lumpur dan 1 bak supernatan dengan menerapkan resirkulasi air cucian filter dan supernatan menjadi air baku sehingga lumpur yang diolah hanya berasal dari unit sedimentasi Debit lumpur dari instalasi konvensional sebesar 382 87 m3 hari sedangkan debit lumpur dari instalasi heksakoloidal sebesar 191 43 m3 hari Perkiraan kebutuhan lahan yang diperlukan adalah sebesar 420 m2.

Based on Government Regulation Number 16 Year 2005 waste produced from water treatment process must be treated before discharging Legong Water Treatment Plant under PDAM Tirta Kahuripan discharge the sludge directly into stream water Ciliwung without any treatment In this research there are four alternatives sludge treatment made and the choosing done based on land area dry cake volume operational and maintenance and financial criteria The choosen alternative is first alternative consists of 1 equalization tank 1 gravity thickener 1 sludge conditioner tank 1 belt filter press 1 dry cake tank and 1 supernatant tank by applying filter backwash waste recycle into raw water so the sludge that flows into treatment unit only comes from sedimentation unit Sludge generation from conventional installation is 382 87 m3 day and from hexacoloidal installation is 191 43 m3 day Land area needed for sludge treatment approximately is 420 m2
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azka Athariq Irtiana
"Kebutuhan air minum di Kota Depok yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahunnya. Untuk memenuhi kebutuhan air minum diperlukan instalasi pengolahan air minum. Mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok yaitu pengembangan IPA, salah satu program yang dilakukan yaitu dengan meningkatkan kapasitas pengolahan IPA Legong Sistem Konvensional dari 320 L/detik menjadi 1000 L/detik. Penelitian dilakukan dengan mengevaluasi unit filtrasi IPA Legong Sistem Konvensional dari kriteria desain, kinerja, kualitas air effluen filtrasi, dan menyusun tahapan peningkatan kapasitas unit supaya dapat mengolah debit rencana uprating 1000 L/detik. Hasil evaluasi menunjukkan dimensi filter dan laju filtrasi memenuhi kriteria desain. Hasil perhitungan ukuran efektif media antrasit tidak memenuhi kriteria desain sehingga dilakukan perbaikan. Durasi filter run rata – rata sebesar 23,49 jam yang tidak memenuhi kriteria desain. Laju backwashing memenuhi kriteria desain. Kualitas air baku tidak memenuhi standar baku mutu. Kualitas air influen dan air effluen filter telah memenuhi standar baku mutu dengan parameter kekeruhan, warna, besi, dan mangan. Efisiensi penghilangan parameter unit filtrasi eksisting mempunyai persentase yang besar. Tahapan yang dilakukan untuk uprating unit filtrasi yaitu kedalaman media, penambahan sistem air scouring, penambahan sistem underdrain, dan penggunaan sistem declining-rate filter. Modifikasi media filter dilakukan berdasarkan perhitungan teoritis dengan kedalaman media pasir silika sebesar 50,8 cm dan media antrasit sebesar 25,4 cm. Terdapat modifikasi lapisan gravel menjadi 6 lapisan untuk menopang lapisan media filter.

The increasing demand for drinking water in Depok City is increasing with population grows every year. To fulfill the needs of drinking water, water treatment plant is required. Refers to Regional Spatial Plan (RTRW) of Depok City for development Water Treatment Plant (WTP), one of the program is to increase the capacity of Legong WTP from 320 L/s to 1000 L/s. The research was conducted by evaluating filtration unit at IPA Legong Conventional System in terms of design criteria, performance, effluent quality, and arranging the stages to increasing capacity filtration unit in order to process discharge from 320 L/s to 1000 L/s. Based on the evaluation results, it was found effective size of the anthracite media does not meet the design criteria so that improvements are needed. The filter run duration was found to be an average of 23,49 hours which does not meet the design criteria when doing research. Backwashing rate still meet the design criteria. Raw water quality does not meet quality standard. The quality of influent water and filtered effluent water has meet quality standards with parameter of turbidity, color, iron, and manganese. The efficiency of removing parameters from the existing filtration unit with result was large. To uprating filtration unit, steps are taken by adjusting the evaluation results from the existing filter unit. The steps taken to uprating filter unit are media depth, adding an air scouring system, adding an underdrain system, and using a declining rate filter system. Modification of filter media is based on theoretical calculations with a thickness of silica sand layer 50,8 cm and anthracite layer with a thickness 25,4 cm. Modification of the gravel layer into 6 layers to support filter media."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hasanah Rochmatia
"Instalasi pengolahan air minum (IPAM) Citayam dalam proses pengolahannya akan menghasilkan residu berupa lumpur (sludge). Menurut beberapa peraturan disebutkan bahwa penyelenggaraan SPAM (Sistem Pengolahan Air Minum) melaksanakan penyelenggaraan sanitasi seperti pengolahan limbah untuk mencegah pencemaran Air Baku dan menjamin keberlanjutan fungsi penyediaan Air Minum. IPAM Citayam yang belum melakukan pengolahan limbah dari proses pengolahan air minum, melainkan hanya melakukan pembuangan secara langsung ke sungai Ciliwung. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa karakteristik lumpur serta merencanakan instalasi pengolahan lumpur.
Dari hasil analisa karakteristik lumpur, maka akan direncanakan beberapa alternatif sistem pengolahan lumpur yang kemudian akan dipilih dengan analisa SWOT, metode Expert Judgment, dan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Dengan debit instalasi sebesar 120 L/detik, IPAM Citayam menghasilkan jumlah timbulan massa lumpur sebesar 1353,81 kg/hari dan timbulan volume lumpur sebesar 283,15 m3/hari.
Berdasarkan karakteristik lumpur serta hasil pemilihan alternatif maka dipilih sistem pengolahan lumput yang terdiri dari 1 bak ekualisasi, 1 unit gravity thickener, 1 unit chemical conditioner, dan 1 unit belt filter press. Hasil pengolahan berupa dry cake lumpur akan dibuang ke landfill dan supernatan akan di resirkulasi menuju unit pengolahan air minum yaitu unit koagulasi.

Water treatment plant (WTP) Citayam produced sludge in a large quantity. According to several regulations, it is stipulated that the implementation of SPAM carries out sanitation operations such as waste management to prevent raw water pollution and ensure the sustainability of drinking water supply functions. The sludge generated from WTP Citayam is directly discharge into stream Ciliwung. The aim of this study is to analyze the characteristics of sludge and to plan for sludge treatment plant.
From the results of the analysis of sludge characteristics, several alternative sludge treatment systems will be planned which will then be selected by SWOT analysis, Expert Judgment method, and AHP (Analytical Hierarchy Process) method. With an installation discharge of 120 L/sec, WTP Citayam produced sludge is 1353.81 kg/day and 283.15 m3/day.
Based on three method, will be selected sludge treatment plant which has 1 equalization basins, 1 gravity thickener, 1 chemical conditioner, and 1 belt filter press. The processing results in the form of dry cake sludge will be discharged into landfills and the supernatant will be recirculated to the drinking water treatment unit, it is the coagulation unit.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gian Ratulangi Bhumindra
"Limbah padat lumpur IPA Pejompongan I dan II dari proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi sampai saat ini dibuang ke sungai Krukut dan memiliki potensi untuk mencemarkan sungai tersebut. Studi pemanfaatan kembali lumpur IPA Pejompongan I dan II sebagai koagulan dilakukan untuk mengurangi residu yang dibuang ke sungai. Dalam penelitian penggunaan kembali lumpur sebagai koagulan yang dilakukan adalah menentukan kondisi terbaik yang dibutuhkan agar lumpur dapat digunakan sebagai koagulan. Metode jartest digunakan untuk mengaetahui kondisi optimum dan efisiensi pemakaian kembali lumpur. Kandungan aluminium merupakan senyawa yang sangat vital dan pemulihan aluminium dilakukan dengan pengeringan dan kalsinasi sampel lumpur terlebih dahulu.
Kondisi optimum untuk sampel lumpur IPA Pejompongan I dan II dengan dosis sebesar 9,01 dan 7,5 mg dengan kecepatan pengadukan cepat 140 dan 100 rpm selama 1 menit, lalu kecepatan pengadukan lambat sebesar 20 rpm selama 15 menit dan sedimentasi selama 60 menit. Efektivitas pemakaian lumpur sebagai koagulan untuk sampel I adalah sebesar 97,73 % dan sampel II sebesar 98,19 %. Hasil pemakaian dapat mencapai baku mutu kekeruhan yang telah ditetapkan pada Permenkes No. 492/menkes/per/iv/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yaitu 5 NTU sedangkan kekeruhan yang diperoleh adalah sebesar 4 NTU untuk kedua sampel. Hal ini membuktikan bahwa pemakaian kembali lumpur IPA Pejompongan I dan II sebagai koagulan dapat dilakukan.

Sludge residu from coagulaton-flocculation-sedimentation process of Pejompongan I and II water treatment plant, have been disposed at Krukut river until the present day and the residue may be a threat of pollution to the river. Studies of reusing the sludge residu of Pejompongan I and II water treatment plant as a coagulant may decrease the amount of residu which are disposed at the river. In the study of reusing sludge as a coagulant, the search of the optimum conditions of the sludge is needed to be done by using jar test methode. Aluminium recovery is the vital core of this study, where to recover the remaining aluminium in the sludge residu, dewatering and calcination treatment has to be implemented to the sample.
The optimum condition for the sludge sample from Pejompongan I and II is 9,01 and 7,5 mg dosage of the sample with a fast mixing rate of 140 and 100 rpm for 1 minute and slow mixing rate of 20 rpm for 15 minutes then 60 minutes of sedimentation for settling. Effectivity of sludge reuse as a coagulant for sample I (Pejompongan I) is 97,73 % and sample II (Pejompongan II) IS 97,73 %. The result of the usage of the sample has reached the standard of turbidity which is stated by Permenkes No. 492/menkes/per/iv/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum with the standard of 5 NTU, where as turbidity obtained is equal to 4 NTU for both samples. The reuse of sludge residu from Pejompongan I and II water treatment plant as a coagulant has been proven successful.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65026
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>