Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153730 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadiya Nurul Huda
"Pekerja pengrajin batu bata berisiko terhadap dampak kesehatan akibat pajanan Particulate Matter PM2,5 yang dihasilkan dari proses pembakarandan proses pencetakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi risiko pajanan PM2,5 di udara ambien pada pekerja batu bata di Kecamatan Taktakan Serang Banten. Penelitin ini menggunakan data primer dengan subyek penelitian sebanyak 73 pekerja dan sampel lingkungan dari 9 titik menggunakan alat Haz-dust EPAM 5000. Data disajikan secara univariat dan risiko kesehatan dihitung dengan metode analisis risiko kesehatan lingkungan yang menghasilkan nilai intake pajanan yang diterima individu perhari, berdarkan konsentrasi PM2,5, pola pajanan, dan karakteristik antropometri berupa berat badan. Responden pada penelitian ini memiliki nilia median berat badan 56,85 Kg, dan nilai median laju inhlasi sebesar 0,6 mg/m3 lebih rendah dari nilai default EPA untuk berat badan 70 kg dan laju inhalasi 0,83 mg/m3. Nilai median waktu pajanan untuk proses pencetakan 8 jam/hari dan 18jam/hari untuk proses pembakaran. Pekerja mulai berisiko RQ ge;1 pada proses pencetakan setelah durasi pajananan 25 tahun dengan konsentrasi rata-rata sebesar 58,7 g/m3 sedangkan untuk proses pembakaran pekerja mulai ditemukan berisiko RQ ge;1 setelah durasi 20 tahun dengan konsentrasi rata-rata 418,5 g/m3. Berdasarkan temuan tersebut maka manajemen risiko yang dapat dilakukan adalah mengurangi waktu pajanan pencetakan menjadi 7,2 jam/hari dan waktu pembakaran menjadi 13 jam/hari.

Clay brick industry worker are at risk for the health effect to exposure PM2,5, resulting from combustion and forming process. This study aimed to estimate the risk of PM2,5 exposure in ambient air to clay brick industry worker in Kecamatan Taktakan Serang Banten. This study used primary data of 73 worker and environment sampel was measured from 9 site with Haz dust EPAM 5000. Univariate data were present and health risk was calculated using environmental health risk assessment method that generates value of individual exposure intake per day. Exposure intake was calculated based on PM2,5 concentration, individual exposure patterns, and anthropometric value for body weight. Responden in this study have 56,85 kg median of body weight, and 0,6 m3 median of inhalation rate. These are lower than EPA default value for 70 kg of body weight and 0,83 mg m3 inhalation rate. Exposure time for forming process in median is 8 hours day and 18 hours day for combustion process. Health risk appear RQ ge 1 in forming process after 25 years exposure time with mean concentration 58,7 g m3 and in combustion health risk appear RQ ge 1 after 20 years exposure time with mean concentration 418,5 g m3. Risk management needed base on this finding is by limited worker exposure time in forming process to 7,2 hour day and 13 hour day in combustion process.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katania Rosela Putri
"Dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari industri beton adalah pajanan debu partikulat terhadap pekerja yaitu Particulate Matter 2,5 mikron PM2,5 karena dapat terhirup ke dalam paru hingga masuk ke dalam peredaran darah. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis risiko kesehatan pekerja di Concrete Batching Plant PT. X akibat pajanan inhalasi debu partikulat PM2,5. Risiko dihitung menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ARKL untuk mengetahui nilai Risk Quotient RQ. Nilai RQ diperoleh dengan membagi Asupan pajanan perberat badan perhari dengan nilai reference Concentration RfC. Jika nilai RQ>1 maka perlu dilakukan manajemen risiko. Penelitian ini menghitung risiko pajanan PM2,5 pada 59 pekerja di Batching Plant PT. X. Sampling dilakukan di 4 titik selama 1 jam menggunakan HVAS, masing-masing titik dilakukan 2 kali sampling yaitu pada siang hari dan malam hari dengan konsentrasi rata-rata 120 Konsentrasi tersebut setelah dikonversi berada diatas baku mutu. Perhitungan risiko dengan durasi real time secara rerata tidak berisiko namun berisiko bagi 5 orang pekerja. Perusahaan akan terus berjalan, maka perlu dilakukan penilaian risiko pada durasi life time 25 tahun dengan hasil rerata berisiko paling tidak selama 9 tahun kedepan. Maka, perlu dilakukan manajemen risiko untuk 25 tahun kedepan dengan cara menurunkan konsentrasi PM2,5 menjadi jika kondisi masih sama yaitu pekerja dengan rata-rata berat badan 66,85kg bekerja 12 jam perhari dalam 317 hari pertahun.

The negative impact that can be generated from the Concrete industry is particulate dust exposure to workers which is Particulate Matter 2.5 micron PM2,5 because it can be inhaled into the lungs and enter the blood circulation. This research has purpose to analyze worker health risk in Concrete Batching Plant PT. X due to inhalation exposure of particulate dust of PM2.5. The risk is calculated using the Environmental Health Risk Analysis method ARKL to determine the value of Risk Quotient RQ. The RQ value is obtained by dividing body exposure intake by reference concentration RfC. If the value of RQ 1 then it is necessary to do risk management. This study calculated the risk of PM2,5 exposure on 59 workers in Batching Plant PT. X. Sampling is done at 4 points for 1 hour using HVAS, each point is done 2 times that is during day and night with concentration average 120 mg m3. The concentration after converting is above the quality standard. The average calculation of risk with real time duration is not risky but only risky for 5 workers. The company will continue to run so it is necessary to do risk assessment on life time duration 25 years with the average yield at least for the next 9 years. Thus, risk management is required for the next 25 years by reducing the concentration of PM2,5 to 0.039mg m3 if the condition is still the same for workers with average weight are 66,85kg, working 12 hours per day in 317 days per year.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Laela Sumbara
"ABSTRAK
Pekerja peleburan logam berisiko terhadap dampak kesehatan akibat pajanan particulate matter (PM2,5). Tujuan dari penelitian ini untuk mengestimasi risiko akibat pajanan dari PM2,5 pada udara ambien di lingkungan kerja Kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK) Desa Kebasen Kecamatan Talang Kabupaten Tegal. Penelitian ini menggunakan data primer dengan responden sebanyak 42 pekerja dan 5 titik sampel udara menggunakan alat DustTrak II TSI. Metode yang digunakan adalah analisis risiko kesehatan lingkungan yang menghasilkan nilai intake perhari dan risk quotient (RQ) berdasarkan konsentrasi PM2,5, pola pajanan, dan berat badan. Responden pada penelitian ini memiliki nilai rata-rata berat badan sebesar 56,926 kg dan rata rata laju inhalasi 0,6017 mg/m3. Nilai median untuk waktu pajanan 8 jam/hari, median frekuensi pajanan 273,5 hari/tahun, dan median durasi pajanan real time 8,5 tahun. Beberapa pekerja mulai berisiko (RQ>1) di saat durasi pajanan real time dengan konsentrasi minimal sebesar 254 µg/m3. Manajemen risiko dilakukan dengan mengurangi waktu dan frekuensi pajanan.

ABSTRACT
Metal smelting workers are at risk of health effects due to their exposure to particulate matter (PM2,5). The purpose of this study is to estimate the risk due exposure of PM2,5 in ambient air in the work environment of the Small Industrial Village (PIK) of Kebasen Village, Talang District, Tegal Regency. This study used primary data with 42 respondents and 5 air sample points by using the Dusttrak II TSI tool. The method used is an environmental health risk analysis that produces daily intake and risk quotient (RQ) values based on PM2,5 concentration, exposure patterns, and body weight. Respondents in this study had an average weight value of 56,926 kg and had an average inhalation rate of 0,6017 mg/m3. The median value for exposure time is 8 hours/day, the median frequency of exposure is 273,5 days/year, and the median duration of real-time exposure is 8,5 years. Some workers begin to be at risk (RQ>1) at the time of real time exposure with a minimum concentration of 254 µg/m3.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Amiati
"Particulate Matter2.5 merupakan polutan yang menjadi perhatian karena sifatnya yang unik. Dengan ukuran kurang dari 25 mikron, polutan ini dapat masuk hingga alveoli. Terdiri dari berbagai bahan dan mampu ditempeli oleh polutan kimia toksik, toksisitas PM2.5 belum dapat ditentukan secara pasti, sumber PM2.5 yang penting yaitu jalan raya. Sekolah yang dekat dengan jalan raya dapat menjadi tempat terpajannya siswa dengan PM2.5. Siswa merupakan kelompok rentan yang menghirup lebih banyak konsentrasi polutan dibandingkan dengan orang dewasa, diperlukan suatu analisis risiko kesehatan pajanan PM2.5 pada siswa sekolah. Asupan harian PM2.5 siswa berada pada rentang 7.30×10-5-14.4×10-4 mg/kg/hari, perhitungan risiko non karsinogenik bernilai dari 0.02-0.36 rentang ini berada dibawah nilai 1 sehingga dapat dikatakan aman

Particulate Matter2.5 is becoming international concern due to its unique nature. With a size less than 25 microns, these pollutants can penetrate deep to the alveoli. Consisting of a variety of materials and capable of plastering by toxic chemical pollutants, the toxicity of PM2.5 can not yet be determined with certainty. One of the important sources of PM2.5 is the road traffic. Populations close to the source of exposure will have potential hazards, one place with a densely populated such as school. Schools close to the highway may be the site of exposure to students with PM2.5. Students are a vulnerable group that inhale more concentrations of pollutants than adults, a risk analysis of PM2 exposure to school students is required. The daily intake of PM2.5 students is in the range of 7.30 × 10-5-14.4 × 10-4 mg / kg / day, the calculation of non carcinogenic risk is 0.02-0.36, this range is below the value of 1 so it can be that the hazards are not considered a threat to public health."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Purnamasari
"Penggunaan lem dalam produksi sepatu yang mengandung bahan berbahaya (benzena) dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi pekerja bengkel sepatu. Sebagai senyawa yang volatil, benzena merupakan agen karsinogenik untuk manusia (Golongan 1). Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi tingkat risiko kesehatan akibat pajanan benzena pekerja bengkel sepatu di Desa Sukajaya yang dilakukan pada bulan April-Mei tahun 2018 dengan data sekunder dan menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Penelitian ini dilakukan di 10 bengkel dengan 13 titik pengambilan sampel udara dan 80 responden pekerja yang pilih melalui stratified random sampling. Hasil penelitian ini menujukkan Rata-rata tingkat risiko non karsinogenik pada pekerja bengkel sepatu dalam penelitian ini adalah 0,35 untuk pajanan real time dan 1,17 untuk pajanan life span. Selanjutnnya untuk rata-rata tingkat risiko karsinogenik sebesar 8,2521E-06 untuk ECR minimal dan 2,92476E-05 untuk ECR maksimal. Dengan persentase sebagai berikut, RQ real time >1 (11,3%), RQ life span >1 (36,3%), ECR min > 10-4 (0%) dan ECR max > 10-4 (8,8%). Risiko Kesehatan yang ditimbulkan dalam penelitian ini masih rendah dan masih masuk ke dalam kategori aman atau dapat diterima (acceptable).

Adhesive glue containing hazardous compound (benzene) utilization in shoes production can cause health risk to shoe footware workers. As a volatile compound, benzene is classified as carcinogenic agent to humans (Group 1). The objective of this study was to estimate the health risks of benzene exposure among shoe workers in Sukajaya Village conducted in April-May 2018 with secondary data and using the Environmental Health Risk Analysis (EHRA) . The study was conducted in 10 workshops with 13 air sampling points and 80 respondents selected by stratified random sampling. The results of this study showed that the average non-carcinogenic risk level in shoe workers was 0.35 for real time exposure and 1.17 for life span exposure. Furthermore, the average carcinogenic risk level is 8.2521E-06 for ECR minimum and 2,92476E-05 for ECR maximum. Percentages of Health Risk Levels are RQ real time> 1 (11.3%), RQ life span> 1 (36.3%), ECR min> 10-4 (0%), and ECR max> 10-4 (8.8%). Health risks exposure in this study results are still in low level and considered as safe or acceptable."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Mairani
"Polusi udara dikaitkan dengan jutaan kematian prematur di seluruh dunia dan 20 di antaranya bersifatpernafasan berasal dari polusi udara outdoor dan indoor dalam bentuk partikel serta gas. Pajanan PM2,5 danformaldehid yang berasal dari dalam ruang memiliki efek kesehatan sejak dini pada anak-anak, karenaanak-anak merupakan kelompok rentan dan selama anak dalam proses pengembangan paru-paru dapatmenyebabkan dampak jangka panjang pada fungsi paru. Penelitian ini bertujuan mengindentifikasihubungan pajanan Particulate Matter 2,5 PM2,5 dan formaldehid terhadap gangguan fungsi paru padasiswa Sekolah Menegah Pertama Kota Depok. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional yangdilaksanakan pada Maret-Mei 2018. Jumlah sampel sebanyak 160 siswa dengan metode simpel randomsampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa berumur 13-15 tahun berisiko mengalami gangguanfungsi paru 2,9 kali dengan IMT tidak normal dan mayoritas perokok pasif serta dengan aktifitas fisik yangkurang atau jarang dilakukan siswa. Pajanan PM2,5 >NAB 35 ? g/m3berisiko 7.2 kali mengalami gangguanfungsi paru pada siswa di sekolah yang berada dekat jalan raya dan konsentrasi formaldehid tinggi berisiko1,6 kali mengalami gangguan fungsi paru pada siswa di sekolah dekat jalan raya dengan kondisi ventilasiyang tidak memenuhi syarat, suhu dan kelembaban tidak normal di sekolah. Perlu dilakukan pengendalianrisiko pencemaran udara dilingkungan sekolah dengan menjauhi atau membatasi diri dari sumber polusiudara.Kata kunci: PM2,5, Formaldehid, Gangguan fungsi paru.

Air pollution is associated with millions of premature deaths worldwide and 20 of them are respiratoryfrom outdoor and indoor air pollution in the form of particles and gases. Exposure to PM2.5 andformaldehyde derived from space has an early health effect on children, as children are a vulnerable groupand during childhood in the lung development process can cause long term effects on lung function. Thisstudy aims to identify the exposure relationship of Particulate Matter 2.5 PM2,5 and formaldehyde to lungfunction impairment in Depok State Junior High School students. This study uses a cross sectional studyconducted in March May 2018. The number of samples as many as 160 students with a simple randomsampling method. The results showed that students aged 13 15 years are at risk of impaired lung function2.9 times with abnormal BMI and the majority of passive smokers and with less physical activity or rarelydo students. Exposure of PM2.5 NAB 35 g m3 at risk 7.2 times impaired lung function in students atschools located near the highway and high formaldehyde concentrations at risk of 1.6 times impaired lungfunction in students at schools near highway with no ventilation conditions Eligible, temperature andhumidity are not normal at school. It is necessary to control the risks of air pollution within the schoolenvironment by avoiding or restricting themselves from sources of air pollution.Key words Particulate Matter2,5, Formaldehyde, Lung Function.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haerul
"Menilai risiko pajanan partikulat PM2.5 dilakukan pada pekerja di industri pengolahan batu kapur di Kecamatan Ciampea, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan besar risiko pajanan yang diterima oleh pekerja. Konsentrasi PM2.5 diukur secara langsung pada 12 titik tungku pembakaran di area pembakran dan data pola aktifitas pekerja dikumpulkan dengan kuesioner pada 50 pekerja. Konsentrasi PM2.5 tertinggi tercatat sebesar 1,141 mg/m3 dan terendah 0,065 mg/m3 dari 12 titik lokasi pembakaran. Perhitungan risiko memperlihatkan adanya kelompok berisiko pada kelompok pekerja di area tungku 1-7 (RQ > 1) sedangkan kelompok tidak berisiko lebih dominan pada area tungku 8-12 (RQ < 1). Meskipun konsentrasi PM2.5 masih dibawah nilai NAB Permenakertrans, lamanya aktifitas kerja meningkatkan risiko pada pekerja. Adanya perbedaan risiko disebabkan karena adanya perbedaan jenis bahan bakar yang digunakan pada setiap tungku. Minimalisasi risiko dilakukan dengan mengurangi waktu kontak dengan pemajan bisa dilakukan dengan menggunakan pengendalian administratif dengan cara mengatur lama pekerja per hari (tE) dan per minggu (fE).

Risk analysis of exposure to particulate matter PM2.5 was conducted on a group of workers at a limestone processing industry in the Ciampea District, West Java. This research was aimed to estimate the risk of PM2.5 exposure received by workers. PM2.5 was measured directly on 12 furnace burning point. Meanwhile workers activity pattern was collected using questionnaire to 50 workers. Highest concentration of PM2.5 was recorded at 1,141 mg/m3 and 0,065 lowest among 12 monitoring points. Risk calculation showed that there was risk group in furnace burning point 1-7 (RQ > 1), while the no-risk group was more dominant in the furnace burning point 8-12 (RQ <1). Although recorded PM2.5 concentration was lower than Permenakertrans threshold limit value, duration of working will increase the risk to workers health. Difference of risk value between each furnace area is caused kind of fuel used and type of fuel. Minimization of risk can be conducted by decreasing time of contact, administrative control by setting time of working per day or per week.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Giyanto
"Istilah desa sudah dikenal jauh sebelum penjajahan Belanda dimulai, dan sebagaimana dikemukakan oleh bahwa: Tidak dapat diketahui dengan pasti kapan permulaan adanya ?Desa? (Suryaningrat,1992), Sedangkan yang dimaksud Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa (Widjaja, 2008). Desa merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri serta relatif mandiri (Widjaja, 2008). Sebutan Desa sangat beragam di Indonesia, pada awalnya merupakan organisasi komunitas lokal yang batas-batas wilayahnya, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adat-istiadat untuk mengelola dirinya sendiri atau self-gouverning community ( Eko, 2008).
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sejak jaman penjajahan hingga sekarang, keberadaan Desa diakui dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan masyarakat desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan sebagaiaman diatur dalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan usul dan prakarsa Pemerintah desa bersama Badan Permusyawaratan Desa.
Pada tahun 2005 sebagian desa di Kabupaten Tangerang diubah statusnya menjadi Kelurahan. Hal yang sama juga di Kota Serang pada tahun 2011 sebagian desa diubah menjadi Kelurahan. Desa dengan Kelurahan adalah berbeda, Desa adalah otonom yang diberi kewenangan untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri, sedangkan kelurahan adalah SKPD Kabupaten/Kota. Dalam perubahan tersebut terjadi pro dan kontra, serta tidak sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat. Sehubungan dengan perubahan status tersebut dilakukan penelitian terhadap perubahan desa menjadi kelurahan suatu kajian kelembagaan.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kelembagan adalah organisasi, karena istilah kelembagaan dan organisasi penggunaannya dapat dipertukarkan (Uphoff, 1986). Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah perubahan struktur, teknologi, produk, orang budaya organisasi dan budaya masyarakat. Penelitian ini merupakan studi kasus, pendekatan yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan paradigm penelitian post positivisme, Sebagai unit analisis adalah 5 (lima) kelurahan di Kecamatan Kelapa Dua Kab. Tangerang, dan 3 (tiga) kelurahan di Kecamatan Taktakan Kota Serang.
Dalam penelitian ini menghasilkan 4 (empat) temuan pokok sesuai tujuan penelitian. Pertama, proses perubahan desa menjadi kelurahan tidak didasarkan aspirasi masyarakat, melainkan lebih banyak kepentingan politis baik di Tangerang maupun Serang; kedua di Tangerang pelayanan kepada masyarakat diluar jam kerja tidak maksimal, karena hilangnya unsur wilayah dalam struktur organisasi kelurahan, sedangkan di Serang pelayanan kepada masyarakat menjadi maksimal; ketiga, baik di Tangerang maupun Serang, status perangkat desa yang menjadi perangkat kelurahan sampai saat ini belum jelas; keempat, di Tangerang dengan desa berubah menjadi kelurahan, maka terjadi perubahan nilai-nilai di masyarakat, sedangkan di Serang tidak terjadi.
Dalam perubahan desa mejadi kelurahan di masa yang akan datang maka di rekomendasikan, pertama perlu dilakukan sosialisasi terlebih dahulu, agar tidak terjadi pro dan kotra di masyarakat; kedua, perlu dipersiapkan desain organisasi kelurahan yang berasal dari desa; ketiga, perlu kejelasan status SDM dalam perubahan desa menjadi kelurahan; keempat, agar nilai-nilai budaya masyarakat desa tidak hilang maka perlu diakomodir pada kelurahan yang berasal dari desa.

Desa (village) is a term that has been used for a long time ago prior to the Dutch colonization as stated by Suryadiningrat (1992) that it is unknown when exactly it was first introduced. Desa (village) is a unit of law abiding society that has an original structure based on the privilege rights of origin (Widjaja, 2008). Desa is an autonomous institution with their own traditions, customs and laws, which is relatively independent (Widjaja, 2008). Desa is very diversified in Indonesia. In the beginning it was a local community organization whose territorial boundaries were dwelled by a number of people that had customs to self- govern or self-governing community (Eko, 2008).
In the history of Indonesian nation the existence of desa has been acknowledged in various rules of laws ever since the colonization era until today. Along with the progress of the time and the demands, the status of desa community can be transformed into a village administrative unit (kelurahan) as stipulated in the rules of laws based on the proposal and ideas of the village governance along with Village Consultative Board (Badan Permusyaratan Desa).
In year 2005 the status of the majority of villages in Tangerang regency were transformed into village administrative unit. In year 2011 the same went for that of Serang city. Desa and village administrative unit are different. The former is an autonomy that is authorized to self-govern their affairs whereas the latter is Regency/City Apparatus Work Unit (SKPD). Such changes raised the case of for and against, and in fact, they are far from their expectations. In relation to that, the research of institutional studies was conducted concerning the changes from desa to village administrative unit.
In this research what is meant by institution is organization because both terms can be used interchangeably (Uphoff, 1986). The scope of the research is the changes in structure, technology, products, people, organization and society cultures. This research is a case study adopting qualitative approach with post positivism research paradigm. As the units of analysis, there are 5 (five) village administrative units in KelapaDua district of Tangerang regency, and 3 (three) village administrative units in Taktakan district of Serang city.
The research found 4 (four) main findings in line with the purposes of the research. Firstly, the changes from desa to village administrative unit did not come from the society's aspirations, in fact it was dominantly based on political interests both in Tangerang and in Serang.; secondly, in Tangerang the public services outside working hours were not optimum due to the loss of territorial element within the village administrative unit organization, but in Serang the services were optimum; thirdly, either in Tangerang or in Serang, the status of the village apparatus that had been shifted to village administrative unit apparatus was not yet clear ; fourthly, in Tangerang changing values within the society occurred, but not in Serang.
In conclusion, for future changes it is, therefore, necessary to give the following recommendations: first, it is necessary to conduct socialization first prior to the changes to avoid the case for and against within the society; second, it is also necessary to prepare organizational design of a village administrative unit that is originallya desa; third, for such changes it is also necessary to have a clear status of the human resources; fourth, in order to avoid the loss of the village communal valuesit is, therefore, necessary to accommodate them in the village administrative unit originated from a desa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D1419
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marisa Harfiani
"PM2,5 merupakan indikator penting untuk mengetahui risiko kesehatan akibat partikulat. Pajanan PM2,5 di udara dalam ruang telah banyak dikaitkan dengan kejadian gangguan fungsi paru Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang lingkungan kerja dengan gangguan fungsi paru pada pekerja pabrik katup baja X Kabupaten Serang Tahun 2016.
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional untuk melihat berapa tinggi atau berapa banyak exposure dan juga outcome serta melihat hubungan antara besarnya exposure dan juga outcome. Penelitian ini dilakukan pada bulan mei sampai dengan juni 2016. Total sampel udara pada penelitian ini adalah sebanyak 7 titik yang mewakili keseluruhan area kerja dan total sampel pekerja pada penelitian ini adalah 60 pekerja. Konsentrasi PM2,5 diukur menggunakan alat Haz-Dust EPAM-5000 menggunakan bantuan operator balai HIPERKES Jakarta.
Pengukuran fungsi paru pekerja dilakukan menggunakan spirometri chest-graph HI-101. Analisis data dilukan dengan menggunakan uji kai kuadrat untuk melihat hubungan konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang lingkungan kerja dengan gangguan fungsi paru pada pekerja. Prevalensi gangguan fungsi paru pada pekerja pabrik katup baja X adalah sebesar 53.3%.
Hasil analisis menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM2,5 di udara dalam ruang lingkungan kerja dengan gangguan fungsi paru pada pekerja (OR = 2,8; p-value = 0.121).

PM2,5 is an important indicator to analyze the health risk related to particulate exposure. Many research has been done to know the association between PM2,5 indoor exposure and the decrease of lung function especially in working area.
This research is aim to know the association between PM2,5 in indoor working area concentration and the impairment of lung function of valve manufacturing workers in Serang, Banten Province, Year 2016. This research is using cross sectional study to see how high the exposure and the outcome and to know the association between the exposure and the outcome. This research starts from May to June 2016. The PM2,5 concentration was taken from total 7 working area in X valve manufacturing with the total 60 workers to examine the lung function.
PM2,5 concentration measures using Haz-Dust EPAM 5000 and the workers lung function is examine using Spirometry type chest-graph HI-101. The data was analyzing using chi-square to know the association between PM2,5 concentration and the worker's lung function impairment. The lung function impairment prevalence of workers in steel valve manufacturing is 53.3%.
The analysis results shows there is no significance association between PM2,5 concentration in indoor working area and the lung function impairment of workers of steel valve manufacturing (OR = 2,8; pvalue = 0.121).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ony Rosalia
"Peningkatan kendaraan transportasi menyebabkan pencemaran udara. PM2,5 polutan utama memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan. Kondisi cekungan Bandung menyebabkan polutan terperangkap karena penyebaran polutan terhambat. Penelitian bertujuan menganalisis risiko kesehatan pada remaja siswa SMPN 16 Bandung akibat pajanan inhalasi PM2,5 di lingkungan sekolah. Desain studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ARKL . Pengukuran konsentrasi PM2,5 dilakukan pada 10 titik menggunakan Haz Dust EPAM 5000. Sampel siswa kelas VIII sebanyak 66 siswa yang dipilih secara acak. Rata-rata konsentrasi PM2,5 sebesar 29,34 g/m3 , masih di bawah nilai baku mutu menurut PP Nomor 41 Tahun 1999 65 g/Nm3. Adanya peningkatan Intake realtime, 3 tahun dan 12 tahun secara berturut-turut 7.53x10-5, 1.25x10-4, 5.02x10-4 mg/kg/hari. Intake PM2,5 tinggi pada siswa dengan berat badan rendah dibandingkan dengan siswa dengan berat badan yang besar. Estimasi risiko kesehatan dinyatakan sebagai risk quotient RQ yang dihitung dari rata-rata intake pajanan PM2,5 terhadap siswa dan dosis referensi RfC , RQ>1 menunjukkan risiko perlu dikendalikan. Hasil analisis dengan durasi pajanan realtime, 3 tahun, dan 12 tahun menunjukkan batas aman terhadap pajanan PM2,5 RQ < 1 . Secara keseluruhan siswa kelas VIII tidak berisiko terhadap pajanan inhlasi PM2,5 di Lingkungan sekolah.

Increase in transport vehicles causes air pollution. Major pollutant of PM2.5 provides an enormous impact on health. Basin condition in Bandung causes the pollutants to be trapped because the pollutant cannot be released. The aim of this research is to analyze the health risks of junior high school students of SMPN 16 Bandung due to PM2.5 inhalation exposure in the school environment by using Environmental Health Risk Assessment method. PM2.5 concentration assessment was conducted at 10 points with a sample of 66 students rsquo grade VIII selected randomly. The average concentration of PM2.5, which was 29.34 g m3 was still below the standard value regulated by Government Regulation No. 41 of 1999 65 g Nm3. The increased in real time intake for 3 years and 12 years respectively were 7.53x10 5, 1.25x10 4, 5.02x10 4 mg kg day. PM2.5 intake was higher in students with light weight than students with heavy weight. Estimated health risks was expressed as risk quotient RQ calculated from the average of PM2.5 exposure intake on students and reference dose RfC , RQ 1 indicated the risk needed to be controlled. The results of the analysis with the duration of real time exposure for 3 years and 12 years showed a safe limit to PM2.5 exposure RQ.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69320
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>