Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210476 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Amirul Subekan
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami aspek ekonomi politik dalam pelaksanaan reforma agraria dan perhutanan sosial di Indonesia secara kualitatif dengan metode deskriptif-analisis, tinjauan literatur dan didukung dengan wawancara intensif. Reforma agraria merupakan agenda penting di masa pemerintahan Joko Widodo karena tercantum dalam Nawacita, untuk mencapai pemerataan ekonomi. Akan tetapi pasang surut dalam proses pelaksanaanya membuat program ini menjadi terhambat terlebih konflik agraria yang seharusnya berkurang dengan adanya reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS ini justru semakin bertambah setiap tahunnya.
Tujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi ini dihambat dai faktor internal para pelaksana reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS. Lemahnya koordinasi dan perbedaan tingkat kepentingan antara tujuan negara dengan para pelaku pelaksanaan reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS membuat program ini berjalan masih jauh dari harapan meskipun sudah menunjukkan progress yang cukup baik. Warisan buruk pemerintahan sebelum-sebelumnya juga berpengaruh dalam pelaksanaan saat ini. Dalam Penelitian, penulis membahas sisi sejarah dan ekonomi politik reforma agraria dan perhutanan sosial RAPS dari pasca kemerdekaan hingga pemerintahan Presiden Joko Widodo 2014-2019.

The purpose of this study is to understand the political economics of Indonesian agrarian reform and social forestry. Analysis was conducted qualitatively with descriptive analytic method, literature review, and supported with intensive interview. Agrarian reform is an important agenda of Joko Widodo rsquo s administration as it is included in Nawacita with the purpose to achieve equality in economic development. However, the ebbs and flows in its implementation process undermine the program. Moreover, the agrarian conflict ndash which is supposed to be decreasing as a result of implementing agrarian and social forestry reform RAPS ndash is increasing annually.
The process in achieving the goal of achieving equality in the economic development has been furthermore undermined by internal factors of those in charge of implementing the agrarian and social forestry reform RAPS. Despite of having showed good progress, weak coordination and different interests between the state and the actors involved in the RAPS continue to be the core problems that undermine the success of the program. Inheritances of bad practices from previous governments also play a role in present day implementation. In this study, the writer analyzes the historical and political economy side of the RAPS from the post independence era to the era of Joko Widodos administration 2014 2019.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Sukma Wardani
"Konflik lahan pertanian merupakan fenomena yang banyak terjadi di kalangan masyarakat Indonesia, berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk dapat mengurangi tingkat konflik lahan pertanian di Indonesia untuk dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak program reforma agraria mandiri terhadap kesejahteraa petani di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method dengan metode kuantitatif menggunakan model Differences in Differences (DiD) dan kualitatif melalui wawancara. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data dari Indeks Family Life Surveys (IFLS) pada tahun 1997, 2000, 2007 dan 2014 dengan menggunakan responden petani baik kepala rumah tangga maupun anggota rumah tangga tani yang berusia lebih dari 15 tahun. Hasil penelitian dengan menggunakan model DiD menyatakan setelah masa terjadinya program reforma agraria mandiri, berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan, pengeluaran perkapita dan kondisi rumah petani. Namun, petani yang memiliki akses lahan setelah masa terjadinya program reforma agraria tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan dan pengeluaran petani, tetapi berpengaruh terhadap peningkatan kondisi rumah petani. Sedangkan, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petani yang melakukan reforma agraria mandiri menyatakan bahwa setelah melakukan reforma agraria mandiri (reclaiming lahan), tingkat kesejahteraan mereka meningkat. Pendapatan, pengeluaran perkapita dan kondisi rumah mereka meningkat dan menjadi lebih baik. Program reforma agraria mandiri dapat meningkatkan kehidupan individu petani dan bermanfaat untuk banyak orang, salahsatunya adalah perbaikan kualitas air bersih dan akses jalan yang lebih baik.

Agricultural land conflict is a common phenomenon among Indonesian society, with various efforts made by the government to reduce the level of agricultural land conflicts in Indonesia in order to improve the welfare of farmers. This study aims to examine the impact of the independent agrarian reform program on the welfare of farmers in Indonesia. The study employs a mixed-method approach, using a quantitative method with the Differences in Differences (DiD) model and a qualitative method through interviews. The secondary data used in this study comes from the Indonesian Family Life Surveys (IFLS) in 1997, 2000, 2007, and 2014, using farmer respondents, both household heads and members of farming households aged over 15 years. The results of the study using the DiD model indicate that after the implementation of the independent agrarian reform program, there was an improvement in income, per capita expenditure, and the housing conditions of farmers. However, farmers who gained land access after the agrarian reform program showed no significant improvement in income and expenditure, but there was an improvement in their housing conditions. In addition, based on interviews with several farmers who implemented the independent agrarian reform (land reclamation), they stated that after participating in the agrarian reform program, their welfare increased. Their income, per capita expenditure, and housing conditions improved and became better. The independent agrarian reform program can improve the lives of individual farmers and benefit many people, including improving the quality of clean water and providing better road access."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Eko Prayitno
"Reforma agraria yang dilaksanakan saat ini, masih difokuskan pada penataan struktur pemilikan dan penguasaan tanah, yang ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang mata pencaharian utamanya bergantung pada tanah, sedangkan perlindungan lingkungan hidup belum secara optimal dijadikan pertimbangan dan/atau tujuan dalam desain program dan kebijakannya. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis bagaimana pelaksanaan reforma agraria di Indonesia dikaitkan dengan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup, kemudian berdasarkan analisis tersebut akan dirumuskan redesain reforma agraria dalam rangka menyeimbangkan kepentingan kesejahteraan dan perlindungan lingkungan hidup. Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual, normatif, historis, dan komparatif untuk menjawab permasalahan yang diajukan. Hasil Penelitian ini menunjukkan, meskipun UUPA sudah mengakomodasi perlindungan lingkungan hidup, tetapi dalam pelaksanaannya masih difokuskan untuk kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan perlindungan lingkungan hidup belum menjadi pertimbangan dan tujuan pelaksanaan reforma agraria. Secara dampak, reforma agraria memiliki dampak positif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, terhadap perlindungan lingkungan hidup, reforma agraria dapat berpotensi merusak ekosistem hutan, jika tidak dilakukan secara cermat dan hati-hati. Hal ini mengingat, saat ini, objek reforma agraria bertumpu pada kawasan hutan, baik yang dilakukan melalui TORA maupun perhutanan sosial, mencapai 16,8 juta hektar atau 77,4% dari total 21,7 juta hektar. Untuk itu, untuk menyeimbangkan kepentingan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup, reforma agraria harus diredesain dengan: (a) mengintegrasikan nilai-nilai dan semangat UUPA dan Pancasila dalam perencanaan kebijakan dan programnya; (b) mengintegrasikan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup sebagaimana mandat TAP MPR IX/2001 dan UUPPLH dalam perencanaan kebijakan dan programnya; (c) memperkuat penataan ruang dalam reforma agraria dengan mengaplikasikan LUCIS; (d) memperkuat kelembagaan reforma agraria yang dipimpin langsung oleh presiden; dan (e) mengintegrasikan pendanaan reforma agraria melalui BPDLH untuk sinergi dalam perlindungan lingkungan hidup, sekaligus menjamin keberlanjutan pendanaannya.

The current agrarian reform is still focused on structuring land ownership, which is aimed to improve the standard of living of people whose main livelihoods depend on land, while environmental protection has not been optimally taken into consideration and/or objective in its design of programs and policies. This study aims to analyze the implementation of agrarian reform in Indonesia, and its impact on community welfare and environmental protection. Based on those analysis, this study will formulate agrarian reform redesign in order to balance the interests of community welfare and environmental protection. This study uses a conceptual, normative, historical, and comparative approach to answer the problems posed. The results of this study indicate that although the UUPA/Agrarian Act has accommodated environmental protection, but in its implementation is still focused on the interests of the economy and community welfare, while environmental protection has not become a consideration and/or objective of the agrarian reform. In terms of impact, agrarian reform has a positive impact in realizing community's welfare. However, with regard to environmental protection, agrarian reform can potentially damage forest ecosystems, if not carried out carefully. This is because, currently, the object of agrarian reform relies on forest areas, both through TORA and social forestry, reaching 16.8 million hectares or 77.4% of the total target of 21.7 million hectares. Therefore, to balance the interests of community welfare and environmental protection, agrarian reform must be redesigned by: (a) integrating the values and spirit of the UUPA and Pancasila in its policy and program; (b) integrating the principles of environmental protection as mandated by TAP MPR IX/2001 and UUPPLH in its policy and program; (c) strengthening spatial planning in agrarian reform by applying LUCIS; (d) strengthening agrarian reform institutions led directly by the president; and (e) integrating agrarian reform’ funding through BPDLH to synergies in environmental protection, as well as ensuring the sustainability of its funding."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Chandra Aprianto
"Studi ini menjelaskan upaya penataan sumber-sumber agraria yang lebih adil, atau dikenal dengan istilah reforma agraria, di wilayah perkebunan Jember, Jawa Timur tahun 1942-74. Perkebunan adalah produk dari sistem kolonialisme yang tidak saja bentuk struktur agrarianya tidak adil tapi juga cenderung eksploitatif. Inilah yang menjadi alasan dilakukan proses perubahan struktur agraria di wilayah perkebunan dari corak kolonial ke nasional. Partisipasi masyarakat perkebunan sangat penting untuk dijadikan patokan dalam penataan tersebut. Sepanjang periode disertasi ini, masyarakat perkebunan bukanlah sebagai suatu objek yang statis dan mekanis. Studi ini memanfaatkan sumber lisan, tulisan serta foto untuk melihat struktur agraria di wilayah perkebunan. Perubahan struktur agraria, dinamika sosial, politik, dan ekonomi serta sejarah perkebunan Jember dari perspektif masyarakat perkebunan menjadi fokus studi ini.

This study explains the attempts of geverning resources fairer--or commonly known as agrarian reform in Jember plantation area, East Java, 1942-1974. Plantation was a product of colonialism system which did not only engender unfair agrarian structures, but also tended to be exploitative. This condition became a reason for conducting process of changing of agrarian structure in plantation area, from colonial to national pattern. During the period of this dissertation, plantation societies were not a static and mechanistic object. This study uses oral, written, and photographs sources for viewing agrarian structure in plantation area. The changes of agrarian structure, the dynamics of social, politic, and economic, and the history of Jember plantation from the perspectives of plantation societies become the focus of this study.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
D1920
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noer Fauzi Rachman
Yogyakarta: INSISTPress, 2017
333.315 98 NOE l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafid Pratama
"Penelitian ini membahas mengenai motif pelaksanaan Reforma Agraria Jepang oleh SCAP yang terjadi pada masa pemerintahan SCAP tahun 1946 – 1950. Pembahasan tersebut meliputi latar belakang sejarah terjadinya pelaksanaan Reforma Agraria Jepang, pelaksanaan Reforma Agraria Jepang, serta dampak dari pelaksanaan reforma agraria terhadap Jepang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan penjelasan disajikan dengan deskriptif. Pengumpulan data bersumber pada buku dan jurnal yang khusus membahas mengenai Reforma Agraria Jepang. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teori pelaksanaan reforma agraria oleh Warriner (1969). Hasil pembahasan dalam penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan Reforma Agraria Jepang berhasil menghapus kekuatan tuan tanah dalam menguasai lahan, meredam konflik antara tuan tanah dengan petani penyewa, usaha dalam menciptakan kesetaraan sosial dan ekonomi bagi masyarakat, dan pelaksanaan reforma yang sesuai dengan UU Reforma Agraria Jepang tahun 1946. Lebih lanjut, Reforma Agraria Jepang pada masa pendudukan SCAP dinilai sebagai salah satu pelaksanaan reforma agraria yang berhasil mengapuskan kekuatan tuan tanah dalam menguasai lahan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah keberhasilan pelaksanaan Reforma Agraria Jepang tahun 1946-1950 merupakan kolaborasi dari keempat motif pelaksanaan reforma agraria dari Warriner (1969).

This research discusses about the motives behind the Japan Agrarian Reform occurred during the SCAP administration in 1946-1950. The discussion covers the historical backgrounds, the implementation, and also the impact from the Japan Agricultural Land Reform. This research uses qualitative research method with the explanation presented descriptively. The data obtained from books and jounals that spesifically discuss Japan’s 1946 Agrarian Reform. The collected data is then analyzed using Warriner’s (1969) theory of agrarian reform implementing motives. The results of this study show that the implementation of Japan’s Agrarian Reform succeeded in eradicating the power of landlords in controlling land, reducing conflicts between landlords and tenant farmers, creating efforts to establish social and economic equality for the society, and implementing reforms in accordance with the Japanese Agrarian Reform Law of 1946. Moreover, Japan’s Agrarian Reform by SCAP is considered as one of the agrarian reform implementations that succeeded in eliminating landlord’s power in controlling land. This study concludes that the success of agrarian reform in Japan during 1946 up to 1950 is a collaboration of Warriner’s (1969) four motives of implementing agrarian reform"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyana
"Sejak Tahun 2015 Pemerintah Indonesia menargetkan kebijakan pemberian akses legal
terhadap pengelolaaan hutan negara seluas 12,7 hektar melalui program perhutanan sosial
(Hutsos) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan mencegah
deforestasi. Tulisan ini menelusuri desa-desa penerima Hutsos dan membandingkannya
dengan desa-desa yang memiliki hutan yang tidak menerima Hutsos di tiga pulau
Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi di Indonesia. Dengan pendekatan mixed method,
penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan apakah dengan memberikan akses legal
kepada masyarakat yang dikelola oleh lembaga ekonomi lokal dalam program perhutanan
sosial dapat meningkatkan pertumbuhan usaha di desa dan menekan laju deforestasi.
Analisis secara empiris mengunakan metode Instrumental variable dan untuk
memperdalam faktor-faktor yang mempengaruhi outcome tersebut dilakukan in-depth
interview dengan stakeholder. Temuan studi ini menunjukkan bahwa keberadaan Hutsos
belum berdampak signifikan kepada pertumbuhan jumlah usaha dan deforestasi.
Penyebab belum berdampaknya program Hutsos terhadap pertumbuhan usaha di desa
karena lahan yang terbatas akibat restriksi peraturan pasca penetapan hutan sosial,
kapasitas wirausaha sumber daya pengelola hutan, belum terintegrasi program hutan
sosial dengan program desa dan rendahnya modal dan pemanfaatan teknologi pengolahan
hasil hutan. Sementara, Hutsos belum berdampak pada deforestasi karena rendahnya
kualitas perencanaan pengelolaan hutan dan intervensi kebijakan terkait penanaman
hutan di lahan kritis yang belum optimal.

Since 2015 the Government of Indonesia has targeted a policy of providing legal access
to the management of state forests covering an area of 12.7 hectares through the social
forestry program (SFP) to improve the welfare of forest communities and prevent
deforestation. This paper traces village SFP beneficiaries and compares them to villages
that have forests that did not receive SFP on the three islands of Sumatra, Kalimantan
and Sulawesi in Indonesia. With a mixed method approach, this study seeks to answer the
question whether providing legal access to communities managed by local economic
institutions in SFP can increase business growth in villages and reduce the rate of
deforestation. The empirical analysis used the Instrumental variable method and in-depth
interviews were conducted to deepen the factors that affect the outcome. The findings of
this study indicate that the existence of SFPs has not had a significant impact on the
growth in the number of businesses and deforestation in both protected and production
forests zone. The reason why the SFP has not yet had an impact on business growth in
villages is due to limited land due to restrictions on post-determination of social forests,
the entrepreneurial capacity of forest managers, not yet integrated SFP with village
programs and low capital and utilization of forest product processing technology.
Meanwhile, SFP has not yet had an impact on deforestation because of the low quality of
forest management planning and policy interventions related to forest planting in critical
land that has not yet optimal.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Utaminingsih
"Tesis ini membahas teori pembangunan Dunia Ketiga yang dikaitkan dengan isu transformasi agraria di Indonesia secara kritis melalui interpretive method dalam penelitian kualitatif. Alur penelitian dalam tesis ini memadukan pemikiran dari Escobar (1985, 1988) dan Fakih (2009) mengenai mekanisme pendistribusian power/knowledge Blok Kapitalis dalam proyek pembangunan secara lokal di Indonesia. Temuan studi menunjukkan bahwa proyek pembangunan Dunia Ketiga merupakan strategi Blok Kapitalis untuk mempertahankan dominasinya dalam rezim internasional. Strategi tersebut mendukung penetrasi model produksi kapitalis, sehingga dapat eksis dan bertahan dalam transformasi agraria di Indonesia. Eksistensi kapitalisme dimanifestasikan dalam rekayasa sosial berupa Revolusi Hijau dan Pasar Tanah yang mengesampingkan visi kesejahteraan yang adil dan beradab karena senantiasa mengutamakan target akumulasi kapital yang hanya berorientasi pada hasil dan pendapatan dalam setiap proyek pembangunan pada era neokolonialisme.

This thesis discusses the Third World Development theory which is critically associated with the agrarian transformation issue in Indonesia through interpretive methods in qualitative research. Escobar (1985, 1988) and Fakih (2009) thinking about the mechanism for distributing the Capitalist?s ?local centers of power knowledge? in Indonesia became the main approach in analyzing. This research found and indicated that the Third World development projects are the Capitalists strategy to stabilizing their hegemonic discourse in international regime. This strategy supports the penetration of capitalist mode of production, so it can exist and persist in the agrarian transformation which becomes one of many social realities of development projects in Indonesia. Capitalism existence embodied in social engineering as in Green Revolution and Land Markets which ruled out the vision of Just and Civilized Humanity is because it consistently prioritizes the capital accumulated target of every development project in neocolonialism era.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43725
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha
"Studi ini mempelajari tentang hubungan kausalitas antara koalisi mayoritas dan batu bara. Guna mendapatkan gambaran secara menyeluruh, kami melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan text mining dan kuantitatif. Dalam hal ini, penggunaan metode text mining diperlukan guna menjelaskan fenomena pada metode kuantitatif. Perlakuan ini kami uji coba pada dua data set, yaitu data set ringkasan rapat DPR RI pada media daring (WikiDPR, Parlementaria Terkini, dan Tempo.co) dan data set ekspor batu bara dan koalisi mayoritas pada tingkatan DPRD RI (Data Bea Cukai Kemenkeu RI, Pemilu 2014-2019, dan BPS). Hipotesis yang kami bangun adalah penurunan volume ekspor batu bara ketika koalisi terbentuk. Studi ini berangkat dengan motivasi tunnelling effect (deduktif – induktif), yaitu pengukuran dampak dari kebijakan yang dihasilkan secara nasional (DPR RI) pada implementasi di tingkat provinsi (DPRD RI). Kami menggunakan metode Text Mining, Sentiment Analysis, dan Discourse Network Analysis untuk pendekatan text mining. Sementara itu, kami menggunakan Regression Discontinuity Design pada pendekatan kuantitatif. Studi ini menemukan adanya hubungan negatif, yaitu koalisi mayoritas tingkat DPRD RI tidak menurunkan volume ekspor batu bara. Temuan ini sejalan dengan hasil yang didapatkan pada pendekatan text mining, yaitu intensi yang dibangun oleh legislator di DPR RI yang mengerucut pada isu-isu perluasan lahan tambang pada tingkat daerah

This study investigates the causal relationship between majority coalition and coal. To obtain a complete picture, we conducted an analysis using both text mining and quantitative approaches. In this stance, the usage of text mining analysis is to explain pattern or phenomenon resulting in quantitative analysis. We use the method onto two datasets: published and open-source meeting summary text data from DPR RI on online media from 2014 to 2020 (WikiDPR, Parlementaria Terkini, and Tempo.co) also the coal export and coalition datasets of the DPRD RI from 2015 to 2021 (Customs Data of the Ministry of Finance of the Republic of Indonesia, General Commission of Election, and Statistics Indonesia). According to our hypothesis, when a coalition is formed, the volume of coal exported decreases. This study begins with the motivation of tunneling effects (deductive – inductive) on economic policy utilization, with the goal of determining the impact of national-level policies (DPR RI) to its provincial implementation (DPRD RI). We employ Text Mining, Sentiment Analysis, and Discourse Network Analysis in our text mining methods. Furthermore, we employ the Regression Discontinuity Design on a quantitative level. According to the findings of this study, the majority coalition in DPRD RI did not reduce the volume of coal exports. This finding is consistent with the findings of the text mining approach, in which we discovered that the type of discussion or conversation built by the legislator in the DPR RI was focused on the expansion of mining/smelter development also augmentation of production-distribution chain in the local area"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Gafuraningtyas
"Dalam upaya mengatasi ketimpangan kepemilikan tanah, dilakukan program reforma agraria yang mencakup penataan aset dan penataan akses. Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas program reforma agraria, diintegrasikan model penataan aset dan penataan akses di lokasi yang sama. Sebagai percontohan, implementasi Kampung Reforma Agraria (KRA) pertama diwujudkan di Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang dengan membagikan tanah kepada 225 subjek. Namun, setelah lima tahun pelaksanaan reforma agraria berjalan, masih ada sejumlah subjek yang belum menempati lokasi KRA. Hal tersebut mengindikasikan adanya keengganan sebagian subjek untuk tinggal di lokasi yang sudah ditetapkan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil dan karakteristik tempat tinggal subjek Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang belum menempati tanah yang sudah diberikan di KRA dan pengaruh kedua hal tersebut terhadap preferensi spasial mereka terkait kebijakan Reforma Agraria. Dengan mewawancarai sejumlah 23 subjek TORA yang belum menempati lokasi TORA dalam kondisi belum melakukan peralihan hak atas tanahnya, diketahui bahwa sebesar 52,5% menyatakan ingin berpindah ke KRA sedangkan 47.5% sisanya tidak ingin menempati tanahnya di KRA. Berdasarkan analisis karakteristik fisik tempat tinggal subjek TORA, jarak fisik dari tempat tinggal subjek saat ini ke KRA dan tingkat kerawanan banjir tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap preferensi mereka. Preferensi spasial subjek untuk memilih antara tempat tinggalnya saat ini atau lokasi barunya di KRA cenderung dipengaruhi oleh karakteristik non fisik tempat tinggalnya dan juga status hukum tanahnya yang dimiliki saat ini. Subjek yang sudah memiliki tanah dan tinggal dengan satu KK dalam satu rumah cenderung memilih menetap di lokasi yang sudah ditempatinya sejak lama karena adanya keterikatan dengan tempat tinggalnya. Sedangkan subjek yang saat ini berstatus menumpang dan yang tinggal dengan lebih dari satu KK dalam satu rumah cenderung memilih untuk menempati tanahnya di KRA karena perasaan tidak nyaman akan keterbatasan kontrol terhadap ruang dalam huniannya.

An agrarian reform program encompassing asset and access arrangement was implemented to address the inequality in land ownership. Furthermore, asset and access arrangements are integrated in the same location to increase the effectiveness of the agrarian reform program. The first Kampung Reforma Agraria (KRA) implemented the pilot project in Mekarsari Village, Panimbang District, Pandeglang Regency, by distributing land to 225 subjects. However, after five years of implementing agrarian reform, some subjects still have not occupied KRA locations. This condition indicates the reluctance of some subjects to live in the designated location. This research aims to analyze the profile and characteristics of the residences of Land Objects of Agrarian Reform (TORA) subjects who have not yet occupied the land granted in the KRA and how these two factors influence their spatial preferences regarding agrarian reform policies. By interviewing 23 TORA subjects who had yet to occupy the TORA location and transfer their land rights, the results show that 52.5% wanted to move to KRA. In contrast, 47.5% did not want to occupy their land in KRA. Based on the analysis of the physical characteristics of TORA subjects' residences, the physical distance from the subjects' current residence to the KRA and the level of flood vulnerability did not exert a significant influence on their preferences. The non-physical characteristics of their residences, as well as the legal status of the land they currently own, appear to influence the spatial preferences of the subjects in choosing between their current residence and a new location in the KRA. Subjects who already own land and live with one family in one house tend to opt to settle in the location they have occupied for a long time due to their attachment to their current residence. In contrast, subjects with boarding status who live with more than one family member in one house tend to choose to occupy their land in the KRA, driven by their discomfort with the limited control over space in their current residence."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>