Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187052 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Galih Wening
"Sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian SDGT merupakan elemen peting untuk pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Oleh karena itu maka negara-negara sepakat untuk membuat perjanjian mengenai pengelolaan SDGT, yaitu International Treaty Plant Genetic Resources for Food and Agriculture ITPGRFA. ITPGRFA merupakan pengaturan utama bagi pengelolaan SDGT. Salah satu hal penting yang diatur terdapat dalam pasal 9 mengenai Hak Petani. Ada 4 poin terkait dengan hak petani, yaitu perlindungan pengetahuan tradisional terkait dengan SDGT, hak petani di dalam pembagian keuntungan yang adil terhadap pengelolaan SDGT, hak petani untuk ikut berpatisipasi di dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional yang terkait dengan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dan hak petani untuk menyimpan, menggunakan, menukar dan menjual bibit.
Dalam banyak kasus seperti dalam kasus Beras Basmati, Jagung Kediri, Talas Hawai rsquo;i dan Industrialisasi Gandum di India, petani sangat dirugikan berkaitan dengan haknya untuk menggunakan kembali bibit karena terkendala dengan paten dan sertifikasi. Indonesia sudah seharusnya Indonesia mengiplementasikan hak petani di dalam hukum nasional karena telah melakukan ratifikasi ITPGFRA. Skripsi ini menganalisis mengenai kesenjangan yang terjadi antara pengaturan internasional dan pengaturan nasional Indonesia mengenai hak petani terkait dengan SDGT dan melihat apa yang dapat dilakukan untuk melindungi Hak petani. Analisis akan dilakukan dengan studi kepustakaan, membandingkan Instrumen Internasional dengan peraturan nasional terkait SDGT, serta wawancara. Hasil dari penelitian adalah bahwa Indonesia belum mengakomodir Hak Petani terkait SDGT.

Plant genetic resources for food and agriculture PGRFA is an important element for the fulfillment of human food needs. Therefore, many countries have agreed to endorse and enforce the agreement about PGRFAs management. The agreement is International Treaty Plant Genetic Resources for Food and Agriculture ITPGRFA. ITPGRFA is the main regulation for PGRFA, with one particular specified regulation is set forth in article 9 about Farmers'Rights. There are 4 points related to Farmers Right protecting relevant traditional knowledge, making provision for farmers to participate in benefits sharing derived from their use, ensuring the right of farmers to participate in national decision making processes related to the conservation and use of plant genetic resources, and rights of farmers to save, use, exchange and sell farm saved seeds and propagating materials.
In many cases such as the cases of Basmati Rice, Kediri corn, Hawai'ian Taro, and industrialization of wheat in India, all of which were very disadvantageous for many farmers because of patents. Indonesia has ratified ITPGRFA, and therefore Indonesia should have already been implementing the Farmers Right in national law. This thesis discusses the gap of international's instrument and Indonesia national law related to Farmers Right for PGRFA, and suggests what can be done to protect Farmers Right, and written through literature studies, comparative study approach between international instrument and national law, and interviews. The result of the research, that Indonesia has not accommodated Farmers Right related to PGRFA.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isna Fatimah
"Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian (SDGT) merupakan komoditas yang sangat dibutuhkan seluruh umat manusia sehingga pemanfaatannya menjadi kepentingan semua negara. Fakta bahwa persebaran SDGT tidak merata di seluruh dunia dan tingkat keragaman SDGT mengalami penurunan membuat negara-negara menginginkan akses ke SDGT harus dibuka untuk siapa saja. Meski demikian, negara-negara juga tidak sepakat untuk mengakui SDGT sebagai Common Heritage of Mankind. Sementara itu, karena nilainya yang sangat potensial, bioprospecting atas SDGT banyak dilakukan sehingga dorongan untuk menerapkan rezim Hak Kekayaan Intelektual atas SDGT tidak terelakkan. Sebagai upaya mengakomodir kepentingan semua negara atas SDGT, International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture mengakui bahwa negara mempunyai hak berdaulat atas SDGT yang diikuti dengan kewajiban membuka akses dan pembagian keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatannya melalui sistem multilateral.
Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan dari mulai latar belakang hingga diadopsinya prinsip hak berdaulat atas SDGT serta menganalisis penerapannya di Brazil, Amerika Serikat, Jerman, Cina dan Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara tersebut mengakui prinsip hak berdaulat atas SDGT yang diejawantahkan dalam kegiatan eksploitasi, mekanisme akses dan pembagian keuntungan, pemenuhan hak petani dan perlindungan atas pengetahuan tradisional. Namun, penerapan hak berdaulat di tiap-tiap negara tersebut belum dapat diimplementasikan secara utuh.

Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (PGRFA) are important commodities which needed by humankind so that their utilization becomes the interest of all countries. The fact that PGRFA are not spread evenly through all countries and the decrease of their diversities caused countries asking for open access to PGRFA. However, countries refused to consider PGRFA as Common Heritage of Mankind. On the other side, since PGRFA have great potential values, bioprospecting on PGRFA becomes popular; hence the involvement of Intellectual Property Rights regime becomes inevitable. In order to accommodate interest of all countries regarding PGRFA, International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture recognizes State’s Sovereign Right over PGRFA which followed by obligation to open access and benefit sharing from its utilization under the multilateral system.
The object of this research is to explain background until Sovereign Right principle over PGRFA adopted and analyze its implementation in Brazil, United States of America, Germany, China and Indonesia. The research method used in this thesis is juridical normative method with literature studies. The result shows that aforementioned countries recognize sovereign right principle over PGRFA, which manifested in exploitation activities, open access and benefit sharing, fulfillment of farmers rights and protection of traditional knowledge. Hence, they have not been implemented thoroughly.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45938
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Eka Sari
"Indonesia dikenal sebagai negara mega biodiversity memiliki kekayaan spesies tanaman obat sehingga Indonesia menarik bagi peneliti asing yang ingin melakukan penelitian baik untuk kepentingan komersial maupun non-komersial. Sumber Daya Genetik Tanaman Obat Indonesia yang bernilai di pasaran Internasional, membuat Biopiracy berpotensi terjadi apabila perlindungan pelaksanaan akses dan pembagian keuntungan belum optimal sebagaimana amanah tujuan Protokol Nagoya mengenai pembagian yang adil dan seimbang dari setiap keuntungan yang dihasilkan dari pemanfaatan Sumber Daya Genetik. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai kendala, diantaranya: (i) perbedaaan konsep pandangan masyarakat lokal yang komunal berlawanan dengan konsep paten dalam rezim hak kekayaan intelektual yang bersifat individual; (ii) database tanaman obat dan pengetahuan tradisional yang belum terintegrasi dengan baik sebagai amanah Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan untuk diintegrasikan dalam Pendataan Kebudayaan Terpadu; (iii) mekanisme perizinan yang rumit; (iv) pembagian keuntungan yang belum maksimal karena terkendala rendahnya Bargaining Position peneliti Indonesia dalam kerjasama; (v) belum adanya standarisasi Material Transfer Agreement (MTA), Mutually agreed Terms (MAT), Prior Informed Consent (PIC); dan (vi) belum disahkannya beberapa aturan hukum yang mengatur mekanisme pendukung akses dan pembagian keuntungan sumber daya genetik yang hingga saat ini masih dalam proses harmonisasi juga membuat pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten belum dapat dilaksanakan secara maksimal.

Indonesia, known as a mega biodiversity country has rich species of medicinal plants. This makes Indonesia attractive to foreign researchers who want to conduct research for both commercial and non-commercial purposes. The commercial value of Indonesian medicinal genetic resources makes biopiracy potentially occur if the regulation of granting access and profit sharing is not optimal in carrying out safeguards as mandated of the Nagoya Protocol. This is caused by various obstacles, among others: (i) related to the differences in the concept of communal local community views, of course contrary to the Patent concept in the regime of individual Intellectual Property Rights; (ii) database related to medicinal plants and traditional knowledge that has not been well integrated as one of the mandates of law Promoting Culture; (iii) licensing mechanism to obtain complicated access; (iv) profit sharing that has not been maximized due to constrained low Indonesian Bargaining Position; (v) absence of Material Transfer Agreement standard, Mutually Agreed Terms, Prior Informed Consent; and (vi) several legal rules that regulate supporting mechanisms for Genetic Resources Access and Profit Sharing that are still in the process of harmonization also make the implementation of Article 26 Paragraph (3) of Law Number 13 of 2016 concerning Patents has not been fully implemented."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jocelyn Aprilia
"Diawali dengan perkembangan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual terhadap varietas tanaman, kontribusi petani dalam pelestarian dan pengembangan varietas tanaman mulai diakui oleh komunitas internasional. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hak petani dalam melakukan kegiatan pengembangan varietas tanaman. Diskusi-diskusi mulai dilakukan di forum-forum FAO sejak tahun 1986 hingga tahun 2001, ketika diadopsinya the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture, yang salah satu pasalnya mengatur mengenai aspek-aspek hak petani yang perlu dilindungi. Namun, selain dari sifat perlindungan hak petani yang berbeda dengan hak pemulia tanaman, pelaksanaan dari hak tersebut sepenuhnya bergantung kepada pemerintah nasional. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan untuk meneliti penerapan perlindungan hak petani, khususnya di Indonesia, India, dan Brazil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia dan Brazil belum memiliki peraturan nasional yang memadai untuk melindungi hak petani, padahal kedua negara tersebut telah membentuk peraturan yang komprehensif untuk perlindungan hak pemulia tanaman. Sedangkan India memiliki peraturan yang lebih komprehensif, dengan penggabungan peraturan perlindungan hak petani dan pemulia tanaman. Walaupun pelaksanaan tidak sepenuhnya bergantung kepada peraturan, namun peraturan yang komprehensif dalam melindungi hak petani dapat meningkatkan efektivitas implementasinya. Hal ini tergambar dari perbedaan penyelesaian kasus antara perusahaan-perusahaan besar dengan petani di India dan di Brazil.

Started with the development of Intellectual Property Rights on plant varieties, the contribution of farmers in preserving plant varieties began to be recognized by the international community. Therefore, it was deemed necessary to protect farmers’ rights in developing plant varieties. Discussions began to take place from 1986 to 2001, when the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture was adopted, one of which regulates the aspects of farmers’ rights that need to be protected. However, apart from the different nature of farmers’ and plant breeders’ rights, the implementation of these rights is entirely dependent on the national government. The author uses a juridical-normative research method with literature studies to examine the implementation of farmers’ rights, particularly in Indonesia, India, and Brazil. This research concludes that even though Indonesia and Brazil have established comprehensive regulations on plant breeders’ rights, both countries have not created adequate regulations to protect farmers’ rights. India, on the other hand, has more adequate regulation to protect both farmers’ and breeders’ rights. Although the implementation of a certain regulation does not entirely dependent on the regulation, comprehensive regulations to protect farmers’ rights can increase the effectiveness of the implementation. This is illustrated by the different outcomes of cases between large companies and farmers in India and Brazil. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Eka Amalia
"Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang memadai dalam penerapan Material Transfer Agreement (MTA) belum diberikan oleh Indonesia hingga saat ini. Standar Material Transfer Agreement (MTA) yang dimiliki Indonesia masih jauh dari sempurna untuk memberikan perlindungan kekayaan intelektual bangsa Indonesia atas Sumber Daya Genetik (SDG) khususnya yang berasal dari material genetik berupa materi biologi (DNA/RNA), spesimen klinik, dan materi nonbiologi (yang berkaitan dengan kesehatan manusia). Kondisi itu menyebabkan minimnya minat peneliti Indonesia untuk menemukan suatu Invensi yang dapat bersaing di kancah Internasional. Perlu adanya suatu aturan yang lebih rinci yang tidak hanya memuat klausula pertukaran material genetik tetapi juga memuat ketentuan-ketentuan Hak Kekayaan Intelektual seperti Paten, Informed Consent dan Pembagian Kemanfaatan. Pada Tesis ini, penulis mengusulkan suatu kerangka baru Commercial Material Transfer Agreement (CMTA) yang memuat klausul-klausul tambahan dari MTA yang berlaku saat ini, yang diharapkan dapat lebih melindungi sekaligus mendorong lahirnya suatu Invensi dari para peneliti di masa yang akan datang.

Currently, Adequate protection of Intellectual Property Rights (IPR) in the implementation of the Material Transfer Agreement (MTA) has not yet been provided by Indonesia. The current standards of Material Transfer Agreement (MTA) in Indonesia are still far from perfect in providing the protection for the Intellectual Property of the Indonesia’s Genetic Resources (SDG) particularly those derived from genetic materials such as biological material (DNA/RNA), clinical specimens, and non-biological material (related to human health). This condition has impacted to the lack of encouragement for Indonesian researchers to discover an invention that can compete on the international stage. There is a requirement for a detailed regulation which not only contains clauses on the exchange of genetic material but also contains more detailed provisions on Intellectual Property Rights such as Patents, Informed Consent, and Benefit Sharing. In this thesis, the author proposes a new framework called the Commercial Material Transfer Agreement (CMTA) which contains additional clauses from the current MTA, which is expected to further protect and encourage of new patentable invention from researchers in the future."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bellatric Andini Putri
"Potensi pengetahuan tradisional Indonesia yang begitu besar dan beragam sering dieksploitasi oleh pihak asing tanpa adanya pembagian keuntungan sehingga merugikan bagi masyarakat adat atau lokal selaku pemegang pengetahuan tradisional tersebut. Adapun perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, termasuk pengetahun tradisional terkait sumber daya genetik, di Indonesia diatur dalam rezim hak kekayaan intelektual, khususnya paten. Oleh karena itu, skripsi ini membahas mengenai analisis penerapan mekanisme benefit sharing dalam pemanfaatan pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaturan hukum nasional dan internasional terkait dengan Pengetahuan Tradisional, bagaimana pengaturan perlindungan Pengetahuan Tradisional Terkait Sumber Daya Genetik melalui mekanisme benefit sharing, dan bagaimana penerapan mekanisme benefit sharing terhadap Pengetahuan Tradisional Terkait Sumber Daya Genetik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis-normatif yang menggunakan data sekunder melalui studi dokumentasi dan data primer melalui wawancara. Adapun dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Pertama, paten atas suatu invensi yang didasarkan pada pengetahuan tradisional dapat dikabulkan apabila memenuhi beberapa persyaratan, yakni pengungkapan sumber asal invensi yang didasarkan atas pengetahuan tradisional (disclosure of origin), mendapatkan persetujuan atas dasar informasi dari pemegang pengetahuan tradisional, dan pembagian keuntungan yang adil dan merata bagi pemegang pengetahuan tradisional. Kedua, pembagian keuntungan yang adil dan merata bagi pemegang pengetahuan tradisional wajib dilakukan dengan menerapkan prinsip persetujuan atas dasar informasi awal (PADIA) dan menetapkan Kesepakatan Bersama. Ketiga, pengaturan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik dalam UU Paten belum efektif dilaksanakan. Maka, Pemerintah sebaiknya segera membuat peraturan perundang-undangan pelaksana dari ketentuan Pasal 26 UU Paten dan mulai menetapkan lembaga-lembaga yang tepat sesuai dengan fungsi yang diamanatkan dalam Protokol Nagoya.

The huge and varied potential of Indonesian traditional knowledge is often exploited by foreigners without any benefit sharing, so that it is detrimental to the indigenous or local community as the holders of traditional knowledge. The protection of traditional knowledge, including traditional knowledge related to genetic resources, in Indonesia is regulated in an intellectual property rights regime, particularly patents. Therefore, this thesis discusses the analysis of the application of the benefit sharing mechanism in the utilazation of traditional knowledge related to genetic resources. The problems in this research are how to regulate national and international laws related to traditional knowledge, how to regulate protection of traditional knowledge related to genetic resources through benefit sharing mechanisms, and how to implement benefit sharing mechanisms for traditional knowledge related to genetic resources in Indonesia. This research is a descriptive study with juridicial-normative approach that uses secondary data through documentation studies and primary data through interviews. As for the results of the study it can be concluded that: First, a patent on an invention based on traditional knowledge can be granted fulfilling several requirements, namely disclosure of origin of the invention based on traditional knowledge, obtaining prior informed consent from the holder of traditional knowledge, and fair and equitable benefit sharing of traditional knowledge holders. Second, fair and equitable benefit sharing for holders of traditional knowledge must be carried out by applying the prior informed consent and established mutually agreed terms. Third, protection of traditional knowledge related to genetic resources in the Patent Law has not been effectively implemented. Therefore, the Government should immediately enact laws and regulations regulating the provisions of Article 26 of the Patent Law and begin to determine the appropriate institutions in accordance with the functions mandated by the Nagoya Protocol."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Rudianto
"The existence of human resources in management is very strategic; even it becomes a crucial factor to success in implementing any activities and achieving its goals. It can be comprehended because even other resources are available; they are beneficial if other resources are empowered by good quality human resources. It means that human who has ability and willingness, and meets the need of organizational activities will accomplish expected productivity of work.
This research aims to analyze the main problem in this thesis which is, is there any relation between human resource empowemlent with employee's productivity of work in that institution and what are the factors which relate to human resource empowerment" The aim of the research is to analyze, the relation between human resource empowerment and employee's productivity of work and factors which are significant in the human resource empowerment process.
The method of survey is used in this research which is carried out in the National Law Education Institution. It is applied to analyze the population (universe), big and small population, then select and analyze the sample which is chosen from the population, to find incident, distribution, and relative inter-relation of the sociology and psychology variables.
The result of the analysis show that respondents characteristics influence the productivity except age of respondent. Meanwhile, correlation between empowerment of human resource and empIoyee's productivity of work is significantly strong, The factors which intiuence the empowerment of human resource are ability, employee?s work placement, obvious authority, responsibility, trust, support, leadership and motivation."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22095
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salampessy, Muhammad Yahdi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengelolaan sumber daya mineral
dan batu bara di Indonesia berdasarkan kedaulatan Negara dan Hak Menguasai
Negara Negara sebagaimana diamanatkan di dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI
1945. Penulis mempergunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi
kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI
1945 memberikan landasan konstitutional terhadap Negara untuk menguasai
seluruh kekayaan alam yang ada di Indonesia, termasuk sumber daya mineral
dan batu bara. Hak Menguasai Negara memberikan kewenangan kepada Negara
untuk melakukan Pengelolaan secara langsung melalui mekanisme izin,
pengurusan, pengaturan, pengendalian melalui mekanisme izin, dan pengawasan
terhadap kegiatan pertambangan Minerba. Kewenangan tersebut merupakan
kewenangan konstitutional Pemerintah Pusat dan merupakan bagian dari
kedaulatan Negara atas sumber daya alam.

ABSTRACT
This research aims to evaluate the management of coal and mining sector in
Indonesia based on the theory of state sovereignty and the rights of state control
over natural resources as stated in Article 33 (3) of the 1945 Constitution of the
Republic of Indonesia. The author uses juridical-normative research method,
which is combined with literature studies. The research shows that Article 33 (3)
gives a constitutional basis for the State to control all natural resources in
Indonesia, including coal and mining. The rights of state control legitimates the
State authority to perform a direct control over natural resources by conducting
permits, management, legislation, control, and surveillance of mining activities.
The authority to control natural resources is a constitutional authority that is
given to the Indonesian central government as a manifestation of State
sovereignty over natural resources."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryan Ery Pradipta
"Penelitian ini membahas mengenai pembentukan database sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional (SDGPT), penunjukan pihak/instansi yang akan melakukan integrasi database yang saat ini masih tersebar, serta proses pelaksanaan integrasi dan validasi database SDGPT. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa: pertama, terdapat pendapat atau wacana yang berkembang mengenai pihak/instansi yang akan melakukan integrasi database SDGPT, yaitu: bentuk konsorsium, membentuk lembaga/instansi baru, dan mengoptimalkan instansi yang sudah ada. Namun, permasalahan utama yang timbul dari penunjukan pihak/instansi tersebut adalah pendanaan. Kedua, data SDGPT sering disampaikan dalam bentuk yang ringkas dan tidak disertakan data lengkap atau data pendukung dari lapangan. Hal ini berarti bahwa temuan data SDGPT tersebut, banyak yang belum divalidasi. Oleh sebab itu, proses validasi data SDGPT yang berada di database-database saat ini perlu dilakukan validasi oleh pihak yang berkompeten secara obyektif. Mengingat banyaknya database terkait SDGPT yang tersebar di berbagai lembaga litbang dan perguruan tinggi, maka konsep berbagi pengetahuan melalui suatu sistem manajemen pengetahuan (knowledge management system/KMS) bisa dijadikan salah satu cara untuk dapat melakukan integrasi database SDGPT yang saat ini masih tersebar.

This research discusses the establishment of genetic resources and traditional knowledge (GRTK) database, the appointment/agencies that will carry out the integration of databases that are still scattered, and the implementation process of GRTK database integration and validation. From the results of this study concluded that: first, there is a growing opinion or discourse about the party/agency will conduct GRTK database integration, namely: form a consortium, formed new institution, and optimize existing agencies. However, the main issues arising from the designation of parties/agencies are funding. Secondly, GRTK data is often presented in the form of concise and do not include complete data or supporting data from the field. This means that the GRTK data findings, many of which have not been validated. Therefore, the GRTK validation data process residing in databases today is necessary to validation by the competent authorities objectively. Considering the number of databases related GRTK scattered in various research and development institutions and universities, the concept of knowledge sharing through a knowledge management system/KMS could be one way to be able to perform database integration GRTK which is still scattered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedicta Honnie
"Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap bahan-bahan pustaka dan didukung dengan wawancara ahli perlindungan sumber daya genetika, berupa spesimen virus Flu Burung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan dalam upaya perlindungan sumber daya genetika terkait dengan benefit sharing atas kepemilikian spesimen virus Flu Burung strain Indonesia. Beberapa pokok permasalahan adalah apakah spesimen virus Flu Burung sebagai sumber daya genetika memerlukan perlindungan hukum ? Bagaimana status spesimen virus Flu Burung dalam konteks kepemilikan oleh Indonesia sebagai negara berkembang ? Apakah Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya rezim paten dapat melindungi kepemilikan sumber daya genetika ? Bagaimana upaya perlindungan sumber daya genetika atas kepemilikan spesimen virus Flu Burung strain Indonesia ? Penyelesaian masalah ini adalah perlindungan spesimen virus Flu Burung perlu mendapat perlindungan hukum. Status spesimen Flu Burung dalam konteks kepemilikan oleh Indonesia sebagai negara berkembang, yang dianggap oleh negara-negara maju sebagai public domain, berdasarkan “common heritage ofhumankiruF, tetapi berdasarkan CBD, kedaulatan negara membatasi “common heritage of humankind’. Oleh karena ketidakmampuan rezim paten untuk melindungi spesimen virus Flu Burung, maka dperlukan upaya perlindungan lain. Dalam melindungi spesimen virus sebagai sumber daya genetika melalui peraturan WHO, peraturan nasional Indonesia dan sistem kontrak, sehingga mendapatkan benefit sharing. Sebagai hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat perbedaan nilai dan budaya hukum antara negara maju dan negara berkembang, yang menyebabkan misappropriation dalam penggunaan sumber daya genetika, terkait dengan kepemilikan spesimen virus Flu Burung strain Indonesia.

The research method for this study is a law-normative juridical study, by using literature and interview expert, who know the protection of genetic resources, especially in form of avian influenza virus speciment The aim of this issues of the research to leam complication to protect the genetic resources concem in related to benefit sharing of Avian Influenza virus speciment strain Indonesia as a Property.
There are apparently important compilcation: Is Avian Influenza virus speciment as the genetic resources need law protection? How is the status of Avian Influenza virus speciment in context property of Indonesia as developing country? Can Intellectual Property Rights, especially patent to protect the ownership of Avian Influenza virus speciment? How to protect genetic resources on ownership of Avian Influenza virus speciment strain Indonesia?
The insistent solved maiter: The Avian Influenza Virus Speciment need to be protected with law. The status of Avian Influenza virus speciment in context property of Indonesia as developing country is defined by the developed country as public domain, base on “common heritage of humankind'. Convention on Biological Diversity declare that “common heritage of humankind’ is restricted by the sovereignty of the country. Due to Patent cannot protect Avian Influenza virus speciment, that why the altemative offer should be provided as WHO mechanism, contract mechanism, and Indonesian national rules as the effort to protect virus speciment as genetic resources to gain benefit sharing.
The result of the research, there are very different value and cultural of law for developed countries and developing countries, that make misappropriation in use of genetic resources, that connect as owner of Avian Influenza virus speciment strain Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25988
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>