Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135855 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Revialdi
"Dalam kegiatan perjanjian kredit, tidak jarang kreditur meminta suatu jaminan guna antisipasi terhadap resiko dalam hal debitur cidera janji. Pada prakteknya, banyak debitur yang sudah menikah, menjaminkan suatu harta benda, akan tetapi harta benda tersebut merupakan harta bersama. Permasalahannya adalah penjaminan tersebut dilakukan dengan tanpa sepengetahuan dan persetujuan secara tegas dari pihak pasangannya, sehingga menimbulkan masalah baru kepada kreditur, oleh karena pihak yang tidak memberikan persetujuannya, menentang dan menuntut jaminan tersebut dikembalikan. Skripsi ini akan membahas mengenai seberapa jauh hak dan kewajiban suami-istri serta bagaimana ketentuan persetujuan kedua belah pihak dalam melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama seharusnya diterapkan, khususnya yang diatur dalam ketentuan Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan bagaimana pula akibat hukum terhadap perbuatan hukum yang dilakukan dengan tidak adanya syarat persetujuan tersebut. Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa pada prakteknya persetujuan dapat pula dianggap ada sebagai persetujuan yang diberikan secara diam-diam, apabila utang yang dibuat ditujukan untuk ekonomi keluarga, sehingga akibat hukum terhadap perbuatan tersebut tidak selalu menjadi batal demi hukum. Akan tetapi persetujuan yang diberikan secara diam-diam ini dianggap ada hanya selama pihak yang tidak memberikan persetujuannya itu tidak menyatakan keberatan dan menuntut pembatalan terhadap perbuatan tersebut.

In the activity of the credit agreement, the creditor usually asks for collateral in anticipation of the risks in case that the debtor breaches the contracts. In reality, many debtors who have married, pledge a property, but the property is part of marital property. The problem is that such guarantees are carried out without acknowledgement and firm consent of the other partner, therefore occurs a new problems to the creditor because the party whom does not give their approval, oppose and demand that the guarantee to be returned. This thesis will discuss how far the rights and obligations of husband and wife and how the provisions of the agreement of both parties in performing legal acts against common property should be applied, especially as regulated in the provisions of Article 36 paragraph 1 of Law Number 1 Year 1974 concerning Marriage, and how the legal consequences of legal acts committed in the absence in the terms of the agreement. This research will use juridical normative research method with descriptive analytical research type. The results of this study found that in practice, the agreement may also be considered as consent given secretly acquiescence , when debt made is intended for families economy, so the legal consequences of such action are not always be null and void. However, this secret consent is deemed to exist only as long as the non consenting party does not object and demands the cancellation of such action.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Astuti
"Skripsi ini membahas mengenai persetujuan suami atau istri dalam pembebanan jaminan Hak Tanggungan terhadap harta bersama, di mana yang menjadi pokok permasalahannya adalah bagaimana ketentuan perundang-undangan, dalam hal ini UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mengaturnya dan bagaimana akibat hukumnya jika persetujuan suami atau istri tersebut tidak terpenuhi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipe penelitian deskriptif-analitis. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas atas perjanjian kedua belah pihak. Namun, ternyata dalam Putusan-Putusan Mahkamah Agung terdapat perbedaan pertimbangan hukum atas hal tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa ternyata dalam praktik peradilan, dalam hal ini Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung, dalam putusan-putusannya memungkinkan bahwa persetujuan suami atau istri dapat dianggap ada jika utang yang dibuat adalah untuk kepentingan keluarga.

This undergraduate thesis describes about the spouse consent to encumber collateral mortgage on marital community of property, in which the main issues in this research is how the statutory provisions, in this case the Law No. 1 of 1974 about Marriage, set it up and how the legal consequences if the spouse consent is not fulfilled. This research is legal research, which uses a form of juridical- normative research and a type of descriptive-analytics research. Based on Article 36 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 stated that regarding marital community of property, husband or wife can act upon the agreement of both parties. However, it turns out in the Decisions of the Supreme Court that there are different legal considerations on the matter. This research finds out that in judicial practice, in this case the District Court, the High Court, and the Supreme Court, there are the Court Decisions which states that the spouse consent is possible to be considered exist if the debt is made for the family interests."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44979
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Kinanti
"ABSTRAK
Pembebanan Jaminan Hak Tanggungan Terhadap Harta Bersama Yang Belum Dibagi Waris Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 353 K/PDT/2015 Bank mempunyai fungsi untuk menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Dana yang disalurkan ke bank oleh masyarakat disimpan dalam bentuk tabungan atau deposito, sedangkan dana yang disalurkan bank kepada masyarakat yang membutuhkan disalurkan dalam bentuk pinjaman/kredit. Kredit yang disalurkan oleh bank mengandung risiko, untuk itu perjanjian kredit selalu diiringi dengan perjanjian pembebanan jaminan. Hak Tanggungan adalah salah satu bentuk lembaga jaminan yang paling banyak diminati oleh bank. Akan tetapi penyerahan jaminan dapat menimbulkan masalah apabila penyerahan jaminan dilakukan tanpa persetujuan dari pihak yang turut atas objek jaminan. Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar demikian, Penulis dapat membuat simpulan bahwa pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh tanpa persetujuan pihak yang turut memiliki serta objek jaminan adalah tidak sah dan pihak yang merasa keberatan atas pembebanan jaminan dapat mengajukan pembatalan ke Pengadilan. Bank untuk memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat harus menerapkan prinsip perkreditan dengan baik, yaitu dengan melakukan analisa mengenai calon nasabah sebelum menyetujui pemberian kredit. Selain itu, Notaris/PPAT sebagai pihak yang berwenang untuk membuat akta dalam menjalankan jabatannya pada saat membuat akta harus secara saksama dan teliti menganalisa para pihak yang membuat akta.Kata kunci: Hak Tanggungan, Harta Bersama, Waris.

ABSTRACT
Mortgage Guarantee Imposition of Community Property That Has Not Been Divided Inheritance Analysis of The Supreme Court Verdict Number 353 K Pdt 2015 Bank has a function to raise funds from communities and distribute it back to communities. Communities submit their funds to the bank as savings or deposits, then the funds that are collected from communities will be distributed to those in need as loans credits. Bank credit may pose risk, therefore every credit agreement is accompanied by the imposition of a guarantee agreement. Mortgage is the most in demand form of security by banks. However, the handover of collateral can cause problems when it held without the consent of the parties who also having the security object. The study was conduct by the research of normative literature, by collecting data from literature and analyzing data qualitatively by the systematic application of laws and regulations that applied. Based on these study, authors conclude that the imposition of mortgage without the consent of the parties who also having a security object is not valid and those parties can claim for the cancellation to the court. To provide a credit facilities to the public, bank must apply the principle of good credit by analyzing customers rsquo prospective before approving a loan. In addition, the Notary PPAT as the competent authority to make a deed while doing their job must be carefully and thoroughly analyze the parties to a deed.Keywords Mortgage, Heir, Community Property"
2017
T47201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astari Nadinne
"Setelah terjadinya perceraian, masalah yang sering timbul adalah pembagian harta benda perkawinan. Harta merupakan topik yang sensitif bagi semua manusia, sehingga timbul permasalahan dalam penyelesaian sengketa harta bersama antara suami dan istri setelah terjadinya perceraian. Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah  status kepemilikan harta bersama suami istri yang telah melakukan perceraian dan penerapan asas pemisahan horizontal terhadap sengketa harta bersama sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1710 K/PDT/2020. Terhadap permasalahan tersebut, dilakukan penelitian dengan metode penelitian eksplanatoris untuk menemukan titik terang atas penyelesaian sengketa harta bersama terdahulu suami dan istri yang diperoleh sepanjang masa perkawinan berlangsung. Pada akhirnya, hasil penelitian membawa pada  bahwa perkawinan yang tidak dicatatkan sesuai Peraturan Perundang-Undangan akan menimbulkan masalah jika terjadi perceraian di kemudian hari. Tidak adanya perjanjian kawin juga akan menyulitkan dalam pembagian harta bersama jika terjadi sengketa setelah perceraian. Dengan demikian, harta yang diperoleh sebelum dilakukannya pencatatan perkawinan merupakan harta bawaan masing-masing pasangan. Untuk menghindari sengketa tersebut, disarankan adanya perjanjian perkawinan yang isinya sesuai dengan Undang-Undang dibuat oleh Notaris sebagai pejabat umum dan diperlukan suatu Undang-Undang yang mengatur lebih jelas tentang harta benda perkawinan.

After the divorce, the problem that often arises is the distribution of marital property. Property is a sensitive topic for all humans, so problems arise in the settlement of joint property disputes between husband and wife after a divorce. The formulation of the problem discussed is the status of joint property ownership of husband and wife who have divorced and the application of the principle of horizontal separation of joint property disputes in accordance with the Supreme Court Decision Number 1710 K/PDT/2020. To this problem, research was carried out using explanatory research methods to find a bright spot on the settlement of disputes over the previous joint property of husband and wife obtained during the marriage period. In the end, the results of the study lead to that marriages that are not registered according to the Legislation will cause problems if a divorce occurs in the future. The absence of a marriage agreement will also complicate the distribution of joint property in the event of a dispute after divorce. Thus, the assets obtained prior to the registration of the marriage are the innate property of each spouse. To avoid such disputes, it is recommended that there be a marriage agreement whose contents are in accordance with the law made by a notary as a public official and a law is needed that regulates marital property more clearly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusin Yanasriksa Halintari
"Penelitian ini membahas mengenai tindakan actio pauliana oleh Kurator sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. Putusan tersebut dilatarbelakangi oleh perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW yang merupakan istri sah dari Debitor Pailit DH, dengan membebani obyek yang merupakan harta bersama dalam perkawinan dengan Hak Tanggungan untuk pelunasan utangnya dengan PT Bank PMRSA. Perkawinan keduanya dilangsungkan setelah Debitor Pailit dinyatakan pailit sebagaimana dalam suatu Putusan Pengadilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status harta bersama yang didapatkan setelah putusan pernyatan kepailitan dan dimasukkan sebagai boedel pailit akibat tindakan actio pauliana dari Kurator, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepala PT Bank PRMSA selaku pihak ketiga tersangkut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yang merupakan suatu penelitian dengan mengacu kepada norma-norma atau asas-asas hukum untuk selanjutnya dibuat suatu interpretasi terhadap suatu peraturan hukum. Adapun tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris, yang menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam dari suatu gejala. Hasil analisa menyatakan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW terhadap harta bersamanya dengan Debitor Pailit adalah melanggar ketentuan dalam UU PKPKU, sehingga tindakan actio pauliana yang dilakukan oleh Kurator adalah tepat, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada PT Bank PRMSA adalah dengan memberikannya kesempatan untuk tampil sebagai Kreditor Konkuren atau dapat mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap piutang yang dimilikinya kepada Debitor Pailit.

This research discusses the actions taken by the Curator in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. The decision was caused by legal action conducted by RSW as the legal wife of DH as a bankrupt debtor related to marital property with a Mortgage to pay off its debt to PT Bank PMRSA. The marriage was held after the bankrupt debtor is declared bankrupt in a court decision. The purpose of this research was to determine the status of marital property obtained after the decision to declare bankruptcy and was included as a bankruptcy property due to actio pauliana by the curator, also the legal protection that the head of PT Bank PRMSA as the third party in this matter. To answer these problems, normative juridical legal research methods are used, which is a study by referring to legal norms or principles to further make an interpretation of a legal rule. The research typology used in this research is explanatory research, which describes or explains more deeply of a symptom. The results of the analysis show that the legal actions taken by RSW against the assets together with the Bankrupt Debtor violate the provisions in the PKPKU Law, so the actions of actio pauliana taken by the Curator are appropriate, and the legal protection that can be given to PT Bank PRMSA is by giving it the opportunity to appear as a creditor. Concurrent or may request compensation for account receivables calculated from the Bankrupt Debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryani
"ABSTRACT
Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa hibah adalah perjanjian dengan mana pemberi hibah diwaktu hidupnya dengan cuma- cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu barang guna keperluan penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Secara hukum, hibah dapat dilakukan oleh siapapun yang cakap menurut hukum. Skripsi ini membahas mengenai Putusan Mahkamah Agung Nomor 1745 K/Pdt/2014 yang mengangkat kasus penghibahan suatu harta bersama yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anak-anaknya tanpa adanya persetujuan dari si ibu atau mantan istri setelah terjadi perceraian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif guna menjawab permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini yaitu mengenai sah atau tidaknya penghibahan tersebut dengan memperhatikan pertimbangan Majelis Hakim. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penghibahan terhadap harta bersama harus mendapat persetujuan dari pihak suami dan pihak istri sepanjang tidak ada perjanjian pemisahan harta. Oleh karena itu, apabila terjadi suatu penghibahan terhadap harta bersama yang dilakukan tanpa adanya persetujuan dari salah satu pihak, maka hibah tersebut menjadi batal demi hukum karena telah bertentangan dengan Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan.

ABSTRACT
Article 1666 The Civil Code states that a grant is an agreement which the grantor with his own will in his life time handed over something to the grantee receiving the surrender purposely and irrevocably. By law, grants may be made by anyone who is proficient under the law. This thesis discusses the Supreme Court Decision Number 1745 K PDT 2014 which raises the case of granting by a father on joint property to his children which is done without the approval of the mother or ex wife. This research is conducted by using the normative juridical method to answer the issues raised in this writing that is whether or not the grant is valid by considering the consideration of the Panel of Judges. The result of this research concludes that grant to joint property must get approval from husband and wife side as long as there is no agreement of separation of property. Therefore, in the event of a grant to a joint property made without the consent of either party, the grant becomes null and void because it is contrary to Article 36 Paragraph 1 of the Marriage Law."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nida Gania
"Tesis ini membahas mengenai pembuatan akta hibah atas harta Bersama tanpa persetujuan istri. Peralihan harta bersama dalam perkawinan melalu hibah harus dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak. Hal ini disebabkan menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yaitu mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Permasalahan dalam tesis ini yaitu tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap pembuatan akta hibah atas harta bersama dalam perkawinan yang dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan istri dan keabsahan akta hibah tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penilitian yuridis normatif dengan tipe penilitian deskriptif analitis. Hasil penelitian ini yaitu tanggung jawab PPAT terhadap pembuatan Akta Hibah atas harta bersama dalam perkawinan yang dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan istri adalah tidak benar karena PPAT dianggap tidak berhati-hati dalam menjalankan jabatannya dan PPAT dapat dikenakan sanksi perdata karena akta Hibah yang seharusnya memiliki kekuatan hukum yang sempurna menjadi akta yang hanya memiliki kekuatan hukum dibawah tangan, atau dinyatakan batal dan/atau batal demi hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum. PPAT dalam menjalankan jabatannya dituntut harus selalu menerapkan prinsip kehatihatian dan bersikap professional.

This thesis discusses the making of a Grant Deed on Joint Property without the wifes consent. Transfer of joint assets in a marriage through a grant must be done with the agreement of both parties. This is because according to Article 36 paragraph (1) of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, namely regarding joint property, husband or wife can act on the agreement of both parties. The problem in this thesis is the responsibility of the Land Deed Makers Officer for the making of the deed of shared assets in the marriage which is transferred to another party without the wifes consent and the validity of the said deed of grant. The research method used is normative juridical research with analytical descriptive research type. The results of this study are the responsibility of PPAT for the making of the Grant Deed for joint assets in a marriage that is transferred to another party without the wifes consent is incorrect because PPAT is considered not careful in carrying out his position and PPAT may be subject to civil sanctions because the deed of Grant which should have power a perfect law becomes a deed that only has the power of law under the hand, or is declared null and void by law based on a court decision that has legal force. PPAT in carrying out its position is required to always apply the principle of prudence and be professional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54556
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Putra Dewantara
"Sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia, kepailitan adalah sita umum terhadap seluruh harta milik debitor pailit. Sita umum hanya dapat diletakkan satu kali diatas satu objek sita. Sita umum juga dapat diletakkan atas benda yang dimiliki bersama-sama dalam persatuan harta bersama perkawinan. Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang No. 9/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN.Niaga.Smg dan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 22/Pdt.SusPailit/2020/PN. Niaga.Jkt.Pst menjatuhkan putusan pailit terhadap mantan pasangan suami isteri yang masih terikat dalam persatuan harta bersama dalam perkawinan, sehingga kedua putusan pailit tersebut memiliki satu objek sita yang sama. Dalam menanggapi anomali hukum tersebut dilakukan penelitian terhadap (1) pelaksanaan dua putusan pailit pengadilan niaga atas satu objek sita umum yang sama, dan (2) upaya hukum pelaksana putusan pailit terhadap tumpang tindih sita umum dalam satu objek yang sama. metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif dengan tipe penelitian perskriptif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan telah didapatkan simpulan bahwa (1) berdasarkan prinsip sita persamaan, pelaksanaan putusan pailit No. 22/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst baru dapat dilakukan setelah berakhirnya kepailitan berdasarkan putusan No. 9/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN.Niaga.Smg. (2) kurator dapat mengajukan upaya hukum perlawanan atas sita yang dijatuhkan diatas harta pailitnya. Berdasarkan analisa serta simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini disarankan pembentuk peraturan perundang-undangan lebih merinci mengenai batasan harta kepailitan secara spesifik terhadap jenis-jenis harta yang dimiliki secara bersama-sama dan diakui menurut hukum yang berlaku di Indonesia khususnya mengenai harta bersama dalam perkawinan.

According to legal regulations in Indonesia, bankruptcy basically means a general confiscation of all the assets of the bankrupt debtor. General confiscation can only be placed once on one object of confiscation. General confiscation can also be placed on objects that are jointly owned in the union of marital property. The Panel of Judges based on Decision of the Semarang Commercial district Court No. 9/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN.Niaga.Smg and the Decision of the Central Jakarta Commercial district Court No. 22/Pdt.Sus- Pailit/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst imposes a bankruptcy decision on a former husband and wife who are still bound in the joint property union in marriage, so that the two bankruptcy decisions have the same object of confiscation. In response to the legal anomaly, a reasearch must be conducted on (1) the implementation of two commercial court bankruptcy decisions on the same object of general confiscation, and (2) legal remedies for implementing bankruptcy decisions against overlapping general confiscations in the same object. The legal research method used in this research is normative juridical with the type of descriptive research. Based on the research that has been done, it has been concluded that (1) based on the principle of confiscation of equality, the implementation of the bankruptcy decision no. 22/Pdt.Sus-Pailit/2020/ PN.Niaga.Jkt.Pst can only be in the end of the bankruptcy based on decision No. 9/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN. Niaga.Smg. (2) the curator may file a legal remedy against the confiscation imposed on his bankrupt assets. Based on the analysis and conclusions that can be drawn from this research, it is recommended that the legislators provide more detailed legislation regarding the limitations of bankruptcy assets specifically for the types of assets that are jointly owned and recognized according to applicable law in Indonesia, especially regarding joint property in marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khoirurridho Al Qeis
"Penelitian ini membahas mengenai pembagian harta peninggalan pewaris kepada ahli waris yang berhak berdasarkan sistem hukum perdata yang tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penelitian ini bertujuan menganalisis pembagian harta peninggalan dari perkawinan pertama dan kedua sebagaimana surat keterangan waris yang dibuat istri dan anak-anak dari perkawinan kedua tanpa melibatkan ahli waris dari perkawinan pertama. Pewarisan hanya berlangsung karena kematian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 830 KUHPerdata. Pembagian harta peninggalan tidak dibedakan antara laki-laki dengan perempuan. Dalam hal mengenai warisan seorang suami atau istri yang meninggal terlebih dahulu jika perkawinan tersebut adalah yang kedua kalinya, bagian suami atau istri yang ditinggalkan tidak mendapat bagian warisan lebih besar dari anak-anak dari perkawinan yang pertama dan bagian yang didapat tidak boleh lebih dari seperempat harta peninggalan pewaris. Surat keterangan waris yang dibuat oleh istri dan anak-anak dari perkawinan kedua untuk melakukan peralihan hak atas tanah warisan dan menguasai objek tanah warisan yang belum dibagikan kepada seluruh ahli waris yang berhak yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan tanpa melibatkan ahli waris lain merupakan perbuatan melawan hukum. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pembagian harta peninggalan waris terhadap ahli waris dari perkawinan pertana dan kedua berdasarkan putusan mahkamah agung nomor 1996 k/pdt/2018; dan keabsahan surat keterangan waris yang dibuat oleh istri dan anak-anak dari perkawinan kedua tanpa melibatkan ahli waris dari perkawinan pertama berdasarkan putusan mahkamah agung nomor 1996 k/pdt/2018. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder. Hasil penelitian meliputi pembagian harta peninggalan pewaris kepada ahli waris dari perkawinan pertama dan perkawinan kedua sebagaimana ditentukan dalam Pasal 852 dan 852a KUHPerdata. Surat keterangan waris yang dibuat oleh istri dan anak-anak dari perkawinan kedua harus melibatkan ahli waris dari perkawinan pertama yang memuat pembagian harta peninggalan pewaris sesuai dengan peraturan perundang-undangan demi menjamin keadilan sehingga tidak ada salah satu pihak yang dirugikan

This study discusses the distribution of the inheritance of the heir to the rightful heirs based on the civil law system which is subject to the Civil Code. This study aims to analyze the distribution of inheritance from the first and second marriages as well as the inheritance certificates made by the wife and children from the second marriage without involving the heirs from the first marriage. Inheritance only takes place due to death as stipulated in Article 830 of the Civil Code. The division of inheritance is not differentiated between men and women. In the case of inheritance of a husband or wife who dies first if the marriage is the second time, the share of the husband or wife who is left behind does not get a share of the inheritance that is greater than the children from the first marriage and the share obtained cannot be more than a quarter of the property. heir inheritance. Inheritance certificate made by the wife and children from the second marriage to transfer the rights to the inherited land and control the object of the inherited land that has not been distributed to all entitled heirs determined by legislation without involving other heirs is an act against law. The problems raised in this study are regarding the distribution of inheritance to the heirs of the first and second marriages based on the decision of the supreme court number 1996 k/pdt/2018; and the validity of the inheritance certificate made by the wife and children from the second marriage without involving the heirs from the first marriage based on the decision of the Supreme Court number 1996 k/pdt/2018. To answer these problems used normative juridical research methods using secondary data types. The results of the study include the distribution of the inheritance of the heir to the heirs of the first and second marriages as specified in Articles 852 and 852a of the Civil Code. The inheritance certificate made by the wife and children from the second marriage must involve the heirs from the first marriage which contains the distribution of the inheritance of the testator in accordance with the laws and regulations in order to ensure justice so that neither party is harmed.This study discusses the distribution of the inheritance of the heir to the rightful heirs based on the civil law system which is subject to the Civil Code. This study aims to analyze the distribution of inheritance from the first and second marriages as well as the inheritance certificates made by the wife and children from the second marriage without involving the heirs from the first marriage. Inheritance only takes place due to death as stipulated in Article 830 of the Civil Code. The division of inheritance is not differentiated between men and women. In the case of inheritance of a husband or wife who dies first if the marriage is the second time, the share of the husband or wife who is left behind does not get a share of the inheritance that is greater than the children from the first marriage and the share obtained cannot be more than a quarter of the property. heir inheritance. Inheritance certificate made by the wife and children from the second marriage to transfer the rights to the inherited land and control the object of the inherited land that has not been distributed to all entitled heirs determined by legislation without involving other heirs is an act against law. The problems raised in this study are regarding the distribution of inheritance to the heirs of the first and second marriages based on the decision of the supreme court number 1996 k/pdt/2018; and the validity of the inheritance certificate made by the wife and children from the second marriage without involving the heirs from the first marriage based on the decision of the Supreme Court number 1996 k/pdt/2018. To answer these problems used normative juridical research methods using secondary data types. The results of the study include the distribution of the inheritance of the heir to the heirs of the first and second marriages as specified in Articles 852 and 852a of the Civil Code. The inheritance certificate made by the wife and children from the second marriage must involve the heirs from the first marriage which contains the distribution of the inheritance of the testator in accordance with the laws and regulations in order to ensure justice so that neither party is harmed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pricillia Putri
"Perkawinan dapat dikatakan sah jika memenuhi syarat dan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Salah satunya ialah larangan perkawinan. Apabila perkawinan telah berlangsung dan larangan perkawinan tersebut dilanggar maka akibat hukum yang terjadi adalah pembatalan perkawinan. Pembatalan perkawinan tidak hanya berakibat hukum bagi suami dan istri tetapi juga anak yang telah lahir dari perkawinan tersebut. Hal ini menimbulkan permasalahan terhadap harta bersama suami dan istri juga kedudukan anak yang lahir. Maka dari itu, penelitian ini membahas mengenai analisis akibat pembatalan perkawinan sedarah dalam kaitannya dengan harta bersama dan kedudukan anak berdasarkan studi kasus Putusan Pengadilan Agama Lubuklinggau Nomor 80/Pdt.G/2017/PA.LLG. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dan analisis dilakukan secara deskriptif analitis. Analisis didasarkan pada pengaturan Hukum Perkawinan dan Kewarisan terutama dalam Hukum Perkawinan dan Kewarisan Islam mengenai harta bersama dan kedudukan anak pasca terjadinya pembatalan perkawinan. Hasil analisis mengungkapkan bahwa tidak adanya pengaturan secara eksplisit mengenai harta bersama setelah terjadinya pembatalan perkawinan menyebabkan pengaturan pembagian harta bersama dilakukan menurut prinsip keadilan dan musyawarah untuk mufakat. Selain itu, anak juga tetap berkedudukan sebagai anak sah dengan adanya pengecualian keberlakuan pembatalan perkawinan terhadap kedudukan anak pada Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Tidak adanya perubahan kedudukan anak mengakibatkan anak tetap memiliki hak untuk mendapatkan pemeliharaan dari orang tua serta memperoleh hak warisnya sebesar bagian yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam.

A marriage can be considered as legal after fulfilling the terms and conditions which are regulated within the laws and regulations. One of the laws and regulations that is important to comply with is the prohibitions of marriage. If a marriage has occured and this specific prohibition of marriage is violated, thus, the legal consequence resulted would be the annulment of such marriage. The annulment of marriage does not only result in legal consequences for husband and wife but also the child born as a result of the marriage. This could make problem in accordance with their joint property and the child born status. Therefore, this research is conducted to analyze the legal consequences of consanguineous marriage in accordance with their joint property and the child status based on the Study of Case Verdict Lubuklinggau Religious Court Number 80/Pdt.G/2017/PA.LLG). To settle with the said matter, this research use normative research method as well as descriptive analytical research. Analysis is based on the Marriage and Inheritance Law especially in the Islamic Marriage and Inheritance Law in accordance with joint property and the status of the child born after the annulment of the marriage. The results of the analysis reveal that the absence of an explicit Laws regarding joint property after the annulment of the marriage causes the distribution of joint property to be carried out according to the principles of justice and deliberation for consensus. In addition, the child also remains as a legitimate child with legal protection in the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law. As a legitimate child, this child will still have the right of child care and inheritance as much as the part has been determined by the Compilations of Islamic Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>