Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70099 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aryadipa Rachmana
"Salah satu unsur logam tanah jarang adalah lantanum. Lanthanum dapat dipisahkan dengan beberapa teknik seperti ekstraksi solven, pertukaran ion, dan metode pengendapan fraksional. Salah satu sumber lantanum adalah mineral pasir silika, dan Indonesia memiliki jumlah pasir silika yang cukup berlimpah sehingga dapat dijadikan potensi produksi lantanum yang tinggi.Pada penelitian ini akan dilakukan ekstraksi lanthanum dari mineral pasir silika. Pemisahan logam lantanum dari pasir silika menggunakan ekstraksi padat cair, karena sifat fisik dari pasir silikanya sendiri.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode Heap Leaching menggunakan H2SO4, metode ini digunakan karena merupakan metode yang murah, praktis, tidak perlu destruksi, dan preparasi yang tidak rumit.Metode pengendapan menggunakan natrium sulfat kemudian dilakukan untuk memisahkan logam-logam maupun pengotor yang terdapat dalam larutan. Selanjutnya dilakukan pemisahan kembali darilogam pengotor menggunakan asam fitat untuk kemudian diperoleh hasil ion lantanum yang lebih murni. Didapatkan hasil lantanum yang berhasil didapat.

One of rare earth metal element is lanthanum. Lanthanum can be separated by several techniques such as solvent extraction, ion exchange, and fractional precipitation methods. One of many source of lanthanum is the silica sand mineral, and Indonesia has a considerable amount of silica sand that can be used as a high lanthanum production potential. In this research, the extraction of lanthanum from silica sand mineral will be done. Separation of lanthanum metal from silica sand using liquid solid extraction is done due to the physical properties of the silica sand itself.
The extraction method that is used in this research is Heap Leaching method using H2SO4. This method is used because it is a cheap, practical method, no need for destruction, and the preparation is not complicated. The precipitation method using sodium sulfate is then carried out to separate the metals and impurities present in the solution. Furthermore, the separation of the impurity metal using phytic acid is then obtained to produce purer lanthanum ions. The result of lanthanum obtained by this method ide 0.709 ppm with percent extraction is 11.3.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhar Yogaswara Sulistyawan
"Tailing dari limbah penambangan bauxite daerah Wacopek di pulau Bintan ternyata memiliki kandungan logam lantanida yang bernilai ekonomi sangat tinggi, yaitu lantanum oksida La2O3 dan yytrium oksida Y2O3 masing-masing sebesar 0,0041 dan 0,0052. Data tersebut memberikan informasi potensi yang sangat prospektif untuk memperoleh nilai tambah yang besar melalui ekstraksi logam-logam berharga dari limbah tailing bauxite. Dengan demikian, pemisahan lantanida dari limbah tailing bauxite tersebut menjadi solusi baik bagi lingkungan dan perekonomian karena dapat mengurangi limbah hasil pertambangan dan mengolahnya menjadi material yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pemisahan ion yttrium dari tailing bauxite mula-mula menggunakan ekstraksi padat cair, karena sifat fisik dari tailing bauxite sendiri, metode ekstraksi padat cair yang murah dan praktis dapat menggunakan metode heap leaching karena jauh lebih murah, praktis, karena tidak perlu destruksi, pemisahan padatan dengan cairan, dan preparasi yang tidak rumit.
Hasil dari ekstraksi heap leaching diperoleh pada konsentrasi optimum asam sulfat 0,1M dengan tingkat keberhasilan 24,39 untuk melarutkan lantanum, dan berhasil melarutkan 34,03 yttrium dari tailing bauxite. Setelah dilakukan pemisahan dengan ekstraksi padat cair dengan H2SO4 kemudian dilakukan juga pemisahan kembali dengan melakukan pengendapan menggunakan trisodium fosfat dan asam fitat untuk kemudian diperoleh hasil yttrium yang tidak terkontaminasi apapun. Dan proses 2 kali pengendapan berhasil meningkatkan kadar lantanum sebesar 83,6 menjadi 0,04411 ppm dan meningkatkan kadar yttrium sebesar 89,20 menjadi 0,28431 ppmKata.

Tailing from the bauxite mining waste from the area of Wacopek in Bintan Island evidently has a high economic value in the content of lanthanide metal. There are lantanum oxide La2O3 and yttrium oxide Y2O3 each of them have a weight of 0,0041 and 0,0052. These data provide potentially highly prospective information to obtain the great added value through the extraction of valuable metals from bauxite tailings waste. There has been no discovery of lanthanide elements from bauxite tailings so far, so the separation of lanthanides from the tailing bauxite waste becomes a solution for both the environment and also the economy because it can reduces the waste of mining products and processes them into materials that could have a high economic value. Therefore, the efforts to extract it through the enrichment methods is the exact and efficient separation that is proposed for this research. The separation of yttrium ion from tailing bauxite first uses liquid solid extraction because the physical properties of tailing bauxite itself. A cheap and practical liquid solid extraction method can use the heap leaching method because it is much cheaper and practical, there is no need for destruction separation of solids with liquids and the prepaparation is also uncomplicated.
The results from the heap leaching extraction were obtained at the optimum concentration of 0,1M sulfuric acid with a success rate of 24,39 to dissolve the lanthanum, and successfully dissolved 34,03 yttrium from the bauxite. After the separation between liquid solid extraction with the H2SO4, then it re separated again by precipitation using trisodium phosphate and phytic acid to obtain the uncontaminated results. Last, the twice sedimentation process successfully increased the lanthanum level from 83,6 to 0,04411 ppm and the yttrium levels from 89,20 to 0,28431 ppm.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Prihatno
"Laterit mengandung klorit, piroksen, talc, kuarsa, olivin dan amfibol. Laterit memiliki kadar Ni2 . Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi ion Ni2 dari laterit menggunakan heap leaching asam sulfat. Setelah dilakukan heap leaching 25 gram laterit menggunakan 500 mL variasi asam sulfat, didapatkan konsentrasi asam sulfat optimum Hasil heap leaching berwarna hijau kekuningan karena adanya [Fe H2O 6]3 dan [Ni H2O 6]2 . Kadar Fe3 dipisahkan dengan penambahan asam fitat. Kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair dengan penambahan salisilaldoksim.

Laterite containing chlorite, pyroxene, talc, quartz, olivine and amphibole. Laterite content Ni2 . In this research, Ni2 extraction of laterite heap leaching using sulfuric acid. After 25 grams of laterite heap leaching using variation of 500 mL sulfuric acid, obtained optimum sulfuric acid concentration. Results heap leaching has yellowish green color because solution contain Fe H2O 6 3 and Ni H2O 6 2 . Number of Fe3 separated by addition of phytic acid. Then did liquid liquid extraction by salicylaldoxime addition."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S66680
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afip Jaya Saputra
"ABSTRAK
Penggunaan ligan dalam ekstraksi logam dari mineral laterit jauh lebih murah dibandingkan mengekstrak logam dengan cara pirometalurgi. Penggunaan bahan kimia termasuk metode mengekstrak logam secara hidrometalurgi. Pada penelitian ini metode untuk melarutkan logam dari mineralnya adalah heap leaching dengan target logamnya adalah nikel. Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu melarutkan logam dari mineral, metode job untuk mengetahui bilangan kordinasi dari logam dengan salisilaldoksim, dan pengaruh pektin dalam mengekstraksi logam nikel dari pengotor logam lain. Karakterisasi kadar Ni menggunakan instrumen AAS, mengetahui bilangan kordinasinya menggunakan instrumen Uv-vis, mengetahui kadar dalam laterit sebelum dan sesudah heap leaching menggunakan XRD. FTIR untuk mengetahui gugus pada salisilaldoksim serta untuk menegetahui atom yang mengikat logam Ni. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui karakteristik mineral laterit sebelum dan sesudah treatment, logam nikel dapat dipisahkan dari mineral laterit, mengetahui Konsentrasi optimum asam untuk memisahkan logam nikel dari mineral laterit, mengetahui konsentrasi optimum ligan dalam memisahkan logam nikel, dan konsntrasi optimum dari pektin dalam mengekstrak logam Ni. Variasi konsentrasi asam dalam melarutkan logam dari mineral adalah 1M, 2M, 3M, 4M, 5M. Dimana dari hasil karakterisasi dengan AAS didapatkan konsentrasi Ni maksimum adalah pada saat penggunaan HCl 5M. Untuk metode job dilakukan dengan mengkomplekskan variasi jumlah mol logam standar dengan ligan, dimana didapatkan bilangan kordinasinya adalah 1:2. Kemudian dilakukan ekstraksi 30 mL sampel yang di netralkan dengan 61 mL NH4OH dengan salisilaldoksim sesuai perbandingan yang didapat dari metode job serta penambahan 0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, 2000, ppm. Dimana konsentrasi maksimum pektin adalah 500 ppm.

ABSTRACT
Use of ligan in metal extraction from laterite mineral is cheaper than extracting metal by pyrometallurgy. Using chemicals count as extracting metal by hydrometallurgy. This research use the method of metal solving from its mineral with heap leaching, with nickel as its target. This research is done in three steps, which is solving the metal from the mineral, job method to know a coordination number from metal complex with salicylaldoxime, and to know an effect of pectin addition in nickel extraction from other metals. Characterization of nickel content is with AAS instrumentation, using Uv vis to know a coordination number , using XRD to know nickel content in laterit mineral before and after heap leaching. Using FTIR to know functional group in salicylaldoxime and to know what atom bound to Nickel. The purpose of this research is to know the characteristic of laterite mineral before and after treatment, Nickel can be separated from laterite mineral, to know an optimum concentration of acid to separating nickel from laterite mineral, to know an optimum concentration of pectin in nickel extraction. Variation of acid concentration in solving metal from mineral is 1M, 2M, 3M, 4M, 5M. the optimum nickel concentration when using HCl 5M. For the job method it was done by complexing variation of mol metal standard with ligand and the coordination number is two where the metal comparison with ligan is 1 2. Then neutralized 30 mL sample with 61 mL NH4OH 4M and then separating precipited. Then extracting the solution with ligand in toluene corresponding to job method, and then addition of 0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, 2000 ppm pectin."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S66413
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Triana Sari
"Terak timah II merupakan hasil samping dari pengolahan timah, pada terak timah II terkandung unsur-unsur yang masih dapat dimanfaatkan kembali seperti kuarsa, rutile, hematit, zirkonium oksida, alumunium oksida, tantalum oksida, dan niobium oksida. Tantalum dan Niobium beberapa tahun mendatang akan mengalami kepunahan, oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan recovery tantalum dan niobium dari terak timah II. Terak timah II memiliki kadar tantalum dan niobium oksida sebesar 0,33 dan 0,645.
Pada penelitian ini akan dilakukan ekstraksi terhadap logam tantalum dan niobium dari terak timah II menggunakan metode Leaching. Leaching dilakukan dua kali, yang pertama dengan menggunakan HCl dan Alkali NaOH dan yang kedua dengan menggunakan HF dan H2SO4 kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan reagen MIBK dan karakterisasi dilakukan dengan instrumen ICP-OES. Kadar tantalum dan niobium pentoksida sebelum ditambahkan asam fitat adalah 68,6465 ppm dan 931,858 ppm dan setelah ditambahkan asam fitat menjadi 463,535 atau meningkat sebesar 85,229 ppm pada tantalum dan menurun sebesar 31,30 menjadi 640,165 ppm.

Tin slag II is a by product of tin processing, in tin slag II contained elements that can still be reused such as quartz, rutile, hematite, zirconium oxide, aluminum oxide, tantalum oxide, and niobium oxide. Tantalum and Niobium in the next few years will experience extinction, therefore in this research will be done tantalum and niobium recovery from tin slag II. Tin slag II has tantalum and niobium oxide levels of 0.33 and 0.645.
In this research will be extraction of tantalum and niobium metal from tin slag II using Leaching method. Leaching is done twice, the first by using HCl and Alkali NaOH and the second by using HF and H2SO4 and characterization done with ICP OES instrument. Levels of tantalum and niobium pentoxide before added phytic acid were 68.6465 ppm and 931.858 ppm and after added phytic acid to 463.535 ppm 640.165 ppm.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rengga Ade Saputra
"Industri pertambangan dapat secara aktif berkontribusi pada sustainable development dengan mengurangi dampak negatif terhadap degradasi lingkungan, seperti kegagalan peralatan. Penggunaan sianida dalam metode heap leaching untuk ekstraksi emas merupakan salah satu cara untuk memperoleh recovery yang lebih tinggi dan lebih ramah lingkungan dibandingkan penggunaan merkuri. Menggunakan metode risk-based inspection (RBI) sesuai standar API 581 dengan pendekatan semi-kuantitatif, dapat menghitung probability dan consequency dari kegagalan yang akan terjadi pada pipa irigasi heap leaching. Tujuan dari penelitian adalah menentukan rencana inspeksi yang optimal pada pipa irigasi heap leaching dan tingkat risikonya. Inspeksi berbasis risiko dilakukan pada pipa irigasi heap leaching 12 inci yang datanya diperoleh dari hasil pengukuran ketebalan. Penerapan semi-kuantitatif risk-based inspection (RBI) sesuai standar API 581, dapat menentukan rencana jadwal inspeksi yang lebih optimal dan mengurangi tingkat risiko pada peralatan objek penelitian dibandingkan metode inspeksi berbasis waktu. Penelitian yang dilakukan terhadap analisis data hasil inspeksi untuk risk-based inspection (RBI), mendapatkan data yang diambil pada posisi elbow pipa terdapat pengurangan ketebalan dinding pipa sebesar 0,97 mm per tahun yang memiliki nilai Probability of Failure (PoF) sebesar 2 dan Consequence of Failure (CoF) pada tingkat D dengan potensi konsekuensi gangguan bisnis sebesar US$958.506, sehingga menghasilkan tingkat risiko pada posisi 2D atau level medium. Penjadwalan inspeksi ditetapkan berdasarkan tingkat risiko dan sisa umur pakai pipa untuk mencegah tercapainya/terlampauinya target risiko (ketebalan minimum).

The mining industry can actively contribute to sustainable development by reducing negative impacts on environmental degradation, such as equipment failure. For example, using cyanide in the heap leaching method for gold extraction is a way to obtain a higher recovery and is more environmentally friendly than mercury. Furthermore, using the risk-based inspection (RBI) method according to API 581 standard with a semi-quantitative approach, it is possible to calculate the probability and consequence of failure that will occur in heap-leaching irrigation pipes. This research aims to determine the optimal inspection plan for heap-leaching irrigation pipes and their level of risk. A risk-based inspection is carried out on a 12-inch heap leaching irrigation pipe for which the data is obtained from the thickness measurement results. The application of semi-quantitative risk-based inspection (RBI), according to API 581 standard, can determine a more optimal inspection schedule plan and reduce the level of risk on research object equipment compared to time-based inspection methods. Research conducted on data analysis of inspection results for risk-based inspection (RBI), obtained data taken at the pipe elbow position where there is a reduction in pipe wall thickness of 0.97 mm per year which has a Probability of Failure (PoF) value of 2 and Consequence of Failure (CoF) at level D with potential business interruption consequences of US$958,506, resulting in a risk level in 2D or medium level. Therefore, inspection scheduling is determined based on the level of risk and the remaining life of the pipe to prevent achieving/exceeding the risk target (minimum thickness)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Ikhwanuddin
"[PCC (Precipitated Calcium Carbonate) adalah serbuk kalsium karbonat (CaCO3) dengan kemurnian tinggi. PCC banyak digunakan dalam industri farmasi dan makanan. Saat ini, Indonesia masih mengimpor PCC. Padahal, Indonesia memiliki potensi bahan baku PCC yaitu dolomit. Asam format mampu bereaksi secara selektif dengan kalsium karbonat sebagai komponen dominan (77%) dalam dolomit. Kemurnian kalsium hasil selektif leaching mencapai 98%. Kondisi optimum untuk selektif leaching adalah konsentrasi asam 0,05M; rasio solid/liquid (10g/50ml); waktu leaching selama 60 menit dan tanpa pengadukan. Larutan hasil leaching ditambahkan amonium hidroksida hingga pH 12. Selanjutnya, mengalirkan gas CO2 untuk menghasilkan endapan CaCO3 (PCC)., PCC (Precipitated Calcium Carbonate ) is a high purity of calcium carbonate (CaCO3) powder. PCC is widely used in the pharmaceutical and food industries. Now, Indonesia still imports for PCC. Indonesia has raw material for PCC that is dolomite. Formic acid can react selectively with calcium carbonate that is a dominant component (77%) in dolomite. The purity of calcium from selective leaching reach 98%. The optimum conditions for selective leaching is acid concentration (0,05M); the solid / liquid (10g /50ml); leaching time (60 minutes) and without stirring. The solution from leaching is added ammonium hydroxide to pH 12. Then , CO2 is added to produce a precipitate CaCO3 ( PCC ) .]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Rachmasari
"ABSTRAK
PCC (Precipitated Calcium Carbonate) merupakan fine chemical dari kapur (CaCO3) yang banyak digunakan dalam berbagai industri. Indonesia memiliki potensi bahan baku PCC yang melimpah yaitu dolomit. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan PCC dari dolomit dengan menggunakan metode selective acid leaching dolomit menggunakan asam lemah tunggal dan kombinasinya. Dalam metode ini digunakan asam lemah sebagai pelarut karena asam lemah akan bereaksi secara selektif dengan ion Ca dan membentuk suatu ikatan yang lebih stabil. Asam yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam format, asam asetat, asam propanoat dan kombinasinya. Kondisi optimum leaching dengan asam format yang diperoleh adalah ukuran partikel dolomit 0,075 ? 0,149 mm, waktu kontak 60 menit, kecepatan pengadukan 5 rpm, rasio cairan padatan 5/1 dan suhu 45oC, konsentrasi optimum 0,1 M dengan %kemurnian Ca larut dan %yield sebesar 99,14% dan yield 4,5%. Pengkombinasian asam lemah menyebabkan selektifitas terhadap ion Ca menurun dibandingkan penggunaan asam tunggal. Data kinetika menunjukkan hambatan penentu laju reaksi selective acid leaching dolomit menggunakan asam format dikontrol oleh lapisan zat inert. Persamaan kinetika selective acid leaching dolomit pada kondisi optimum adalah (1-3((1-X)^(2/3))+(1-X))=2,0829x(10^-5)t

ABSTRACT
PCC (precipitated Calcium Carbonate) is a fine chemical of limestone (CaCO3) which is widely used in various industries. Indonesia has the potential of PCC abundant raw material which is dolomite. This study proposes to obtain PCC from dolomite by selective acid leaching of dolomite using single and combination of weak acid. In this method a weak acid used as a solvent because of the weak acid will react selectively with Ca ions and form a bond that is more stable. The acid used in this study is formic acid, acetic acid, propanoic acid and its combinations. The optimum leaching conditions with formic acid is obtained dolomite particle size of 0.075 to 0.149 mm, the contact time of 60 minutes, stirring speed 5 rpm, solid liquid ratio of 5/1 and a temperature of 45oC, the optimum concentration of 0.1 M with% purity soluble Ca and% a yield of 99.14% and a yield of 4.5%. The combination of a weak acid causes the ion selectivity of Ca decreased compared to the single acid use. Kinetics data showed the reaction rate limiting for selective acid leaching of dolomite using formic acid is controlled by diffusion through ash layer. Kinetic equation selective acid leaching of dolomite in optimum condition is (1-3((1-X)^(2/3))+(1-X))=2,0829x(10^-5)t
"
2016
T45607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Wafa Nawawi
"ABSTRAK
Terak Timah Akhir Slag timah II merupakan produk hasil samping dari peleburan timah tahap kedua. Slag timah II ini mengandung unsur bernilai ekonomi tinggi dalam bentuk unsur radioaktif dan logam tanah jarang. Proses ekstraksi unsur radioaktif U dan Th dan Logam Tanah Jarang LTJ telah dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan tiga tahapan proses. Tahap pertama yaitu proses peleburan dengan NaOH pada 700oC yang bertujuan untuk memecah ikatan silika, sehingga didaptakan endapan bebas silika dengan presentase unsur terendapkan sebesar 91,07 thorium, 81,57 uranium, dan 78,5 unsur logam tanah jarang. Tahap kedua merupakan tahap pelindian dengan menggunakan asam sulfat H2SO4 . Tahap ini bertujuan untuk memisahkan unsur radioaktif U dan Th dengan unsur logam tanah jarang. Pada proses ini didapatkan filtrat dengan persen terlarut Thorium 80,06 , Uranium 74,72 dan Logam Tanah Jarang kurang dari 0.05 . Tahap ketiga yaitu proses pemisahan unsur Th dan U dengan menggunakan metode solvent extraction dengan trioctylamine TOA . Pada kondisi optimal didapatkan jumlah persen terekstrak pada larutan organik yaitu 67 uranium dan 0 thorium.

ABSTRACT
Tin Slag II is a by product of tin smelting process. This Slag contain of high economic elements such as Thorium, Uranium, and Rare Earth Element. Extraction of Th, U, and REE have been studied in this research, by three stage process. First stage was alkaline roasting at 700oC with NaOH to minimize silica content in the hydroxide cake, with precipitation recovery of Th, U, and REE are 80,06 81,57 and 78,5 . Second stage was leaching process using H2SO4 to separate radioactive elements Th and U and REE, with recovery of Th, U, and REE in the filtrate are 97,24 , 74,72 and less than 0.05 REE. Last stage process was solvent extraction using Trioctylamine TOA to separate Th and U. The best separation for U VI and Th was obtained when A O ratio 1 1, concentration of TOA 4 , and mixing time 2 min, were used."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Fajrin
"ABSTRAK
Dalam penelitian ini, MOF disintesis sebagai adsorben ion logam kadmium (II) karena kerangka organik logam (MOF) memiliki area pori dan permukaan yang besar serta sifat potensial dan aplikasi seperti pengolahan air yang mengandung ion logam berat. Sintesis MOF dilakukan berdasarkan logam lantanida menggunakan lantanum dan itrium, dengan mereaksikan logam nitrat (Y (NO3) 3.6H2O dan La (NO3) 3.6H2O) dengan asam suksinat dan N, N-dimethylformamide (DMF) dan pelarut air menggunakan metode solvothermal. Dua MOF yang disintesis dikarakterisasi menggunakan FTIR, XRD, TGA, BET dan SEM. Hasil dari karakterisasi menyatakan bahwa La-succinate MOF lebih baik daripada MO-succinate Y. Selanjutnya, dua MOF yang disintesis digunakan sebagai adsorben ion logam kadmium (II) dengan berbagai variasi seperti pH, waktu kontak, jumlah adsorben dan konsentrasi adsorbat. Kapasitas adsorpsi yang dihasilkan oleh La-succinate MOF lebih besar dari Y-succinate MOF serta hasil dari isoterm adsorpsi oleh La-succinate dan MOF-succinate Y. La-succinate MOF memiliki R2 sebesar 0,9946 dengan nilai kapasitas adsorpsi Freundlich sebesar 2.296 mg / g dan MO-succinate Y memiliki R2 sebesar 0.8812 dengan nilai kapasitas adsorpsi Freundlich sebesar 1.543 mg / g.

ABSTRACT
In this research, MOF was synthesized as cadmium (II) metal ion adsorbent because the organic metal framework (MOF) has a large pore and surface area as well as potential properties and applications such as water treatment containing heavy metal ions. MOF synthesis was carried out based on lanthanide metal using lanthanum and yttrium, by reacting metal nitrate (Y (NO3) 3.6H2O and La (NO3) 3.6H2O) with succinic acid and N, N-dimethylformamide (DMF) and water solvents using the solvothermal method. Two MOF synthesized were characterized using FTIR, XRD, TGA, BET and SEM. The results of the characterization stated that La-succinate MOF was better than MO-succinate Y. Furthermore, two MOF synthesized were used as adsorbent of cadmium (II) metal ions with various variations such as pH, contact time, amount of adsorbent and adsorbate concentration. The adsorption capacity produced by La-succinate MOF is greater than Y-succinate MOF and the results of adsorption isotherms by La-succinate and MOF-succinate Y. La-succinate MOF has an R2 of 0.9946 with a Freundlich adsorption capacity value of 2,296 mg / g and MO-succinate Y has R2 of 0.8812 with a Freundlich adsorption capacity value of 1,543 mg / g."
2019
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>