Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56217 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kirana Chandra Mumpuni Budiana
"ABSTRAK
Topik yang diangkat dalam penelitian ini adalah makna kehilangan dalam film Zerkalo Cermin, sebuah film karya penulis naskah dan sutradara, Andrej Tarkovskij. Tulisan ini dibuat bertujuan untuk menganalisis makna kehilangan yang ditampilkan melalui tokoh Maria dan latar tempat yang terdapat film. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik Roland Barthes. Teori ini menjadi dasar dilakukannya dua tahap pemaknaan, yaitu denotasi dan konotasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekspositori, deskriptif, dan kritik. Hasil penelitian ini yaitu kehilangan dalam film Zerkalo dimaknai sebagai suatu bentuk penderitaan yang harus dinikmati dan merupakan bentuk ekspresi ketidaksadaran dari rasa bersalah yang dirasakan tokoh Maria. Jika dikaitkan dengan teori masokisme moral Freud, tokoh Maria merupakan sosok yang masokis karena ia menikmati penderitaan akibat peristiwa kehilangan suami yang dialaminya. Kecintaan pada penderitaan tersebut didasari oleh rasa bersalah Maria yang tidak bisa mempertahankan rumah tangganya. Bentuk masokisme ini telah mengakar dalam kesusastraan Rusia. Selain itu, latar belakang penulis naskah dan sutradara, Andrej Tarkovskij, sebagai pengagum Dostoevskij juga menjadi alasan adanya unsur masokisme dalam film ini, seperti dalam karya-karya Dostoyevskij.

ABSTRACT
The topic discussed in this research is the meaning of loss in Zerkalo Mirror, a movie by screenwriter and director, Andrej Tarkovskij. This paper is intended to analyze the meaning of loss that is displayed through the character of Maria and the background of the place in the movie. The main theory used in this research is Roland Barthes semiotic theory. This theory became the basis for the implementation of two stages of meaning, namely denotation and connotation. The methods that being used in this research are expository, descriptive, and criticism. The outcome from this research is the loss in Zerkalo ndash Mirror is interpreted as a form of suffering that must be enjoyed and a form of unconsciousness of the guilt felt by the character of Maria. When it comes to Freud theory of moral masochism, the character of Maria is considered as a masochistic figure because she enjoys the suffering of the events that occur behind it. The love of suffering is based on the guilt of Maria who can not maintain her marriage. This form of masochism rooted in Russian literature. In addition, the background of scriptwriter and director, Andrej Tarkovskij, as an admirer of Dostoevskij has also been the reason for an element of masochism in the movie, as in the works of Dostoyevskij. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahda Yufika Qailaa Youstiza
"Kehilangan merupakan salah satu kisah dunia yang tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan. Hal tersebut dapat terjadi kapanpun, dimanapun dan pada siapapun. Sifatnya yang sangat misterius dan tak terprediksi ini dapat mengguncang kondisi the first person dalam keharusan untuk menghadapi kesiapan dibalik ketidaksiapan. Hal ini disebabkan karena hal tersebut berada diluar kendali manusia untuk mempertahankan sesuatu yang dianggap berharga olehnya. Berdasarkan pengalaman tersebut, ketegangan antara diri dan dunia ini kemudian menjadi titik balik bagi peneliti untuk senantiasa memecahkan persoalan dalam relasi subjek, yang menimbulkan kesadaran baru berupa apresiasi dan perdamaian diri pada kekurangan the other setelah dirinya tiada. Sementara, kehilangan semakin tajam bukan pada saat mengalami diwaktu tersebut, melainkan saat waktu berjalan mengiringi kehidupan tanpa kehadiran yang pernah ada seperti sebelumnya. Oleh sebab itu, meskipun diobati tetap menimbulkan luka dan rasa sakit, sehingga mengganggu kondisi subjek. Titik paling terang untuk melihat hal tersebut melalui kondisi psikologis. Dalam lingkaran besar mengalami, penelitian ini berupaya mendekati lebih khusus terhadap intensi subjek yang sering kali dialihkan pada solusi semu dan kesadaran penerimaan kehilangan yang kerap berada dibawah penanganan teknis sehingga terdapat upaya penyamarataan universal untuk mengatasi rasa sakit dan kerapuhan. Sementara dalam penelitian ini, penulis berupaya menunjukkan bahwa subjek memiliki penerimaan internal dan cara kerja kognitif yang berbeda satu sama lain. Judgment terhadap situasi menghadapi kehilangan membutuhkan sisi reflektif untuk sampai pada kehadiran being yang lebih utuh. Dengan demikian, upaya kali ini senantiasa untuk mendamaikan sisi pengetahuan yang sangat kompleks. Bahwa, wilayah yang tidak dapat dijelajahi sesungguhnya adalah wilayah yang paling berharga untuk didalami, maka demikian tidak layak bagi kita jika harus mengobjektivikasinya.

Loss is one of the world's stories that cannot be denied in life. It can happen anytime, anywhere, and to anyone. This very mysterious and unpredictable nature can shake the condition of the first person in having to face readiness behind unpreparedness. This is because it is beyond human control to maintain something considered valuable by him. Based on this experience, the tension between self and the world becomes a turning point for researchers always to solve problems in the subject relationship, which creates a new awareness in the form of appreciation and reconciling oneself for the shortcomings of the other after he is gone. Meanwhile, the loss is sharper not when experiencing that time but when time goes along with life without a presence that has never existed before. Therefore, even though it is treated, it still causes wounds and pain, thus disturbing the subject's condition. The brightest point to see this is through psychological conditions. In a large circle of experience, this study seeks to approach the intentions of the subjects who are often diverted to pseudo-solutions and the awareness of acceptance of loss which is often under specialized treatment, so that there is a universal generalization effort overcome pain and vulnerability. While in this study, the authors attempt to show that the subject has internal acceptance and cognitive ways of working that are different from one another. Judgment of situations of facing loss requires a reflective side to arrive at the presence of a complete being. Thus, the effort this time is always to reconcile the very complex side of knowledge. The unexplored area is the most valuable area to explore, so it is not worth it for us to objectify it."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Karissa Karim
"Loving Vincent adalah sebuah film animasi yang terdiri dari lukisan-lukisan cat minyak. Di dalam film Loving Vincent terdapat lukisan-lukisan Vincent van Gogh yang asli dan lukisan-lukisan Vincent van Gogh yang dimodifikasi oleh pelukis-pelukis lainnya. Lukisan-lukisan penting di dalam film Loving Vincent membangun benang merah cerita dan memberikan makna-makna yang penting. Lukisan-lukisan di dalam film Loving Vincent yang dipilih untuk diteliti sebanyak tujuh lukisan. Masalah penelitian ini adalah : Makna apa yang terkandung di dalam tujuh lukisan dalam film Loving Vincent? Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan makna yang terkandung pada tujuh lukisan dan untuk melihat citra Vincent van Gogh di dalam film. Penelitian ini menggunakan semiotik dari Roland Barthes. Metode yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah metode Alih Wahana dari Sapardi Djoko Damono. Hasil penelitian menunjukan bahwa ke-tujuh lukisan yang diteliti memberikan makna mengenai kejiwaan Vincent van Gogh yang terganggu. Tujuh lukisan tersebut memperlihatkan citra Vincent van Gogh sebagai pribadi yang membutuhkan pertolongan, bukan hanya sebagai seorang pelukis yang brilian. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Ruth Mutiara Rumondang
"ABSTRAK
Artikel ini merupakan penelitian mengenai makna api yang terdapat dalam film Incendies karya Denise Villeneuve 2010 . Kajian kualitatif digunakan dalam penelitian ini untuk melihat representasi api dalam film melalui alur, penokohan, maupun aspek sinematografis. Adapun penelitian ini mengguanakan teori Boggs dan Petrie 2008 mengenai pengkajian aspek naratif untuk menganalisis pengaluran dan penokohan, serta teori Truffaut 1954 dari sudut pandang sinematografis untuk menganalisis pengambilan objek dalam frame, penggunaan efek parole, penggunaan sudut pandang kamera, shot, gerak kamera, teknik penyuntingan, atau pencahayaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa makna api yang terlihat disimpulkan melalui dominasi warna merah dan perkembangan konflik dalam alur yang mewakili tragedi dalam film.

ABSTRACT
The article is a study of the meaning of fire contained in the film Incendies by Denise Villeneuve 2010 . A qualitative study was used in this article to see the representation of fire through narrative and cinematographic aspects. The research uses Boggs and Petrie 39 s 2008 theory to identify components of narratives such as plot structure and characterization, as well as Truffaut 39 s 1954 cinematographic theory to analyze object retrieval in frames, use of parole effects, use of camera position, shot, editing technique, and even lighting. The results of the analysis show that the dominance of red color and the development of conflict within the series of events and actions represent tragedies as the meaning of fire in Incendies."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Hakhalya
"Tianxia Ti nxi adalah sebuah ide yang sudah muncul dalam masyarakat Tiongkok sejak Dinasti Shang Sh ng ch o Dari dinasti ke dinasti ide ini mengalami perubahan dan pergeseran makna oleh karena perkembangan zaman dan kejadian kejadian sejarah Sehingga jika dilihat dari konteks yang berbeda Tianxia dapat memiliki arti dan interpretasi yang berbeda pula Film ldquo Hero rdquo Y ngxi ng karya Zhang Yimou Zh ng Y m u adalah salah satu film berlatar sebelum Dinasti Qin Q n ch o yang menampilkan Tianxia dengan cara yang unik Dari film ini penulis mencoba melihat dan menjabarkan makna dari Tianxia sesuai dengan perspektif film Hero
Tianxia Ti nxi is an idea that has been exist in Chinese civilization since Shang Dynasty Sh ng ch o The idea of Tianxia continue to developed and interpreted according to the time and history Therefore Tianxia might give different definition or interpretation according to its context A ldquo Hero rdquo Y ngxi ng film by Zhang Yimou Zh ng Y m u was set before Qin Dynasty Q n ch o which has unique way of showing Tianxia The writer tries to explain the meanig of Tianxia based on the movie ldquo Hero rdquo"
Depok: [Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muftia Parasati
"Artikel ini membahas makna di balik kehadiran satu-satunya tokoh laki-laki yang ada di film 8 Femmes, yaitu sang kepala keluarga bernama Marcel. Di dalam film, Marcel ditampilkan melalui fokalisasi para perempuan dan sangat jarang ditampilkan secara fisik ataupun berbicara. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan tekstual dan kajian sinema dari Boggs dan Petrie, kajian naratologi Gérard Genette, dan kajian AWK Sara Mills. Hasil analisis menunjukkan bahwa para perempuan terus menghadirkan Marcel melalui fokalisasi dan hal ini merupakan perwujudan dominasi Marcel secara implisit terhadap mereka. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan para perempuan untuk lepas dari Marcel. Meskipun absen secara visual, sosok Marcel telah membayangi kehidupan para perempuan dan menjadi bagian dari kesenangan, kesedihan, dan kesulitan yang mereka miliki. Para tokoh perempuan yang muncul sebagai judul film dan nampak mendominasi secara naratif dan sinematografis sebenarnya terdominasi oleh Marcel, sehingga menjadikan mereka berada dalam ilusi hilangnya dominasi laki-laki.

This article discusses the meaning behind the presence of the only male character in 8 Femmes, namely the head of the family, Marcel. In the film, Marcel is shown through female focalizations and is rarely shown physically or speaking. The method utilized is a qualitative method with a textual approach and film studies from Boggs and Petrie. The narratology study of Gérard Genette and the CDA studies of Sara Mills is also used to deepen the analysis. The analysis shows that the women continuously presenting Marcel through focalization and this is a manifestation of Marcel's implicit domination over them. This was due to the women's inability to escape from Marcel. Despite being visually absent, Marcel's figure has loomed over the lives of the women and becomes their joys, sorrows and difficulties. The female characters who appear in the title of the film and seem to dominate narrative and cinematographically are actually dominated by Marcel, thus they are in the illusion of the lost male domination.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Shadrina
"Skripsi ini membahas rincian makna pantai yang terdapat dalam film ‘Les Plages d'Agnes’ karya Agnes Varda. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang ditunjang dengan teori-teori pengkajian sinema. Hasil penelitian menyatakan bahwa melalui analisis aspek naratif dan sinematografis ditemukan beberapa rincian makna pantai dalam film ‘Les Plages d’Agnès’. Berdasarkan rincian makna tersebut dapat dilihat bahwa Varda secara konsisten menggunakan pantai sebagai penyambung narasi sepanjang alur dalam film ini. Keseluruhan makna pantai dalam film ini berdasarkan analisis terhadap alur dan latar ruang membuktikan bahwa film sepenuhnya memperlihatkan diri Varda melalui latar pantai. Pantai menjadi dominan dalam film ini dan hadir dalam hampir setiap sekuen serta identik dengan laut, ombak, pasir, ikan, suara burung camar, perahu layar dan segala hal yang berada di pantai dan laut.

The focus of this study is to find the details meaning of the beach in the film ‘Les Plages d’Agnès’. This study uses some theories on the cinema studies. The final results of this study show that the details meaning of beach are found in the film ‘Les Plages d’Agnès’ through an analysis from the narrative and cinematographic aspect. Based on the details of the meaning of the beach, Varda consistently uses the beach as a link along in the film narrative. On the whole meaning of the beach in the film based on the analysis of the narrative structure and the setting proves that the existence of Varda in the film appear through the beach. The beach has become dominant in this film and has existed in almost every sequence, it is considered as the sea, the waves, the sand, the fish, the voice of the seagulls, the yachts and everything that lies on the beach and the sea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44383
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luqyana Marsiaputri Zoelitha Yahya
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas film Sevilla (2012), film pendek tentang liburan tiga sahabat ke kota Sevilla. Hal yang tidak terduga terjadi dalam liburan itu. Dari kejadian luar biasa itu, masalah yang diangkat adalah hakikat persahabatan di antara ketiganya. Penelitian ini mengaitkan peran unsur sinematografi; mise-en-scène, tata kamera dan tata cahaya, dalam menggambarkan hakikat persahabatan itu. Dari tata kamera terlihat posisi tiga tokoh yang tidak setara. Tata cahaya menandai dua macam alur; yang maju dan yang mundur. Cahaya terang dipakai ketika suasana persahabatan ceria, sedang cahaya gelap sebaliknya terutama ketika salah satu sudah tiada. Pencahayaan terang biasanya bersamaan dengan long shot, pencahayaan gelap bersamaan dengan medium shot.

ABSTRACT
This journal analyses the film Sevilla (2012), short film that tells the story of three best friends holiday to Sevilla. An unexpected thing happened during the holiday. From that unexpected thing, the problem that will be analyzed is the meaning of friendship among these three. This study uses cinematographical elements such as mise-en-scène, the kind of shots and lighting, in analyzing the meaning of that friendship. From the camera layout, the position of three characters is not equal. The lighting marks two kinds of plot, forward and backward. The bright one marks the joy of that friendship, while the dark one marks the gloom of the friendship especially when one of them is gone. The bright lighting used along with long shot, the dark one with medium shot."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Adiany Salsabila
"Coming Home (归来 guīlái) adalah film Tiongkok dengan latar belakang romansa dan latar waktu saat Revolusi Kebudayaan tahun 1966-1976 yang rilis pada tahun 2014. Peristiwa Revolusi Kebudayaan harus selalu diingat agar tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Penelitian ini membahas tentang makna asosiatif dari kata 归来 guīlái di dalam film Coming Home (归来 guīlái) yang disutradarai oleh Zhang Yimou. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kata 归来 guīlái dari faktor-faktor di luar bahasa, yaitu melalui adegan, dialog, penokohan, dan alur. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data dokumentasi, observasi dan studi pustaka untuk menulis penelitian ini. Kesimpulan dari penelitian ini adalah makna kata 归来 guīlái atau ‘pulang’di dalam film bukan hanya sekedar kembali ke rumah, namun masih ada makna mendalam lainnya dari setiap adegan yang muncul di dalam film. Kata ‘pulang’ jika dikaitkan dengan adegan-adegan di dalam film Coming Home dapat diasosiasikan dengan mengingat kembali kejadian di masa lalu karena ketiga tokoh utama, yaitu Lu Yanshi, Feng Wanyu dan Dandan tidak merasakan ‘pulang’ dengan makna yang sesungguhnya. Makna asosiatif dari kata ‘pulang’ jika dikaitkan dengan adegan-adegan di dalam film bersifat negatif menjadi perpisahan, pengkhianatan dan pengalaman traumatis.

Coming Home (归来 guīlái) is a Chinese film with a romantic background and a time setting during the 1966-1976 Cultural Revolution, which was released in 2014. The events of the Cultural Revolution must always be remembered so that they do not happen again in the future. This study discusses the associative meaning of the word 归来 guīlái in the film Coming Home (归来 guīlái), directed by Zhang Yimou. The purpose of this study is to examine the word 归来 guīlái from factors outside of language, namely through scenes, dialogues, characterizations, and plot. The author uses qualitative research methods with documentation data collection techniques, observation, and literature study to write this research. This study concludes that the meaning of the word 归来 guīlái or 'going home' in the film is not just returning home, but there is another more profound meaning in every scene that appears in the film. The word 'going home' when associated with scenes in the film Coming Home can be associated with recalling past events because the three main characters, Lu Yanshi, Feng Wanyu, and Dandan, do not feel 'going home' in an absolute sense. The associative meaning of the word 'coming home' when associated with the scenes in the film is negative to separation, betrayal, and traumatic experiences."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fenia Novaliana R.
"Makalah ini mengkaji berbagai makna dibalik penanda-penanda tertentu dalam film Iron Lady. Film ini berisi beberapa penggambaran dari penanda-penanda yang ditampilkan bersama dengan unsur-unsur sinematografi. Pada umumnya, orang-orang tidak begitu memperhatikan penanda dalam sebuah film dan mereka cenderung fokus pada jalan cerita dari film tersebut. Namun, beberapa penanda dalam film Iron Lady menyiratkan suatu makna tertentu. Adanya keterkaitan antara figur 'Iron Lady' dan feminisme, analisis dari penandapenanda tersebut merujuk pada perspektif feminis. Beberapa penanda dalam film ini mengenalkan pada latar belakang dari isu perempuan serta kondisi perempuan pada era tersebut. Penanda-penanda yang mencolok meliputi kalung mutiara, court shoes, topi, dan kancing. Dalam film ini, penanda mengindikasikan bahwa Margaret Thatcher mencerminkan konsepfeminisme eksistensial yang diperkenalkan oleh Simone de Beauvoir. Penonton dapat lebih memperkaya pengetahuan mengenai isu yang diangkat dalam sebuah film jika mereka mengetahui makna dibalik penanda-penanda dalam film tersebut.

This paper examines various ideas behind certain signifiers in the movie Iron Lady. This movie contains several portrayals of signifiers that are strongly emphasized by the cinematographic elements. Most people are likely to pay less attention to signifiers in a movie and they consider the storyline is the most important one. However, it is argued that certain signifiers in the movie Iron Lady imply particular ideas. Since the figure of 'Iron Lady' is commonly associated with feminism, the discussion of the signifiers in this paper refers to feminist perspective. Certain signifiers in this movie introduce the background of some women issues as well as the condition of women in that era. Those prominent signifiers are pearls, court shoes, a hat, and a button. In this movie, the signifiers indicate that Margaret Thatcher embodies the concept of existentialist feminism which was proposed by Simone de Beauvoir. In this respect, it is better for spectators to acknowledge the meaning of signifiers in a movie to enhance a broader knowledge of the issue that is brought up in the movie."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>