Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100447 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aritonang, Samuel Ivander
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas materi muatan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil PP Manajemen PNS dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Materi muatan suatu Peraturan Pemerintah adalah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Hal tersebut memiliki implikasi bahwa PP Manajemen PNS sebagai peraturan pelaksana delegated legislation haruslah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara UU ASN sebagai primary rule. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif yang digunakan untuk meninjau suatu permasalahan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menggunakan studi kepustakaan sebagai alat dan cara untuk memahami materi muatan antara PP Manajemen PNS dengan UU ASN. Hasil penelitian ini adalah PP Manajemen PNS sebagai peraturan pelaksana memiliki kewenangan delegasi dari UU ASN sebagaimana yang dicantumkan di dalam konsiderans PP Manajemen PNS. Namun, terdapat tiga materi muatan PP Manajemen PNS yang tidak sesuai dengan materi muatan UU ASN, yakni: 1 Pembedaan umur dalam Sistem Merit; 2 PNS yang Hilang dalam Pemberhentian PNS dengan hormat; dan 3 Pengaturan sanksi pada masa percobaan PNS. Skripsi ini memberi saran kepada Badan Pembinaan Hukum Nasional BPHN Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mengevaluasi dan merevisi PP Manajemen PNS ini serta memasukan sistem evaluasi peraturan perundang-undangan ke dalam perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

ABSTRACT
This thesis discusses about the content of Government Regulation No. 11 of 2017 on Civil Management in hierarchy of rules as regulated by Law No. 12 of 2017 on Concerning Making Rules. Government Regulation content contain contents to implement the Law properly. It has implications that Government Regulation No. 11 of 2017 on Civil Management as a delegated legislation must be in line with Law No. 5 of 2014 on State Civil Apparatus as a primary rule. This thesis uses juridical normative methodology to review legal issues and provisions of applicable laws and regulations which using study literature as a tools to understand the contents of Government Regulation No. 11 of 2017 on Civil Management and Law No. 5 of 2014 on State Civil Apparatus. The conclusion is Government Regulation No. 11 of 2017 on Civil Management as a delegated legislation has a delegated authority from Law No. 5 of 2014 on State Civil Apparatus which is stated on the Government Regulation No. 11 of 2017 on Civil Managements consideration. However, there are three contents in Government Regulation No. 11 of 2017 on Civil Management which is not in accordance with Law No. 5 of 2014 on State Civil Apparatus 1 The differentiation of age in Merit System 2 The absence of government employee causes honorably discharged and 3 Sanction regulation in the probationary period. This thesis gives some recommendations to Agency of National Law Development under The Ministry of Law and Human Rights and The Ministry of State Apparatus Empowerment Bureau Reform to evaluate and revise Government Regulation No. 11 of 2017 on Civil Management. In addition, the evaluation system of making rules should be added in Law No. 12 of 2017 on Concerning Making Rules. Concerning Making Rules, Bureaucracy, Contents, Merit System. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yunita Rhamadani
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai sistem ketatanegaraan Indonesia setelah terjadinya Perubahan UUD 1945, karena terjadi perubahan penting terutama pada perubahan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baik dari segi fungsi maupun struktur. MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, dan pemegang kedaulatan rakyat. Perubahan tersebut berpengaruh terhadap hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Setelah perubahan UUD 1945 Ketetapan MPR tidak dimasukkan ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan, kini dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Ketetapan MPR kembali ditempatkan dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Hal ini akan menimbulkan implikasi baik terhadap MPR sebagai lembaga negara, terhadap Ketetapan MPR sebagai produk hukum, maupun terhadap konsekuensi pengujian terhadap Ketetapan MPR tersebut.

ABSTRACT
This study is focus to The Indonesian Constitusional system after The amandements of 1945 Constitustion (UUD 1945), because there are significant reformation happened specially to the reposition of People Consultative Assemby (MPR) both function and structure. Its no longer become the highest state organ in Indonesia, neither as a holder of peoples soverignity. That MPR’s reposition also effecting the hierarchy of Indonesian Legislations. After the constitution amandements, MPR Decree was eliminated from the hiearchy. But now, by the Law number 12 year 2011 concerning Forming of Legislation, The MPR Decree back to the hierarchy. It will cause some implication, implication to the MPR as a state organ, implication to the MPR Decree as a legislation product, and implication for the review consequences to the MPR Decree itself."
Universitas Indonesia, 2013
T34597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denden Imadudin Soleh
"ABSTRAK
Tesis ini membahas Eksistensi dan Kekuatan Mengikat dari Peraturan
Bersama Menteri Hukum Dan HAM Nomor 14 Tahun 2015 Dan
Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 16 Tahun 2015 yang menurut
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM
dalam Surat Nomor: PPE.PP.03.01-603 Peraturan Bersama ini tidak diundangkan
dalam Lembaran Negara atau Berita Negara karena tidak termasuk jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Dan 8
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan desain preskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Peraturan Bersama Menteri
Hukum Dan HAM Nomor 14 Tahun 2015 Dan Menteri Komunikasi Dan
Informatika Nomor 16 Tahun 2015 diperintahkan oleh Undang-Undang Nomor 28
tahun 2014 tentang Hak Cipta sehingga eksistensinya harus diakui sebagai
peraturan perundang-undangan dan diundangkan dalam Berita Negara sehingga
mempunyai kekuatan hukum mengikat karena sesuai dengan Pasal 8 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Peraturan yang ditetapkan oleh Menteri diakui
sebagai peraturan perundang-undangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan. Dalam penelitian ini menyarankan
Pendelegasian Peraturan perundang-undangan sebaiknya konsisten, jika
pembentuk undang-undang tidak mengakui keberadaan peraturan bersama, maka
sebaiknya pembentuk undang-undang tidak mendelegasikan pengaturan lebih
lanjut kepada peraturan bersama dan jika ingin menyatakan peraturan bersama tidak
masuk dalam Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan seharusnya tidak
ditetapkan dalam Surat Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan
Kementerian Hukum dan HAM Nomor PPE.PP.03.01-603, tetapi ditetapkan dalam
Undang-Undang dengan tegas sehingga tidak lagi multitafsir.

ABSTRACT
This thesis discusses the existence and force of binding of the Joint
Regulation of Law and Human Rights Minister No. 14 of 2015 and the Minister of
Communication and Information Technology Number 16 Year 2015 by the Director
General of Legislation Ministry of Justice and Human Rights in a letter Number
PPE.PP.03.01-603 this Regulation shall not be promulgated in the State Gazette or
the Official Gazette for not including the types and hierarchy of legislation as
provided for in Article 7 and 8 of the Act No. 12 of 2011 this study is a qualitative
research design analytical prescriptive.
The result showed that the Joint Regulation of the Minister of Law and
Human Rights No. 14 of 2015 and the Minister of Communication and Information
Technology Number 16 Year 2015 was ordered by Law No. 28 of 2014 on
Copyrights so that its existence must be recognized as legislation and promulgated
in the State Gazette so as to have binding legal force because according to Article
8 of Law No. 12 Year 2011 Regulation stipulated by the Ministry recognized as
legislation and have binding legal force throughout ordered by legislation that is
higher or established by the authority. In this study suggest Delegation of
legislation should be consistent, if the legislators do not recognize the existence of
joint regulation, then you should legislators do not delegate further adjustment to
the joint regulation and if you want to declare the Joint regulation are not included
in type and hierarchy rules legislation should not set out in the Letter of the Director
General of legislation Ministry of Law and human rights No. PPE.PP.03.01-603,
but defined in the Act expressly so it is no longer open to multiple interpretations"
2016
T45998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahmawati
"Terjemahan istilah yang mengalami kehilangan dan tambahan tidak jarang ditemukan dalam dokumen hukum karena ketiadaan standardisasi terjemahan istilah hukum di Indonesia. Tesis ini memaparkan fenomena kehilangan dan tambahan dalam terjemahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Menerapkan metode studi pustaka, penelitian kualitatif ini dianalisis menggunakan analisis komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 19 istilah yang mengalami kehilangan dan lima istilah yang mengalami tambahan. Berdasarkan jenis makna, kehilangan diklasifikasikan menjadi lima, yakni makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstuaal/situasional, makna tekstual, dan makna sosial budaya. Sementara itu, tambahan yang terjadi hanya tambahan dalam makna leksikal. Faktor penyebab kehilangan ada empat, yaitu masalah kebahasaan, perbedaan budaya, dan sistem hukum/pemerintahan, istilah yang terikat pada sistem hukum, dan kemampuan penerjemah. Faktor penyebab tambahan ada dua, yaitu istilah yang terikat pada sistem hukum dan kemampuan penerjemah. Kehilangan yang dapat dihindari ditemukan pada 16 istilah, sementara kehilangan yang tidak dapat dihindari ditemukan pada lima istilah. Tambahan yang dapat dihindari ditemukan pada lima istilah, sementara tambahan yang tidak dapat dihindari tidak ditemukan. Kehilangan dan tambahan dalam penelitian ini sebagian besar menyebabkan kesalahpahaman karena pesan yang ada pada TSu tidak tersampaikan pada TSa. Semakin banyak kehilangan dan tambahan yang mengakibatkan kesalahpahaman, semakin rendah kualitas terjemahan istilah suatu dokumen dan sebaliknya.

Loss and gain in the translation of legal terminology are unavoidable as there is no standardization of English legal terminologies in Indonesia. This thesis aims to describe the process of loss and gain in the translation of Act Number 12 Year 2011 concerning the Establishment of Laws and Regulations. Applying literature study method, this qualitative research was analyzed by using comparative analysis. The results showed that there were 19 loss and five gain cases in the research. Grouped by the meaning type, there were five classifications of loss, namely loss in lexical meaning, grammatical meaning, contextual/situational meaning, textual meaning, and socio-cultural meaning. Meanwhile, gain cases were classified into one type of meaning, namely gain in lexical meaning. Furthermore, there were four factors that cause loss, namely linguistic problems, cultural and legal / government system differences, legal-system bound, and ability of translators. Factors causing gain were legal-system bound and the ability of translators. In addition, there were 16 avertable loss and five inevitable loss in this research. Avertable gain were found in five cases, while inevitable gain was not found. Most of loss and gain cases in this study led to misunderstanding because the TSu message was not properly conveyed to TSa. The more loss and gain leading to misunderstanding, the lower the quality of the terminology translation of a document and vice versa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T54386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joni Wijaya
"Pasal 23 huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur
bahwa salah satu lingkup diskresi adalah “peraturan perundang-undangan tidak lengkap
atau tidak jelas”. Lingkup dimaksud terdiri atas 3 (tiga) unsur, yaitu (1) peraturan
perundang-undangan masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut; (2) peraturan yang
tumpang tindih (tidak harmonis dan tidak sinkron); dan (3) peraturan yang membutuhkan
peraturan pelaksanaan, tetapi belum dibuat. Terdapat hubungan yang kontraproduktif dan
penyusunan yang tidak sistematis apabila 3 (tiga) unsur tersebut dilihat menurut
perspektif UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Penelitian ini dilakukan melalui 2 (dua) metode, yaitu pendekatan perundang-
undangan dan pendekatan konsep. Norma-norma dalam UU Nomor 12 Tahun 2011
merupakan konstruksi yang memberikan pedoman agar regulator membentuk peraturan
perundang-undangan secara paripurna, namun hal tersebut seolah dikesampingkan karena
interpretasi Pasal 23 huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014. Walaupun sistem hukum
nasional hendak bertransformasi ke arah progresif, namun tujuan kepastian hukum harus
tetap dijaga. Guna menghindari munculnya keputusan dan/atau tindakan subjektif dari
pejabat pemerintahan, maka Pasal 23 huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014 perlu ditinjau
ulang.

Article 23 letter c of Law No. 30 of 2014 on Government Administration states that one
of the scopes of discretion is "incomplete or unclear regulation". It consists of three
elements, namely (1) statutory regulations need further explanation; (2) overlapping
regulations (disharmonious and out of sync); and (3) regulations require implementing
regulation, but it has not been made. Based on perspective of Law No. 12 of 2011 on
Establishment of the Regulation Legislation, the elements of "incomplete or unclear
regulation" have some anomalies. This research was conducted through two methods,
namely the statute approach and the conceptual approach. The norms of Law No. 12 of
2011 as guidance in legislative forming seem to be set aside by the interpretation of
Article 23 letter c of Law No. 30 of 2014. The principle of legal certainty must be
prioritized, even though Indonesia’s legal system is transforming into progressive law
paradigm. In order to avoid the government’s subjective decisions and/or actions, Article
23 letter c of Law No. 30 of 2014 needs to be reviewed
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Latifah Zahrah
"Skripsi ini membahas mengenai formulasi draft akhir dari regulasi terkait dengan penilaian kinerja pegawai pemerintah. Sebab, kualitas dari kinerja pegawai pemerintah akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam penetapan regulasi, proses yang utama ialah pada tahap formulasi. Dalam tahapan ini, instrumen-instrumen penting terkait dengan regulasi tersebut dirumuskan secara detail. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang bertujuan menggali lebih dalam mengenai formulasi draft akhir dan kendala-kendala yang dihadapi pada tahap formulasi draft akhir regulasi. Hasil dari penelitian ini ialah berupa formulasi draft akhir Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam formulasi draft akhir tersebut.

This thesis discusses the formulation of the final draft of the regulations related to the performance of government employees. Therefore, the quality of the performance of government employees will have a significant influence in the development and service to the community. In a regulatory setting, the primary process is the formulation stage. In this stage, important instruments associated with the regulation is formulated in detail. This research is a descriptive qualitative research that aims to dig deeper into the formulation of the final draft and the constraints faced in the formulation of the final draft regulations. Results from this study is that the form of the formulation of the final draft of Government Regulation Number 46 Year 2011 concerning the Civil Service Performance Work, and constraints faced in the formulation of the final draft.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sipayung, Iwan Yohannes
"ABSTRAK Adanya kegiatan organisasi kemasyarakatan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 membuat pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dirasa tidak lagi memadai untuk mencegah kegiatan Organisasi Kemasyarakatan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 memiliki banyak kelemahan substansial dalam pembentukannya Pertama, tidak adanya check and balances dalam penerapan sanksi pembubaran organisasi kemasyarakatan yang tanpa prinsip due process of law. Kedua, argumentasi penggunaan asas contrarius actus oleh pemerintah yang menganggap penerapan asas contrarius actus yang ditujukan kepada suatu ormas seharusnya tidak sekedar berhubungan dengan keabsahan administratif, tetapi juga membentuk subyek hukum baru Ketiga, pembatasan terhadap kemerdekaan berserikat kontradiktif dengan jaminan dalam deklarasi universal hak asasi manusia, undang-undang hak asasi manusia, dan konstitusi. Mekanisme Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan dalam UU Nomor 16 Tahun 2017 yang tanpa melalui due process of law menciderai prinsip negara Indonesia sebagai negara yang berdasaran atas hukum dan pada gilirannya dapat mengganggu bukan saja relasi eksekutif dan legislatif tetapi juga penyalahgunaan kekuasaan dan kualitas putusan yang merugikan rakyat.

ABSTRACT
The existence of social organization activities that contradict Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia made the Government issue Law Number 16 of 2017 concerning the stipulation of Government Regulation in Lieu of Law Number 2 Year 2017 concerning Amendments to Law Number 17 of 2013 concerning Community Organizations. Law Number 17 of 2013 is deemed no longer sufficient to prevent the activities of social organizations that are in conflict with Pancasila and the 1945 Constitution. Law Number 16 of 2017 has many substantial weaknesses in its formation. First, the absence of checks and balances in the application of dissolution sanctions. community organizations without the principle of due process of law. Secondly, the argumentation of the use of the contrarius actus principle by the government which considers the application of the contrarius actus principle addressed to a mass organization should not only relate to administrative validity, but also form the subject of a new law. human rights law, and constitution. Mechanism for Dissolution of Community Organizations in Law Number. 16 of 2017 which without due process of law violates the principle of the Indonesian state as a state that is based on law and in turn can disrupt not only the executive and legislative relations but also the abuse of power and quality of decisions that are detrimental to the people.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Anindya Kartika
"Pengelolaan Jaminan Pensiun di Indonesia sebelum penetapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), dilakukan secara khusus dan terpisah berdasarkan segmentasi kepesertaan sektor privat, sektor publik (Pegawai Negeri Sipil/Pejabat Negara/Penyelenggara Negara), dan sektor militer (TNI/Polri). Kebijakan mengenai pengalihan program pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil dan TNI/Polri sehingga pengelolaannya bergabung dengan sektor privat, serta pembatasan Lembaga Pengelola/Penyelenggara program dalam UU BPJS menghambat tujuan lahirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Penulisan ini menganalisis 2 (dua) isu terkait dengan kebijakan pengelolaan pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil dalam UU BPJS, yakni: (1) efektivitas pelaksanaan kebijakan pengalihan program pensiun bagi pegawai negeri sipil sehingga pengelolaannya disatukan dan pembatasan pengelola program pensiun; dan (2) model pengelolaan pensiun yang tepat bagi pegawai negeri sipil. Melalui penerapan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan, pendekatan historis, dan pendekatan perbandingan, serta menerapkan metode Cost and Benefit Analysis, penelitian ini menyimpulkan, bahwa: (1) kebijakan pengalihan program pensiun dan pembatasan lembaga pengelola program tidak efektif untuk dilaksanakan karena menimbulkan ketidak adilan dari segi ekonomis berupa penurunan manfaat dan pelayanan bagi salah satu sektor; dan (2) model pengelolaan pensiun yang tepat bagi pegawai negeri sipil adalah dilakukan secara khusus/terpisah sesuai dengan teori keadilan distributif, karena pensiun bagi pegawai negeri sipil merupakan penghargaan atas pengabdian dan jasa. Oleh karena itu, pengalihan program pensiun bagi pegawai negeri sipil dan pembatasan lembaga pengelola/penyelenggara program pensiun yang diatur dalam UU BPJS perlu disesuaikan kembali dengan kondisi yang terjadi saat ini.

Pension Management in Indonesia before the enactment of Law Number 24 of 2011 concerning the Social Security Organizing Agency (BPJS Law), is carried out specifically and separately based on the segmented membership of private sector, public sector (Civil Servants/State Officials/State Administrators), and the military sector (Army/Police). Policies regarding the transference of pension programs for Civil Servants and the Army/Police so that their pension management joins the private sector, as well as restrictions on Social Security Administrative Body in the BPJS Law hamper the purpose of National Social Security System as stipulated in Law Number 40 of 2004 concerning the National Social Security System. This writing analyzes 2 (two) issues related to pension management policies for Civil Servants in the BPJS Law, which are: (1) the effectiveness of implementing the policy of transferring pension programs for civil servants so that their management is united with private sector and restrictions on the social security administrative body; and (2) an appropriate pension management model for civil servants. Through the application of normative juridical research methods with a case approach, legislative approach, historical approach, and comparative approach, as well as applying the Cost and Benefit Analysis method, this study concludes that: (1) the policy of transferring pension programs and restrictions on the institution managing the program is not effective to be implemented because it creates economic injustice in the form of decreased benefits and services for one sector; and (2) an appropriate pension management model for civil servants is to carried out specifically/separately in accordance with the theory of distributive justice, because pensions for civil servants are awards for service and service. Therefore, the transfer of pension programs for civil servants and restrictions on institutions managing/administering pension programs that are regulated in the BPJS Law need to be adjusted back to the current conditions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>