Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171644 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adhita Ainnur Rahmania
"Disfungsi ginjal adalah salah satu komplikasi kronik pada pasien diabetes melitus tipe 2 DM tipe 2 yang diketahui sebagai nefropati diabetik. Salah satu penanda yang digunakan sebagai pendeteksi kerusakan ginjal adalah rasio albumin kreatinin UACR. Selain UACR, kolagen tipe IV banyak diteliti terkait fungsinya sebagai pendeteksi awal nefropati diabetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai perbedaan UACR, kadar kolagen tipe IV urin, serta mengetahui hubungan keduanya pada pasien yang menerima terapi angiotensin-converting enzyme inhibitors ACEI dan angiotensin receptor blockers ARB sebagai kelas yang menghambat perkembangan nefropati diabetik pada pasien DM tipe 2. Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi cross sectional dan teknik pengambilan consecutive sampling. Terdapat dua kelompok dalam penelitian ini, pasien dengan terapi ACEI n = 14 dan ARB n = 26. Kolagen tipe IV urin dianalisis dengan menggunakan ELISA kit. Albumin dan kreatinin urin diukur dengan menggunakan metode imunoturbidimetri dan kolorimetri. Kadar kolagen tipe IV urin dihitung dengan normalisasi pengukuran kolagen tipe IV urin dengan kadar kreatinin urin. Pada nilai UACR, rerata kedua kelompok ACEI = 276,61 65,119 g/mg kreatinin urin; ARB = 87,25 24,743 g/mg kreatinin urin menunjukkan perbedaan bermakna p = 0,019, kedua kelompok ACEI = 117,14 37,36 ng/mg kreatinin urin; ARB = 14,19 1,46 ng/mg kreatinin urin juga menunjukkan perbedaan bermakna pada kadar kolagen tipe IV urin p < 0,001. Uji korelasi antara nilai UACR dan kadar kolagen tipe IV urin menunjukkan hubungan moderat pada kedua kelompok penelitian r = 0,489; p = 0,001. Hasil menunjukkan bahwa kelompok ARB memiliki tingkat kolagen tipe IV urin yang lebih rendah dibandingkan dengan ACEI, sehingga terapi dengan ARB kemungkinan dapat menghambat perkembangan nefropati diabetik.

Renal dysfunction is one of chronic complications in type 2 diabetes mellitus patients T2DM known as diabetic nephropathy DN. Urine albumin creatinine ratio UACR is a widely used test for detection of DN. Beside of UACR, type IV collagen has been studied to its function as an early detection of DN. The aim of this study was to compare differences in UACR, urinary type IV collagen, and their correlation in patients with angiotensin converting enzyme inhibitors ACEI versus angiotensin receptor blockers ARB treatment as classes with respect to delay the development of DN in patients with type 2 diabetes by using cross sectional study and consecutive sampling method. There were 2 groups in this study, patients with ACEI n 14 and ARB therapy n 26. Urinary type IV collagen were analyzed using ELISA kit. Urine albumine and urine creatinine was measured by using immunoturbidimetry and colorimetric method. Urinary type IV collagen levels were calculated by normalizing type iv collagen with urine creatinine levels. Results showed that UACR ACEI 276,61 65,119 g mg urine creatinine ARB 87,25 24,743 g mg urine creatinine showed significant differences p 0.019, urinary type IV collagen ACEI 117,14 37,36 ng mg urine creatinine ARB 14,19 1,46 ng mg urine creatinine showed significant differences p 0.001. Correlation between UACR and urinary type IV collagen presented a moderate correlation in both studied groups r 0.489 p 0.001. The results showed that group with ARB treatment have lower level of urinary type IV collagen compared to groups with ACEI treatment, conclude that ARB more likely to inhibit the development of DN."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajar Dwi Putra
"Nefropati diabetik disebabkan oleh peningkatan aktivitas NADPH oksidase NOX yang diinduksi angiotensin II dan hipergikemia. Terapi ACE-inhibitor dan ARB memiliki potensi dalam menghambat aktivitas NOX. Namun perbandingan efektivitas keduanya belum diketahui. Peningkatan Aktivitas NOX ditandai oleh penurunan NADPH serum dan laju filtrasi glomerulus LFG. Namun hubungan antara NADPH serum dengan LFG juga belum diketahui. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kadar NADPH serum dan eLFG pada pasien diabetes melitus DM tipe 2 yang mendapat terapi ACE-inhibitor dan ARB serta menilai hubungan NADPH serum dengan eLFG. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan pada periode April hingga Mei 2018 di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang mendapat terapi ACE-inhibitor n=11 dan kelompok yang mendapat terapi ARB n=25. Kadar NADPH dan kreatinin serum diukur menggunakan metode kolorimetri. Kelompok ARB memiliki rata-rata konsentrasi NADPH yang lebih tinggi 9,61 1,33 dibandingkan dengan kelompok ACE-Inhibitor 6,56 1,5 namun tidak memiliki perbedaan yang bermakna p>0,05. Selain itu kelompok ARB juga memiliki rata-rata eLFG 66,24 3,95 yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok ACE-Inhibitor 61,11 7,41 namun tidak memiliki perbedaan yang signifikan p>0,05. Namun demikian terdapat hubungan yang bermakna dan positif antara kadar NADPH serum dengan eLFG r= 0,383.

Diabetic nephropathy is caused by increased activity of NADPH oxidase NOX induced angiotensin II and hyperglycaemia. ACE inhibitor and ARB therapy have the potential to inhibit NOX activity. But the comparison of the effectiveness of both is unknown. Increased NOX activity is characterized by decreased serum NADPH and glomerular filtration rate GFR. However, the association between serum NADPH and GFR is also unknown. The purpose of this study was to compare serum NADPH and eGFR levels in type 2 diabetes mellitus DM patients who receiving ACE inhibitor and ARB therapy and also to evaluate serum NADPH association with eGFR. This research use cross sectional method. Sampling was conducted from April to May 2018 at RSCM and Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Subjects were divided into 2 groups, the group receiving ACE inhibitor therapy n 11 and the group receiving ARB therapy n 25. NADPH and serum creatinine levels were measured using colorimetric method. The ARB group had a higher mean serum NADPH concentration 9.61 1.33 than the ACE Inhibitor group 6.56 1.5 but did not have a significant difference p 0.05 . In addition the ARB group also had an average eGFR 66.24 3.95 higher than the ACE Inhibitor group 61.11 7.41 but did not have a significant difference p 0.05. However, there was a significant and positive relationship between serum NADPH levels and eGFR r 0.383."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cintya Astari Dhaneswara
"NADP terbentuk sejalan dengan pembentukan radikal bebas anion superoksida O2 - yang dapat menyebabkan stres oksidatif dan berujung pada komplikasi ginjal yang disebut dengan nefropati diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan radikal bebas O2 - adalah peningkatan angiotensin II pada ginjal dan dapat dihambat oleh penghambat sistem renin-angiotensin, yaitu inhibitor ACE dan ARB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan terapi inhibitor ACE dan ARB dalam mengatasi stres oksidatif yang diukur melalui kadar NADP serum dan dikorelasikan dengan nilai estimasi laju filtrasi glomerulus eLFG sebagai parameter yang sudah sering digunakan untuk menandakan perubahan fungsi ginjal. Kadar NADP serum diukur menggunakan uji NADP /NADPH dengan metode kolorimetri dan nilai eLFG dihitung menggunakan persamaan CKD-EPI. Penelitian ini dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok pasien diabetes melitus tipe 2, yaitu kelompok yang mendapat inhibitor ACE n = 11 dan kelompok yang mendapat ARB n = 25 . Rata-rata kadar NADP serum pada kelompok inhibitor ACE adalah 3,4576 pmol/ml dan pada kelompok ARB adalah 5,6240 pmol/ml p = 0,091, sedangkan nilai eLFG pada kelompok inhibitor ACE adalah 61,109 ml/menit/1,73 m2 dan pada kelompok ARB adalah 66,240 ml/menit/1,73 m2 p = 0,510. Korelasi antara kadar NADP serum dengan nilai eLFG r = -0,032; p = 0,851. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa inhibitor ACE dan ARB tidak berbeda signifikan dalam menurunkan kadar NADP serum dan mempertahankan fungsi ginjal, selain itu tidak terdapat korelasi signifikan antara kadar NADP serum dengan nilai eLFG pada kedua kelompok sampel.

NADP is formed in line with the formation of superoxide anion O2 free radical which can cause oxidative stress and lead to renal complications called diabetic nephropathy in type 2 diabetes mellitus. One of the factors that can increase O2 free radical is increased angiotensin II in the kidneys and can be inhibited by the inhibitor of the renin angiotensin system, ie ACE inhibitors and ARBs. This study aims to determine the comparison of ACE inhibitor and ARB therapy in overcoming oxidative stress measured through serum NADP levels and correlate them with estimated glomerular filtration rate eGFR as a parameter that has been frequently used to indicate changes in renal function. Serum NADP levels were measured using an NADP NADPH assay by colorimetric method and eGFR values were calculated using the CKD EPI equation. This research was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital and District Health Clinics Pasar Minggu. The subjects were divided into two groups of patients with type 2 diabetes mellitus, the group receiving ACE inhibitors n 11 and the group receiving ARBs n 25. The mean serum NADP level in the ACE inhibitor group was 3,4576 pmol ml and in the ARB group was 5,6240 pmol ml p 0,091, whereas the eGFR value in the ACE inhibitor group was 61,109 ml minute 1,73 m2 and in the ARB group was 66,240 ml minute 1,73 m2 p 0,510. The correlation between serum NADP levels and eGFR values r 0,032 p 0,851. The results showed that ACE inhibitors and ARBs did not differ significantly in reducing serum NADP levels and maintaining renal function, and there was no significant correlation between serum NADP levels and eGFR values in both groups."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Patriani
"Nefropati diabetik adalah salah satu komplikasi yang banyak terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2 DM tipe 2 . Salah satu metode untuk mengukur tingkat kerusakan ginjal dan memprediksi perkembangan serta progresivitasnya adalah rasio albumin kreatinin urin UACR . Selain UACR, kolagen tipe IV urin diduga dapat menjadi penanda alternatif yang lebih sensitif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis UACR, kadar kolagen tipe IV urin, serta mengetahui hubungan keduanya pada pasien DM tipe 2 yang berusia lebih dari 25 tahun di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dengan desain studi cross sectional dan teknik pengambilan consecutive sampling. Terdapat 3 kelompok sampel, yakni subjek nondiabetes sebagai kontrol n = 10 , pasien DM tipe 2 dengan normoalbuminuria n = 62 , dan pasien DM tipe 2 dengan albuminuria n = 27. Albumin urin diukur secara imunoturbidimetri sedangkan kreatinin urin diukur secara kolorimetri enzimatik. Kadar kolagen tipe IV diukur berdasarkan prinsip sandwich ELISA.
Hasil uji beda rerata pada ketiga kelompok menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada nilai UACR p < 0,001 dan kadar kolagen tipe IV urin p < 0,001 . Uji korelasi antara nilai UACR dan kadar kolagen tipe IV menunjukkan adanya hubungan moderat pada kelompok pasien DM tipe 2 r = 0,336; p = 0,001 sehingga dapat disimpulkan bahwa kolagen tipe IV belum cukup kuat untuk dijadikan penanda kerusakan ginjal.

Diabetic nephropathy DN is one of the most complications that happened in Type 2 Diabetes Mellitus Patients T2DM . Urine albumin creatinine ratio UACR is a gold standard method to assess renal dysfunction levels and predict the development and progression of early DN. Type IV collagen is glomerular basement membrane's component which expected to be an earlier marker for determining renal dysfunction levels.
The aim of this study was to assess UACR, urinary type IV collagen, and correlation both of them in T2DM patients more than 25 years old at Pasar Minggu Community Health Center by cross sectional study and consecutive sampling method. There were 3 sampling groups of this study, nondiabetic subjects as control n 10 , normoalbuminuric patients n 62 , and albuminuric patients n 27 . Urine albumin was measured by immunoturbidimetry, meanwhile urine creatinine was measured by colorimetric enzymatic assay. Urinary type IV collagen was analyzed by sandwich ELISA.
The result of comparing means of the groups showed significant differences on urinary type IV collagen p 0,001 and UACR p 0,001 . The correlation test showed possitive moderate correlation r 0,336 p 0,001 between UACR and urinary type IV collagen in T2DM patients. It might be indicate that urinary type IV collagen was not an accurate biomarker for assessing renal dysfunction.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69578
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abas Suherli
"Patogenesis nefropati diabetik (ND) merupakan hasil interaksi faktor hemodinamik, metabolik dan lingkungan serta faktor genetik. ND biasanya tidak terdeteksi secara klinis sampai terjadi kerusakan ginjal yang bermakna dapat berupa glomerulosklerosis, tubular atrofi dan fibrosis interstitial. KIM-1 dapat digunakan sebagai penanda adanya kerusakan tubulus ginjal. Hubungan polimorfisme gen ACE dengan nefropati diabetes masih tidak konsisten.
Penelitian ini merupakan studi cross sectional komparasi antara dua kelompok penyandang DMT2 dengan atau tanpa nefropati yang bertujuan untuk mengetahui adanya kerusakan tubulus, polimorfisme gen ACE dan menganalisis hubungannya dengan kadar KIM-1 terhadap terjadinya kelainan tubulus. Didapatkan adanya peningkatan ekskresi KIM-1 urin pada 19 subjek pre-nefropati dengan median 1,3 (interquartile 1,5) ng/mL, 25 subjek nefropati insipien dengan median 1,6 (interquartile 2,3) ng/mL dan 12 subjek nefropati overt dengan rerata kadar KIM-1 3,1 ± 2,4 ng/mL. Terdapat polimorfisme gen ACE pada penyandang DMT2. Proporsi genotipe DD 9,3%, ID 33,3% dan II 57,4% pada kelompok NND, pada kelompok ND proporsi genotipe DD 4,7%, ID 34,1% dan genotipe II 61,2%.
Dijumpai adanya hubungan bermakna antara alel D dengan peningkatan ekskresi KIM-1 urin pada kelompok pre-nefropati (p = 0,030). Peningkatan kadar KIM-1 urin pada kelompok pre-nefropati menunjukkan adanya kerusakan tubulus yang merupakan proses awal nefropati DM. Distribusi genotipe polimorfisme gen ACE pada penelitian ini menyerupai penelitian lain di negara-negara Asia, sedangkan di negara Eropa genotipe DD lebih banyak daripada genotipe II. Hubungan bermakna alel D dengan kadar KIM-1 hanya pada kelompok prenefropati mungkin disebabkan adanya faktor lain seperti kadar glukosa, kontrol glikemik, ureum, kreatinin dan kadar trigliserida yang memengaruhi.
Simpulan: Terdapat peningkatan ekskresi KIM-1 urin pada penyandang DMT2 kelompok pre-nefropati yang meningkat secara bermakna pada penyandang DMT2 dengan nefropati overt. Peningkatan ekskresi KIM-1 urin dapat dipakai sebagai penanda kerusakan tubulus. Terdapat polimofisme gen ACE pada penyandang DMT2. Genotipe II lebih banyak dibanding genotipe ID dan DD. Dijumpai adanya hubungan alel D dengan peningkatan kadar KIM-1 urin pada penyandang DMT2 pre-nefropati.

The pathogenesis of nephropathy diabetic (ND) is the result of the interaction of haemodynamic, metabolic, environment, and genetic factors. In general, ND was clinically undetectable until kidney has been damaged significantly, in the form of glomerulosclerosis, tubular atrophy, or interstitial fibrosis. KIM-1 can be used as the initial indicator of kidney tubules damage. The relationship between ACE gene polymorphism and diabetic nephropathy was still inconsistent.
This research was a comparative cross-sectional study on two groups of DMT2 patients with and without nephropathy diabetic. The objectives of this study were to identify the tubules damage, ACE gene polymorphism, and to analyze the relationship between the degree of KIM-1 and the tubules damage. The increase of KIM-1 urine excretion was found in 19 pre-nephropathy subject (median = 1.3 with interquartile 1.5 ng/mL), in 25 incipient nephropathy subject (median = 1.6 (2.3) ng/mL), in 12 overt nephropathy subject (Mean = 3.1 ± 2,4 ng/mL). ACE polymorphism gene was found in DMT2 patients. In the NDD group, the genotype proportion of DD = 9.3%, ID = 33.3% and II = 57.4%. Whereas, in the ND group, the figures were 4.7%, 34.1% and 61.2%, respectively.
Significant relationship was found between allele D and the increase of KIM-1 urine on pre-nephropathy group (p = 0.030). The increase of KIM-1 urine on prenephropathy group shows the tubules damage which is the initial process of nephropathy diabetic. The genotype distribution of ACE gene polymorphism in this study was similar with the studies in Asian countries; however, in European countries the genotype DD is found higher than genotype II. The significant relationship between allele D and KIM-1 level in pre-nephropathy group might be the influence of other factors, such as glucose level, glycaemic control, urea, creatinine, and triglyceride level.
Conclusion: There was KIM-1 excretion increased on DMT2 pre-nephropathy group, which increase significantly in DMT2 overt nephropathy group. The increase of KIM-1 urine excretion can be used as the indicator of tubules damage. ACE gene polymorphism was found in DMT2 group, with genotype II was higher than genotype ID and DD. A significant relationship between allele D and the increase of KIM-1 urine excretion was found in pre-nephropathy group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Yuliana Pratiwi
"Nefropati diabetik merupakan komplikasi DM tipe 2 yang umumnya ditandai dengan kondisi albuminuria dari hasil penilaian UACR. TGF-β1 urin merupakan faktor pertumbuhan yang banyak dikaitkan dengan patologis dari kerusakan ginjal pada nefropati diabetik. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan nilai UACR dengan kadar TGF-β1 urin pada pasien DM tipe 2. Desain studi pada penelitian ini yaitu cross sectional dimana pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Sampel yang diperoleh berjumlah 99 subjek penelitian (62 pasien DM normolbuminuria, 27 pasien DM albuminuria, dan 10 subjek non DM sebagai kontrol) di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Kadar TGF-β1 urin diukur menggunakan ELISA, sedangkan nilai UACR diperoleh dari hasil uji laboratorium klinik. Hasil dari uji beda rerata pada kadar TGF-β1 urin menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0,790) pada ketiga kelompok sampel. Hasil analisis hubungan kadar TGF-β1 urin dengan nilai UACR pada kelompok DM normoalbuminuria dan albuminuria juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna (r = -0,079; p = 0,462). Hal ini diduga adanya pengaruh tekanan darah dan konsumsi obat antihipertensi yang berpotensi mempengaruhi kadar TGF-β1 urin. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kadar TGF-β1 urin dengan nilai UACR tidak terdapat hubungan yang signifikan pada pasien DM tipe 2.

Diabetic nephropathy is one of type 2 DM complication that can be detected by UACR (Urine Albumin Creatinine Ratio) as a marker for albuminuria condition. Urinary transforming growth factor β1 (TGF-β1) is a growth factor related to pathology of kidney disease in nepropathy diabetic. The aim of the present study was to know the correlation between TGF-β1 and UACR in type 2 DM patients. Design study was using cross sectional with consecutive sampling method. The study was performed in 99 subjects (62 DM normolbuminuria patients, 27 DM albuminuria patients, and 10 non DM subject as controls) at Pasar Minggu Community Health Center. Urinary TGF-β1 level was measured by ELISA, and UACR was measured in clinical laboratory. The result of mean difference test showed that urinary TGF-β1 level (p = 0,790) difference were not present in three group samples. Analysis correlation urinary TGF-β1 level and UACR in DM normoalbuminuria and albuminuria groups did not show correlation (r = -0,079; p = 0,462), and the result might influenced by blood pressure and received antihypertention medication that potent to reduce urinary TGF-β1 level. In conclusion, urinary TGF-β1 level and UACR did not have significant correlation in type 2 DM patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67518
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitta Winata Nurtanio
"Hiperglikemia pada pasien diabetes melitus dapat menyebabkan kerusakan selular dan komplikasi. Salah satu komplikasi yang muncul yaitu pada jaringan mikrovaskular dan menyebabkan nefropati diabetik. Nefropati diabetik secara klinis diawali dengan kondisi albuminuria. Selain albuminuria, produksi spesies oksigen reaktif ROS berlebihan melalui NADPH oksidase juga merupakan salah satu patogenesis dari nefropati diabetik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas NADPH Oksidase yang diukur melalui rasio NADP /NADPH serum, dan hubungannya terhadap rasio albumin kreatinin urin.
Penelitian dilakukan dengan studi cross sectional dan menggunakan teknik consecutive sampling. Populasi sampel pada penelitian ini adalah 89 orang pasien diabetes melitus tipe 2 usia 39-75 tahun di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Sampel penelitian dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok subjek non DM sebagai kontrol n=10 , kelompok normoalbuminuria n=62 dan kelompok albuminuria n=27 . Rasio NADP /NADPH serum dan konsentrasi kreatinin urin diukur menggunakan metode kolorimetri, sedangkan albumin urin diukur dengan metode immunoturbidimetri. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan terdapat perbedaan rasio NADP /NADPH serum pada ketiga kelompok.

Hyperglycemic condition on diabetes mellitus patient can cause a cellular injury and complication. One of those was microvascular complication which lead to diabetic nephropathy. Diabeteic nephropathy defined by proteinuria that preceded by lower degrees of proteinuria or albuminuria condition. Reactive oxygen species derived from NADPH Oxidase also play an important roles in the pathogenesis of diabetic nephropathy. Our study aimed to analyzed the activity of NADPH Oxidase by measuing the NADP NADPH serum ratio, and to find out if there any correlation with the normoalbuminuria and albuminuria condition.
Consecutive method is used in this cross sectional study. Population of this study are 89 type 2 diabetes mellitus patient from ages 39 75 years at Pasar Minggu Community Health Center and 10 non diabetes volunteers served as control. For this purpose we divided the samples into three groups,a group of 10 healthy volunteers, normoalbuminuria group n 62 and and albuminuria group n 27. NADP NADPH serum ratio was analyzed by colorimetric method. Urine albumin creatinine ratio was measured by immunoturbidimetri and enzymatic colorimetric. The NADP NADPH serum ratio and urine albumin creatinine ratio were lower in control subject than in type 2 diabetes melitus patient.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Isna Madania
"Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) merupakan penyakit pernafasan yang baru ditemukan di Wuhan, China pada akhir tahun 2019. Penyakit ini menjadi pandemik secara global pada Maret 2020. Penyakit COVID-19 disebabkan oleh severe acute repiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang masuk melalui reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE 2). Penelitian ini dilakukan untuk mencari kandidat senyawa yang dapat menghambat masuknya SARS-CoV-2 ke dalam tubuh melalui reseptor ACE 2. Penelitian ini menggunakan kandidat senyawa yang berasal dari tripeptida. Metode yang digunakan adalah penapisan virtual menggunakan target molekul dengan ID 6M17 yang didapatkan melalui laman RSCB PDB. Kesimpulan penelitian ini adalah perolehan 8 kandidat senyawa tripeptida dengan energi ikatan yang paling rendah yaitu tripeptida FWW (-9,8 kkal/mol); tripeptida WFF (-9,6 kkal/mol); tripeptida  WYY (-9,6 kkal/mol); tripeptida HWW (-9,5 kkal/mol); tripeptida WFW(-9,5 kkal/mol); tripeptida WWT (-9,5 kkal/mol); tripeptida WWY (-9,5 kkal/mol); tripeptida YYW (-9,5 kkal/mol). Hasil dari visualisasi interaksi makromolekul dan ligan, ditemukan 15 residu asam amino yang penting adalah Gln102, Asp206, Glu208, Gly205, Val209, Tyr196, Lys562, Pro565, Ala396, Trp566, Leu95, Val212, Ala99, Asn210, dan Gln98.

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) is a respiratory disease which found in Wuhan China at the end of  2019. This disease has become a global pandemic at March 2020. COVID-19  caused by a virus called severe acute repiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) which enters the body through angiotensin converting enzyme 2 (ACE 2) receptor. This study was conducted to find potential candidates of compounds that can inhibit SARS-CoV-2 entry through ACE 2. This study used tripeptides as the ACE 2 inhibitor candidates.  The method used was virtual screening using macromolecular target named ID 6M17 obtained from the RSCB PDB. The result of this study, 8 compound candidates were found to have the lowest binding energy, namely tripeptide FWW (-9,8 kcal/mol); tripeptide WFF (-9,6 kcal/mol); tripeptide WYY(-9,6 kcal/mol); tripeptide HWW (-9,5 kcal/mol); tripeptide WFW (-9,5 kcal/mol); tripeptide WWT (-9,5 kcal/mol); tripeptide WWY (-9,5 kcal/mol); tripeptide YYW (-9,5 kcal/mol). Based on the result of visualization macromolecule and ligand interaction, there are 15 crucial amino acid residues which are Gln102, Asp206, Glu208, Gly205, Val209, Tyr196, Lys562, Pro565, Ala396, Trp566, Leu95, Val212, Ala99, Asn210, dan Gln98."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>