Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116596 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deni Thiger Sanjaya
"ABSTRAK
Jalak putih memiliki tiga subspesies yaitu Acridotheres melanopterus tertius yang terdapat di Bali, Acridotheres melanopterus tricolor di daerah Jawa Timur dan Acridotheres melanopterus melanopterus di daerah Jawa Barat dan Madura. Taman Nasional Baluran memiliki spesies Jalak putih yang termasuk dalam subspesies Acridotheres melanopterus tricolor. Berdasarkan data International Union for Conservation of Nature IUCN status dari Jalak putih adalah Critically Endangered. Langkah yang dapat dilakukan untuk mendukung pelestariannya adalah melalui strategi konservasi secara in-situ yang diawali dengan penelitian lapangan. Perlu dilakukan penelitian yang bertujuan mengetahui perilaku harian dari Jalak putih yang diamati langsung di habitat aslinya, mengetahui pembagian persentase perilaku berdasarkan waktu, dan mengetahui hubungan antara persentase perilaku dengan struktur habitat. Pengambilan data berupa data perilaku Jalak putih dan data struktur habitat. Perilaku Jalak putih yang diambil berupa perilaku makan, bersuara, bertengger, berpindah, menelisik, dan terbang. Data perilaku Jalak putih diambil dengan menggunakan metode scan sampling dan ad-libitum sampling. Data struktur habitat yang diambil berupa tutupan kanopi, tumbuhan bawah kanopi, DBH, dan ketinggian pohon. Perilaku Jalak putih berdasarkan struktur habitat dianalisis menggunakan korelasi Spearman melalui aplikasi SPSS 16.0 untuk melihat hubungan setiap perilaku Jalak putih dengan struktur habitat. Jalak putih aktif di pagi hari dan sore hari. Persentase perilaku terbesar Jalak putih adalah persentase makan sebesar 27. Perilaku bertengger memiliki hubungan yang signifikan dengan tutupan kanopi dengan nilai korelasi sebesar 0,311. Perilaku menelisik memiliki hubungan yang signifikan dengan ukuran DBH dan ketinggian pohon dengan nilai korelasi sebesar 0,313 dan 0,333. Perilaku makan memiliki hubungan yang signifikan dengan tumbuhan bawah kanopi, tutupan kanopi, DBH dan ketinggian pohon dengan nilai korelasi sebesar -0,396, -0,352, -0,339 dan -0,334. Perilaku Jalak putih dapat dipengaruhi oleh keberadaan ungulata dan vegetasi.

ABSTRACT
Black winged Myna has three subspecies Acridotheres melanopterus tertius found in Bali, Acridotheres melanopterus tricolor in East Java and Acridotheres melanopterus melanopterus in West Java and Madura. Subspecies Acridotheres melanopterus tricolor can be found in Baluran National Park. Based on data from the International Union for Conservation of Nature IUCN the status of Black winged Myna is Critically Endangered. One of the step that can be taken such as through in situ conservation strategy that will be supported by the data from field research. The research aim to find out the daily behavior of the Black winged Myna that directly observed in their natural habitat, by examining the percentage distribution of time based behavior, and the relationship between the percentage of behavior and the habitat structure. Collected data is comprised of behavioral activities and habitat structure of Black winged Myna. Behavioral data is consist of feeding behavior, vocal, perching, moving, preening, and flying. Behavioral data collected using scan sampling method and ad libitum sampling. Structural data habitat consist of canopy coverage, vegetation under canopy, DBH, and tree rsquo s height. Black winged Myna behavior based on habitat structure analyzed using Spearman correlation with SPSS 16.0 application to determine the correlation between each behavior with the habitat structure. Black winged Myna active in the morning and evening. The most dominant behavioral data percentage is feeding percentage, with value of 27. Perching behavior has a significant relationship with a canopy cover with a correlation value of 0.311. Preening behavior has a significant relationship with DBH size and tree height with a correlation value of 0.313 and 0.333. Feeding behavior has a significant relationship with under canopy vegetation, canopy cover, DBH and tree height with a correlation value of 0.396, 0.352, 0.339 and 0.334. Black winged Myna behavior can be influenced by the existence of ungulate and vegetation."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Wulandari
"ABSTRACT
Jalak putih Acridotheres melanopterus merupakan burung endemik yang tersebar di daerah Jawa, Bali dan Lombok. Karena maraknya kasus perdagangan burung kicau, saat ini Jalak Putih telah termasuk dalam kategori Critically Endangered menurut IUCN. Pada habitatnya khususnya di daerah savana Bekol, Jalak Putih menempati relung tetentu. Selain Jalak Putih, teramati burung lain yang menempati habitat yang sama. Burung-burung yang menempati suatu habitat yang sama tentunya berbagi relung sebagai salah satu cara untuk menghindari kompetisi antar jenis. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembagian relung antara Jalak putih dan jenis burung lainnya. Penelitian ini dilaksanakan di 6 area yang ditentukan pada daerah di sekitar savana Bekol, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur, pada 16 April hingga 23 Mei 2018. Penelitian dilakukan menggunakan metode jelajah bebas dengan mengunjungi tempat dan waktu yang berbeda setiap harinya. Penggunaan habitat Jalak Putih paling besar yaitu di pohon Pilang Acacia leucopholea sebanyak 27 kali perjumpaan dan Rusa Timor Cervus Timorensis sebanyak 10 kali perjumpaan. Teramati ada dua jenis burung yang kemungkinan berbagi relung dengan Jalak Putih yaitu Srigunting Hitam Dicrurus macrocercus dengan tingkat tumpang tindih relung 0,93 dan Kerak Kerbau Acridotheres javanicus dengan tingkat tumpang tindih relung 0,70. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua spesies terbukti memiliki nilai tumpang tindih relung yang cukup besar yang kemungkinan disebabkan oleh kesamaan sumber pakan atau adanya interaksi interspesifik, diantara lain yaitu kompetisi atau simbiosis yang terjadi diantara burung tersebut. Jalak putih berbagi sumber daya dengan cara pengambilan pakan yaitu dengan cara probing dan penggunaan sumber daya di waktu dan tempat yang berbeda.

ABSTRACT
Black Winged Myna Acridotheres melanopterus is one of endemic species which distribute at Java, Bali and Lombok. Black Winged Myna is one of endangered species and categorized to Critically Endangered according to IUCN because of song bird trade crisis. Black Winged Myna lived at their habitat especially at Bekol savannah at their certain niche. Birds that lived at same habitats, usually part their niche to avoid competition among species. Therefore this study supposed to knows about niche partitioning and niche overlap between Black Winged Myna and another bird species. This study was conducted at six area which is determined before at Bekol savannah, Baluran National Park, East Java. Study held from April 16th to May 23rd 2018. Method that use for observation and study is encounter survey, we visited different area and different time for each day. Black Winged Myna rsquo s habitat use mostly found at Pilang tree Acacia leucopholea with 27 encounter and Deer Cervus Timorensis with 10 encounter. We found two bird species which is mostly found at same habitat or interact each other, probably part their niche at their habitats with Black Winged Myna. The bird species is Black Drongo Dicrurus macrocercus with 0,93 niche overlap. and Javan Myna Acridotheres javanicus with 0,70 niche overlap. The result represent that those two species have high niche overlap value. That can be happens probably because of same food resource or any interspecific interaction, which is competition or symbiosis among those bird. Black Winged Myna share their resource with difference their way to take the food, which is probing and difference their foraging time and place. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhisma Gusti Anugra
"ABSTRACT
Taman Nasional Baluran merupakan taman nasional yang terletak di Kabupaten Situbondo Jawa Timur dan merupakan habitat alami dari Jalak putih-punggung abu. Jalak putih-punggung abu (Acridotheres tricolor Horsfield, 1821) merupakan burung berukuran sedang (23 cm) dari famili sturnidae. Populasi jalak putih umum dijumpai di savana, namun belum ada catatan mengenai populasi burung tersebut di habitat lain selain savana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan relatif dan penggunaan habitat dari populasi jalak putih-punggung abu pada beberapa habitat di Baluran. Kelimpahan relatif populasi jalak putih dihitung dengan menggunakan rumus encounter rates, sedangkan penggunaan habitat akan dianalisis dengan menggunakan PCA. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2018 di 6 habitat berbeda yaitu savana padang rumput, savana hutan, savana restorasi, hutan musim, hutan akasia, dan hutan pantai. Berdasarkan hasil perhitungan encounter rates habitat savana padang rumput memiliki nilai encounter rates tertinggi sebesar 11,16; sedangkan habitat hutan pantai menjadi habitat dengan nilai encounter rates terendah sebesar 0. Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa penggunaan habitat jalak putih-punggung abu cenderung ditentukan berdasarkan oleh struktur habitat dengan banyak Brachiaria reptans Acacia nilotica, gebang, (Corypha utan), terdapat batang pohon mati, dan pohon berdiameter besar, serta keberadaan pohon asam (Tamarindus indica) dan serasah yang sedikit.

ABSTRACT
Baluran National Park (TNB) is a national park located in Situbondo Regency, East Java one of the natural habitats of the Grey-Backed Myna. Grey-backed myna (Acridotheres tricolor Horsfield, 1821) is a medium-sized bird (23 cm) from the family sturnidae. The population of grey-backed myna is common in savannahs, but there is no record of these bird populations in habitats other than savanna. This study aims to determine the relative abundance and habitat use of grey-backed myna populations in several habitats in Baluran. The relative abundance of the grey-backed myna population is calculated using the encounter rates, while the habitat use will be analyzed using PCA. The study was conducted in October to November 2018 in 6 different habitats: grassland savannah, woodland savannah, restoration savannah, dry minsoon forest, acacia forest, and beach forest. The results showed that grassland savannah had the highest encounter rates with score 11,16; and the beach forest is a habitat with the lowest encounter rates with score 0. The results of PCA analysis show that the habitat use of grey-backed myna tends to be determined by habitat structure with the abundant of Brachiaria reptans, Acacia nilotica, gebang (Corypha utan), dead tree stem, and trees with large diameter, also a habitat with fewer tamarind trees (Tamarindus indica) and detritus."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renaldi Ednin Vernia
"ABSTRAK Tingginya permintaan jalak putih (Acridotheres melanopterus) di pasaran tidak diiringi dengan populasi yang melimpah di alam. Jalak putih pada saat ini sudah sulit ditemukan di alam liar dengan status Critically Endangered atau kritis (IUCN). Oleh karena itu manusia mulai melakukan penangkaran terhadap burung ini untuk memenuhi kebutuhan pasar ataupun sebagai usaha pelestarian. Banyaknya penangkaran yang bermunculan tidak dibarengi dengan cukupnya pengetahuan penangkar mengenai jalak putih. Kenyataan bahwa jalak putih terbagi kedalam tiga spesies tidak banyak diketahui oleh penangkar dalam mengawinkan jalak putih. Hal ini mengakibatkan banyaknya perkawinan silang baik sengaja ataupun tidak disengaja antar spesies jalak putih di penangkaran. Fenomena hibridisasi yang terjadi di penangkaran dapat menuntun jalak putih menuju kepunahan dikarenakan spesies murni perlahan hilang. Jalak Putih hibrida secara langsung dapat diketahui dari ciri-ciri morfologinya yang berbeda dengan spesies murni jalak putih. Secara morfologi, pengamatan langsung dapat dilakukan untuk mengidentifikasi ciri-ciri jalak putih hibrida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ciri utama yang membedakan jalak putih hibrida dengan murni terdapat pada bagian bulu punggung. Jalak putih hibrida memiliki bulu abu-abu di bagian punggung sedangkan jalak putih murni berwarna putih bersih. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa manajemen penangkaran jalak putih di Indonesia masih banyak didasarkan pada pengalaman. Belum ada penelitian yang secara khusus meneliti fenomena hibridisasi pada jalak putih sehingga hasil penelitian ini juga sangat penting untuk menghasilkan dasar-dasar pengetahuan mengenai jalak putih hibrida yang akan sangat bermanfaat bagi usaha pelestarian burung ini di masa depan.

ABSTRACT
The high demand for black-winged myna (Acridotheres melanopterus) on the market is not accompanied by an abundant population in the nature. Black-winged myna is now difficult to find in the wild with critical endangered or critical (IUCN) status, therefore humans began to capture these birds for the market needs or as a conservation programs. The number of captive breeding is not accompanied by sufficient knowledge of the breeders about the black-winged myna. The fact that black-winged mynas are divided into three species is not known by many breeders in mating the black-winged myna. This is making the risk of cross-breeding or hibridization higher whether intentionally or not between the species of black-winged myna in captivity. The hybridization phenomenon that occurs in captivity can lead the black-winged myna to extinction after the pure species are replaced by the hybrids. Hybrid black-winged myna can be identified directly from the different morphological characteristics compared to pure white starlings. Morphologically, direct observations can be made to identify the characteristics of hybrid black-winged myna. The results of the study show that the main features that belongs to the hybrids is can be found on the back feathers. Hybrid black-winged myna is having gray feather on the back while pure white starlings are pure white. The results also show that the management of black-winged myna captive breeding in Indonesia is still have a lot of tings to be fixed. There are no studies specifically for the hybridization phenomenon in the black-winged myna. The results of this study are also very important as a base to produce the basics management and information that will be very helpful for the conservation program of the birds in the future.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T52129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks berisi uraian tentang asal-usul burung perkutut bernama Kyai Jaka Mangu, dan petunjuk tentang cara memilih burung perkutut yang baik agar dapat mendatangkan keberuntungan. Cara tersebut berdasarkan ciri-ciri (candra) dan suaranya. Menurut legenda, Kyai Jaka Mangu adalah keturunan burung perkutut Martengsari (jelmaan Prabu Ciyungwanara, Raja Pajajaran) dengan putri Majapahit (anak Raja Brawijaya), bernama Dewi Sekar Kemuning. Adapun burung perkutut yang baik dan dapat mendatangkan keberuntungan adalah yang mempunyai ciri: paruh panjang, lubang hidung dari luar terlihat kecil tetapi besar di dalam, kepala berbentuk teropong, mata besar dan jernih, leher panjang, dada bulat, punggung bungkuk, warna kaki seperti bawang merah, kuku putih, jalan penuh gaya, bulu halus dan lebat serta berwarna hitam kehijauan dan mengkilap, ekor panjang dan lebat, bulu bawah dari tengkuk sampai ke pantat berwarna putik kekuningan. Keterangan mengenai besar kecil dan laras suara tidak dijelaskan, hanya disebutkan sebagai masalah untung-untungan saja. Naskah merupakan salinan ketik dari naskah karya Jayengwiharja, tidak diketahui secara pasti tarikh penulisan teks asli, maupun keberadaannnya kini. Pigeaud memperoleh naskah asli tersebut pada tahun 1931. penyalinan sebanyak empat eksemplar, dikerjakan oleh staf Pigeaud pada Februari 1933, di Yogyakarta. Kini FSUI menyimpan tiga di antaranya, yaitu A 31.01a (ketikan asli), dan A 31.01b-c (tembusan karbon). Hanya ketikan asli yang dimikrofilmkan. Penjelasan lengkap mengenai suara burung perkutut yang baik, dapat dibaca pada naskah catatan tradisi Banyuwangi, R. Sudira (lihat FSUI/BA.283)."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
PW.30-A 31.01a-c
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqa Khairunnisa Putri
"Penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis dan memprediksi pola kekayaan spesies burung dan habitatnya di Taman Nasional Bali Barat TNBB . Penelitian dilakukan pada tanggal 23--27 Juli 2016 di kawasan TNBB, Kabupaten Buleleng meliputi lima lokasi yaitu Trimbawan pelataran , Trimbawan baru, Prapat Agung, Lampu Merah dan Tegal Bunder. Metode observasi burung menggunakan Point Count, sedangkan profil habitat dilakukan dengan analisis vegetasi. Pengolahan data citra menggunakan citra satelit Landsat 7 Thematic Mapper TM. Nilai NDVI dihitung melalui perbandingan rasio band 4 sebagai near-infrared NIR dan band 3 sebagai red-light RED. Analisis hubungan dan pengaruh antara kekayaan spesies burung dengan nilai NDVI dihitung dengan analisis regresi linier. Hasil menunjukkan terdapat 52 spesies burung dan 303 individu. Hubungan antara kekayaan spesies burung dengan nilai NDVI berkorelasi signifikan R2 = 0.808; p-value = 0.037; P < 0.05 menunjukkan bahwa nilai NDVI dapat memprediksi kekayaan spesies burung di TNBB.

Research has been conducted to analyze and predict bird species richness pattern and their habitat in the West Bali National Park TNBB . Research was conducted on 23 27 July 2016 in TNBB area, Buleleng Regency covering five locations namely Trimbawan pelataran , Trimbawan baru, Prapat Agung, Lampu Merah and Tegal Bunder. Bird observation was carried out using Point Count method, while habitat profile is measure by vegetation analysis. Image data processing used Landsat 7 Thematic Mapper TM satellite image. The NDVI value is calculated by comparison of ratio band 4 as near infrared NIR and band 3 as red light RED . Analysis of relationship and the effect of bird species richness with NDVI values was calculated by linear regression. Results showed that there were 52 species of birds and 303 individuals. The association between bird species richness and NDVI values was significant R2 0.808 p value 0.037 P 0.05 indicating that NDVI values can predict the bird species richness in TNBB."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
AIDR 9(1-2)2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Widyastuti Anggraeni S.
"Potensi perikanan terumbu karang telah memberikan sumbangan bagi perekonamian Indonesia melalui ekspor produk lautnya, namun di sisi lain penggunan bahan kimia seperti sianida sebagai metode tangkap telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Sianida mengakibatkan kematian karang, kematian biota laut lainnya termasuk larva ikan, putusnya rantai makanan dan rusaknya ekosistem terumbu karang beserta fungsinya, yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomi. Sianida umumnya digunakan untuk menangkap ikan tanpa membunuhnya untuk industri ikan konsumsi dan ikan bias akuarium.
Seiring dengan makin tingginya kepedulian akan kelestarian terumbu karang dan kepentingan menjaga keberlanjutan usaha ikan hias laut maka muncul usaha dan beberapa pihak untuk memperkenalkan kembali penggunaan jaring sebagai alat tangkap alternatif sebagai pengganti sianida. Kendala muncul dari ketidakpercayaan di kalangan nelayan sendiri akan efektivitas jaring sebagai pengganti sianida. Bagi para nelayan yang telah terbiasa menggunakan sianida, ide penggunaan jaring menimbulkan pertanyaan. Menggunakan jaring berarti harus meluangkan waktu untuk belajar dan timbal keraguan apakah jumlah ikan yang ditangkap sama banyaknya dengan dibandingkan ketika menggunakan sianida. Di pihak lain, ada ketidakpercayaan pemerintah bahwa para nelayan akan dan mampu mengganti cara tangkap mereka dengan sukarela. Sikap antipati ini lebih banyak timbal karena pelanggaran penggunaan sianida yang tak henti-hentinya dilakukan oleh para nelayan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalarn penelitian ini adalah:
1) Apakah manfaat metode jaring lebih besar dari metode sianida?
2) Apakah terdapat hubungan positif antara penerapan jaring dengan manfaat jaring?
3) Apakah pemberian insentif dari pemerintah mampu meningkatkan manfaat metode jaring?.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Mengetahui seberapa besar nilai manfaat metode jaring dibandingkan metode sianida guna memberikan argumentasi ilmiah dalam mendukung penggunaan jaring sebagai metode alternatif,
2) Menganalisis hubungan antara manfaat metode jaring dengan penerapannya oleh nelayan di Desa Les,
3) Mengkaji bentuk-bentuk insentif dan disinsentif dari pemerintah guna meningkatkan manfaat penggunaan jaring dan menghentikan penggunaan sianida dalam kegiatan penangkapan ikan hias dan pengelolaan sumberdaya laut secara berkelanjutan.
Hipotesis yang diajukan dalan penelitian ini adalah:
1) Manfaat dari metode jaring lebih besar daripada metode sianida,
2) Terdapat hubungan antara penerapan jaring dengan manfaat jaring,
3) Manfaat metode jaring dapat ditingkatkan apabila Pemerintah mengusahakan:
a) Pemberian subsidi atau kompensasi selama peralihan cara tangkap,
b) Pelatihan penangkapan dengan metode jaring,
c) Insentif harga terhadap ikan yang ditangkap dengan menggunakan metode jaring,
d) Kemudahan dalam pengurusan dokumen perdagangan bagi pengusaha ikan bias yang menggunakan jaring.
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa data yang sahib yang mampu memberikan masukan, ilmiah maupun praktis yang dapat mendorong penerapan metode penangkapan secara lestari dalam industri ikan hias laut khususnya dan sumberdaya alam laut pada umumnya dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mendukung penggunaan jaring dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan industri ikan hias taut yang berkelanjutan.
Variabel penelitian adalah penerapan jaring sebagai variabel bebas dan manfaat jaring sebagai variabel terikat, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner, wawancara dan observasi langsung. Pemilihan lokasi penelitian maupun pemilihan responden adalah purposive sampling mengingat seluruh nelayan di Desa Les telah melakukan uji coba penggunaan jaring dan berhasil dikumpulkan kuisioner dari 79 responden.
Analisis data dilakukan untuk membuktikan hipotesis yaitu analisis manfaat biaya untuk membuktikan hipotesis pertama, analisis korelasi Spearman Rank untuk membuktikan hipotesis kedua dan analisis deksriptif dengan menggunakan tabel frekuensi untuk hipotesis ketiga.
Analisis manfaat biaya dilakukan untuk tiga kategori nelayan ikan hias, yaitu nelayan kompresor, nelayan snorkeling jalan kaki dan nelayan snorkeling menggunakan angkutan umum.
Perhitungan manfaat biaya menghasilkan Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value) dari jaring lebih besar daripada nilai NPV sianida yaitu 37,683,832: 32,976,174 untuk nelayan kompresor, 18,017,672 : 13,914,464 untuk nelayan snorkeling jalan kaki dan 35,376,020 : 31,356,362 untuk nelayan snorkeling menggunakan angkutan umum.
Perhitungan rasio manfaat biaya juga menghasilkan BCR jaring lebih besar daripada BCR sianida untuk semua kategori nelayan yaitu 3.14: 2.64 untuk nelayan kompresor, 4.87: 3.10 untuk nelayan snorkeling jalan kaki dan 4.31:3.49 untuk nelayan snorkeling menggunakan angkutan umum.
Berdasarkan hasil analisis maka diperoleh koefisien korelasi p (rho) sebesar 0.223 pada taraf signifikansi 5% yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara manfaat jaring dengan penerapannya oleh nelayan Les. Koefisien korelasi juga diuji dengan uji t dan menghasilkan t hitung sebesar 2,007 yang menunjukkan koefisien korelasi adalah signifikan karena nilainya lebih besar dari t tabel pada taraf 5%.
Hasil analisis deskriptif diperoleh hasil sebanyak 51.90% responden mengatakan bahwa peningkatan harga ikan hias jaring sangat diperlukan untuk meningkatkan manfaat jaring disusul oleh peningkatan mutu ikan (10,13%), penyediaan jaring (2,53%) dan insentif lain berupa pemberian ijin penangkapan, jaminan pasar, penyuluhan, penguatan kelompok nelayan, tambahan modal, penyediaan jaring sekaligus jaminan harga dan penyuluhan, pemberian ijin dan jaminan harga, masing-masing sebesar 1,27% dan sisanya sudah merasa cukup dengan manfaat yang ada sekarang (13,92%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat metode jaring lebih besar dari manfaat metode sianida baik dari nilai bersih sekarang (Net Present Value), maupun dari rasio manfaat biaya untuk tingkat nelayan penangkap. Oleh karena itu secara ekonomi dan ekologis jaring layak untuk menggantikan sianida sebagai metode penangkapan ikan hias laut,
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan jaring oleh nelayan desa Les dengan manfaat yang mereka terima dari penerapan jaring tersebut,
3. Untuk lebih meningkatkan keuntungan jaring terhadap para nelayan maka pemerintah berperan rnelaliii pemberian insentif berupa pemberian subsidi dan pelatihan, pelatihan dan jaminan pasar serta pemberian ijin penangkapan.
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan adalah:
1. Mulai diterapkannya penggunaan jaring oleh semua pihak yang masih menggunakan sianida,
2. Pengakuan pemerintah terhadap metode jaring melalui penetapannya sebagai cara tangkap yang legal,
3. Keterlibatan pemerintah, pihak swasta dan para nelayan dalam pengusahaan ikan hias laut secara berkelanjutan melalui sistem pengelolaan bersama (coo-management).
Daftar Kepustakaan: 39 (1988-2002)

Sustainable Undertakings of Marine Ornamental Fishes: a Case Study of Fish Catching Methods Changes in the Les Subdistrict, Tejakula District, Buleleng Residency, Bali Coral reef ecosystem provided high contributions for economic of Indonesia through its export commodities although the use of chemical substance in fishing activities such cyanide had cause serious environmental problem. Cyanide has long known responsible for the dead of the coral's polyps, killed fishes larvae as well as other marine organisms' and therefore cut the food chain and, at the end damaged coral reef ecosystem with its ecological and economic function. Cyanide used to stunned target fishes, both for live fish and ornamental fish.
Overtime, there are the rising of interest to protect the coral reef and its resource and the sustainability of marine ornamental fish business. Barrier net as an alternative catching method was reintroduced to substitute cyanide. Problem arouse from the fishers community itself for the effectiveness of the net by their longtime comfortable of using cyanide. More time will need if they started to use net and whether the catches will stay in the same number like when they use cyanide. The government, on the other side, shown their skeptic opinion that the fisher will switch their method voluntary, almost based on their experience of violation of the law by the fishers themselves which remain spread out in Indonesian coastal and marine area.
Research problems identified from the background are:
1) Is the benefit of barrier net higher that cyanide's?,
2) Is there relationship between the used of net by the fishers and benefit received? and
3) Is the incentive by government can increase the net's benefit?
The aims of the research are:
1) To find out the value of net's benefit comparing to the cyanide's to provide scientific argument to support the use of net as alternative method,
2) To analyze the correlation between the used of net by the fishers and benefit received, and
3) To determine type of incentives and disincentive by the government to increase the net's benefit and terminate the use of cyanide.
The hypotheses for this research are:
1) Net's benefit is higher than cyanide's benefit,
2) There is the used of net by the fishers and benefit received, and
3) The net's benefit can be increase by government through,
a) Subsides offer or compensation along the switch time,
b) Net use training,
c) Price's incentive for net cached fishes,
d) Simplified administration process for businessmen that already used net.
The result were expected to provide reliable and scientific data to drive and motivated the use of sustainable catching method for, marine ornamental fish and marine resource and provide strong based to support the use of the nets and formulate policies related sustainability of marine aquarium fish.
Research variable were net's benefit and it used of the fishers, data collected trough questionnaire, interview and current observation. Location and respondence were chosen using purposive sampling. Research was conduct in Les Subdistrict, Tejakula District, Buleleng Residency, Bali, Population of this study was fishers in Les and ornamental fishers were use as the sample.
Data analyzed using Cost Benefit Analysis and Spearman Rank correlation analysis to verify the 1st and 2nd hypotheses. The 3rdhypothesis was analyzed using frequent table. The result showed Net Present Value (NPV) of net was higher than cyanides for three categories of fishers as well as the BC Ratio. The NPV for compressor used fishers was 37,683,832: 32,976,174; 18,017,672: 13,914,464 for walking snorkeling fisher and 35,376,020: 31,356,362 for ground transportation snorkeling fisher. The BCR for compressor used fishers was 3.14: 2.64; 4.87: 3.10 for walking snorkeling fisher and 4.31:3.49 for ground transportation snorkeling fisher.
Correlation of Spearman Rank showed the coefficient of correlation value of 0.223 at significance level of 5% means there is significance relationship between net's benefit and the fishers use it. The coefficient then was tested and came out with the result of tom (2.007) was higher that t table, mean the coefficient were significance at level of confidence of 5%.
Table frequency shown as much of 51.90% respondence said that the higher price will increase the net's benefit, followed by the improve of fish quality (10,13%), supply of net (2,53%) and another incentive such us catching permit, market guarantee, teaching, empowering fisher organization, capital, net supply together with catching permit and teaching, catching permit and price guarantee, each 1,27% and the rest said they already satisfied with current benefit (13,92%).
The research comes to the conclusion are:
1. The benefit of net is higher that the benefit of cyanide both for NPV and SCR, and therefore cyanide was appropriate to substitute cyanide as catching method,
2. There is significance relationship between the use of net by Desa Les' fishers and it's benefit,
3. To increase the benefit the net used, the government can take role by giving incentives such subsidies, training, price incentive and catching permit.
Based on analysis there are several recommendations:
1. Implementation of net by all the fishers and parties that still using cyanide,
2. Recognition of net as alternative method by government,
3. The involving the entire stakeholder to give effort for the sustainability of marine aquarium fishes by implemented coo-management.
Number of References: 39 (1988-2403)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fawzy
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang perilaku dan daerah jelajah harian rusa timor (Cervus timorensis) di Taman Nasional Baluran, dari Juni hingga September 2019. Tujuan penelitian untuk mengukur dan membandingkan perilaku dan daerah jelajah harian rusa timor (Cervus timorensis) pada dua lokasi dengan tingkat gangguan antropogenik yang berbeda di Taman Nasional Baluran. Kedua lokasi dengan tingkat gangguan aktivitas manusia yang berbeda yaitu: adanya pariwisata di Savana Bekol, dan tanpa pariwisata dan adanya penggembalaan sapi (Bos taurus) di Labuhan Merak. Pengumpulan data alokasi waktu harian dilakukan dengan melakukan observasi langsung di habitat rusa timor menggunakan metode continuous focal animal sampling. Individu atau subjek pengamatan dipilih dari 3 lokasi berbeda di Savana Bekol dan 2 lokasi berbeda di Labuhan Merak. Data perilaku harian dianalisis menggunakan uji perbandingan statistika t independen atau Mann-Whitney [n1 = 25 (♀ = 15, ♂ = 10), n2 = 10 (♀ = 6, ♂ = 4)]. Data daerah jelajah harian dianalisis menggunakan uji perbandingan yaitu uji t independen [n1 = 6 (♀ = 3, ♂ = 3), n2 = 6 (♀ = 3, ♂ = 3)]. Hasil perbandingan perilaku dari Savana Bekol dengan Labuhan Merak menunjukkan bahwa pada rusa timor betina terdapat perbedaan yang signifikan pada proporsi perilaku istirahat (36,93% ± 10,97 dengan 63,40% ± 10,05), bergerak (7,13% ± 1,72 dengan 1,83% ± 0,41), dan waspada (1,52% ± 0,39 dengan 0,51% ± 0,19) (P ≤ 0,05). Pada rusa timor jantan terdapat perbedaan yang signifikan pada proporsi perilaku bergerak (6,36% ± 1,84 dengan 1,82% ± 0,56) (P ≤ 0,05). Hasil perbandingan daerah jelajah dari Savana Bekol dengan Labuhan Merak menunjukkan bahwa pada rusa timor betina di Savana Bekol memiliki luas daerah jelajah harian yang lebih luas dibandingkan dengan luas daerah jelajah harian rusa timor betina di Labuhan Merak (19,19 ha ± 0,74 dengan 2,67 ha ± 0,36) (P ≤ 0,05). Pada rusa timor jantan di Savana Bekol juga memiliki luas daerah jelajah harian yang lebih luas dibandingkan dengan luas daerah jelajah harian rusa timor jantan di Labuhan Merak (13,93 ha ± 0,55 dengan 2,18 ha ± 0,40) (P ≤ 0,05). Perilaku daerah jelajah rusa timor dalam penggunaan habitat (tutupan lahan, ketinggian, dan kemiringan) dari kedua lokasi menunjukkan perilaku yang hampir sama yaitu menggunakan strategi optimal patch use.

ABSTRACT
Research had been carried out on the behavior and daily home range of ​​javan deer in Baluran National Park, from June to September 2019. The aim of the study was to measure and compare the behavior and daily home range of javan deer (Cervus timorensis) from two sites with different levels of anthropogenic disturbance in Baluran National Park. The two locations with different levels of human activity disturbances are: the areas with the presence of tourism in Savana Bekol (location 1), and areas without tourism and the presence of livestock grazing of cattle (Bos taurus) in Labuhan Merak (location 2). Daily time budget data collection was conducted by direct observation in the javan deer habitat using the continuous focal animal sampling method. Individuals or observational subjects were chosen from 3 different locations at Savana Bekol and 2 different locations at Labuhan Merak. Daily behavioral data were analyzed using statistical comparison independent t test or Mann-Whitney test [n1 = 25 (♀ = 15, ♂ = 10), n2 = 10 (♀ = 6, ♂ = 4)]. Daily home range data were analyzed using a comparison independent t test [n1 = 6 (♀ = 3, ♂ = 3), n2 = 6 (♀ = 3, ♂ = 3)]. Comparison of behavior from Savana Bekol vs Labuhan Merak showed that in female javan deer, there was a significant difference in the proportion of resting behavior (36.93% ± 10.97 vs 63.40% ± 10.05), moving (7.13% ± 1.72 vs 1.83% ± 0.41), and vigilance (1.52% ± 0.39 vs 0.51% ± 0.19) (P ≤ 0.05). In male javan deer there was a significant difference in the proportion of moving behavior (6.36% ± 1.84 vs 1.82% ± 0.56) (P ≤ 0.05). Comparison of home ranges from Savana Bekol vs Labuhan Merak showed that females javan deer in Savana Bekol has a wider daily home range than the daily home range of females javan deer in Labuhan Merak (19.19 ha ± 0.74 vs 2.67 ha ± 0.36) (P ≤ 0.05). Males javan deer in Savana Bekol also has a wider daily home range than the daily home range males of javan deer in Labuhan Merak (13.93 ha ± 0.55 vs 2.18 ha ± 0.40) (P ≤ 0.05). The home range behavior of javan deer in habitat use (land cover, elevation, and slope) from the two locations showed almost the same behavior, which is using optimal patch use strategy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Oxford University Press, 1993
R 598.094 HAN
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>