Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68519 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Windra Suffan
"ABSTRACT
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakter anatomi Begonia spp. yang digunakan dalam beradaptasi terhadap cekaman kekeringan telah dilakukan. Beberapa parameter anatomi dan karakter fisiologi enam spesies Begonia spp. dideskripsikan, dibandingkan, serta dianalisis menggunakan one-way ANAVA. Karakter anatomi didapatkan dengan pengamatan hasil sayatan di bawah mikroskop. Hasil sayatan diperoleh dengan menggunakan hand sliding microtome untuk sayatan melintang; dan pengerikan secara langsung untuk sayatan paradermal. Karakter fisiologi didapatkan dengan memberikan perlakuan kekeringan, yaitu tidak memberikan penyiraman selama satu minggu. Hasil analisis parameter fisiologi prolin dan relative water content dan anatomi memperlihatkan dua pola kombinasi parameter yang digunakan Begonia untuk beradaptasi terhadap cekaman kekeringan. Kombinasi pertama yaitu kutikula dan epidermis yang relatif lebih tebal; tidak terdapat hipodermis; stomata yang relatif lebih luas; dan tidak terdapat trikom non-glandular. Kombinasi karakter anatomi kedua yaitu kutikula dan epidermis yang relatif lebih tipis; keberadaan hipodermis; stomata yang relatif lebih sempit; dan keberadaan trikom non-glandular yang relatif lebih rapat.

ABSTRACT
The research that purpose to reveal leaf anatomical characters of Begonia spp. that used for adapting to drought stress was conducted. Anatomical and physiological parameters in Begonia spp. were described, compared, and analyzed using one way ANOVA. Anatomical characters were taken by observing leaf sections under a microscope. Leaf sections were obtained by scrapping paradermal section and using hand sliding microtome cross section . Begonias were grown under drought stress, didn rsquo t receive water for a week, to get the physiological parameters data. The analysis of physiological proline and relative water content and anatomical parameters showed two combinations of leaf parameters in Begonia spp. that suggest for adapting to drought stress. The first combination cuticle and epidermis are relatively thick hypodermis is absent the stomatal area is relatively large and hair s is absent in the lamina. The second combination cuticle and epidermis are relatively thin hypodermis is present the stomatal area is relatively small and hair density is relatively high in lamina."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destario Metusala
"Komunitas anggrek (Orchidaceae) merupakan salah satu kelompok tumbuhan yang terancam terhadap stres kekeringan akibat perubahan iklim. Komunitas anggrek di Indonesia mengembangkan dua bentuk hidup utama, yaitu epifit dan terestrial. Penelitian bertujuan untuk membandingkan adaptasi anatomi daun dan akar antara anggrek epifit dan terestrial; membandingkan tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan antara bentuk hidup epifit dan terestrial pada spesies anggrek toleran terang; membandingkan tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan antara bentuk hidup epifit dan terestrial pada spesies anggrek toleran naungan; serta membandingkan tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan antara spesies Eulophia spectabilis dari tropis basah dan E. petersii dari tropis kering. Analisis anatomi dilakukan dengan pengamatan sayatan paradermal dan sayatan melintang daun maupun akar. Analisis fisiologi dilakukan secara eksperimental dengan perlakuan kekeringan di rumah kaca selama 30 hari. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan strategi adaptasi anatomi daun dan akar antara anggrek epifit dengan terestrial. Anggrek epifit lebih mengutamakan penyesuaian ketebalan dan luasan jaringan penyusun organ daun maupun akar, sedangkan anggrek terestrial lebih mengutamakan penyesuaian luasan komponen pembuluh angkut daun dan akar, serta jumlah stomata dan luasan total stomata. Pada spesies anggrek toleran terang, kelompok epifit memiliki tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stres kekeringan dibandingkan kelompok terestrial. Pada spesies anggrek toleran naungan, kelompok epifit memiliki tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan dengan rentang variasi yang lebih lebar dan tidak berbeda nyata dengan kelompok terestrial. Spesies Eulophia petersii dari tropis kering memiliki tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stres kekeringan dibandingkan Eulophia spectabilis dari tropis basah. Ciri anatomi pada komunitas anggrek tropis Indonesia terkait tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stes kekeringan meliputi: jaringan mesofil dan daun yang lebih tebal; lapisan kutikula yang lebih tebal; jaringan hipodermis yang berkembang; komponen pembuluh angkut daun yang lebih sempit, jaringan sklerenkim yang berkembang baik di sekitar pembuluh angkut primer daun; stomata dengan ukuran lebih besar, jumlah lebih sedikit, dan area total stomata yang lebih sempit; komponen pembuluh angkut akar yang lebih sempit; dan jaringan velamen yang lebih berkembang. Ciri fisiologi pada komunitas anggrek tropis Indonesia terkait tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stes kekeringan meliputi: selisih prolin yang lebih kecil, laju penurunan kandungan air relatif jaringan daun yang lebih rendah, dan nisbah klorofil a/b yang lebih tinggi.

The orchid community (Orchidaceae) is one of the most threatened plant's groups to drought stress due to climate change. Indonesian orchid community has developed two main life forms, as epiphyte and terrestrial. The aims of this study were to compare the anatomical adaptation of leaf and root between epiphytic and terrestrial life forms on the Indonesian tropical orchid community; to compare the adaptation level to drought stress between epiphytic and terrestrial life forms in sun-tolerant orchid species; to compare the level of adaptation to drought stress between epiphytic and terrestrial life forms in shade-tolerant orchid species; to compare the level of adaptation to drought stress between orchid Eulophia spectabilis from wet tropical and E. petersii from dry tropical. The anatomical analysis was performed with observations on paradermal and transverse sections of leaves and roots. The physiological analysis was conducted experimentally in the greenhouse with drought treatment for 30-days. The results showed that epiphytic orchids have prioritized the anatomical adaptation strategy by adjusting the thickness and area of leaf and root's tissues, while the terrestrial orchids through the adjustment of the area of leaf and root's vascular components, as well as the number and total area of stomata; in sun-tolerant species, epiphytic orchids have shown a higher adaptation level to drought stress than terrestrial orchids; in shade-tolerant species, epiphytic orchids have shown a wider range of adaptation level to drought stress and not significantly different with terrestrial orchids; Eulophia petersii from dry tropical showed a higher adaptation level to drought stress than E. spectabilis. The anatomical traits related to a higher adaptation level to drought stress were: thicker mesophyll and leaf tissue, thicker cuticle layer, well developed hypodermic tissue, narrower leaf vascular bundle components, well developed sclerenchyma tissue around the leaf's primary vascular bundle, broader size-but fewer stomata, narrower total stomatal area, narrower root vascular components, and a more developed velamen layer. The physiological traits related to a higher adaptation level to drought stress were: lower proline deviation, lower decline rate in leaf water content, and a higher chlorophyll a/b ratio. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
D2442
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Firdaus
"Penelitian mengenai adaptasi anatomi daun dan karakter rizom pada lima spesies paku epifit famili Polypodiaceae di beberapa wilayah Universitas Indonesia telah dilakukan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui strategi adaptasi pada paku epifit terhadap lingkungan kering. Spesies yang digunakan adalah Pyrrosia piloselloides, Pyrrosia lanceolata, Platycerium bifurcatum, Drynaria sparsisora, dan Phymatosorus scolopendria. Masing-masing spesies diamati bentuk epidermis, bentuk stomata, posisi stomata, bentuk trikom sebagai data kualitatif. Ketebalan kutikula, ketebalan epidermis, ketebalan mesofil, ketebalan daun, luas berkas pembuluh angkut, luas stomata serta kerapatan stomata, luas permukaan melintang rizom, dan kapasitas kandungan air sebagai data kuantitatif. Daun pada lima spesies disayat dengan metode sayatan segar. Rizom dipotong secara melintang, difoto, kemudian diukur dengan aplikasi ImageJ. Berat turgid dan berat kering daun diukur untuk mendapatkan kapasitas kandungan air daun. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan adaptasi anatomi dan karakter rizom. Spesies Pyrrosia piloselloides dan P. lanceolata memiliki anatomi daun yang menyerupai daun tumbuhan succulent dengan memiliki kapasitas kandungan air yang tinggi yaitu, 0,149 dan 0,133. Drynaria sparsisora memiliki anatomi ketebalan daun yang tipis 2,6 x 102 μm, kerapatan stomata yang tinggi 51,33/mm2, serta rizom yang luas dengan nilai rerata 3,43 x 102 mm2. Platycerium bifurcatum memiliki anatomi daun relatif tebal dengan nilai rerata 1,23 x 103 μm, dan pembuluh angkut primer reliatif sempit dengan nilai rerata 2,63 x 104 μm. Phymatosorus scolopendria memiliki luas stomata besar 1,97 x 103 μm2 dan rizom relatif tebal.

The research regarding anatomical adaptation of leaf and rhizome charactristics of five epiphytic fern species of Polypodiaceae family in several areas of Universitas Indonesia has been carried out. This research was aimed to knowing epiphytic ferns strategies against dry environment. Five species used in these research are Pyrrosia piloselloides, Pyrrosia lanceolata, Platycerium bifurcatum, Drynaria sparsisora,dan Phymatosorus scolopendria. The epidermal shape, stomatal shape, and type of trichome was observed as the qualitative data. Quantitative data includes cuticle thickness, epidermal thickness, mesophyll thickness, leaf thickness, vascular bundle area, stomatal area, stomatal frequency, and rhizome surface area. The leaves of five species was cut using fresh slice method. Rhizome was cut in cross section and photographed. Visual measurements of leaf and rhizome were measured using Image J. Turgid and dry weight of leaf was collected to measure leaf water capacity. The results show there were differences in the anatomical adaptation and rhizome character. In the species Pyrrosia piloselloides and P. lanceolata have leaf anatomy that resembles the leaves of succulent plants with higher leaf water capacity, 0.149 dan 0.133. Drynaria sparsisora has a thin leaf anatomy with mean value of 2.6 x 102 μm, high stomata density with mean value of 51.33/mm2 and broad rhizome with mean value of 3.43 x 102 mm2. Platycerium bifurcatum has a relatively thick leaf anatomy with mean value of 1.23 x 103 μm, and a narrow primary vascular bundle with mean value of 2.63 x 104 μm. Phymatosorus scolopendria has a large stomata area mean value of 1.97 x 103 μm2 and rhizomes is relatively thick."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Hoya spp. (Apocynaceae: Asclepiadoideae) memiliki dua tipe daun, yaitu daun sukulen dan non
sukulen. Struktur anatomi daun Hoya spp. belum banyak dipelajari, terutama yang bertipe daun non
sukulen. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi keragaman serta hubungan kekerabatan
Hoya bertipe daun non sukulen berdasarkan keragaman karakter anatomi daunnya pada delapan
spesies sampel yaitu, H. bandaensis, H. campanulata, H. chlorantha, H. cilliata, H. coriacea, H.
coronaria, H. densifolia dan H. multiflora. Anatomi daun diamati dari sediaan sayatan paradermal
dan transversal. Data karakter anatomi dianalisis menggunakan program IBM SPSS versi 19. Pada
umumnya stomata hanya ditemukan pada permukaan bawah daun (hipostomatik) dengan tipe
stomata cyclocytic, kecuali pada H. densifolia yang memiliki stomata di permukaan atas dan bawah
(ampistomatik). Stomata berkelompok ditemukan pada H. coriacea. Daun bertipe non sukulen
memiliki susunan umum yang terdiri dari kutikula, epidermis atas dan bawah, jaringan palisade dan
jaringan bunga karang dengan berbagai variasi ketebalan lapisan menurut perbedaan spesies.
Berdasarkan analisis kekerabatan, diperoleh 4 kelompok pada skala jarak 19. Setiap kelompok
memiliki karakter khusus tertentu. Kelompok pertama memiliki trikoma di kedua sisi permukaan
daun, kelompok kedua memiliki stomata ampistomatik, kelompok ketiga memiliki tebal daun paling
tipis, dan kelompok keempat memiliki ukuran stomata paling lebar.
"
580 BKR 16:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Made Arya Parwata
"ABSTRACT
Jarak pagar (Jatropha curcasL.), salah satu tanaman sumber bahan bakar nabati tropis, telah terkenal karena ketahanannya terhadap
cekaman kekeringan, akan tetapi, kemampuannya untuk tumbuh pada lingkungan yang kering masih jarang diteliti.
Perubahan status air daun, kadar klorofil, suhu permukaan daun, konduktansi stomata, kadar prolin dan
abcisic acid (ABA), laju transpirasi dan fotosintesis dikaji pada empat genotip jarak pakar (IP-1A, IP-2M, Unggul lokal dan Daun
kuning) yang diperlakukan cekaman kekeringan pada lahan pasir pantai di Jawa Tengah, Indonesia. Cekaman kekeringan menurunkan secara signifikan status air daun, kadar klorofil daun, konduktansi stomata, laju transpirasi dan fotosintesis, dan meningkatkan suhu daun, kadar prolin dan ABA. Genotip tahan (IP-1A dan IP-2M) memiliki status air daun, kadar klorofil dan laju fotosintesis lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan genotip yang peka (Unggul
lokal dan Daun kuning). Tidak terdapat perbedaan yang nyata di ntara genotip jarak pagar terhadap suhu daun, konduktansi stomata dan laju transpirasi.

Abstract
Jatropha curcas L., an important tropical biofuel crop, is reputed for its drought resistance, however, its ability to perform in dry conditions has still hardly been investigated. Changes in leaf water status, chlorophyll content, leaf surface temperature, stomatal conductan
ce, proline and abcisic acid (ABA) content, transpiration and photosyntheticrate were studied in four
Jatropha genotypes (IP-1A, IP-2M, Local superior and Yellow leaf) and subjected to drought stress in coastal sandy land conditions in Central Java, Indonesia. Drought stress significan
tly decreased the leaf water status, leaf chlorophyll content, stomatal conductance, transpiration and photosynthetic rate, and increased leaf
temperature, proline and ABA content. Resistant genotypes (IP-1A and IP-2M) had significantly higher leaf water status, chlorophyll content and photosynthetic rate than susceptible genotypes (Local superior and Yellow leaf). There were no differences between the
Jatropha genotypes on leaf temperature, stomat
al conductance and transpiration rate."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Universitas Mataram. Fakultas Pertanian;Universitas Mataram. Fakultas Pertanian;Universitas Mataram. Fakultas Pertanian, Universitas Mataram. Fakultas Pertanian], 2012
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hardini Puspitaningrum
"Padi yang dapat dibudidayakan di lahan kering diperlukan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Analisis morfologis dan molekuler merupakan salah satu cara untuk mengetahui toleransi tanaman terhadap kekeringan. Penelitian ini bertujuan menentukan varietas padi yang tahan kekeringan melalui analisis morfologis serta molekuler. Sampel yang digunakan terdiri dari INPARI 32, INPARI 42, Pare Bakato Kaka, dan Pare Lambem yang ditumbuhkan pada dua perlakuan yaitu kontrol dan kekeringan (germinasi pada PEG 6000 20% dan modifikasi penyiraman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase perkecambahan, bobot radikula, dan rata-rata jumlah daun (35 HST) pada tiap varietas tergolong toleran, sementara itu untuk skor kelengkungan daun diketahui bahwa Pare Lambem menunjukkan kondisi daun yang tergolong agak peka (skor 5), sedangkan tiga varietas lain tergolong kategori toleran (skor 1). Data tinggi tanaman serta panjang daun pada 7 HST dan 35 HST menunjukkan pola hasil yang sama, yakni Pare Lambem berbeda signifikan pada perlakuan kontrol dan kekeringan berdasarkan uji t (kategori peka), sementara varietas lain termasuk kategori toleran. Berdasarkan tujuh parameter uji, diperoleh kategori toleransi total. Pare Lambem tergolong kategori agak toleran (42,8%), sedangkan varietas lain tergolong kategori toleran (85,7%). Hasil analisis molekuler menunjukkan bahwa fragmen OsDREB2A terdapat pada varietas uji serta memiliki homologi 100% dengan sekuens DREB2A dari kultivar Pokkali. Mutasi sekuens tidak ditemukan pada urutan nukleotida maupun asam amino dari sampel varietas uji terhadap spesies pembanding. Struktur protein pada sampel uji menunjukkan kemiripan dengan model protein dari kultivar Pokkali. Varietas Jawa (peka) menunjukkan perbedaan sekuens nukleotida, asam amino, dan struktur protein terhadap kultivar Pokkali dan sampel uji.

Rice that can be grown in dry land is needed to increase food security. Morphological and molecular analysis are mechanisms to determine the drought tolerance level of plants. This study aims to determine drought-resistant rice varieties through morphological and molecular analysis. The samples used consisted of INPARI 32, INPARI 42, Pare Bakato Kaka, and Pare Lambem grown in two treatments (control and drought treatment (PEG 6000 20% and water modification)). The results showed that the percentage of germination, radicle weight, and the average number of leaves (35 DAP) in each variety belonged to the tolerant category, while for the leaf curvature scores, it was known that Pare Lambem showed a leaf condition that was classified as sensitive category (score 5), while the other three varieties belonged to the tolerant category (score 1). Data on plant height and leaf length at 7 DAP and 35 DAP showed the same yield pattern, namely Pare Lambem was significantly different in the control and drought treatment samples based on the t-test (sensitive category), while other varieties were in the tolerant category. Based on the seven test parameters, the total tolerance category was obtained. Pare Lambem was classified into the slightly tolerant category (42.8%), while other varieties were classified as tolerant (85.7%). The molecular analysis results showed the presence of OsDREB2A in all tested varieties also had 100% homology with DREB2A sequences from the Pokkali. Sequence mutations were not found in the nucleotide or amino acid sequences of the tested samples against the comparison species. The protein structures of the tested samples showed similarities to the protein model of the Pokkali cultivar. The Java variety (sensitive) showed differences in nucleotide sequences, amino acids, and protein structure against Pokkali and tested samples."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Liana Johari
"Penelitian pengaruh beberapa konsentrasi limbah cair tahu terhadap pertumbuhan Chiarella spp. telah dilakukan di laboratorium Ekologi, Jurusan Biologi, FMIPA Ul. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa konsentrasi limbah cair tahu terhadap kerapatan sel Ch/orella spp. saat peak dan mengetahui konsentrasi limbah cair tahu yang optimum untuk pertumbuhan Chiarella spp. Rancangan penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan, yaitu 0% (kontrol di dalam medium Beneck) dan medium limbah cair tahu pad a konsentrasi 1 0, 20, 30, 40, dan 50%.
Hasil penelitian menunjukkan ada kenaikan kerapatan sel dari konsentrasi 0 (kontrol) sampai 20%, kemudian menurun pada konsentrasi 30 sampai 50%. Kerapatan sel saat peak tertinggi (22,812x1 06 sellml) dicapai pada perlakuan 20% di hari ke-10,6 dan kerapatan.sel terendah (1,892x106 sel/ml) dicapai pada perlakuan 50% di hari ke-3,66. Hasil dari keenam perlakuan tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi 20% merupakan konsentrasi yang optimum untuk pertumbuhan Chlorella spp .. Hasil uji perbandingan berganda a= 0.05 menunjukkan perbedaan nyata antara pasangan kelompok perlakuan terhadap kerapatan sel saat peak kecuali, perlakuan 0 dan 30%, 10 dan 20%, 40 dan 50%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
S31046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuri Qulby Arimy
"ABSTRAK
Nepenthes mampu hidup di dataran tinggi dan dataran rendah. Perbedaan habitat memunculkan perbedaan anatomi, salah satunya organ daun. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karakter anatomi helaian daun antara Nepenthes dataran tinggi N. aristolochioides dan N. singalana dari Sumatra dan Nepenthes dataran rendah N. rafflesiana dan N. gracilis dari Kalimantan. Setiap spesies diambil satu daun dewasa dari dua individu tumbuhan. Setiap daun dibuat sayatan melintang menggunakan hand mini microtome dan sayatan paradermal dengan teknik leaf scraping. Sayatan didehidrasi menggunakan seri alkohol bertingkat. Pewarnaan menggunakan safranin 1 dan fastgreen 1 . Sayatan diamati mengunakan mikroskop cahaya Olympus di Laboratorium Bioimaging ILRC, UI-Depok. Uji komparatif data anatomi kuantitatif menggunakan Uji T dan Uji Mann-Whitney. Kelompok spesies dataran tinggi menunjukkan helaian daun lebih tebal; kutikula adaksial lebih tipis; kutikula abaksial lebih tebal; epidermis adaksial dan abaksial lebih tebal; hipodermis adaksial lebih banyak lapisan dan lebih tebal; hipodermis abaksial lebih tebal; mesofil lebih tebal; jaringan palisade lebih banyak lapisan dan lebih tebal; sel epidermis adaksial dan abaksial lebih besar; kelenjar sesil adaksial dan abaksial lebih besar, lebih sedikit, dan lebih renggang; stomata abaksial lebih panjang, lebih lebar, lebih besar, lebih sedikit, dan lebih renggang; sel penjaga abaksial lebih panjang dan lebih lebar dibandingkan spesies dataran rendah.

ABSTRACT
Nepenthes is able to live in the highland and lowland. The differences of their habitat influence theirs anatomical differences, such as leaves. This study aimed to compare the leaves anatomy character between highland Nepenthes N. aristolochioides and N. singalana from Sumatra and lowland Nepenthes N. rafflesiana and N. gracilis from Kalimantan. Each species was represented by one adult leaves of two individual plants. Each leaf was made transverse section by using a hand mini microtome and paradermal section was made by leaf scraping technique. Section was dehydrated by using graded series of alcohol. Sections were stained with safranin 1 and fastgreen 1 . Section was observed using an Olympus light microscope at ILRC Bioimaging Laboratory, UI Depok. The comparative test data of quantitative anatomy using Independent t Test and Mann Whitney Test. Group of highland species showed thicker leaves blade thinner adaxial cuticle thicker abaxial cuticle thicker adaxial and abaxial epidermis more layers and thicker adaxial hypodermis thicker abaxial hypodermis thicker mesophyll more layers and thicker palisade bigger adaxial and abaxial epidermis cell bigger, fewer, and lower density adaxial and abaxial sessile gland longer, wider, bigger, fewer and lower densitity abaxial stomata longer and wider abaxial guard cell than group of lowland species."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zatira Marchya Raditia Putri
"Film Big Fish & Begonia《大鱼海棠》merupakan film animasi yang dirilis pada tahun 2016. Film ini mengisahkan perjalanan, pengorbanan, dan ikatan emosional antara insan dari dunia berbeda. Chun, seorang gadis remaja dari dunia mistik di mana “The Others” tinggal, menghadapi banyak kesulitan dan rintangan ketika merawat Kun yang berasal dari dunia manusia. Akan tetapi, Chun berhasil melaluinya dengan adanya keyakinan dalam dirinya serta bantuan dari temannya yaitu Qiu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis latar sebagai aspek yang mendukung penokohan dalam film Big Fish & Begonia. Penelitian ini menggunakan pendekatan intrinsik dengan fokus pada unsur latar dan penokohan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar merupakan aspek penting yang mempengaruhi penokohan dalam film. Hal ini karena interaksi antara para tokoh yaitu Chun, Kun, dan Qiu dapat terjadi karena adanya benturan antara latar dua dunia, yaitu dunia mistik dan dunia manusia. Selain itu, penelitian ini juga mengungkap makna di balik judul film yang mewakilkan dua dunia, serta memiliki keterkaitan dengan tokoh dalam film, yaitu Kun dan Chun.

Big Fish & Begonia 《大鱼海棠》is an animated film released on 2016. This film tells the story of the journey, sacrifice, and emotional bond between people from different worlds. Chun, a teenage girl from the mystical world where “The Others” lives, faces many difficulties and obstacles while taking care of Kun who is from the human world. However, Chun managed to get through it with the belief in her and the help of her friend, Qiu. This research aims to analyze the settings as an aspect that supports the characterizations in the film Big Fish & Begonia. This research uses an intrinsic approach with a focus on the element of settings and characterization. The results of this research indicate that settings is an important aspect that influences the characterizations in the film. This is because the interaction between the characters, namely Chun, Kun, and Qiu, can occur due to a clash between the settings of the two worlds, that is the mystical world and the human world. In addition, this research also reveals the meaning behind the title of the film which represents two worlds, and related to the characters in the film, namely Kun and Chun."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puguh Dwi Raharjo
"Tahun 2008 Kabupaten Kebumen dilanda kekeringan. Masyarakat kesulitan air bersih dan air irigasi menyusul menurunnya debit sumber air. Penggunaan data penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi daerah rawan kekeringan. Transformasi citra satelit Landsat TM untuk mendapatkan indeks kecerahan, indeks ke basahan, dan indeks vegetasi digunakan untuk mengetahui kondisi permukaan dalam hubungannya dengan kekeringan. Indeks kecerahan dan indeks kebasahan diperoleh dari modifikasi tasseled cap, sedangkan indeks vegetasi diperoleh dari nilai normalized difference vegetation index (NDVI). Parameter lain seperti kondisi akuifer, curah hujan serta jenis penggunaan lahan pertanian kering merupakan faktor dalam mengidentifikasi kekeringan. Data-data tersebut dilakukan sesuai dengan deskripsi zona wilayahnya guna mendapatkan kajian wilayah dalam hubungannya dengan kekeringan. Hasil dari penelitian ini mengidentifikasikan bahwa sebagian kecamatan di Kabupaten Kebumen yang meliputi Karanggayam, Karangsambun g, Sadang, Alian, Puring, Klirong, Buluspesantren, Ambal, dan Mirit terdeteksi memiliki potensi kekeringan.

Kebumen regency was drought in year 2008, community clean water shortages and irrigation water following a decline in water resources. The use of remote sensing data and GIS can be used to identify the potential for drought-prone areas. Transformation of Landsat TM satellite imagery to obtain the brightness index, wetness index and vegetation index used to determine surface conditions in relation to drought. Brightness index and wetness index derived from the tasseled cap modifications, while the vegetation index derived from normalized difference vegetation index (NDVI) values. Other parameters such as aquifer conditions, rainfall and other types of dry agricultural land use was a factor in identifying drought. The data are performed in accord ance with the zone description in order to get the study area in relation to regional drought. The result of the research is identified area the district of Karangsambung, Karanggayam, Sadang, Alian, Puring, Klirong, Buluspesantren, Ambal and Mirit potential drought."
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>