Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194536 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afif Windy Septiansyah
"ABSTRAK
Penelitian ini didasari oleh awal terjadinya sebuah perdebatan yang muncul akibat penggunaan kata loli dan lolita di media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan makna-makna yang terdapat pada kata loli dan lolita di Jepang dan di Indonesia dengan menganalisis ujaran-ujaran lisan dan non-lisan yang mengandung kata loli dan lolita dalam kiriman post pada situs Facebook dan Twitter, dan dalam anime, manga, dan novel dibatasi dengan kurun waktu dari awal tahun 2010 sampai dengan awal 2017. Konteks dalam ujaran-ujaran tersebut, seperti petunjuk visual dan latar belakang penutur, dianalisis untuk kemudian digunakan dalam menentukan makna kata loli dan lolita yang terdapat dalam ujaran secara denotatif dan konotatif. Melalui analisis tersebut, ditemukan bahwa di Jepang dan di Indonesia, kata loli cenderung memiliki makna denotatif lsquo;kawaii rsquo; atau lsquo;imut rsquo;, lsquo;anak-anak gadis rsquo;, dan lsquo;objek seksual rsquo;, sementara kata lolita cenderung bermakna lsquo;subkultur fesyen rsquo; dengan beberapa data menunjukkan kata tersebut memiliki makna yang lainya. Kedua kata tersebut disimpulkan memiliki makna yang berbeda secara denotatif. Memahami makna-makna tersebut serta konteks penggunaannya, masyarakat dapat lebih terbuka terhadap kata loli dan lolita, serta pada kata-kata asing lain yang diserap ke dalam suatu budaya dan bahasa lokal.

ABSTRACT
The onset of a debate that arose from the use of the word loli and lolita in social media became the trigger for the idea of this research. This study aims to describe the meanings in the word loli and lolita in Japan and in Indonesia by analyzing verbal and non verbal utterances containing loli and lolita in Facebook posts and Twitter tweets, and in anime, manga, and novels which are limited by the time period from early 2010 to early 2017. The contexts included these utterances, such as visual cues and the speaker 39 s background information, are analyzed for later use in determining the meaning of loli and lolita contained in the speech in a denotative and connotative manner. Through this analysis, it was found that in Japan and in Indonesia, the word loli tends to have the denotative meanings of 39 kawaii 39 or 39 cute 39 , 39 young girls 39 , and 39 sexual objects 39 , while the word lolita tends to mean 39 fashion subculture 39 with some the data shows other meanings. Both words are concluded to have different denotative meanings. Understanding these meanings and the context of their use, the society is expected to be more open to the word loli and lolita, as well as to other foreign words that are absorbed into a certain culture and language with different historical and cultural backgrounds."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arthanovia Nurbaity Wicaksonoputri
"Terdapat tiga jenis aksara bahasa Jepang, yaitu hiragana, katakana, dan kanji. Umumnya, kanji memiliki dua cara baca, yaitu on’yomi dan kun’yomi. Namun terdapat situasi dimana suatu kanji memiliki cara baca yang tidak termasuk dalam on’yomi maupun kun’yomi, yang disebut dengan ateji. Penelitian ini bertujuan memahami pemaknaan ateji dan alasan penggunaannya melalui analisis komponen makna dan relasi makna ateji yang memiliki dua atau lebih cara baca berbeda. Penelitian dilakukan dengan metode content analysis pada lirik lagu dari duo musisi Two-Mix. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fleksibilitas ateji membuat pencipta karya mampu memberikan beragam cara baca dengan beragam relasi makna pada kanji yang sama sesuai keinginan. Jenis ateji yang paling banyak muncul pada data adalah ateji ungkapan-kontrastif yang sangat bergantung pada konteks, sementara relasi makna yang kerap muncul adalah majas metafora yang berfungsi untuk menciptakan atau menegaskan kesan, suasana, atau pesan tertentu dengan mempertahankan atau menambahkan aspek puitis lagu.

The Japanese writing system has three characters which are hiragana, katakana, and kanji. Generally, kanji has two ways of reading, namely on'yomi and kun'yomi. However, there are situations where a kanji has a way of reading that is different from on'yomi or kun'yomi, which is called ateji. This study aims to understand the meaning of ateji and the reasons for its use through an analysis of semantic components and the relation of the meaning of ateji that have two or more different reading ways. This study was conducted using the content analysis method on song lyrics from the musician duo Two-Mix. This study shows that the flexibility of ateji allows the creator of the work provides various reading ways with various meaning relations on the same kanji. The type of ateji that appears the most in the data is a contrastive-expression ateji which is highly context-dependent, while the meaning relation that often appears is a metaphor, which is used to create or emphasize a certain impression, atmosphere, or message by maintaining or adding to the poetic aspects of the song."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mirnasari Puspita
"Sebelum menikah sepasang calon pengantin melakukan banyak persiapan. Salah satunya menyiapkan kartu undangan. Dalam kartu undangan di Indonesia dan Belanda biasanya terdapat teks berupa puisi atau kutipan surat dari kitab suci. Tulisan ini membahas mengenai isi dari teks-teks tersebut dan makna yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya melakukan perbandingan antara Indonesia dan Belanda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjabarkan perbedaan antara isi teks kartu undangan di Indonesia dan Belanda. Kartu-kartu undangan diambil secara acak dan umum. Penelitian ini untuk membuktikan bagaimana budaya dan agama mempengaruhi bahasa secara lebih mendalam.
Before getting married pair of bride and groom do a lot of preparation. One of them is to prepare the invitation cards. In the invitation cards in Indonesia and the Netherlands there is usually a text such as a poem or a quote from the letter of the scriptures. This study analyses about the contents of the texts and meanings contained therein. Furthermore, doing comparisons between Indonesia and the Netherlands. The purpose of this study was to describe the differences between the text content of the invitation cards in Indonesia and the Netherlands. The invitation cards are taken at random and general. This study proves how culture and religion influence the language in more depth."
Depok: [Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Berliany Putri
"Penelitian ini membahas pengaruh pergeseran makna dalam lagu kebangsaan “Indonesia Raya” yang diterjemahkan ke bahasa Jerman pada pesan dalam lagu sumber dengan menggunakan dua jenis metode, yaitu metode penelitian kualitatif deskriptif untuk menjelaskan pergeseran makna dan metode penelitian kuantitatif dengan survei menggunakan GoogleForm yang berisi penggalan lirik dalam bahasa Jerman dan jawaban iya/tidak untuk melihat kenaturalan terjemahan. Analisis ini menggunakan teori pergeseran makna Leuven-Zwart (1989) dan teori Skopos Vermeer (1978), serta strategi penerjemahan lagu Low (2003), dikenal dengan pentathlon principle, sebagai pendukung teori Skopos. Hasilnya menunjukkan bahwa 83% lirik mengalami pergeseran. Meskipun begitu, pergeseran tersebut tidak mengubah pesan, hanya mengubah kesan dari lagu sumber. Lalu, hanya ditemukan enam kata dan frasa yang tidak natural bagi penutur jati sehingga tidak memberikan pengaruh besar terhadap pergeseran makna. Setelah dianalisis lebih lanjut, ditemukan juga tujuan lain dari penerjemahan ini, yaitu agar dapat dinyanyikan kembali.

This study discusses the effect of shifts in translation of the national anthem "Indonesia Raya" translated into German to the message in the source song by using two types of methods, there are descriptive qualitative method to explain shifts in translation and quantitative method with survey using GoogleForm, which contains German lyrics and yes/no answers to see the naturalness of the translation. The analysis use the theory of shifts in translation by Leuven-Zwart (1989) and Skopos theory by Vermeer (1978), as well as Low's (2003) song translation strategy known as the pentathlon principle to support Skopos theory. The results show 83% lyrics are shifting. However, the shifts do not change the message, only change the impression of the source song. Then, there are only six words and phrases are not natural for native speakers so that they do not have big effect on the shifts. Furthermore, it is also found another purpose of this translation was to be sing it again."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Maulina Hidayat
"Wakamono kotoba atau bahasa anak muda merupakan bahasa yang digunakan oleh kaum muda. Salah satu karakteristik yang membedakan wakamono kotoba dengan bahasa Jepang standar adalah adanya perubahan makna. Perubahan ini dapat dilihat melalui salah satu wakamono kotoba, yaitu kata toutoi. Kata toutoi awalnya bermakna ‘suci’, ‘mulia’. Akan tetapi, makna kata toutoi mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pergeseran makna kata toutoi dalam wakamono kotoba. Data penelitian bersumber dari media sosial X. Kuisioner terhadap penutur jati bahasa Jepang juga dibuat untuk membantu analisis makna dari kata toutoi. Hasilnya ditemukan bahwa makna kata toutoi bermacam-macam tergantung konteks yang mengikutinya. Kata toutoi dapat bermakna ‘suka’, ‘terbaik’, ‘luar biasa’, ‘lucu’, ‘terharu’, ‘hebat’, ‘sempurna’, serta ‘senang’. Selain itu, ditemukan variasi kata toutoi yang telah mengalami perubahan secara morfologis dan fonologis, yaitu (i) toutoi, (ii) toutoiiii, (iii) teetee, (iv) toutoshi, (v) touto, serta toutoi yang berkolokasi dengan (i) nomina dan (ii) verba. Kata toutoi juga dapat digunakan sebagai adverbia.

Wakamono kotoba or youth language is a language used by young people. One of the characteristics that distinguishes wakamono kotoba from standard Japanese is the change in meaning. This change can be seen through one example of wakamono kotoba, the word toutoi. The word toutoi originally meant ‘holy’, ‘noble’. However, the meaning of the word toutoi has changed over time. This research aims to explain the shift in the meaning of the word toutoi in wakamono kotoba. The data in this research was sourced from social media X. A questionnaire for Japanese native speakers was also created to help analyse the meaning of the word toutoi. The result shows that the meaning of the word toutoi varies depending on the context that follows. The word toutoi can mean ‘like’, ‘best’, ‘marvellous’, ‘cute’, ‘moved’, ‘amazing’, ‘perfect’, and ‘happy’. In addition, there are variations of the word toutoi that have undergone morphological and phonological changes, namely (i) toutoi, (ii) toutoiiii, (iii) teetee, (iv) toutoshi, (v) touto, and toutoi that collocate with (i) nouns and (ii) verbs. The words toutoi can also be used as an adverb."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ajatrohaedi, 1939-2006
"Awal tahun enam puluhan merupakan masa awal saya berkenalan dengan ilmu yang bernama epigrafi. Dalam salah satu prasasti yang ketika itu dijadikan bahan kuliah, ditemukan dua kata yang cukup menarik bagi saya, yaitu runwas (prasasti Polengan 4) dan wangkyul (prasasti Polengan 2). Saya mencoba mengajukan pendapat akan adanya kemungkinan bahwa kedua kata tersebut sekarang dikenal dalam bentuknya yang "baru", yaitu rimbas dan cangkul. Kata rimbas dikenal dalam bahasa Sunda, sedangkan cangkul dalam bahasa Indonesia (Melayu). Namun, segera saya diperingatkan agar jangan terlalu berani mengambil simpulan, mengingat datanya masih sangat kurang. Saya segera menyadari kedudukan saya sebagai mahasiswa yang barn belajar epigrafi, dan boleh dikatakan tanpa pengetahuan linguistik sedikit pun. Apa yang saya petik dari peringatan itu adalah, agar kita tidak terlalu tergesa-gesa menyimpulkan apa yang kita temukan, terutama jika bahannya tidak mencukupi.
Ketika kamus Jawa Kuna yang paling lengkap terbit, kata rimbas dan rimwas tercatat sebagai jejar 'entri'; rimbas ditemukan dalam naskah Udyogaparwa. 6.25: "tang wenang ikang patuk rimbas ri sarira nikang daityd"; 6.29: "aster bajropama iku rimbas pin.akasar`rjatanyu"; dan -Kidung Harsawijaya 4.65a: "(ni.babad) antau'a wadung timbers garut"; sedangkan kata rimwas ditemukan dalam prasasti Polengan 4 (877 N1) 1111: "rintu'as I rradung I patuk-pattrk. I lukai 1". Kata itu sering ditemukan dalam prasasti (Zoetmulder 1982:1551). Demikian juga halnya dengan kata wangkyul, tercantum sebagai jejar, terdapat dalam prasasti Polengan 2 (875 M) 1A9: "Haggis .1 wangkyut I gulumi I". Kata itu pun sering ditemukan dalam prasasti (kys.:2197)."
PGB 0070
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Embun Laras Mega
"Perkembangan budaya pop Jepang di Indonesia sebagai soft power, membuat banyak hal baru yang masuk ke Indonesia. Banyak istilah, konsep, hingga akhirnya subkultur baru yang muncul menyusul munculnya media-media yang berisi budaya pop dari Jepang. Seperti cosplay, idol, komunitas penggemar karakter, dan fetishist dari sebuah tipe karakter. Salah satu yang muncul dari sini adalah penggemar loli dan shota. Penggemar loli dan shota merupakan salah satu aspek di dalam budaya pop Jepang yang cukup kontroversial karena keterkaitannya dengan pedofilia. Terkadang, makna bahkan definisi jelas loli dan shota yang memiliki variasi antar individu atau antar komunitas membuat kedua fenomena ini saling berdekatan, tumpang tindih, dan bahkan saling bertabrakan. Hal ini membuat kita bertanya-tanya, apa sebenarnya makna dari loli dan shota bagi para penggemarnya dan apa yang mereka lihat. Sekaligus, membuat kita melihat gambaran yang lebih luas tentang sejauh mana teknologi dapat memunculkan ikatan antara sebuah hal yang nyata, dan yang maya.

The development of Japanese Pop Culture in Indonesia as a soft power, creates a whole new culture in Indonesia. This includes new term, concept, and a new sub-culture that appears as the result of various media from Japan. Such as: Cosplay, Idol, Character Fan Club and fetishist which comes from a certain type of character. One of the group of them is the fans of Loli and Shota. These group of fans is one of the aspect of whats inside the Japanese Pop Culture. However, this group of fans are also one of the most controversial due to the fact that it carries a relation to paedophilia. Sometimes, the meaning and even, the clear definition of loli and shota have a lot of variations between the individual or between the communities itself, makes the two phenomenon close to each other, as if it overlaps between one another and even it collides between themselves. This makes some people wonder, what is the actual definition of loli and shota for the fans and what they see through their point of view. Also, it creates a broader picture about how far wide technology can create a bond between something that is real and something that is virtual.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulil Abshar
"¦izib adalah doa istimewa yang digunakan para sufi bermunajat kepada Allah swt. Sebagai sufi agung peletak dasar tarekat Syâ©iliyah, Abu Hasan Asy-
Syâ©il³ (1195-1258 M) memiliki beberapa ¥izib yang kemudian diwariskan kepada murid-muridnya. Secara tekstual, ¥izib Asy-Syâ©il³ merupakan karya
sastra yang memiliki karakteristik kebahasaannya yang sangat khas yang membedakannya dari sesama teks doa lainnya. Banyaknya pola saja', jinâs dan iqtibas dalam ¥izib menunjukkan kuatnya unsur bunyi yang berfungsi
sebagai perekat unsur-unsur kesusatraan dalam membangun makna ¥izib itu sendiri. Dalam kurun waktu tertentu ¥izib-¥izib ini kemudian berkembang di
pesantren dan mengalami perubahan makna. ¦izib di pesantren tidak hanya berfungsi sebagai media berkomunikasi antara para sufi dan Allah swt ketika
bermunajat. Tetapi juga memiliki makna sebagai kalimat bertuah yang mengandung banyak fadilah dan faedah. Namun demikian banyak juga pesantren yang menganggap ¥izib sebagai do'a yang tidak memiliki dasar
hukum yang kuat, sebagaimana layaknya doa-doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw dan para nabi sebelumnya, sehingga mereka memilih untuk meninggalkannya. Demikianlah pemaknaan masyarakat pesantren terhadap ¥izib yang berbeda-beda karena perbedaan konteks sosial masing-masing pesantren sebagai ruang keberadaan ¥izib. Ruang sosial ini pula yang kemudian mempengaruhi fungsi ¥izib yang tidak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat pesantren, tetapi juga masyarakat di luar pesantren.

¦izib is a special prayer used by Sufis to pray unto Allah Almighty. As a founder of the Sufi orders of Asy-Sya©iliyah, Abu Hasan Asy-syâ©il³ (1195-1258 AD) has some ¥izibs which were then bequeathed to his students. Textually, ¥izib Asysyâ ©il³ is a literary work that has a very distinctive linguistic characteristic that distinguishes it from other prayer texts. In number of patterns saja', jinâs and
iqtibâs in ¥izib show the strength of the sound elements which serve as an adhesive element of other literatures in building the meaning of ¥izib itself.
Within a certain time, these ¥izibs developed in pesantren and gotten change the meaning. In pesantren, the function of ¥izib is not only as a medium of
communication between the sufis and Allah during supplication but also as a sentence that contains a lot of lucky fadilah and faedah. However, many pesantren consider ¥izib as a prayer does not have a strong legal basis. As befits the prayers taught by the Prophet Muhammad and the prophets before, so they
decided to leave it. Thus the meaning of pesantren’s people toward ¥izib which is different because of differences in the social context of each pesantren as a space where ¥izib belongs. This social space also affects the function of ¥izib that is utilized not only by pesantren, but also by people outside of pesantren.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Larasati
"enelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi makna konotatif dari beberapa kata dan frasa khas yang digunakan dalam lirik lagu bertema cinta dan patah hati NIKI. Penelitian kualitatif deskriptif ini menggunakan teori makna yang diusulkan oleh Leech (1981) dan Corpus of Contemporary American English (COCA) untuk mengkonfirmasi keunikan pilihan kata NIKI dengan memeriksa frekuensi kemunculan kata dan frasa serta kolokasinya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan dua belas makna konotatif yang terdiri dari delapan makna konotatif positif dan empat makna konotatif negatif. Di antara dua belas makna konotatif tersebut, terdapat empat pergeseran makna konotatif yang terdiri dari konotasi netral ke positif, konotasi netral ke negatif, konotasi negatif ke positif, dan konotasi positif ke negatif. Selain itu, beberapa makna tetap mempertahankan konotasinya. Mayoritas pergeseran adalah dari konotasi negatif ke positif. Frekuensi kata-kata unik dalam lirik lagu NIKI lebih sering muncul dalam genre seperti majalah dan buku-buku yang termasuk dalam ranah fiksi. Penelitian lebih lanjut dapat mengeksplorasi bagaimana makna konotatif dalam lirik lagu NIKI berhubungan dengan konteks budaya tertentu, khususnya budaya Indonesia. Hal ini dapat melibatkan studi perbandingan antara makna konotatif dalam lagu-lagu NIKI dan lagu-lagu dari artis lain dari budaya yang berbeda untuk memahami bagaimana budaya mempengaruhi interpretasi konotatif dalam bahasa.

This study aims to identify connotative meanings of some distinctive words and phrases used in NIKI's love and heartbreak-themed song lyrics. This descriptive qualitative study uses the theory of meaning proposed by Leech (1981) and the Corpus of Contemporary American English (COCA) to confirm the uniqueness of NIKI’s word choice by examining the frequency of occurrence of the words and phrases and their collocations. The results of this study show twelve connotative meanings consisting of eight positive connotations and four negative connotations. Among these twelve connotative meanings, there are four shifts in connotative meaning consisting of neutral to positive connotations, neutral to negative connotations, negative to positive connotations, and positive to negative connotations. Additionally, some meanings retain their connotations. The majority of the shift is from negative to positive connotations. The frequency of the unique words in NIKI’s song lyrics appears more frequently in genres such as magazines and books within the realm of fiction. Further research could explore how the connotative meanings in NIKI's song lyrics relate to specific cultural contexts, particularly Indonesian culture. This may involve comparative studies between the connotative meanings in NIKI's songs and those of other artists from different cultures to understand how culture influences connotative interpretation in language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Fat Hu Rahman Amin
"Skripsi ini membahas pembentukan dan pemaknaan pada pola أفعل dengan menganalisis proses pembentukan akar kata yang dimasukkan ke dalam pola أفعل dan macam-macam makna yang terdapat pada pola tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu merujuk kepada karya tulis para peneliti terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat enam makna yang terdapat pada pola أفعل. Empat makna telah dikenal sebelumnya yaitu taʻdiyat, shayrūrat, wijdān, dan izālat. Adapun dua makna lainnya adalah inti dari penelitian ini, yaitu haynūnat, dan dukhūl.

This thesis discusses about forming and meaning of the fourth pattern لعفأ by analyzing the root put in the pattern لعفأ and variety of meanings contained in the pattern. This study uses a quantitative method that is referred to earlier work the researchers wrote. The results show that there are six meanings contained in the pattern لعفأ. Four meanings are be known which is taʻdiyat, shayrūrat, wijdān and izālat. Two meanings are essences from this study, which is haynūnat, and dukhūl.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S55154
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>