Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160584 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika Sari Widuri
"ABSTRAK
Latar belakang: Anemia defisiensi besi ADB pada usia 9-12 bulan dapat berdampak pada kualitas hidup anak di masa depan. Asupan zat besi, pemacu dan penghambat absorpsi besi memengaruhi kadar besi tubuh. Penelitian mengenai status zat besi dan hubungannya dengan zat pemacu dan penghambat absoprsi dalam asupan diet pada bayi usia 9 ndash;12 bulan yang disertakan dengan analisis asupan diet belum banyak dilakukan di Indonesia. Tujuan: Mengetahui prevalens gangguan status besi dan mengetahui hubungan status gizi dan kecukupan asupan besi harian terhadap kejadian defisiensi besi pada bayi usia 9-12 bulan. Metode: Studi potong lintang pada Juli 2017-Januari 2018 di Posyandu kecamatan Tanah Abang dan Jatinegara. Asupan zat besi, pemacu absorpsi besi dan penghambat absorpsi besi dinilai dengan metode food record dan diolah dengan program NutriSurvey . Subyek menjalani pengukuran antropometri dan pengambilan sampel darah darah perifer lengkap, LED, dan feritin serum . Data diolah dengan uji Pearson Chi Square dan kejadian gangguan status besi ditampilkan dalam prevalens. Hasil: Terdapat 82 subyek usia 9-12 bulan berpartisipasi dalam penelitian. Prevalens defisiensi besi sebesar 12,2 , dan ADB sebesar 26,8 . Tidak terbukti ada hubungan antara kecukupan asupan besi harian dengan gangguan status besi [p=0,064; PR=2,1 0,193-1,178 ] dan status gizi kurang dengan gangguan status besi [p=0,444; PR=0,729 0,307-1,731 ]. Terdapat perbedaan bermakna antara asupan harian besi total p=0,002 , besi heme 0,017 , kalsium p=0,006 , dan seng p=0,042 antara kelompok defisiensi besi dan non-defisiensi besi.Simpulan: Prevalens defisiensi besi dan ADB pada bayi usia 9-12 bulan berturut-turut adalah 12,2 dan 26,8 . Tidak terbukti ada hubungan antara status gizi dan kecukupan asupan besi harian dengan gangguan status besi, namun terdapat perbedaan bermakna antara asupan harian besi total, besi heme, kalsium, dan seng antara kelompok defisiensi dan non-defisiensi besi pada populasi bayi usia 9-12 bulan.

ABSTRACT
Background Iron deficiency anemia IDA in 9 12 month old babies could affect their quality of life. Intake of iron containing food, enhancer and inhibitor of iron absorption affects iron body level. Study about iron profile and its correlation with enhancers and inhibitors of iron absorption in baby rsquo s daily dietary intake whose analyzed by food record method is still infrequent in Indonesia. Aim To measure the prevalence of iron deficiency and IDA and to know the correlation of nutritional status and adequacy of daily iron intake with iron deficiency status in 9 12 month old babies. Methods A cross sectional study was conducted on July 2017 January 2018 in Posyandu in Tanah Abang and Jatinegara district. Dietary iron intake, enhancer and inhibitor were obtained using a 3 day food record method and analyzed with NutriSurvey program. Subjects underwent anthropometry measurement. Complete blood count, ESR, and ferritin serum were also examined. Results A total of 82 babies aged 9 12 months were studied. Prevalence of iron deficiency and IDA were 12,2 and 26,8 . There were no evidence of relationship between adequacy of daily iron intake p 0,064 and undernourished condition p 0,444 with iron deficiency status. There were statistically significant differences in total iron p 0,002 , heme iron p 0,017 , calcium p 0,006 , and zinc p 0,042 daily intakes between iron deficiency group and non iron deficiency group.Conclusion The prevalence of iron deficiency and IDA were 12,2 and 26,8 . There were no evidence of relationship between adequacy of daily iron intake nor undernourished condition with iron deficiency status. There were statistically significant differences in total iron, heme iron, calcium, and zinc daily intakes between iron deficiency group and non iron deficiency group in 9 12 month old babies."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Juli Lonardy
"ABSTRAK
Defisiensi besi menganggu proses eritropoiesis sehingga dapat berlanjut menjadi anemia defisiensi besi. Defisiensi besi dan anemia didefinisikan berdasarkan indikator status besi, berupa parameter hematologi dan biomarka darah, yaitu hemoglobin, hematokrit, ferritin, MCV, MCH, MCHC, dan retikulosit. Salah satu faktor penyebab terjadinya defisiensi besi pada ibu hamil adalah kurangnya asupan zat besi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan zat besi dan status besi ibu hamil trimester 1 yang diukur melalui kadar hemoglobin, hematokrit, ferritin, MCV, MCH, MCHC, dan retikulosit. Rancangan penelitian adalah potong-lintang pada trimester 1 kehamilan. Asupan zat besi diukur menggunakan metode food frequency questionnaire dan 24 hour recall. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan kedua variabel. Terdapat 120 sampel ibu hamil, 53,3 berpendidikan tinggi, 58,3 bekerja, dan median usia 28 tahun. Nilai median asupan zat besi pada seluruh sampel adalah 10,64 mg. Sebanyak 86,67 sampel tidak memenuhi kecukupan asupan zat besi pada ibu hamil trimester 1 berdasarkan AKG 26 mg/hari. Sebanyak 8,33 sampel mengalami anemia Hb0,05 . Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan zat besi dan status besi ibu hamil pada trimester 1.

ABSTRACT
Iron deficiency disrupts erythropoiesis process that leads to iron deficiency anemia. Iron deficiency and anemia are defined by iron status indicator, in the form of hematological parameters and blood biomarkers, such as hemoglobin, hematocrite, ferritin, MCV, MCH, MCHC, and reticulocyte count. One of the factors causing iron deficiency in pregnant women is inadequate iron intake. This research aims to assess the relationship between iron dietary intake and iron status of pregnant women in 1st trimester. Iron status is measured by the value of hemoglobin, hematocrite, ferritin, MCV, MCH, MCHC, and reticulocyte. This research implemented a cross sectional design during the 1st trimester of pregnancy. Iron dietary intake was assessed by food frequency questionnaire and 24 hour recall. Spearman correlation analysis was used to identify the relationship between the two variables. There were 120 samples of pregnant women, 53.3 were high educated, 58.3 were employed, with the age median of 28 years old. The median of iron dietary intake is 10.64 mg, with 86.67 of samples did not meet the Recommended Dietary Allowance of 26 mg. There were 8,33 of pregnant women with anemia Hb0.05 . It was concluded that iron dietary intake is not related to iron status of pregnant women in 1st trimester."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Serra Avilia Nawangwulan
"ABSTRAK
Latar belakang : Sebanyak 70% dari anemia pada anak merupakan anemia
mikrositik hipokrom, dan yang terbanyak adalah anemia defisiensi besi (ADB).
Anemia defisiensi besi pada anak sekolah berkaitan dengan penurunan prestasi
belajar. Anak dengan masalah nutrisi berisiko mengalami defisiensi besi. Asupan
zat besi, pemacu dan penghambat absorpsi besi memengaruhi kadar besi. Sekolah
dasar (SD) Pegangsaan 01 Jakarta Pusat merupakan sekolah negeri dengan
mayoritas siswa berasal dari sosial ekonomi rendah.
Tujuan : Mengetahui status besi pada anak usia 6-12 tahun serta hubungannya
dengan status gizi dan asupan diet.
Metode : Studi potong lintang dilakukan di SD Negeri Pegangsaan 01, Jakarta
Pusat antara bulan Maret-April 2016. Asupan pemacu absorpsi zat besi (vitamin
C) dan penghambat (fitat, teh, kopi, susu) dinilai dengan food record selama tiga
hari, diolah dengan NutriSurvey®. Darah tepi lengkap, feritin, besi serum, total
iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, dan high sensitivity C-reactive
protein (hs-CRP) diperiksakan di laboratorium.
Hasil : Terdapat 115 subyek berpartisipasi dalam penelitian. Prevalens deplesi
besi sebesar 4,3%, defisiensi besi tanpa anemia sebesar 14,8%, ADB sebesar
1,7%. Tidak terbukti ada hubungan antara status gizi kurang dengan status besi
[p=0,094; OR=2,29(0,86-6,10)], gizi lebih dan obesitas dengan status besi
[p=0,050; OR=0,30(0,09-1,00)], asupan besi total dengan status besi (p=0,260),
vitamin C dengan status besi (p=0,740), fitat dengan status besi (p=0,901), teh
dengan status besi (p=0,931), kopi dengan status besi (p=0,624), dan susu dengan
status besi (p=0,277).
Simpulan : Prevalens deplesi besi, defisiensi besi tanpa anemia, dan ADB pada
anak usia 6-12 tahun berturut-turut adalah 4,3%, 14,8%, dan 1,7%. Tidak terbukti
ada hubungan antara status gizi, asupan zat besi, vitamin C, fitat, teh, kopi, dan susu dengan status besi pada anak usia 6-12 tahun.

ABSTRACT
Background : Prevalence of anemia in Indonesian school-age children is high.
Approximately 70% cases are microcytic hypochromic anemia which iron
deficiency anemia (IDA) are the most frequent. Iron deficiency anemia associated
with decreased learning achievement. Children with nutritional problems at risk
for iron deficiency. Intake of enhancer and inhibitor of iron absorption affects iron
body level. Pegangsaan 01 Public School is primary school in Central Jakarta,
which most of the students come from low socioeconomic family.
Objective: To measure iron status in children aged 6-12 years and its relationship
with nutritional status and dietary intake.
Methods: A cross-sectional study was conducted in Pegangsaan 01 Primary
School, Central Jakarta, on March-April 2016. Dietary iron enhancer (vitamin C)
and inhibitor (phytate, tea, coffee, milk) were obtained using a 3-days food record
and analyzed with NutriSurvey®. Complete blood count, ferritin, serum iron, total
iron binding capacity, transferrin saturation and high sensitivity C-reactive protein
were examined.
Results: A total of 115 children were studied. Prevalence of iron depletion, iron
deficiency without anemia, and iron deficiency anemia were 4,3%, 14,8%, and
1,7% respectively. No evidence of relationship between undernourished and iron
status (p=0,094), overweight-obesity and iron status (p=0,050), iron intake and
iron status (p=0,260), vitamin C and iron status (p=0,740), phytate and iron status
(p=0,901), tea and iron status (p=0,931), coffee and iron status (p=0,624), milk
and iron status (p=0,277).
Conclusion: Prevalence of iron depletion, iron deficiency without anemia and
iron deficiency anemia in children aged 6-12 years were 4,3%, 14,8%, and 1,7%
respectively. No evidence of relationship between nutritional status, dietary intake and iron status"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Julius Ceisar
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan produktivitas kerja pada kalangan pekerja di PT X dengan menggunakan disain penelitian cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 136 pekerja yang didapatkan dengan metode simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner mandiri dan wawancara 24 hours food recall. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi Square. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa 27,2 % responden masuk ke dalam kategori produktivitas rendah. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi (p-value 0,014) dan asupan zat besi (p-value 0,024) dengan produktivitas kerja.

This cross sectional research aimed to identify factors associated with work productivity. The selection of 136 subjects was performed by simple random sampling method. Data collection is done by self-administered questionnaire and 24 hours food recall interview. Data analysis used in this research is univariate analysis and bivariate analysis using Chi Square test. Total of 27,2 % subjects were classified as low work productivity. There were correlations between energy consumption (p-value 0,014) and iron consumption (p-value 0,024) with work productivity."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S47758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aidi
"ABSTRAK
Ada dua persoalan pokok mengenai gizi nakerwan Indonesia yakni
ketidakseimbangan energi kerja dan anemia terutama anemia defisiensi besi.
Kedua jenis masalah gizi ini memberikan dampak menurunnya derajat kesehatan
pekerja yang berakhir pada menurunnya produktifitas/kapasitas kerja. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan konsumsi energi dan zat besi
dengan status gizi nakerwan divisi pabrik di PT. Great Giant Pineapple tahun
2013. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional. Penelitian dilakukan pada nakerwan divisi pabrik di PT. Great Giant
Pineapple, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi
Lampung.
Hasil: Secara statistik ada hubungan antara asupan energi dan karbohidrat dengan
IMT. Tetapi tidak ditemukan hubungan umur, asupan lemak, asupan protein dan
asupan serat dengan IMT. Secara statistik ada hubungan antara pola haid, asupan
energi, asupan lemak, asupan protein, asupan zat besi dan enhancer absorpsi zat
besi (asupan vitamin C) dengan anemia. Tetapi tidak ada hubungan umur, asupan
karbohidrat, asupan zink, asupan kalsium, asupan magnesium, dan inhibitor
absorpsi zat besi (asupan makanan mengandung fitat, asupan minuman
mengandung tanin dan asupan serat) dengan anemia.

ABSTRACT
There are two main issues regarding nutrition Indonesia female worker the energy
imbalance of work and anemia, especially iron deficiency anemia. Both types of
nutritional problems this gives the effect of the health status of workers ended in
decreased productivity/labor capacity. The purpose of this study was to analyze
the relationship between energy and iron consumption with nutritional status of
female worker factory division at PT. Great Giant Pineapple in 2013. This
research is a descriptive analytic with cross sectional design. The study was
conducted at the female worker factory division at PT. Great Giant Pineapple,
Terbanggi Besar, Lampung Tengah District, Lampung Province.
Results:
Statistically, there is a relationship between energy intake and carbohydrate with
bodi mass index. However, no relationship age, fat intake, intake of protein and
fiber intake with body mass index. Statistically, there is a relationship between
menstrual pattern, energy intake, fat intake, protein intake, iron intake and iron
absorption enhancers (vitamin C) with anemia. But there is no relationship of age,
carbohydrate intake, intake of zinc, calcium intake, magnesium intake, and
inhibitors of iron absorption (intake of foods containing phytate, intake of foods
containing tannin and fiber intake) with anemia."
Universitas Indonesia, 2013
T36039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Cheng
"Tidur adalah hal yang penting bagi anak karena terjadi peningkatan aktivitas susunan saraf pusat tertentu untuk memberikan efek fisiologis bagi tubuh. Banyak faktor yang menyebabkan gangguan tidur, salah satu yang dapat dimodifikasi adalah faktor nutrisi. Aspek nutrisi yang diperkirakan berkaitan adalah status gizi, asupan besi, dan asupan magnesium. Status gizi merupakan parameter secara umum keseimbangan antara derajat kebutuhan fisik anak terhadap nutrien. Besi dan magnesium berhubungan karena mempengaruhi substansi yang berperan dalam pengaturan fisiologi tidur.
Penelitian ini merupakan studi observasi-analitik untuk melihat hubungan antara status gizi, asupan besi, dan asupan magnesium dengan gangguan tidur pada anak usia 5-7 tahun dengan metode cross-sectional dari data sekunder pada anak-anak di Posyandu Kampung Melayu, berupa status antopometri, asupan besi, asupan magnesium, dan skor gangguan tidur dengan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC). Gangguan tidur dinyatakan bila skor SDSC melewati angka 39. Prevalensi anak yang mengalami gangguan tidur pada penelitian ini adalah 23,1 %.
Pada uji chi-square untuk hubungan indeks Berat Badan/Umur dan Tinggi Badan/Umur dengan gangguan tidur didapatkan p>0,05 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan berbeda bermakna secara statistik. Pada uji chi-square untuk hubungan asupan besi dan magnesium dengan gangguan tidur, didapatkan p>0,05 yang menandakan tidak terdapat hubungan berbeda bermakna secara statistik.

Sleep is esential for children because there is enhancement of neural system activities that give physiologic effects for the body. There are several factors that relate with sleep disturbances, which one of the modifiable factor is nutrition. Nutritional status, iron intake, and magnesium intake are examples of nutrition that are believed to have relation. Nutritional status represents the balance between nutritional intake and expenditure. Iron and magnesium are micronutrients that have relation to the substance that regulate ssleep mechanism.
This study is an observational-analysis study to examine the contribution of nutritional status, iron intake, and magnesium intake to the sleep disturbance in age five to seven children, was conducted with the cross-sectional method to the secondary data of children in Posyandu Kampung Melayu. Data include nutritional status, iron intake, magnesium intake, and sleep disturbance diagnosed with the Sleep Disturbance Scale for Children. The cut-off point to identify the disturbance is 39. Prevalence of children that have sleep disturbance is 23,1 %.
In the chi-square analysis to determine the relation between Body Weight on Age, Height on Age and the sleep disturbance, the p value is more than 0,05 that explains statistically no relation. In the chi-square analysis to determine the relation between iron intake and magnesium intake to sleep disturbance, the p value is more than 0,05 that also defines statistically there is no relation between those variables.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Kusumadewi
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian MPASI furmula diperkaya zat besi terbadap kadar feritin serum, hemoglobin dan perkembangan kognitif bayi usia 6-8 bulan, Penelitian ini merupakan uji klinik, membandingkan 38 subyek yang mendapat konseling dan MPASI formula dangan 38 subyek yang mendapat MP AS! raeikan selarna 90 hari. Sebanyak 76 subyek yang berasal dari posyandu-posyandu di dua lokasi kelurahan Karnpong Melayu, kecamatan Jatinegara, dibagi menjadi dua yaitu kelompok perlakuan (P) dan kontrol (X) dengan alokasi aeak berdasarkan pembagian wilayah. Data subyek yang diambil meliputi usia, berat badan, penjang badan, lingkar kepala, asupen energi, protein, zat besi serta kadar feritin serum, hemoglobin, dan skor perkembangan kognitif. Pengukoran kadar feritin serum, hemoglobin dan skor perkembangan kognitif dilakakan sebelum dan sesudah perlakoan. Analisis data dilakakan dengan uji t berpasangan dan t tidak berpasangan serta uji non pararnetrik dangan batas kemaknaan 5%. Sebanyak 38 subyek peda kelompok P dan K telah mengikuti penelitian secara lengkap. Satu subyek pada masing-masing kelompok dikeluarkan karena salcit yang dapat mempengaruhi basil penelitian. Data awal menunjukkan keadaan yang sama antara kelompok P dan K. Penurunan kedar feritin serum, peningkatan kedar hemoglobin dan peningkatan skor perkembangan kognitif tidak bermakna secara statistik pada kedua kelompok (p>0,05). Penurunan kedar feritin serum pada kelornpok K lebih besar daripada kelompok P dan penurunannya bermakna secara statistik (p<0,05). Persentase asupan terbadap kebutuhan energi dan protein pada periode awal, tengah hingga akhir perlakaan dengan metoda food recall 1x24 jam dalam keadaan sebanding. Perubahan persenblse asupan terbadap kebu!uhan energi dan protein antara kelompok P dan K tidak bennakoa secara statistik. Persen1llse asupen terhOdap kebutuhan zat besi dengan FFQ semikuantitatif satu bulan peda kedua kelompok sebelum perlakaan tampak sebanding namun perubaban persentase asupan terbadap kebetuhan zat besi antara kedua kelompok benmakna seeara statistik. Kadar feritin serum, hemoglobin dan skor perkembangan kognitif sebelnm perlakuan peda kedua kelompok dalam keadaan sebanding. Penurunan kedar feritin serum, peningkatan kedar hemoglobin dan peningkatan skor perkembangan kognitif antara kelompok P dan K tidak bermakna secara statistik.

ABSTRACT
The aim of this study is to find the effect of iron fortified complimeni1Uy feeding formula on changes in serum feritin, hemoglobin level and cognitive development score in 6-ll month's old baby. The study was a clinical trial, consists of 38 subjects in the treatment group that had received counseling and iron fortified complimentary feeding formula (P) and 38 subjects in the control group (K) that had received counseling and home oomplimeni1Uy feeding fur 90 days. Seventy six subjects were admitted from two locations in kelurahan KampungMelayu. kecamatan Jatinegara who had fulfill the study criteria. They were divided into two groups using random allocation based on geographic location. Each group had some posyandu that participate the research. Data collected consist of age, weight, height, head circumference, energy, protein and iron intake, serum feritin. hemoglobin level and cognitive development score. Examinations of serum feritin, hemoglobin level and cognitive development score were examined before and after intervention. Statistical analysis was using independent t-test, non~ independent t-test and non parametric test. The level of significance was 5%. Each of38 subjects in both group bed completed the study. There was one drop out subject in each I' and K because they got ill. Early data showed equal condition between P and K group. There were statistically insignificant changes on senun feriti~ hemoglobin level and cognitive development score in two groups (p>O,O5). Serum feritin level had decrease higher in P than K and statistically significant (p"
2010
T32842
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gusnedi
"

LATAR BELAKANG: Praktik diet yang kurang memadai berdampak negatif terhadap asupan zat gizi dan kejadian penyakit kronis yang berhubungan dengan gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Panduan Gizi Seimbang Berbasis Pangan Lokal (PGS-PL) berdasarkan pola makan masyarakat Minangkabau, dalam rangka perbaikan asupan gizi pada wanita usia subur (WUS) penderita dislipidemia. Selanjutnya pada tahap intervensi, dilihat efek promosi PGS-PL terhadap perubahan praktik diet, asupan zat gizi, status gizi dan profil lipid pada WUS Minangkabau dengan dislipidemia.

METODE: Studi tahap pertama menggunakan disain potong lintang, melibatkan 74 WUS suku Minangkabau dengan dislipidemia. Berdasarkan pola makan setempat, identifikasi problem nutrient dan penyusunan PGS-PL dilakukan dengan pendekatan Linear programming, menggunakan tiga dari empat modul pada software Optifood yang dikembangkan oleh WHO. Pada tahap ke dua dilakukan studi intervensi komunitas menggunakan disain pengukuran sebelum dan sesudah dengan kelompok kontrol. Subjek penelitian ditempatkan secara acak yang dikluster ke dalam kelompok PGS-PL (mendapatkan promosi PGS-PL selama 12-minggu) atau kelompok non-PGS-PL (mendapatkan satu kali konsultasi gizi dari pelayanan kesehatan tingkat dasar). Sebanyak 102 WUS (48 pada kelompok PGS-PL dan 54 pada kelompok non-PGSPL) selama 12 minggu. Pada akhir studi, analisis perbedaan antar- dan inter kelompok perlakuan dilakukan untuk melihat perubahan praktik diet, asupan zat gizi, status gizi dan profil lipid darah (kadar kolesterol total, Lipoprotein densitas rendah, Lipoprotein densitas tinggi, dan Trigliserid).

HASIL: Berdasarkan pola makan setempat, ditemukan bahwa asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated fatty acid/PUFA, n-3, n-6), serat makanan, zat besi, dan seng merupakan problem nutrient pada WUS suku Minangkabau dengan dislipidemia. PGS-PL yang disusun menekankan penggabungan bahan makanan, kelompok atau sub-kelompok bahan makanan bernilai gizi tinggi yang tersedia secara lokal, untuk meningkatkan asupan problem nutrient tersebut. Promosi PGS-PL dapat meningkatkan skor praktik diet secara bermakna. Peningkatan terutama terjadi pada konsumsi makanan dan sub-kelompok makanan yang dipromosikan (ikan laut, unggas, produk kedelai seperti tahu dan tempe, total sayuran, sayuran hijau, buah-buahan, dan kentang). Tidak ada perubahan bermakna pada konsumsi makanan pokok, makanan selingan, telur, dan makanan yang digoreng pada akhir intervensi. Pengaruh promosi PGS-PL pada asupan zat gizi dapat dilihat pada perubahan yang bermakna pada asupan energi dan karbohidrat, persentase energi dari PUFA dan monounsaturated fatty acid (MUFA), serta rasio PUFA terhadap asam lemak jenuh (saturated fatty acids/SAFA) dalam makanan sehari-hari. Namun, asupan lemak jenuh tidak berubah signifikan. Terdapat perbaikan yang bermakna pada berat badan, indeks massa tubuh, dan lingkar pinggang, namun tidak bermakna terhadap penurunan prevalensi obesitas. Tidak terdapat perubahan profil lipid darah yang bermakna setelah intervensi.

KESIMPULAN: Pendekatan linier programming dapat digunakan dalam menyusun PGS-PL untuk meningkatkan praktik diet dan asupan problem nutrient pada WUS dengan dislipidemia. Promosi PGS-PL secara bermakna berdampak terhadap peningkatan praktik diet, asupan zat gizi, dan status gizi, tetapi belum berpengaruh secara statistik terhadap perbaikan profil lipid WUS dengan dislipidemia.


BACKGROUND: Given the impact of unfavorable dietary practices is on inadequate nutrient intake and nutrition-related chronic diseases, we sought the problem nutrient in the community habitual dietary practices, and developed an optimized food-based recommendation (FBR) for Minangkabau women of reproductive age (WoRA) with dyslipidemia. Although the effect of the FBR promotion seemed to be potential at planning phase, but this has not been tested in the community setting. Therefore, we conducted a community trial and explored the effect of FBR promotion using locally available foods on dietary practice, nutrient intakes, nutritional status and lipid profile among Minangkabau WoRA with dyslipidemia.

METHODS: The first stage of the study was a cross-sectional study, which involved 74 Minangkabau WoRA with dyslipidemia. Linear programming analysis using three modules of the WHO Optifood software was employed to identify problem nutrients and develop an optimized FBR. The second phase of the study was a community-based trials using pre-post with control group design. The subjects were cluster randomized into either FBR group (receiving 12-weeks of FBR promotion) or non-FBR group (receiving once standard nutritional counseling from primary health care program). At the end, 102 WoRA (48 and 54 WoRA in the FBR group and the non-FBR group, respectively) completed 12-weeks of intervention. We analyzed within- and between group differences on changes of dietary practices, nutrient intakes, nutritional status and lipid profile (serum Total Cholesterol, Low-Density Lipoprotein, High-Density Lipoprotein and Triglyceride levels) at the completion of the study.

RESULTS: Our results identified PUFA, dietary fiber, iron, and zinc as problem nutrients among Minangkabau WoRA with dyslipidemia. The final food-based recommendations emphasized the incorporation of locally available nutrient-dense foods, food groups, and sub-groups that would improve the intake of the identified problem nutrients. The FBRs promotion significantly increased the overall dietary compliance. An increase was predominantly occurred on the consumption of promoted and subgroups food items (sea fish, poultry, soybean products, total vegetables, dark green leafy vegetables, fruits, and potato). There were no significant changes in the consumption of staple food, snacks, eggs, and fatty foods at the end of intervention.  Effect of FBR promotion on nutrient intake was observed through the significant changes in energy and carbohydrate intakes, percentage of energy from PUFA and MUFA, as well as PUFA to SAFA ratio in daily diet. However, intake of saturated fat remained unchanged. Marginal but significant improvements were observed in body weight, BMI, and waist circumference, but the prevalence of obesity was relatively not affected. There were no significant changes of blood lipid profile at the end of intervention.

CONCLUSIONS: Linear programming approach could be potentially used to develop an optimized food-based recommendation based on the identified problem nutrients and locally available nutrient dense foods. The FBRs promotion produced significant improvement in dietary practice, nutrient intakes, and nutritional status, but did not statistically affect blood lipid profile of Minangkabau WoRA with dyslipidemia. 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Aidil Adhawiyah
"Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Bila terjadi pada anak balita maka akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmik-kwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah. Anak usia sekolah yang menderita kekurangan gizi juga memiliki kekurangan gizi mikro (micronutrient) zat besi dan seng (zinc), hal tersebut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan potensi intelektualnya.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dikumpulkan oleh Departemen Gizi Fakultas Kedokteran UI tahun 2008 pada penelitian 'Micronutrient Status After Milk Supplementation in Urban-Poor Schoolchildren in Jakarta and Solo' dan penelitian oleh Yuniarty (2008) 'Status Gizi Anak Sekolah Usia 7 -9 tahun di Daerah Miskin Perkotaan Jakarta Setelah Penghentian Susu Fortifikasi' yang dilaksanakan pada bulan agustus 2007 sampai dengan bulan Mei 2008. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan uji regresi generalized estimating equation (GEE).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan berat badan dan tinggi badan anak pada anak yang diberi intervensi, tidak ada perbedaan status gizi antara anak yang diberi susu fortifikasi dengan anak yang diberi susu tanpa fortifikasi, dan status gizi pada anak yang diberi susu fortifikasi dan susu tanpa fortifikasi tidak dipengaruhi oleh asupan makanan, penghasilan orang tua, jumlah anak dalam keluarga, pendidikan ibu dan kebiasaan minum susu. Disarankan, untuk mengetahui efek pemberian susu fortifikasi zat besi dan seng terhadap status gizi diperlukan waktu penelitian yang lebih lama dan menggunakan sampel anak yang mempunyai gizi baik maupun buruk.

Nutrient problem comprises of macronutrient and micronutrient. Macronutrient problem is caused by lack of or imbalance between energy and protein. When it happens to children it will cause marasmus, kwashiorkor or marasmic-kwashiorkor and result in growth interference. Children in the school period who suffer from lack of nutrient will also suffer from lack of micronutrient iron and zinc, which would influence their physical and intellectual potential growth.
This research utilizes secondary data which collected by Nutrient Department of Medical Faculty of UI year 2008 on the research of 'Micronutrient Status After Milk Supplementation in Urban-Poor Schoolchildren in Jakarta and Solo' and research by Yuniarty(2008) 'Nutrient Status for Schoolchildren Ages 7-9 years old in Urban-Poor Jakarta after the Discontinuance of Fortified Milk' (Status Gizi Anak Sekolah Usia 7-9 tahun di Daerah Miskin Perkotaan Jakarta Setelah Penghentian Susu Fortifikasi) which carried out on August 2007 until May 2008. The data was analyzed using regression test 'Generalized Estimating Equation' (GEE).
Result of those studies show that the weight and height of the children who were given intervention were increasing, with no nutrient status differences between the children who were given fortified milk and the children who were given unfortified milk. The nutrient status is not influenced by food, parenting income, total children in family, mother education or milk drinking habit. It is suggested though, that a longer and more extensive research using a wider sample of children with good and bad nutrient status is needed to find out how iron and zinc in fortified milk would affect the nutrient status in children.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T28384
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Girry Al Farisy
"Di Indonesia, prevalensi anemia di masyarakat sebesar 14,8%. Anak usia sekolah merupakan salah satu kelompok masyarakat yang memiliki resiko tinggi terkena anemia sehingga dapat berdampak pada kemampuan siswa di sekolah. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi anemia dan hubungannya dengan asupan zat besi pada anak usia sekolah (13-18 tahun). Data didapatkan dari 90 subyek yang merupakan santri pondok pesantren menggunakan kuesioner food records untuk mengetahui asupan zat besi dan skrining Hb menggunakan alat ukur Hb digital untuk mengetahui status anemia. Dari penelitian didapatkan prevalensi anemia sebesar 33,33% dan 98,89% subyek dengan asupan zat besi kurang. Data kemudian dianalisis menggunakan uji Fisher's Exact Test dan didapatkan p=1,00 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara status anemia dengan asupan zat besi.

In Indonesia, the prevalence of anemia in the community is 14.8%. School-age children is a group of community who are in high risk of anemia which may affect their ability in school. This study uses cross-sectional design to measure the prevalence of anemia and its relation with iron intake in school-age student (13-18 years old). Data were obtained from 90 subjects from an Islamic boarding school using food records questionnaires to measure the iron intake and hemoglobin screening using a digital measuring device to determine the status of anemia. The result shows that the prevalence of anemia was 33,33% while the amount of subject with lack of iron intake was 98,89%. Data were analyzed using Fisher's Exact Test test and obtained p = 1.00, which means there is no significant difference between anemia status and iron intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>