Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198498 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rea Ariyanti
"Penyakit Jantung Koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi sorotan utama. Di Indonesia, PJK merupakan penyebab kematian utama dari seluruh kematian, dengan angka mencapai 26,4 , dimana angka ini empat kali lebih besar jika dibandingkan angka kematian yang diakibatkan oleh kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dislipidemia dengan kejadian Penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Desain penelitian adalah case control. Sampel berjumlah 164 responden, terdiri dari 82 kelompok kasus dan 82 kelompok kontrol. Analisis data menggunakan regresi logistik. Pada kelompok PJK, persentase responden dengan dislipidemia sebesar 50 sedangkan pada kelompok yang tidak menderita PJK, persentase responden dengan dislipidemia sebesar 17,1 . Hubungan dislipidemia dengan kejadian Penyakit Jantung Koroner berbeda menurut status hipertensi. Setelah dikontrol usia, pada responden yang hipertensi, dislipidemia memiliki peluang 19,8 kali lebih tinggi untuk terjadi PJK dibandingkan responden yang tidak dislipidemia, sedangkan pada responden yang tidak hipertensi, dislipidemia memiliki peluang 2,5 kali lebih tinggi untuk terjadi PJK dibandingkan responden yang tidak dislipidemia. Direkomendasikan kepada masyarakat untuk melakukan cek kesehatan secara berkala dan mengubah gaya hidup dengan melakukan diet makanan sehat guna mengontrol profil lipid dan tekanan darah.

Coronary heart disease CHD is one of the major cardiovascular disease in the spotlight. CHD is the leading cause of death from all deaths, reaching 26,4 , where this figure is four times greater when compared with deaths caused by cancer. This study aims to determine the relationship of dyslipidemia and coronary heart disease in the National Cardiovascular Center Harapan Kita. Research design is case controll. The sample amounted to 164 respondents, consisting of 82 case groups and 82 control groups. Data analysis using logistic regression analysis. The finding shows, in patients with CHD, the percentage of respondents with dyslipidemia is 50 , while non CHD is 17,1 . The relationship of dyslipidemia with coronary heart disease differs according to hypertension status. After controlled by age, in hypertension respondents, dyslipidemia were 19,8 times more likely to have CHD than resondents who had not dyslipidemia. While in non hypertensive respondents, dyslipidemia were 2,5 times more likely to have CHD than respondents who had not dyslipidemia. It is recommended to the public to carry out regular medical checkup, and changing lifestyles by consuming healthy foods to control lipid profiles and blood pressure."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Dwi Octavianie
"Skripsi ini menjelaskan tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian penyakit jantung koroner pada wanita. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional dan data sekunder berasal dari rekam medis di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Dari 224 responden yang diteliti, variabel penelitian berupa status obesitas, merokok, konsumsi alkohol, umur, pendidikan dan status pekerjaan ternyata tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit jantung koroner yang dialami pasien wanita di Rumah Sakit tersebut. Untuk aktivitas fisik tidak dapat diteliti karena data yang dibutuhkan tidak tersedia.

This thesis describes the factors that influence the incidence of coronary heart disease in women. This study uses a cross-sectional study design with secondary data derived from medical records at the National Cardiovascular Center Harapan Kita. The number of samples studied was 224 inpatients in that hospital. The study found that there was not a significant relationship between variables (obesity, smoking, alcohol consumption, and sociodemographic) with the incidence of coronary heart disease in women. For physical activity can not be investigated because the required data was not available."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Lianasari
"Penyakit Jantung Koroner PJK adalah penyakit pada jantung yang terjadi karena otot jantung mengalami penurunan suplai darah. Kurangnya pengetahuan pasien mengenai faktor risiko penyakit jantung koroner berkaitan dengan terjadinya serangan jantung berulang yang akan berdampak pada meningkatnya biaya perawatan dan psikologis pasien yaitu depresi, bahkan dapat menyebabkan komplikasi ataupun kematian. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif komparatif dengan pendekatan cross- sectional. Sampel penelitian berjumlah 67 orang dengan diagnosis penyakit jantung koroner. Pengambilan sampel dengan metode non- probability sampling yaitu consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan faktor risiko penyakit jantung koroner dengan serangan jantung berulang p= 0,43, 0,05. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan faktor risiko penyakit jantung koroner dengan frekuensi serangan jantung berulang p=0,57, 0,05 . Penelitian ini merekomendasikan pemberian edukasi yang disertai dengan motivasi kepada pasien untuk dapat mengubah perilaku sehingga memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengontrol faktor risiko dengan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari serangan jantung berulang.

Coronary Artery Disease (CAD) is a disease caused by an imbalance between blood supply and heart muscle oxygen demand. Insufficient knowledge about risk factors contributing to CAD is associated with higher recurrence of heart attack, causing the rise of the hospitalitation cost, depression, others complications even death. This study employed comparative descriptive design with cross sectional method, involving a consecutive sample of 67 patients with CAD as their primary diagnosis. Our study showed that there was no relationship between knowledge of CAD risk factors with the recurrence of heart attacks p 0,43, 0,05. Similarly, the study revealed that there was no relationship between risk factors for coronary heart disease and the frequency of heart attack's recurrence p 0,57 0,05 . This study suggested nurses to provide health education along with continuous and effective motivation in order to help patients controlling their risk factors in order to avoid the recurrence of heart attack."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S68824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hosea, Fransiscus Nikodemus
"Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak, yang dapat dialami oleh baik laki-laki ataupun perempuan. Salah satu tata laksana yang dapat dilakukan untuk kondisi ini adalah Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara lama rawat, jumlah pembuluh arteri koroner yang tersumbat, dan hipertensi terhadap kematian pasien CABG di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Desain penelitian yang dipilih adalah restrospective cohort. Data penelitian ini diperoleh dari rekam medik pasien yang tercatat di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Data pada penelitian ini melibatkan 66 subjek penelitian. Data yang dikumpulkan kemudian diuji dengan Chi-square dan Fisher untuk menentukan nilai probabilitas (p).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara mortalitas dengan lama rawat (RR=1,57 IK95%=0,60-4,08 p=0,35), jumlah pembuluh arteri koroner yang tersumbat (RR=0,90 IK95%=0,25-3,27 p=1,00), dan riwayat hipertensi (RR=1,59 IK95%=0,41-6,21 p=0,72). Faktor lama rawat, jumlah pembuluh darah arteri koroner yang tersumbat, dan riwayat hipertensi tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap mortalitas subjek penelitian dalam waktu 6 tahun pasca tindakan coronary artery bypass graft.

Coronary artery disease is one of the most common cause of death, that can be found both in men and women. This condition can be treated with some surgical intervention such as Coronary Artery Bypass Graft (CABG). The purpose of this study is to determine the association between length of stay, the number of diseased coronary artery vessel, and hypertension with mortality in post-CABG patients after 6 years in National Cardiovascular Center Harapan Kita. This study uses retrospective cohort as its design. Data used in this study involving 66 subjects. The data is then tested using Chi-square and Fisher to see the value of probability (p).Based on data analysis, it is found that there is no significant association between mortality with length of stay (RR=1.57 95%CI=0,60-4,08 p=0.346), the number of diseased coronary artery vessel (RR=0.90 95%CI=0.25- 3.27 p=1.000), and hypertension (RR=1.59 95%CI=0.41-6.21 p=0.716). Length of stay, the number of diseased coronary artery vessel, and hypertension are not associated with the mortality of post-coronary artery bypass graft patients after 6 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Muthia
"Menjalankan shift malam dalam waktu lama dikatakan dapat menjadi faktor risiko berkembangnya hipertensi karena terjadinya ketidakselarasan irama sirkadian. Hal ini disayangkan karena hipertensi pada perawat berpotensi berdampak pada menurunnya produktivitas kerja dan kualitas asuhan keperawatan. Shift malam tidak bisa dirubah terkait dengan pelayanan, tetapi kualitas tidur dapat dimodifikasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kualitas tidur dan status prehipertensi pada perawat shift malam. Menggunakan desain penelitian cross sectional, pengumpulan data dilakukan dari Mei hingga Juli 2020 dan diperoleh 128 perawat yang menjalani shift malam di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Responden diukur tekanan darah mereka sebelum dan setelah shift malam kemudian diminta mengisi kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Hasil penelitian ini didapatkan sebesar 71,9 % perawat shift malam mengalami kualitas tidur yang buruk, 50,8 % perawat mengalami prehipertensi, dan 50,0 % perawat memiliki kualitas tidur buruk dan mengalami prehipertensi. Setelah dilakukan uji Chi-Square , didapatkan hasil nilai P-value sebesar 0,000 yang nilainya lebih kecil dari α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan status prehipertensi pada perawat shift malam di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk pengembangan intervensi dalam pencegahan hipertensi pada perawat yang menjalankan shift malam.

Running a night shift for a long time is said to be a risk factor for developing hypertension due to the misalignment of circadian rhythms. This is unfortunate because hypertension in nurses has the potential to have an impact on decreasing work productivity and quality of nursing care. The night shift cannot be changed with regard to service, but sleep quality can be modified. The purpose of this study was to determine whether there is a relationship between sleep quality and prehypertension status in night shift nurses. Using a cross sectional research design, data collection is carried out from May to July 2020 and 128 nurses who are undergoing night shifts at the National Cardiovascular Center Harapan Kita was obtained. Respondents were measured for their blood pressure before and after the night shift then filled out the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire. The results of this study found that 71.9% of night shift nurses experienced poor sleep quality, 50.8% of nurses experienced prehypertension, and 50,0 % nurses had poor sleep quality and prehypertension. After the Chi-Square test, the P-value 0,000 was obtained, smaller than α (0.05), so it can be concluded that there is a relationship between sleep quality and prehypertension status in night shift nurses at the National Cardiovascular Center Harapan Kita. The results of this study will be useful for the development of interventions in the prevention of hypertension in nurses who run the night shift."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ace Trantika
"Pemberian air susu ibu ASI merupakan bentuk pemberian makanan yang paling disarankan untuk semua bayi, termasuk bayi dengan kebutuhan medis khusus seperti penyakit jantung bawaan. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan perilaku pemberian ASI pada 165 ibu yang memiliki bayi penderita penyakit jantung bawaan. Metode penelitian menggunakan survey deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data menggunakan kuesioner pemberian ASI dan kuesioner perilaku pemberian ASI yang dimodifikasi dari penelitian Rickman 2017. Pemberian ASI eksklusif pada bayi penderita penyakit jantung bawaan hanya sebesar 36,4. Responden berusia 21-39 tahun tidak memberikan ASI eksklusif, begitupun dengan responden berpendidikan tinggi, tidak bekerja, berpendapatan cukup, multipara, dan berpengetahuan baik. Berdasarkan riwayat persalinan, responden yang melahirkan di fasilitas kesehatan, melahirkan secara sesar, melakukan inisiasi menyusu dini IMD. dan yang dirawat gabung tidak memberikan ASI eksklusif. Pada variabel dukungan sosial, responden yang mendapat dukungan suami dan ibu/mertua tidak memberikan ASI ekslusif. Sebanyak 62,2 bayi penderita kelainan asianotik dan 65,3 bayi penderita kelainan sianotik tidak mendapatkan ASI eksklusif. Kondisi medis bayi yang menyebabkan kendala menyusu pada bayi merupakan faktor utama tidak berhasilnya pemberian ASI eksklusif pada bayi penderita penyakit jantung bawaan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan motivasi dan dukungan pada responden untuk memberikan ASI secara eksklusif. Hasil studi ini dapat menjadi informasi untuk menerapkan konseling ASI yang efektif dan tenaga kesehatan diharapkan mampu memberikan dukungan dan motivasi pada ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya.

Breastfeeding is the most recommended feeding for all infants, including infants with special medical needs such as congenital heart disease. This study aims to describe the breastfeeding behavior in 165 mothers who have infants with congenital heart disease. This research method used. quantitative descriptive survey. Data were collected using. modified breastfeeding and breastfeeding behavior questionnaire from Rickman 2017 study. Exclusive breastfeeding in infants with congenital heart disease is only 36.4. Respondents aged 21 39 years old did not provide exclusive breastfeeding, as did high educated, unemployed, fair income, multiparent, and knowledgeable respondents. Based on the history of labor, respondents who gave birth at. health facility, delivered by cesarean section, initiated breastfeeding, and who were treated together with their infants did not provide exclusive breastfeeding. In social support variables, respondents who have the support of husband and mother mother in law did not provide exclusive breastfeeding. As many as 62.2 of infants with asianotic abnormalities and 65.3 of infants with cyanotic abnormalities were not exclusively breastfed. The infant 39. medical condition that causes breastfeeding difficulties in infants is. major factor in the failure of exclusive breastfeeding in infants with congenital heart disease. The results also show that health workers less motivation and support to respondents to exclusively breastfeed. The results of this study can become an information to implement effective breastfeeding counseling and health workers are expected to provide support and motivation in mothers to exclusively breastfeed their babies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudy Arman Hanafy
"Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita sebagai pusat Rujukan Nasional memberikan layanan penatatalaksana penyakit jantung coroner dengan pembedahan yaitu Coronary Artery Bypass Graft (CABG) dengan teknik Off-Pump dan On-Pump. Perlunya dilakukan cost analisys terhadap dua teknik diatas sebagai evaluasi ekonomi untuk mengetahui teknik yang lebih hemat. Desain penelitian ini obeservasional analitik dengan menghitung unit cost dari setiap teknik dengan membagi biaya preoperatif, perioperatif dan postoperatif. Sampel adalah pasien ASKES yang dilakukan CABG Januari-Agustus 2012 dan didapatkan besar sampel Off-Pump 30 pasien dan On-Pump 40 pasien. Tidak ada perbedaan data demografi dari kedua kelompok.
Untuk utilisasi pelayanan, pasien Off-Pump menggunaan ventilator yang lebih singkat (Off-Pump 6,3 jam ±2.55; On-Pump 9.7 jam ±3.51 p=0.000), lama di ICU lebih singkat (Off-Pump 1,1 hari ±0.30; On-Pump 2.28 hari ± 1.79 p=0.001) dan lama perawatan lebih singkat juga (Off-Pump 8,2±1.27; On-Pump 11.35±4.90 p=0.001). Untuk perbandingan biaya, tidak ada perbedaan biaya preoperative pada kedua teknik, perioperatif teknik Off Pump lebih hemat (Off-Pump Rp. 64.301.615 ± 7.257.330; On-Pump Rp. 68.206.112 ± 6.594.156 p=0.001) dan teknik Off-Pump juga lebih hemat pada biaya post operatif (Off-Pump Rp. 13.295.739 ± 3.810.598; On-Pump Rp. 19.501.919 ± 10.655.286 p=0.000). Jadi teknik Off-Pump lebih hemat Rp. 10.138.450. (Off Pump Rp. 79.576.505; On-Pump 89.714.955).

Introduction.Harapan Kita National Cardiovascular Center is a national referral hospital that provides a surgical management for Coronary Heart disease, Coronary Artery Bypass Graft (CABG), with off-pump and on-pump techniques. The importance of Cost Analysis on these two techniques is as an economic evaluation to analyze which technique has a lower cost. Design/Methods. Analytic observationalmethod is used by calculating unit cost of each technique with further evaluation on preoperative, perioperative, and postoperative cost. We used 30 off-pump subjects and 40 on-pump subjects from ASKES patients that underwent CABG on January-August 2012. Demographically, there are no significant differences on both groups.
Result.We found that the duration of ventilator utilization on off-pump patients is shorter compared to on-pump group (6,3 hours±2.55 vs9.7 hours±3.51 p=0.000). Length of stay in the ICUis also found to be shorter in off-pump group (1,1 days±0.30 vs 2.28 days±1.79 p=0.001); therefore, total length of stay is also shorter in off-pump patients (8,2±1.27 vs 11.35±4.90 p=0.001). The preoperative cost on both groups is found to be similar. Off-pump group had a smaller perioperative cost(Rp. 64.301.615±7.257.330 vsRp. 68.206.112 ±6.594.156 p=0.001). Off-pump group is also associated with lower postoperative cost(Rp. 13.295.739±3.810.598 vs Rp. 19.501.919±10.655.286 p=0.000). Conclusion. Off-pump technique is found to have a lower cost than On-pump technique.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T38939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lies Dina Liastuti
"Penelitian ini meneliti tentang selisih antara tagihan dengan klaim yang dibayar oleh para penjamin biaya kesehatan terhadap pelayanan kasus Infark Miokiard Akut di RSJPDHK serta selisih antara tagihan dengan klaim menggunakan tarif INA-CBG`s. Tujuan dari penelitian adalah untuk dapat memperoleh data karakteristik, mutu layanan dan permasalahan biaya dan pembayaran klaim terhadap RS oleh para penjamin/pembayar. Penelitian ini mendapatkan 5472 pasien Infark Miokard Akut selama periode 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2012 terdiri dari laki laki 81,5% dan perempuan 18,5%, rata-rata usia 56,3 tahun rentang usia yang lebar (21-97 th vs 26-96 th). Sebagian besar berasal dari DKI Jakarta (51%), Tingkat keparahan I 46%, Tingkat II 47,4%, dan Tingkat III 5,9%. Lebih dari separuh pasien (54,64%) mendapat tatalaksana intervensi PTCA atau bedah jantung (CABG), sedangkan 44,54% pasien dirawat tanpa tindakan intervensi non bedah maupun bedah. Penelitian mendapatkan 43,7% pasien dengan jaminan Askes, dan hanya 2,9 % dijamin dengan Jamkes yang dibayar dengan sistem INA-CBG`s. Lama rawat pasien rata rata 7,71±6,30 hari, 87,8, % keluar RS dengan status sembuh. Kesimpulan : Mutu layanan IMA di RSJPDHK tidak dibedakan berdasarkan jenis penjamin, dan adanya selisih antara tagihan RS dengan klaim yang dibayar oleh para penjamin berhubungan secara bermakna dengan kode diagnosis, jumlah tindakan sekunder, lama rawat dan tingkat keparahan penyakit. Penelitian mendapatkan nilai selisih dalam simulasi perhitungan antara tagihan terhadap klaim dengan sistem INA-CBG`s.

The Study examined the differences between the published rates and the CBG rates among patients with acute myocardial infarction (AMI) in National Cardiovascular Center (NCC) Harapan Kita. The purpose of this study is to examine whether there is quality and other differences among AMI patients paid by difference payers and payment levels. This study analyzed medical records of patients with AMI during the period of January 1, 2009 until December 31, 2012. The study found 5,472 patients with AMI consisting of 81.5% males and 18.5% females with the mean age of 56.3 years (range between 21-97 years vs. 26-96 years). Most of the patients were from Jakarta (51%). On severity levels, 46% patients were in severity level I, 47.7% severity level II, and 5.9% level III. More than half (54.6%) patients were treated with intervention (PTCA) or surgical procedures (CABG), while 44.4% patients were treated conventionally. We found that 43.7% of patients were covered by Askes, and only 2.9% were Medicaid (Jamkesmas) that were paid on DRGs. The average length of stays was 7.7 days and 87.8% were discharged in a good recovery. There was no difference in quality of treatment by difference payers or payment system although there was significant discrepancy in charges among difference payers. This differences in charges were associated differences in diagnoses, the number of secondary procedures, length of stays, and severity of the cases. It is concluded that the doctors provided the same quality of services among AMI patients, regardless of payers` status or charges."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Dakota
"Tesis ini membahas implementasi kebijakan remunerasi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus dari informan terpilih. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa implementasi kebijakan remunerasi pada aspek kondisi lingkungan secara umum mendapatkan persepsi positif. Sedangkan hubungan antar organisasi didapatkan persepsi yang negatif. Persepsi yang negatif ditujukan pada implementasi remunerasi pada aspek sumber daya organisasi khususnya ketepatan alokasi anggaran dan komitmen birokrasi yang relatif rendah. Aspek karakteristik dan kapabilitas instansi pelaksana mendapat persepsi positif. Data sekunder menunjukkan adanya peningkatan kinerja pelayanan dan keuangan jika dibandingkan sebelum dan setelah remunerasi. Kesimpulan penelitian menunjukkan impelementasi kebijakan remunerasi di RSJPDHK berlangsung cukup baik dengan beberapa kekurangan yang perlu mendapatkan perhatian. Perubahan bertahap dan berkesinambungan untuk mengubah paradigmadan budaya kerja karyawan, meningkatkan kualitas dan kuantitas komunikasi antar organisasi maupun manajemen dengan karyawan menyangkut tranparansi dan mengoptimalkan sosialisasi kebijakan remunerasi. Selain itu, disarankan pula untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, melakukan evaluasi dan revisi secara komprehensif Keputusan Menteri Keuangan nomor 165 tahun 2008 adalah beberapa rekomendasi dari hasil penelitian ini.

This thesis studied the implementation of remuneration in National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital. A qualitative method applied in this research by conducting in depth interview and focus group discussion. This study revealed that the environment condition aspect is positively percept in general. On the contrary, negative perception was found on inter-organization connection and the organization resource aspect. Characteristic and capability of implementer agents is positively percept in general, except internal communication between implementer and program receiver. The secondary data showed an increase of medical services and financial performance comparing before and after remuneration implemented. Thus, remuneration policy in NCVC Harapan Kita Hospital is relatively well implemented. In view of improving implementation policy, a step and continuous changes in terms of paradigm and work culture should be done. Increasing the quality and quantity of inter-organization communications, including management-employee communications, transparency and optimize socialization remuneration policy is recommended as well as enhancing any efforts of continuous monitoring and evaluation. Another recommendation is an evaluation and revision of the previous regulation regarding Decision of Finance Minister Number 165/2008 should be conducted comprehensively.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allida Syeha
"Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Banyak pilihan yang dapat diberikan kepada pasien gagal jantung, salah satu contohnya adalah kombinasi ramipril-bisoprolol dan kandesartan-bisoprolol. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis minimalisasi biaya antara kelompok terapi kombinasi ramipril-bisoprolol dan kandesartan-bisoprolol pada pasien BPJS rawat inap gagal jantung di RSJPD Harapan Kita tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan pengambilan data secara retrospektif terhadap rekam medis, resep dan sistem informasi rumah sakit. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Efektivitas pengobatan diukur berdasarkan penurunan tekanan darah sistol dan diastol yang diasumsikan sama. Biaya didapatkan dari median total biaya pengobatan, meliputi biaya obat gagal jantung, obat non-gagal jantung, rawat inap, pemeriksaan penunjang dan jasa dokter. Sampel pada penelitian ini berjumlah 65 pasien, yaitu 37 pasien terapi kombinasi ramipril-bisoprolol dan 28 pasien terapi kombinasi kandesartan-bisoprolol. Median total biaya pengobatan kelompok terapi kombinasi ramipril-bisoprolol Rp 7.391.584,00 lebih mahal dibandingkan dengan kelompok terapi kombinasi kandesartan-bisoprolol Rp 7.061.533,00, terdapat selisih sebesar Rp 330.051,00. Analisis sensitivitas satu arah/-25 dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari evaluasi ekonomi melalui perubahan terhadap hasil penelitian. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kelompok terapi kombinasi kandesartan-bisoprolol lebih cost-minimal dibandingkan kelompok terapi kombinasi ramipril-bisoprolol dengan efektivitas yang setara.

Heart failure is a progressive health problem with high mortality and morbidity in both developed and developing countries including Indonesia. Many options can be given to patients with heart failure, one example is a combination of ramipril bisoprolol and candesartan bisoprolol. The aim of this study was to analyze cost minimization between the combination therapy group of ramipril bisoprolol and candesartan bisoprolol in BPJS hospitalized patients with heart failure. This research was a cross sectional study with retrospective data retrieval on medical record, prescriptions, and hospital rsquo s information system. Sampling was done by total sampling. The effectiveness of treatment was measured by the decrease in systolic and diastolic blood pressure that was assumed to be the same. Cost was obtained from the median total cost of treatment, including the cost of heart failure drugs, non heart failure drugs, hospitalization, laboratorium and physician services. The sample in this study amounted to 65 patients, 37 patients from combination therapy ramipril bisoprolol and 28 patients from combination therapy candesartan bisoprolol. Based on the results of the study, the median total cost of treatment of Ramipril group Rp 7,391,584.00 was more expensive compared with the candesartan group Rp 7.061.533,00 , there was a difference of Rp 330,051.00. One way sensitivity analysis 25 was performed to determine the strength of the economic evaluation through changes to the research results. Therefore, it can be concluded that the candesartan therapy group is more cost minimal than the ramipril therapy group with equal effectiveness."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>