Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198770 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Isman Arbie
"ABSTRAK
Referendum keanggotaan Inggris di Uni Eropa tanggal 23 Juni 2016 menjadi suatu sejarah karena untuk pertama kalinya ada negara anggota yang memutuskan untuk keluar dari lembaga Uni Eropa. Hal ini menarik untuk sebab munculnya isu-isu yang digunakan selama masa kampanye untuk menarik perhatian masyarakat pemilih yang akan menggunakan hak suaranya dalam Referendum. Terdapat dua isu yang muncul yaitu isu imigran dari sesama negara anggota dan juga adanya isu ekonomi. Dalam artikel ini saya berharap dapat menyampaikan ikhtisar mengenai data yang ada terhadap kehadiran imigran dari sesama negara anggota dan hubungan ekonomi antara Inggris dengan Uni Eropa memberikan dampak yang baik tetapi bagi kubu yang menginginkan Inggris keluar dari Uni Eropa Levaer melihat bahwa Inggris seharusnya membatasi imigran yang masuk dan dalam hubungannya dengan ekonomi, meskipun Inggris mendapat keuntungan dari kebijakan pasar tunggal, dengan memilih keluar perekonomian Inggris tidak akan terlalu mengalami penurunan dalam perdagangan. Kata Kunci: Referendum, Uni Eropa, Inggris, Isu Imigran, Isu Ekonomi

ABSTRACT
This thesis discusses about the issues that emerging in the UK rsquo s Referendum on EU membership. There are two issues issue immigrants from fellow member countries and economic issues. This research was conducted using a case study method and the data was collected through literature review from journals and articles that related to the research. Based on the data on the presence of immigrants from other member countries and economic relations between UK and EU has give a positive impact but according to leavers, The UK rsquo s should restrict the immigrants who want to enter the country and in term of economy, even though The UK get benefits from the common market policy, but with opt out, The UK economy will not having a decrease in trade. This research is qualitative research by using regionalism and nationalism concept. The result of the research has shown that those two issues used in the campaign by leaver group success to attract the british voters who will make the choice within The UK rsquo s Referendum on EU membership on 23 June 2016.Key words Referendum, European Union, UK, Immigrants, Economic."
2018
T50990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdian Astrino Pratama
"Skripsi akan membahas fenomena terbentuknya kelompok intra partai politik dan bagaimana peran dalam politik dalam negeri. Secara spesifik akan mengkaji bagaimana kelompok Euro-Skeptis dalam Partai Konservatif Inggris. Penelian ini dipandu dengan pertanyaan penelitian bagaimana kelompok EuroSkeptis pada Partai Konservatif turut serta memberi pengaruh pada proses Referendum Inggris 2016. Teori yang digunakan untuk menjelaskan kasus yang diangkat adalah konvergensi partai dan diferensiasi kebijakan oleh Budge dkk.
untuk menjelaskan penyebab antar partai politik terdapat persamaan dan perbedaan kebijakan yang diambil, teori dimensi organisasi dan motivasi faksionalisme oleh Kim Eric Bettcher untuk menjelaskan faktor dorongan terbentuknya kelompok intra partai, dan teori hubungan partai politik dengan faksionalisme oleh Frank Belloni dan Dennis Beller untuk menjelaskan pola hubungan faksi dengan partai politik tempatnya berada.
Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif, pengumpulan data melalui studi literatur berdasarkan keterkaitan dengan teori yang pilih dan menarik kesimpulan dari data yang telah didapat berdasarkan pada panduan pertanyaan penelitian.
Temuan dari penelitian ini adalah kelompok intra partai mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan politik baik dalam maupun luar partainya. Kemampuan kelompok intra ini untuk mengakses sumber daya materil maupun materil dapat menarik semakin banyak pendukung ke kelompok tersebut sebagai modal untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan partainya. Pada kondisi di mana pimpinan partai tidak mampu mengendali kelompok intra ini, maka posisi pimpinan partai dapat diambil alih oleh kelompok intra tersebut sebagai awal untuk melakukan perubahan yang lebih besar.

Thesis will discuss the phenomenon of the formation of intra groups political parties and how it role in domestic politics. Specifically it will examine how the Euro Skeptics group in the British Conservative Party. This study is guided by research questions on how the Euro Skepticism of the Conservative Party contributes to the process of the British Referendum 2016. The theories used to explain the case are party convergence and policy differentiation by Budge et al.
To explain the causes of inter political parties there are similarities and differences in policy taken, the theory of organizational and motivation dimensions of factionalism by Kim Eric Bettcher to explain the factors of encouragement of intra party groups, and the political party and factionalism by Frank Belloni and Dennis Beller to explain the pattern of relationships Factions with the political parties in which they are formed.
This research will use qualitative research methods, data collection through literature study based on the relevance of selected theories and drawing conclusions from the data that have been obtained based on the research question guides.
The findings of this study are that intra party groups have the ability to change the political situation both within and outside their party. The ability of these intra groups to access material and non material resources can attract more supporters to the group as part of power to influence their party 39 s policy making process. In conditions where party leaders are unable to control this intra group, party leadership positions can be taken over by the intra group as a beginning to make larger changes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S68877
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mar Atul Mochtar
"Latar belakang penelitian ini adalah referendum keluarnya Inggris dari Uni Eropa Brexit yang dilaksanakan pada 23 Juni 2016. Hasil referendum menunjukkan 52 rakyat Inggris menginginkan keluar dari Uni Eropa dan 48 menginginkan tetap sebagai anggota. Akibat dari hasil tersebut, sehari setelahnya David Cameron langsung mengajukan pengunduran diri sebagai Perdana Menteri Inggris. Hal yang kontras terlihat mengingat bahwa David Cameron adalah salah satu tokoh yang mengkampanyekan Inggris untuk tetap bersama Uni Eropa meskipun ia berasal dari Partai Konservatif yang terkenal dengan sikap euroskeptisme dan sejak lama tidak sejalan dengan Uni Eropa. Berdasarkan hal tersebut, memunculkan pertanyaan mengapa David Cameron mengkampanyekan Inggris untuk tetap bersama Uni Eropa.
Teori actor-specific digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan level analisis individu. Teori ini menggunakan aspek psikologi yaitu motivasi, emosi dan representasi masalah dalam menemukan alasan dibalik pembentukan sebuah keputusan. Berdasarkan teori, Cameron memiliki motivasi untuk dapat diterima dan dikenal sebagai pemimpin adil yang dapat menjembatani hubungan Inggris dan Uni Eropa dan ingin mempertahankan dan memperbesar pengaruh Inggris sebagai negara yang besar.
Dari segi emosi, Cameron mempunyai emosi yang tenang dan penuh percaya diri yang dipengaruhi oleh karakter diri dan lingkungan yang mendukungnya. David Cameron merepresentasikan masalahnya berdasarkan keyakinan-keyakinannya yang dalam terhadap Eropa. Berdasarkan penelitian ini, hal tersebut membuktikan bahwa aspek-aspek psikologis seorang pemimpin juga memberi pengaruh dalam ditetapkannya sebuah keputusan.

The background of this study is a referendum on the British exit from the European Union Brexit held on June 23, 2016. The results of the referendum showed 52 of British people wanted to get out of the EU and 48 wanted to remain as members. As a result, a day later David Cameron immediately proposed resignation as Prime Minister of England. The contrast seems to be that David Cameron is one of the figures who campaigned for England to stay with the EU even though he was from the Conservative Party which is famous for its euroscepticism and has long been inconsistent with the European Union. Based on this situation, raises a question why David Cameron campaigned for Britain to stay with the EU.
The actor specific theory was used in this study using individual level analyzes. This theory uses the psychological aspect of motivation, emotion and problem representation in finding the reasons behind the formation of a decision. Based on his motivations, Cameron wants to be accepted and known as a fair leader who can bridge the UK and EU relations and want to maintain and enlarge the influence of Great Britain as a big country.
From his emotions, Cameron has a calm and confident emotion that is influenced by the character of himself and the environment that supports him. The last, David Cameron represents his problems based on his deep beliefs on Europe. Based on this research, it proves that the psychological aspects of a leader also give influence in the establishment of a decision.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T49878
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Fredi Susanto
"Penelitian ini membahas alasan Uni Eropa sebagai anggota tetap di dalam forum G20, terutama penekanan pada mamfaat yang diperoleh oleh Uni Eropa melalui G20. Teori yang digunakan untuk meneliti Keanggotaan Uni Eropa di G20 adalah teori interdependensi kompleks, teori efek domino dan konsep global governance. Penelitian ini menemukan bahwa pada saat berdirinya dan pada saat transformasi Uni Eropa di G20, adalah respon dari krisis keuangan yang dinilai ber-efek domino terhadap ekonomi global. Uni Eropa dengan anggota G20 lainnya dinilai mempunyai kemampuan dan memiliki interdependensi untuk berkerjasama menyelesaikan krisis dan mencegah efek domino. G20 dalam perkembangannya, berkembang menjadi global governance khususnya dalam tatanan ekonomi dunia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Uni Eropa semakin mendapat tempat sebagai aktor global melalui G20 untuk mewujudkan visi Effective Multilateralism berbasis nilai, berperan dalam mengembangkan manajemen keuangan dunia dan meningkatkan keuntungan perdagangannya.

This study analyses the permanent membership of European Union in G20, especially its benefit as a member of G20. Theory used in this study consists of interdependence complex and domino effect theories and global governance concept. This study finds out that the establishment and transformation of European Union within G20 are the response toward domino effect in global financial crisis. European Union and other member of G20 are considered having the ability and interdependence to cooperate solving the crisis and prevent the domino effect. G20 thrives to be a global governance, specifically in world economic order. Finally, this study concludes that by way of G20, European Union becomes one of the promising global actors that helps actualising value based Effective Multilateralism vision, develops world financial management and enhances its trading profit. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarita Amelinda
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rizcky Rezza Bramansyah
"Penelitian ini membahas tentang fenomena penolakan integrasi Norwegia ke dalam Uni Eropa meskipun menerima kerugian materi dan non materi dengan tidak menjadi anggota. Semenjak menjadi negara berdaulat, Norwegia telah mengalami dua kali referendum yang keduanya menghasilkan tidak bergabungnya Norwegia ke dalam komunitas Eropa tersebut. Rumusan pertanyaan yang hendak dijawab dalam tulisan ini adalah “Mengapa Norwegia tidak menjadi anggota Uni Eropa dilihat dengan menggunakan kacamata konstruktivisme?” Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme aspirasional, penelitian ini menyoroti motivasi non-material sebagai alasan yang mendasari mayoritas masyarakat Norwegia enggan bergabung ke dalam Uni Eropa. Teori konstruktivis aspirasional diambil dri tulisan Anne L. Clunan digunakan sebagai kerangka utama penelitian ini bersamaan dengan pemikiran lainnya. Tesis ini berargumen bahwa sejarah dan aspirasi masyarakat merupakan kunci dalam pembentukan identitas nasional yang menjadi faktor penting dalam kebijakan luar negeri suatu negara. Sejarah dan aspirasi masyarakat Norwegia dalam hal ini mempengaruhi penolakan integrasi Norwegia kedalam institusi supranasional tersebut.

This research explore Norway-EU integration rejection phenomena notwithstanding the fact of material as well as non material loss because of the non member status. Since its constitution founded, Norway have twice held referendum both against integration to the European Union. This research then seek to answer “Why Norway not EU Member from constructivism approach?”. Using aspirational constructivism approach, this research focuses on non-material motivation as the foundation by which majority of Norwegian reluctanct to join European Union. This research used  theory of aspirational constructivism as its main framework. It argue that history and aspiration of Norwegian people are the key in shaping national identity which is one of the main factor in the country foreign policy to reject memberships for the supranational institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Nur Aathif
"Tesis ini membahas mengenai preferensi kerja sama maritim terhadap isu kekerasan maritim di perairan Sulu-Sulawesi antara Indonesia dan Filipina pada tahun 2016-2020. Sebagai dua negara yang sama-sama berada di kawasan Asia Tenggara, berbentuk kepulauan-maritim, memiliki kepentingan di Laut Sulu-Sulawesi, dan memiliki identitas independen dalam politik luar negerinya, Indonesia dan Filipina faktanya memiliki preferensi kerja sama yang berbeda dalam menangani isu kekerasan maritim tersebut. Di satu sisi, Indonesia lebih memilih kerangka kerja sama maritim yang berdasarkan pada diplomasi maritim guna menghindari adanya dominasi, sedangkan Filipina di sisi lain lebih cenderung pragmatis dalam menginisiasi kerja sama dengan siapapun yang memang berpotensi memberikan kontribusi bagi pencapaian kepentingan nasional Filipina. Perbedaan preferensi kerja sama maritim kedua negara ini dianalisis dengan menggunakan Teori Peran milik Breuning, yang memiliki asumsi bahwa perilaku kebijakan luar negeri dilatarbelakangi oleh konsepsi peran nasional oleh para pembuat kebijakan yang mana dipengaruhi oleh faktor ideasional dan material. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus komparatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, dokumen arsip, dan wawancara. Tesis ini menemukan bahwa konsepsi peran nasional mempengaruhi perbedaan preferensi kerjasama maritim di antara kedua negara yang faktanya memiliki karakteristik yang hampir sama. Dengan mengkaji seluruh faktor pembentuk konsepsi peran nasional, ditemukan bahwa Indonesia memiliki peran nasional sebagai negara independen-aktif, negara maritim, dan pemimpin kawasan, sedangkan Filipina memiliki peran nasional independen-pragmatis, negara maritim, dan kolaborator.

This thesis discusses the preferences for maritime cooperation on the issue of maritime violence in Sulu-Sulawesi waters between Indonesia and the Philippines in 2016-2020. As two countries that are both located in the Southeast Asia region, having archipelagic-maritime nature, having interests in the Sulu-Sulawesi Sea, and having independent identities in their foreign policy, Indonesia and the Philippines, in fact, possess different preferences for maritime cooperation in dealing with the issues of maritime violence. On the one hand, Indonesia prefers a maritime cooperation framework based on maritime diplomacy to avoid domination, while the Philippines, on the other hand, tends to be pragmatic in initiating cooperation with anyone who has potential to contribute to the achievement of the Philippine‟s national interest. Differences in maritime cooperation preferences between the two countries are analyzed using Breuning's Role Theory, which assumes that foreign policy behavior of a country is driven by particular national role conceptualized by its policy makers which is influenced by both the ideational and material factors. This thesis used a qualitative method with a comparative case study. Sources of data used in this thesis are documentation, archival documents, and interview. This thesis finds that the conception of the national role affects the differences in preferences for maritime cooperation between the two countries, although both have almost the same characteristics. By examining all the factors influencing the national role conception, it is found that national role conception of Indonesia are independent-active, maritime country, and regional leader, while the national role conception of Philippines are independent-pragmatic, maritime country, and collaborator."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Artanty
"Tesis ini secara khusus menyoroti tentang terjadinya perkembangan situasi politik di Hongaria pasca jatuhnya pemerintahan komunis. Seperti halnya negara-negara Eropa Tengah dan Timur lainnya, Hongaria tidak punya kesempatan untuk bergabung dalam skema Eropa yang muncul dan berkembang sejak perang dunia kedua. Alasannya adalah adanya pertentangan timur dan barat dalam hat ideologi, politik serta bidang ekonomi dan militer. Jatuhnya pemerintahan komunis di Eropa Tengah dan Timur pada tahun 1989 diikuti oleh permintaan bantuan dari kelompok negara tersebut untuk dapat melakukan transformasi politik dan ekonomi. Hongaria merupakan salah satu pemimpin demokrasi, menjadi pertama yang menurunkan tirai besi dan menandatangani Perjanjian Asosiasi (Assasiatrorr Treaty) dengan Uni Eropa.
Uni Eropa memutuskan untuk membuka kesempatan bagi negara Eropa Tengah dan Timur yang mampu memenuhi persyaratan politik dan ekonomi yang telah ditetapkan untuk bergabung dalam Uni Eropa. Persyaratan tersebut terangkum dalam sebuah kriteria yaitu kriteria Kopenhagen. Untuk memenuhi persyaratan yang terdiri dari kriteria politik, ekonomi dan hukum tersebut, terjadi perkembangan dari pemerintahan komunis menuju pemerintahan demokratis. Dalam usaha penyesuaian yang berlangsung mulai tahun 1989 hingga 2004 ini, Hongaria hams menghadapi kendala-kendala sebelum akhirnya dapat bergabung menjadi negara anggota Uni Eropa tahun 2004.
Tests ini memberikan gambaran perkembangan sebuah negara bekas pemerintahan komunis menuju suatu pemerintahan yang demokratis dengan berbagai kendala yang dihadapi dan diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi negara-negara demokrasi berkembang dalam memperbaiki keadaan politiknya pass sebuah pemerintahan yang otoriter termasuk Indonesia.
Kerangka pemikiran yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah pasal pertama dari kriteria Kopenhagen yaitu yang membahas tentang kriteria politik Selanjutnya penulis akan menganalisa penerimaan Uni Eropa mengenai usaha Hongaria Iewat laporan rutin (Regular Report) yang dikeluarkan Uni Eropa tentang perkembangan Hongaria dalam memenuhi kriteria Kopenhagen. Laporan ini mulai dibuat sejak terjadinya negosiasi pertama yaitu tahun 1998 dan diakhiri dengan laporan menyeluruh (Comprehensive Report) di akhir tahun 2003.
Walaupun pada dasarnya Hongaria dinilai berhasil memenuhi persyaratan politik dalam Kriteria Kopenhagen sejak tahun 1999, banyak permasalahan signifikan yang terus terjadi seiring penyesuaian. Masalah-masalah tersebut adalah yang berhubungan dengan korupsi, penghormatan hak asasi dan hak minoritas, yang merupakan masalah Iama yang semakin berkembang.
Masalah-masalah yang ada seperti korupsi dan prejudis terhadap Roma tersebut merupakan sebuah budaya yang mengakar, sehingga dapat dimaklumi jika tidak mullah untuk mencegah dan menguranginya. Di luar masalah itu, Hongaria memang patut menjadi inspirasi transisi politik di Eropa Tengah dan Timur karena konsisten dalam merevisi regulasi-regulasi yang dianggap kurang mengikat, demikian pula dalam usaha mengimplementasikannya. Bagi Uni Eropa, Hongaria akan menjadi partner dan anggota yang sangat penting untuk kemajuan integrasi Uni Eropa.

This Thesis is mainly explaining the political development that occurred in Hungary after the fall of the communism in Central and Eastern Europe in 1989. As was the case with the other Central and Eastern European states, Hungary had no opportunity for a long time to integrate into the European scheme that evolved and became unified after World War IL the reason for this was the opposition between the East and the West in the ideological, political, military and economic fields. The fall of Communism in Central and Eastern Europe in 1989 prompted a flood of requests to help the Central and East Europeans transform their economies and polities.
European Union decided to Iaunch Eastern Enlargement and to draft a list of criteria for EU membership (political, economic and implementing the acquis), which have come to be known as the Copenhagen Criteria. To meet the requirements, Hungary makes many efforts to develop a communism government (o democratic government. There were many obstacles coming in Hungary's way to reform from 1989 until finally joining the European Union in 2004.
This Thesis gives a view of political changes and development from authoritarian power to democratic power through many problems that occurring. Hopefully it can inspire other country to follow Hungary's way to succeed. The Political development is bordered with the first condition in Copenhagen Criteria which underlined the political criteria. Next, the regular report from EU that launch every years since 1998 until 2003 will help us analyze what is EU's opinion about Hungary's reformation.
Although basically Hungary had succeeded to fulfill the political criteria from Copenhagen Criteria in 1999, there were still significant problems such as corruption and violation of the human right which hard to handle. But since it has become a culture, it is easy to understand why Hungary could not prevent or reduce it right away. Outside of that, Hungary's continuous revision to laws and the will to implement it will inspire other country in Central and Eastern Europe. To European Union, Hungary will be important partner and member to European Integration.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sebayang, Korina Dumina
"Sebuah integrasi ekonomi dan politik yang sudah lama dicita-citakan Eropa mulai terwujud dengan penandatanganan perjanjian yang menandai berdirinya Uni Eropam pada tahun 1992. Perjanjian ini kemudian harus diratifikasi oleh negara_negara anggota untuk disahkan. Di Prancis, proses ratifikasi dilakukan melalui referendum. Hasil referendum menunjukkan perbedaan tipis antara masyarakat yang mendukung (51 %) dan yang menolak (49 %). Isi skripsi ini akan memaparkan golongan masyarakat yang menolak Perjanjian Uni Eropa dan alasan penolakan tersebut. Pembahasan dilakukan dengan memaparkan isi perjanjian yang paling utama dan memaparkan situasi sosial ekonomi dan politik Prancis pada masa itu. Hasil dari pembahasan menunjukkan bahwa pertimbangan masyarakat yang menolak ratifikasi didasari oleh kondisi sosial ekonomi dan bentuk Uni Eropa yang menuntut adanya penyerahan sebagian kedaulatan dari negara-negara anggota kepada Uni Eropa."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S14460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>