Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25823 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ali Mudiarnis
"Tujuan.Mendapatkanserta menentukan performa model prediksi delirium pasca-operasi pasien usia lanjut yang akan menjalani operasi.
Metode. Penelitian dengan desain kohort prospektif pada pasien usia lanjut yang akan menjalani operasi dari Gedung A dan PJT RSCM, dari 1 Februarisampai 30 April 2018. Prediktor yang dianalisis yaitu usia, frailty, komorbiditas, status nutrisi, kadar albumin, status kognitif, status depresi, polifarmasi dan jenis operasi. Analisis multivariat dengan cox regression untuk mendapatkan Hazzard Ratio dilakukan pada prediktor yang bermakna. Model prediksi dibuat dari prediktor yang bermakna pada analisis multivariat. Kemampuan kalibrasi model prediksi ditentukan dengan uji Hosmer Lameshow dan kemampuan diskriminasinya ditentukan dengan menghitung AUC dari kurva ROC.
Hasil.Terdapat187 pasien dengan median usia 67 tahun rentang 60-69 tahun . Kejadian Delirium pasca-operasi didapatkan sebesar 20,3 . Analisis multivariat mendapatkan usia HR 1,739;IK95 0,914-3,307 , polifarmasi HR 2,125 ;IK95 1,117-4,043 , dan status nutrisi HR 3,044 ; IK95 1,586-5,843 , sebagai prediktor model prediksi. Model Prediksi Delirium berdasarkan jumlah skor dari usia skor 1 , polifarmasi skor 1 , dan status nutrisi skor 2 , distratifikasikan menjadi kelompok risiko rendah skor le; 1 , risiko sedang skor 2-3 , dan risiko tinggi skor 4 . Uji Hosmer-Lemeshow menunjukan kalibrasi yang baik p=0,885 dan AUC menunjukan kemampuan diskriminasiyang cukup baik [ 0,71 IK95 0,614-0,809 ].
Kesimpulan. Model prediksi delirium pasca-operasi pasien usia lanjut menggunakan usia, status nutrisi dan polifarmasi, distratifikasi menjadi 3 kelas risiko rendah, sedang, dan tinggi Model ini memiliki kalibrasi yang baik dan diskriminasi yang cukup."
Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arinta Dwi Komala
"Delirium yang terjadi di ICU dapat berdampak pada peningkatan angka morbiditas, penurunan fungsi tubuh, dan peningkatan masa rawat inap pasien di ICU. Perawat sebagai tenaga kesehatan perlu memiliki pengetahuan yang memadai terkait delirium di ICU. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan perawat intensif terhadap Delirium di ICU. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan pada 70 perawat intensif di RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan teknik pemilihan total sampling. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berpengetahuan tinggi 76%. Analisis chi square karakteristik perawat yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja dan pelatihan ICU menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan pengetahuan perawat intensif tentang Delirium di ICU dengan p value > 0,05. Hasil penelitian ini merekomendasikan untuk tetap meningkatkan dan mempertahankan pengetahuan perawat terhadap Delirium di ICU agar terciptanya asuhan keperawatan yang baik.

Delirium that occurs in ICU can impact the increase of morbidity rate, decreased body function, and increase of patient’s hospitalization period in ICU. Nurse, as a health workers, requires to have adequate knowledge related to delirium in ICU. Therefore, this study aims to find out factors relate to knowledge level of intensive nurses to delirium in ICU. This study was descriptive quantitative with a cross-sectional approach. This study was conducted on 70 intensive nurses in RSUP Dr. M. Djamil Padang according to the total sampling technique. The results of the study show that the respondents have high knowledge 76%. Chi-Square analysis characteristic of nurse including age, gender, educational level, years of service shows there is no significant relationship to knowledge level of intensive nurses to ICU delirium with p value > 0,05. The results of the study recommend constantly improving and maintaining the knowledge of nurses to ICU delirium so that good nursing care can be created"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Asylia Dinakrisma
"Latar Belakang: Delirium pasca operasi merupakan salah satu komplikasi yang paling sering terjadi dan berdampak pada banyak luaran buruk. Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G) dan stratifikasi risiko perioperatif pasien geriatri diperlukan sebagai strategi awal pencegahan serta model prediktor prognosis yang efisien dan aplikatif.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui angka kejadian delirium pasca operasi dan mengembangkan model prediksi delirium pasca operasi elektif mayor non kardiak pada pasien lanjut usia berdasarkan faktor prediktor.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien lanjut usia rawat inap yang menjalani pembedahan mayor elektif non kardiak di RS Cipto Mangunkusumo periode Januari 2020-Juni 2023.
Hasil: Didapatkan 370 subjek memenuhi kriteria dan dilakukan analisis. Kejadian delirium pasca operasi pada penelitian ini adalah 6,8% (IK 95%, 4,4%-9,8%). Faktor prediktor yang dianalisis yakni usia (HR=3,43; IK95% 1,544-7,635), status kognitif (HR=2,74; IK95% 1,156-6,492), dan status nutrisi (HR=3,35; IK95% 1,459-7,679). Model prediksi komplikasi delirium pasca operasi memiliki kalibrasi yang baik (p>0,05) dan performa skor sedang untuk memprediksi kejadian delirium pasien geriatri [AUC 0,750 (p<0,001; IK 95% 0,640-0,860)].
Simpulan: Usia, status kognitif, dan status nutrisi merupakan prediktor kuat delirium pasca operasi pada pasien lanjut usia yang menjalani pembedahan elektif mayor non kardiak.

Background : Postoperative delirium is one the most common complications and will impact many adverse outcomes. Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) and perioperative risk stratification of geriatric patients are needed as an initial prevention strategy as well as an efficient and applicable prognosis predictor model.
Objective: This study aims to determine the incidence of post-operative delirium and develop a prediction model for delirium in elderly patients after major non-cardiac elective surgery based on predictor factors.
Methods: This research is a retrospective cohort study using secondary data from medical records of elderly inpatients who underwent major elective non-cardiac surgery at Cipto Mangunkusumo Hospital between January 2020-March 2023.
Result: Total of 370 subjects that met the criteria were analyzed. The incidence of post-operative delirium was 6.8% ( 95% CI, 4,4% - 9,8%). The predictor factors analyzed were age (HR=3.43; 95%CI 1.544-7.635), cognitive status (HR=2.74; 95%CI 1.156-6.492), and nutritional status (HR=3.35; 95%CI 1.459- 7,679). The postoperative delirium complication prediction model had good calibration (p>0.05) and moderate score performance for predicting the incidence of delirium in geriatric patients [AUC 0.750 (p<0.001; 95%CI 0.640-0.860)].
Conclusion: Age, cognitive status, and nutritional status are strong predictors of postoperative delirium in elderly patients undergoing major non-cardiac elective surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hanif Rahim
"Salah satu komplikasi pascabedah yang sering dialami pasien geriatri adalah delirium. Insiden delirium pascabedah sangat beragam berkisar 3,6-28,3% dari seluruh pembedahan elektif. Delirium pascabedah berkaitan erat dengan komorbiditas, mortalitas dan peningkatan biaya serta lama perawatan di Rumah Sakit, oleh karena itu pencegahan terhadap kejadian delirum merupakan hal yang penting. Tekanan darah yang rendah dapat menyebabkan hipoperfusi area korteks dan subkorteks serebral. Keadaan ini diduga dapat menyebabkan terjadinya delirium. Adanya abnormalitas perfusi lobus frontal dan parietal otak juga diduga berhubungan erat dengan timbulnya delirium. Masih terdapat kontroversi terhadap pengaruh dari hipotensi intrabedah terhadap kejadian delirium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hipotensi intrabedah terhadap kejadian delirium pascabedah pada pasien geriatri.Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif terhadap 134 subjek penelitian selama Januari-April 2022 yang dialokasikan ke dalam kelompok dengan hipotensi (n=67) dan tanpa hipotensi (n=67) dikaji dari nilai tekanan darah, durasi hipotensi, dan pemberian topangan kardiovaskular. Penelitian menggunakan uji fungsi kognitif berupa CAM (Confusion Assesment Method) yang dilakukan 24 jam pascabedah.
Hasil : Pada penelitian ini didapatkan proporsi kejadian delirium pascabedah  dikaji dari nilai tekanan darah (Tekanan darah sistolik <90 mmHg dan Tekanan darah rerata <65 mmHg), durasi, dan pemberian topangan kardiovaskular bermakna secara statistik (p <0.05). Insidens kejadian delirium pascabedah pada pasien geriatri adalah 36.5%.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara hipotensi intrabedah terhadap kejadian delirium pascabedah pada pasien geriatri dikaji dari nilai tekanan darah, durasi, dan pemberian topangan kardiovaskular.

One of the postoperative complications that are often experienced by geriatric patients is delirium. The incidence of postoperative delirium varies widely, ranging from 3.6 to 28.3% of all elective surgeries. Postoperative delirium is closely related to comorbidities, mortality and increased costs and length of hospital stay, therefore prevention of delirium is important. Low blood pressure can cause hypoperfusion of the cerebral cortex and subcortical areas. This situation is thought to cause delirium. The presence of perfusion abnormalities of the frontal and parietal lobes of the brain is also thought to be closely related to the onset of delirium. There is still controversy about the effect of intraoperative hypotension on the incidence of delirium. This study aims to determine the relationship between intraoperative hypotension and the incidence of postoperative delirium in geriatric patients.
Methods : This study is a prospective cohort study of 134 study subjects during January-April 2022 who were allocated to groups with hypotension (n=67) and without hypotension (n=67) assessed from the value of blood pressure, duration of hypotension, and cardiovascular support. The study used a cognitive function test in the form of CAM (Confusion Assessment Method) which was carried out 24 hours after surgery.
Results : In this study, the proportion of postoperative delirium incidence was assessed from the value of blood pressure (systolic blood pressure <90 mmHg and mean blood pressure <65 mmHg), duration, and the provision of cardiovascular support was statistically significant (p <0.05). The incidence of postoperative delirium in geriatric patients is 36.5%.
Conclusion : There is a relationship between intraoperative hypotension and the incidence of postoperative delirium in geriatric patients assessed from the value of blood pressure, duration, and the provision of cardiovascular support.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Tasrif Mansur
"Latar Belakang: Hingga saat ini belum ada publikasi yang melakukan pembahasan mengenai sistem stratifikasi risiko pasien STEMI pada populasi dewasa muda. Selain itu rokok dan riwayat PJK dini dalam keluarga yang merupakan faktor risiko utama kejadian STEMI pada dewasa muda juga belum terlihat perannya dalam sistem stratifikasi risiko manapun. Skor TIMI yang paling banyak digunakan dalam menilai prognosis pasien STEMI juga masih dipertanyakan keakuratannya pada kelompok dewasa muda.

Tujuan: Studi ini bertujuan mengetahui proporsi mortalitas pasien STEMI dewasa muda yang di RS Cipto Mangunkusumo, melakukan validasi skor TIMI pada pasien dewasa muda, dan mengembangkan sistem stratifikasi risiko untuk pasien STEMI dewasa muda.

Metode: Penelitian ini adalah studi prognosis dengan desain kohort retrospektif menggunakan data rekam medis RSCM pada pasien berusia ≤50 tahun yang dirawat dengan STEMI dari tahun 2018 hingga tahun 2022. Dilakukan analisis univariat untuk mendapatkan data karakteristik subjek dan proporsi mortalitas 30 hari pasien STEMI dewasa muda. Dilakukan analisis bivariat untuk melihat hubungan merokok dan Riwayat PJK dini dalam keluarga dengan mortalitas 30 hari. Dilakukan uji validasi skor TIMI pada subjek penelitian dewasa muda. Dilakukan analisis multivariat untuk mendapatkan model prediksi baru dan dilakukan uji performa diskriminasi dan kalibrasi model modifikasi atau kombinasi baru.

Hasil: Didapatkan 164 subjek penelitian. Pasien yang memiliki faktor risiko merokok adalah sebanyak 107 orang (65,2%). Sementara yang memiliki riwayat PJK dini dalam keluarga adalah sebanyak 39 orang (23,9%). Pasien yang memiliki komorbid hipertensi sebanyak 80 orang (48,8%) dan yang menderita diabetes sebanyak 71 orang (43,3%). Proporsi mortalitas 30 hari pasien dewasa muda sebanyak 7,9% (13 orang). Tidak terdapat korelasi dengan mortalitas 30 hari pasien STEMI dewasa muda untuk riwayat merokok (HR 0,0441 (IK 95% 0,148-1,312) dan nilai p 0,141) dan riwayat PJK dini dalam keluarga (HR 0,567 (IK 95% 0,126-2,559) dan nilai p 0,461). Skor TIMI memperlihatkan kemampuan prediksi mortalitas 30 hari pasien STEMI dewasa muda yang baik, dimana didapatkan nilai AUC 0,836 (IK 95% 0,717-0,956) dengan nilai p <0,0001. Kombinasi skor TIMI dengan variabel riwayat merokok memperlihatkan performa diskriminasi yang baik dalam prediksi mortalitas 30 hari pasien STEMI dewasa muda dengan nilai AUC 0,875 (p<0,0001). Namun ketika dilakukan perbandingan antara nilai AUC skor TIMI dengan skor TIMI dengan tambahan faktor riwayat merokok tidak didapatkan peningkatan akurasi yang bermakna (nilai p 0,2146).

Simpulan: Proporsi mortalitas 30 hari pasien STEMI dewasa muda adalah sebanyak 7,9%. Skor TIMI memiliki performa diskriminasi dan kalibrasi yang baik dalam memprediksi mortalitas 30 hari pasien STEMI dewasa muda. Skor TIMI dengan penambahan faktor riwayat merokok memiliki performa diskriminasi dan kalibrasi yang lebih baik dalam memprediksi mortalitas 30 hari pasien STEMI dewasa muda dibandingkan skor TIMI murni, namun tidak memiliki signifikansi peningkatan akurasi.


Background: Until now, there have been no publications discussing the risk stratification system for STEMI patients in the young adult population. Additionally, the role of smoking and a family history of early coronary artery disease (CAD) as major risk factors for STEMI in young adults has not been addressed in any risk stratification system. The accuracy of the widely used TIMI score in assessing the prognosis of STEMI patients in the young adult group is also questionable.

Objective: This study aims to determine the proportion of mortality among young adult STEMI patients at Cipto Mangunkusumo Hospital, validate the TIMI score in young adult patients, and develop a risk stratification system for young adult STEMI patients.

Methods: This research is a retrospective cohort prognosis study using medical record data from Cipto Mangunkusumo Hospital on patients aged ≤50 years who were hospitalized with STEMI from 2018 to 2022. Univariate analysis was conducted to obtain subject characteristics and the proportion of 30-day mortality among young adult STEMI patients. Bivariate analysis was performed to examine the relationship between smoking, a family history of early CAD, and 30-day mortality. The validation of the TIMI score was conducted in the young adult study subjects. Multivariate analysis was conducted to obtain a new prediction model, and performance tests for discrimination and calibration of the modified or combined model were performed.

Results: A total of 164 study subjects were included. There were 107 patients (65.2%) with a smoking risk factor, while 39 patients (23.9%) had a family history of early CAD. The proportion of 30-day mortality among young adult patients was 7.9% (13 individuals). There was no correlation between 30-day mortality in young adult STEMI patients and a history of smoking (HR 0.0441 (95% CI 0.148-1.312) and p-value 0.141) or a family history of early CAD (HR 0.567 (95% CI 0.126-2.559) and p-value 0.461). The TIMI score showed good predictive ability for 30-day mortality in young adult STEMI patients, with an AUC value of 0.836 (95% CI 0.717-0.956) and p-value <0.0001. The combination of the TIMI score with the smoking history variable demonstrated good discriminatory performance in predicting 30-day mortality among young adult STEMI patients, with an AUC value of 0.875 (p<0.0001). However, when comparing the AUC values between the TIMI score and the TIMI score with the addition of the smoking history factor, no significant increase in accuracy was observed (p-value 0.2146).

Conclusion: The proportion of 30-day mortality among young adult STEMI patients is 7.9%. The TIMI score demonstrates good discrimination and calibration in predicting 30-day mortality among young adult STEMI patients. The TIMI score, when combined with the smoking history factor, shows improved discriminatory performance and calibration in predicting 30-day mortality among young adult STEMI patients compared to the pure TIMI score but does not significantly enhance accuracy."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Pravita Sari
"Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian pada sindrom koroner akut adalah terjadinya komplikasi yang dikenal dengan major adverse cardiac event MACE . Terdapat beberapa prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA, diantaranya adalah faktor psikologis yaitu depresi dan ansietas. Saat ini, depresi dan ansietas belum mendapat banyak perhatian padahal memiliki peran penting dalam pengobatan SKA dan prognosisnya.
Tujuan. Mengetahui hubungan antara depresi dan ansietas dengan major adverse cardiac event dalam 7 hari pada pasien SKA.
Metode. Studi dengan desain kohort prospektif untuk meneliti hubungan antara depresi dan ansietas dengan MACE dalam 7 hari pasien SKA, dengan menggunakan kuisioner HADS pada pasien SKA yang menjalani perawatan di ICCU, Rawat Inap Gedung A RSCM pada bulan Januari ndash; Mei 2018. Analisis bivariat dilakukan untuk menghitung risk ratio RR terjadinya MACE dalam 7 hari pada kelompok depresi dan ansietas dengan menggunakan SPSS.
Hasil. Didapatkan jumlah subjek yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 114 orang. depresi didapatkan pada 7 subjek, ansietas didapatkan pada 28,95 subjek, dan MACE didapatkan pada 9,6 subjek. Pada kelompok depesi, MACE 7 hari terjadi pada 12,5 subjek. Pada kelompok Ansietas, MACE 7 hari terjadi pada 21,2 subjek. Pada analisis bivariat didapatkan ansietas meningkatkan risiko terjadinya MACE dalam 7 hari pada pasien SKA, dengan risiko relatif RR sebesar 4,2 IK 1,34 ndash; 13,7.
Kesimpulan. Proporsi depresi pada pasien SKA di RSCM sebesar 7 dan proporsi ansietas pada pasien SKA di RSCM sebesar 28,95 . Ansietas pada pasien SKA merupakan prediktor independen terjadinya MACE dalam 7 hari dan meningkatkan risiko terjadinya MACE 7 hari.

Background. One of the causes of death in acute coronary syndrome is the occurrence of a complication known as major adverse cardiac event MACE. There are several predictors of the occurrence of MACE in patients with ACS, including psychological factors such as depression and anxiety. Currently, depression and anxiety have not received much attention when it has an important role in the treatment of ACS and its prognosis.
Objective. To determine the association between depression and anxiety with major adverse cardiac event within 7 days in patients with acute coronary syndrome.
Method. Study with prospective cohort design to examine the association between depression and anxiety with MACE within 7 days of ACS patients, using HADS questionnaires on ACS patients undergoing treatment at ICCU, Hospitalization RSCM in January May 2018. Bivariate analysis was performed to calculate the risk ratio RR of MACE occurrence within 7 days in the depression and anxiety group using SPSS.
Results. Obtained number of subjects who meet the inclusion criteria of 114 people. depression was obtained in 7 of subjects, Anxiety was obtained in 28,95 of subjects, and MACE was obtained in 9.6 of subjects. In the depression group, MACE 7 days occurred in 12.5 of subjects. In the Anxiety group, MACE 7 days occurred in 21,2 of subjects. In bivariate analysis, anxiety increased the risk of MACE within 7 days in patients with ACS, with relative risk RR of 4,2 IK 1,34 ndash 13,7.
Conclusion. The proportion of depression in patients with SKA in RSCM was 7 and the proportion of anxiety in ACS patients in RSCM was 28,95. Anxiety in patients with ACS is an independent predictor of MACE within 7 days and increases the risk of a 7 day MACE.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noto Dwimartutie
"ABSTRAK
Latar Belakang. Mortalitas usia lanjut yang dirawat cukup tinggi. Belum ada model prediksi mortalitas 30 hari pasien usia lanjut yang dirawat di ruang rawat akut geriatri menggunakan domain P3G. Tujuan. Mendapatkan dan menentukan performa model prediksi mortalitas 30 hari pasien usia lanjut di rawat di ruang rawat akut geriatri menggunakan domain P3G.
Metode. Penelitian dengan desain kohort retrospektif menggunakan status rekam medik pasien usia lanjut (> 60 tahun) yang dirawat di ruang rawat akut (RRA) geriatri RSCM dalam dalam kurun waktu Januari 2011 ? Desember 2013. Prediktor yang dianalisis yaitu usia, jenis kelamin, sindrom delirium akut, komorbiditas (CIRS-G), kadar albumin, status fungsional (ADL Barthel), status kognitif, status psikoafektif, dan status nutrisi (MNA). Analisis multivariat dengan cox regression untuk mendapatkan Hazzard Ratio (HR) dilakukan pada prediktor yang bermakna. Model prediksi didapatkan dari prediktor yang bermakna pada analisis multivariat. Kemampuan kalibrasi model prediksi ditentukan dengan uji Hosmer Lameshow dan kemampuan diskriminasinya ditentukan dengan menghitung AUC dari kurva ROC.
Hasil. Terdapat 530 subjek penelitian dengan rerata usia 70,27 (SB 6,9) tahun. Mortalitas 30 hari didapatkan sebesar 28,1%. Analisis multivariat mendapatkan sindrom delirium akut (HR 4,11 ; IK95% 1,83-9,11), kadar albumin < 3 g/dl (HR 2,18 ; IK95% 1,23-3,85), ADL Barthel < 9 (HR 2,21 ; IK95% 1,23-3,85), dan malnutrisi (MNA < 17) (HR 1,77 ; IK95% 1,19-2,63) sebagai prediktor dalam model prediksi. Model prediksi berdasarkan jumlah skor dari sindrom delirium akut (skor 2,5), kadar albumin < 3 g/dl (skor 1,5), ADL Barthel < 9 (skor 1), dan malnutrisi (skor 1). Stratifikasi mortalitas menjadi kelompok risiko rendah (skor < 2; 4,4%), risiko sedang (skor 2-4; 24,8%), dan risiko tinggi (skor > 4; 64,3%). Uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan presisi yang baik (p=0,409) dan AUC menunjukkan kemampuan diskriminasi yang baik [0,84 (95%CI 0,81-0,88)].
Kesimpulan. Model prediksi mortalitas 30 hari menggunakan prediktor sindrom delirium akut, kadar albumin < 3 g/dl, status fungsional dengan ADL Barthel < 9, dan malnutrisi distratifikasi menjadi 3 kelas risiko (rendah, sedang, dan tinggi). Model ini memiliki presisi dan diskriminasi yang baik.

ABSTRACT
Background. Mortality of hospitalized elderly patients is still high. To our knowledge, no prediction model that predict 30-day mortality in elderly patients admitted to geriatric acute ward using Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) domain Aim. To develop a prediction model of 30-day mortality in elderly patients hospitalized in geriatric acute ward using CGA domain.
Method. A retrospective cohort study was conducted using medical records of elderly patients (> 60 years) hospitalized in acute geriatric ward of Cipto Mangunkusumo General Hospital from January 2011 ? December 2013. Nine predictors [age, sex, delirium, comorbidity (CIRS-G), albumin level, psychoaffective status, cognitive status, and nutritional status (MNA)] were analyzed. Multivariate analysis using cog regression of significance predictors was conducted to determined hazard ratio (HR) for each predictor. Prediction model was developed from significance predictors in multivariate analysis. The model?s calibration performance was determined by Hosmer-Lameshow test and its discrimination ability was determined by calculating area under the receiver operating characteristic curve (AUC).
Result. Subjects consist of 530 patients, with mean of age 70,27 (SD 6,9) years old. The 30-day mortality was 28,1%. Delirium (HR 4,11 ; 95%CI 1,83-9,11), albumin < 3 g/dl (HR 2,18 ;95%CI 1,23-3,85), Barthel index < 9 (HR 2,21 ; 95%CI 1,23-3,85), and malnutrition (MNA < 17) (HR 1,77 ; 95%CI 1,19-2,63) were significance predictors in multivariate analysis. Prediction model based on total score of delirium (2,5 poin), albumin < 3 g/dl (1,5 poin), ADL Barthel < 9 (1 poin), and malnutrition (1 poin). Mortality was stratified into 3 groups; low risk (score < 2; 4,4%), intermediate risk (score 2-4; 24,8%), and high risk (score > 4; 64,3%). The Hosmer-Lemeshow showed a good precission (p=0,409) and the AUC revealed good discrimination ability [0,84 (95%CI 0,81-0,88)].
Conclusion. A prediction model of 30-day mortality using predictors : delirium, albumin < 3 g/dl, Barthel index < 9, and malnutrition was stratified into 3 groups (low risk, intermediate risk, and high risk). The model has good precision and discrimination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roza Kurniati
"Latar Belakang: Keganasan merupakan salah satu penyebab terbanyak pada efusi pleura, baik sebagai tumor primer di pleura maupun merupakan metastasis dari berbagai tumor di tempat lain. Prognosis efusi pleura maligna pada umumnya buruk dengan survival rata-rata 3-12 bulan. Belum ada suatu model dalam bentuk skoring yang memprediksi mortalitas pasien efusi pleura pada keganasan di IndonesiaTujuan: Mengetahui proporsi mortalitas 90 hari pasien efusi pleura pada keganasan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas dan membuat model skoring untuk memprediksi mortalitas 90 hari pasien efusi pleura pada keganasanMetode: Penelitian berupa kohort retrospektif, data diambil dari rekam medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo secara konsekutif, yaitu pasien yang secara klinis dan dari hasil pemeriksaan penunjang didiagnosis sebagai efusi pleura maligna,Variabel penelitian dikelompokkan menjadi data kategorik dan dilakukan analisis bivariat dengan chi square dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik dengan metode backward stepwise sehingga didapatkan model akhir berupa variabel dengan nilai

Background Malignancy is one of the most common causes of pleural effusion, either as a primary tumor in the pleura or a metastasis of various tumors elsewhere. The prognosis of malignant pleural effusion is generally poor with an average survival of 3 12 months. There is not yet a model in the form of scores predicting mortality of malignant pleural effusion patients in Indonesia.Objective To know the 90 days mortality proportion, to identify factors affecting mortality and also to create a scoring prediction models of 90 days mortality in malignant pleural effusion patientsMethods The study was a retrospective cohort. Data were taken from Cipto Mangunkusumo Hospital rsquo s medical record on a consecutive basis, the diagnosis of malignant pleural effusion was made on the basis of clinical and investigation. The variables of study were grouped into categorical data. Bivariate analysis was performed using chi square and multivariate analysis was performed using logistic regression with backward stepwise method to get the final model in the form of variable with p value "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Reza Rahmansyah
"Kinerja pabrik pengolahan gas alam berperan penting untuk menjaga agar dapat mencukupi permintaan gas Indonesia yang meningkat dari tahun ke tahun. Gangguan dalam proses pada pabrik-pabrik tersebut tidak bisa dihindarkan, terutama pada pabrik yang sudah lama beroperasi, proses dalam unit pengolahan gas pun bersifat dinamik. Oleh karena itu, proses tersebut perlu dikendalikan agar berjalan pada kondisi operasi yang optimum. Salah satu solusinya adalah dengan melakukan penyetelan ulang atau re-tuning pengendali pabrik. Dalam studi ini, penyetelan ulang pengendali Proportional Integral (PI) sebuah unit CO2 removal dilakukan berbasis model linear dan sistem multi input multi output (MIMO) menggunakan metode penyetelan Open Loop Ziegler Nichols (ZN), Closed Loop Tyreus Luyben (TL) dan Fine Tuning. Pengecekan pemasangan variabel pada pengendali juga dilakukan dengan menggunakan analisis Relative Gain Array (RGA). Ditinjau dari nilai Integral Square Error (ISE), pengendali dengan setelan fine tuning memberikan pengendalian yang lebih baik dibandingkan pengendali dengan setelan Open Loop Ziegler Nichols dan Closed Loop Tyreus Luben, dengan ISE untuk pengendali PIC 1101, FIC 1102 dan FIC 1103 sebesar 0.3122, 0.2028 dan 0.01944 untuk uji coba set-point dan 0.03681, 0.1116 dan 0.3009 untuk uji coba disturbance. Berdasarkan analisis RGA, pemasangan Controlled Variable (CV) dan Manipulated Variable MV yang di lapangan sudah tepat, yakni CV1-MV1, CV2-MV2 dan CV3-MV3.

Indonesian domestic natural gas demand has been increasing since the last couple of years, thus maintaining natural gas production is vital to fulfill the country’s ever so demanding industrial and energy needs. Optimization is key in maintaining production in natural gas processing plants, especially the performance of its operating units. A solution for optimization is the retuning of process controllers of existing plants to better handle process disturbance. This research studies the retuning of a CO2 Removal plant using linear modelling with Ziegler Nichols (ZN), Tyreus Luben (TL) and Fine-Tuning method. Analysis of controller pairing is also done in this study using the Relative Gain Array (RGA) method. The performance of the controller will be evaluated using the Integral Square Error (ISE) value during set-point and disturbance testing. The study has shown that ZN and TL tuning method are not capable of stabilizing the process of a multiple input multiple output system. Fine Tuning method resulted in the best performance with an ISE value of 0.3122, 0.2028 dan 0.01944 on set-point testing, and 0.03681, 0.1116 dan 0.3009 on disturbance testing for controllers PIC 1101,FIC 1102, and FIC 1103.RGA Analysis have shown that the plant controller has been paired correctly based on the recommended pairing, which is CV1-MV1, CV2-MV2 and CV3-MV3"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Fitriana
"ABSTRAK
Latar belakang: Perawatan-kembali 30 hari merupakan salah satu parameter penting yang berhubungan dengan biaya kesehatan tinggi dan outcome yang buruk, namun hal ini berpotensi dicegah. Usia lanjut merupakan kelompok yang rentan mengalami perawatan dengan karakteristik khusus yang dapat dinilai dengan pengkajian paripurna pasien geriatri (P3G). Beberapa penelitian menunjukkan komponen P3G merupakan faktor prognostik perawatan-kembali pada pasien usia lanjut sehingga dapat digunakan sebagai model prediksi perawatan-kembali 30 hari pada populasi ini. Belum ada penelitian prospektif yang khusus menilai komponen P3G sebagai model prediksi perawatan-kembali 30 hari.
Tujuan: Mengembangkan model prediksi perawatan-kembali 30 hari pada pasien usia lanjut yang dirawat di bangsal medik RS Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian adalah studi kohort prospektif pada 263 subjek usia >60 tahun yang diikuti hingga 30 hari pasca rawat. Data demografis dan komponen P3G dikumpulkan melalui wawancara dan rekam medik saat perawatan. Analisis kesintasan secara bivariat dan multivariat berjenjang dilakukan untuk mendapatkan hazard ratio. Dikembangkan suatu model prediksi dan persamaan fungsi hazard untuk memprediksi risiko perawatan-kembali 30 hari pasca rawat. Komponen P3G yang diukur adalah skor FRAIL (fatigue, resistance, ambulance, illness, loss of weight), Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15), Mini nutrition Assessment short form (MNA-SF), Activity Daily Living (ADL)-Barthelindex, Cumulative illness rating scale-geriatric (CIRS-G), Zarits-4 item screening test, uji Mini Cog, dan polifarmasi.
Hasil: Status nutrisi dan status depresi berhubungan secara signifikan dengan perawatan-kembali 30 hari dengan HR 2,368 (IK95%: 1,412-3,972, p=0,001) dan HR 1,627 (IK95%: 1,080-2,450, p=0,02), berurutan. Model prediksi menggunakan dua komponen tersebut memiliki AUC 0,663, Hosmer Lemeshow Goodness-of fit test 0,48, p<0,005. Probabilitas perawatan kembali 30 hari pada subjek dengan gangguan nutrisi dan depresi menggunakan persamaan fungsi Hazard adalah 79%.
Simpulan: Status nutrisi dan status depresi memiliki hubungan signifikan dengan perawatan-kembali 30 hari. Model prediksi perawatan-kembali 30 hari yang menggunakan komponen ini memiliki tingkat diskriminasi tidak terlalu baik dengan performa yang baik, namun dapat dihitung menggunakan suatu persamaan cox proportional Hazard.

ABSTRACT
associated with high costs and poor outcomes for hospitalized elderly patients. This population are vulnerable for hospital admission due to aging-related characteristics which can be assessed by comprehensive geriatrics assessment (CGA). Several studies have shown that CGA components were related to 30-day readmissions in elderly patients, on the contrary, only few studies consider these components as predictive score.
Objective: To develop a prediction model for 30 days unplanned readmission in elderly patients who are treated in medical ward of Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods: A prospective observational study followed 312 subjects aged >60 years old from admission to 30 days after discharge. Demographic data and CGA components were compeleted through interviews and medical records. Bivariate followed by stepwise multivariate survival analysis was used. Then, a prediction score and a hazard functional equation were developed to predict the risk of 30 days unplanned readmission. The CGA components measured were FRAIL score (fatigue, resistance, ambulance, illness, loss of weight), Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15), Mini nutrition Assessment short form (MNA-SF), Activity Daily Living (ADL)-Barthel index, Cumulative illness rating scale-geriatric (CIRS-G), Zarits-4 item screening test, Mini Cog test, and polypharmacy.
Results: Nutritional and depression status were significantly related to 30-day unplanned readmission with HR 2,368 (CI95%: 1,412-3,972, p=0,001) and HR 1,627 (CI95%: 1,080-2,450, p=0,02), respectively. Prediction model using these two components had AUC 0,663, Hosmer Lemeshow Goodness-of-fit test 0,48, p<0.005. Probability for readmission in a patient with nutritional and depression problem on the 30th days after discharge using functional hazard equation was 79%.
Conclusion: Nutritional and depression status have significant relationship with 30-day unplanned readmision. The prediction model had moderate level of discrimination but good calibration. Also, a cox proportional hazard equation can be calculated as an alternative. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>