Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179358 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochammad Ridwan
"Tujuan hukum kepailitan adalah melakukan pemenuhan atas tagihan yang belum dibayarkan oleh debitur pailit. Demi mencapai tujuan tersebut, UUKPKPU memberikan kewenangan dan tugas kepada kurator, tugas kurator meliputi pengurusan dan pemberesan harta pailit. Namun, tugas serta kewenangan kurator tersebut tidak akan berjalan apabila berbenturan dengan kewenangan penyidik yang melakukan penyitaan atas barang milik debitur pailit yang menjadi harta pailit. Permasalahannya ialah ketika kurator akan melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta pailit milik debitur, tetapi ternyata harta tersebut masuk dalam status sita oleh pihak kepolisian, apakah kurator memiliki kewenangan untuk melakukan tugasnya tersebut dan bagaimana keabsahan tindakan pemberesan harta pailit oleh kurator apabila dikemudian hari harta pailit terbukti berasal dari tindak pidana.
Dalam menganalisis kedua masalah ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Pada akhirnya penulis menyimpulkan, terkait dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 202 PK/Pdt.Sus/2012, kurator memiliki kewenangan secara menyeluruh untuk melakukan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit sedangkan pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 156K/Pdt.Sus, tugas dan kewenangan kurator menjadi terhambat, bukan pada tugas pengurusannya tetapi pada tugas pemberesan karena harta pailit berada didalam sitaan pihak kepolisian. Mengenai keabsahan tindakan pemberesan kurator apabila dikemudian hari harta pailit terbukti berasal dari tindak pidana, tindakan pemberesan tersebut tetaplah sah sepanjang dilakukan berdasarkan UUKPKPU dan peraturan terkait lainnya.

The objective of the bankruptcy law is to fulfill the credit that has not been paid by the bankrupt debtor. In order to achieve these objectives, Bankruptcy Act provides authority and duties to the Receiver, the task of the Receiver includes the management and disposition of bankrupt properties. However, the duty and authority of the Receiver will not work if it collides with the authority of the investigator who seizes the property of a bankrupt Debtor who becomes a bankrupt property. The question is when the execution of the authority for the property Receiver of the bankrupt Debtor, which turns out that the goods entered in the confiscation status by the Police, whether the Receiver has the authority to make arrangements and liquidation of the bankrupt property of the Debtor and how the legitimacy of the act of securing bankruptcy by the Receiver if in the future a bankrupt property is proven to be derived from a crime.
In analyzing both of these problems, the author used normative juridical research methods. In the end, the author concludes that in relation to Supreme Court Decision Number 202 PK Pdt.Sus 2012, the Receiver still has the authority to perform the task of handling and ordering of bankrupt property while in Supreme Court Decision Number 156 K Pdt.Sus, the Receiver's authority and duty becomes impeded, not on the task of handling it but rather to the duties of liquidation because the bankruptcy is in the confiscation of the police. Regarding the validity of the Receiver's remedial action if in the future the bankrupt property is proven from a criminal act, such remedy is still valid as long as it is done based on Bankruptcy Act and prevailing regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Oktawulan
"Berkembangnya transaksi jual beli satuan rumah susun dengan hanya dibuatnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di bawah tangan antara pengembang dan pembeli menimbulkan pertanyaan mengenai kekuatan hukum dari PPJB itu sendiri sebagai dasar kepemilikan dari pembeli dikarenakan Akta Jual Beli serta Hak Milik Satuan Rumah Susun yang seharusnya menjadi hak pembeli tidak kunjung diraih. Hal ini lebih beresiko apabila pihak pengembang di kemudian hari mengalami kepailitan. Metode penelitian dalam tesis ini yaitu yuridis normatif, tipologi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
Hasil penelitian dengan menggunakan metode ini menunjukkan bahwa jual beli satuan rumah susun/ apartemen dengan mendasarkan pada PPJB yang telah dibayar lunas dan unit apartemen sudah diserahterimakan dengan mendasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum sebatas untuk bangunannya saja, sedangkan terhadap tanahnya menurut UndangUndang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria beserta aturan pelaksanaanya adalah tidak sah karena peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan adanya Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang dan adanya bukti pendaftaran pada kantor pertanahan. Pada proses kepailitan yang dialami pengembang, kedudukan hukum pembeli merupakan pihak yang mana berhak atas suatu prestasi dari pengembang yang belum dipenuhi sehingga hal itu dikategorikan sebagai hutang sehingga pembeli dapat dimasukkan sebagai kreditur konkuren.

The development of the sale and purchase transaction of the apartment unit by only making the Sales and Purchase Agreement (PPJB) under the hand between the developer and the buyer raises the question of the legal power of the PPJB itself as the basis of ownership of the buyer due to the Deed of Sale and Purchase as well as the Properties of the Apartment Units that should being a buyer's right does not go away. It is more risky if the developer party in the future experience bankruptcy. The research method in this thesis is normative juridical, research typology used is analytical descriptive, using secondary data, consist of primary, secondary, and tertiary legal material.
The result of this research by using this method indicates that the sale and purchase of apartment / apartment units based on PPJB which has been paid in full and the apartment unit has been handed over based on Civil Code is legal and has limited legal force for the building only, the land according to Law no. 5 of 1960 on Basic Regulations of Agrarian Principles and their implementation rules is not valid as the transfer of land rights must be proven by the Deed of Sale and Purchase (AJB) made by the Authorized Authority Deed Official (PPAT) and the evidence of registration at the land office . In the process of bankruptcy experienced by the developer, the buyer's legal position is the party which is entitled to an achievement of the developer that has not been met so that it is categorized as a debt so that the buyer can be included as a concurrent creditor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusin Yanasriksa Halintari
"Penelitian ini membahas mengenai tindakan actio pauliana oleh Kurator sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. Putusan tersebut dilatarbelakangi oleh perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW yang merupakan istri sah dari Debitor Pailit DH, dengan membebani obyek yang merupakan harta bersama dalam perkawinan dengan Hak Tanggungan untuk pelunasan utangnya dengan PT Bank PMRSA. Perkawinan keduanya dilangsungkan setelah Debitor Pailit dinyatakan pailit sebagaimana dalam suatu Putusan Pengadilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status harta bersama yang didapatkan setelah putusan pernyatan kepailitan dan dimasukkan sebagai boedel pailit akibat tindakan actio pauliana dari Kurator, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepala PT Bank PRMSA selaku pihak ketiga tersangkut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yang merupakan suatu penelitian dengan mengacu kepada norma-norma atau asas-asas hukum untuk selanjutnya dibuat suatu interpretasi terhadap suatu peraturan hukum. Adapun tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris, yang menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam dari suatu gejala. Hasil analisa menyatakan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW terhadap harta bersamanya dengan Debitor Pailit adalah melanggar ketentuan dalam UU PKPKU, sehingga tindakan actio pauliana yang dilakukan oleh Kurator adalah tepat, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada PT Bank PRMSA adalah dengan memberikannya kesempatan untuk tampil sebagai Kreditor Konkuren atau dapat mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap piutang yang dimilikinya kepada Debitor Pailit.

This research discusses the actions taken by the Curator in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. The decision was caused by legal action conducted by RSW as the legal wife of DH as a bankrupt debtor related to marital property with a Mortgage to pay off its debt to PT Bank PMRSA. The marriage was held after the bankrupt debtor is declared bankrupt in a court decision. The purpose of this research was to determine the status of marital property obtained after the decision to declare bankruptcy and was included as a bankruptcy property due to actio pauliana by the curator, also the legal protection that the head of PT Bank PRMSA as the third party in this matter. To answer these problems, normative juridical legal research methods are used, which is a study by referring to legal norms or principles to further make an interpretation of a legal rule. The research typology used in this research is explanatory research, which describes or explains more deeply of a symptom. The results of the analysis show that the legal actions taken by RSW against the assets together with the Bankrupt Debtor violate the provisions in the PKPKU Law, so the actions of actio pauliana taken by the Curator are appropriate, and the legal protection that can be given to PT Bank PRMSA is by giving it the opportunity to appear as a creditor. Concurrent or may request compensation for account receivables calculated from the Bankrupt Debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Fibi Desica
"Prinsip Paritas Creditorium serta Prinsip Structured Prorata merupakan prinsip yang menklasifikasikan kreditur secara proporsional menurut kedudukannya dan umum digunakan dalam membagi harta pailit. Kedudukan hak pekerja/buruh kepailitan adalah sebagai kreditur preferen yang didahulukan oleh undang-undang atas barang-barang umum yang belum dijaminkan. Kedudukan hak pekerja/buruh ini sering bersengketa dengan kreditur separatis (kreditur pemegang hak jaminan) yang selalu diposisikan lebih tinggi kedudukannya dari pada hak pekerja/buruh. Pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung No.049 PK/Pdt.Sus/2011, sebagian dari hasil penjualan jaminan kebendaan PT. Bank Chinatrust Indonesia (PT.BCI) diambil untuk diberikan kepada pekerja/buruh PT.Fit-U Garment Industry (pailit). Pekerja/buruh melakukan permohonan peninjauan kembali agar didahulukan haknya diatas PT.BCI dengan landasan bahwa undang-undang telah meningkatkan kedudukan mereka diatas kreditur separatis. Akan tetapi permohonan tersebut ditolak oleh Hakim Pengadilan. Tidak dibenarkan pekerja/buruh mengambil bagian dari jaminan kebendaan karena hak pekerja/buruh hanya didahulukan atas barang umum (yang belum dijaminkan) dan kreditur separatis didahulukan atas barang khusus (yang dijaminkan).

Principles of Paritas Creditoriun and Structured Prorata are principle series for classifying creditor proportionally based on its position and commonly used for distributing bankruptcy estate. Right position of workers/laborers at Bankruptcy is preferred creditor which is prioritized by regulation for claming non-collateral goods . This preferred creditors position is often disputed with separatist creditors (holder of collateral rights) position which is always positioned higher than workers/laborers rights. In the case of Supreme Court Verdic No.049 PK/Pdr.Sus/2011, part of proceeds of collateral material sale of PT. Bank Chinatrust Indonesia (PT.BCI) was taken and submitted to workers/laborers PT.Fit-U Garment Industry (bankrupt). The workers/laborers submmited a petition for reconsideration in order that as separatist creditor their rights are prioritized over PT.BCI. This petition is based on regulation which escalate their position over separatist creditors. However, this petition was rejected by the trial Judge. It is not justified that workers/laborers partake from collateral materials because their rights is only prioritize over general goods (non-cellateral) and separatist creditor is prioritized over special goods (collateral).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Octavia
"Kepailitan berakibat pada pemenuhan piutang para kreditor. Pemenuhan piutang para kreditor tergantung dari preferensi kreditor itu sendiri, serta pelaksana eksekusi dalam proses kepailitan. Kreditor pemegang Hak Tanggungan sebagai kreditor separatis merupakan kreditor yang memiliki hak untuk melakukan eksekusi sendiri dalam proses kepailitan. Namun demikian tidak semua kreditor separatis menggunakan haknya untuk melakukan eksekusi sendiri. Dengan demikian kurator lah yang melakukan eksekusi serta pembagian boedel pailit.
Eksekusi yang dilakukan sendiri oleh pemegang Hak Tanggungan sebagai kreditor separatis, dan eksekusi yang dilakukan oleh kurator membawa akibat hukum yang berbeda bagi pemegang Hak Tanggungan. Meskipun telah diatur di dalam Undang-Undang namun masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaannya. Permasalahan yang muncul adalah terkait dengan besarnya pelunasan piutang, serta kedudukan kreditor separatis jika pelunasan piutangnya tidak terpenuhi.
Dalam tulisan ini, permasalahan tersebut diteliti dengan menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan mengkaji serta menganalisis putusan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kepailitan dan Hak Tanggungan. Dengan menggunakan metode tersebut didapat kesimpulan bahwa, pemenuhan piutang kreditor pemegang Hak Tanggungan tergantung pada pelaksana eksekusi dalam proses kepailitan. Pelaksanaan eksekusi oleh kurator menyebabkan berkurangnya pelunasan piutang kreditor separatis pemegang Hak Tanggungan oleh biaya kepailitan, imbalan jasa kurator, dan beban pajak. Selain itu dengan dilaksanakannya eksekusi oleh kurator, jika pelunasan piutang kreditor separatis tidak terpenuhi maka dengan sendirinya kreditor separatis akan berkedudukan sebagai kreditor konkuren.

Bankruptcy has an effect on creditors? receivables fulfillment. The fulfillment of creditors receivables is depends on the preferences of the creditor, and the executor in bankruptcy process. The secured creditor of Security Rights as separate creditor is a creditor who has rights to perform the execution on their own in bankruptcy process. However not all separate creditor using their rights to perform its own execution. Therefore the execution and the split of bankruptcy assets performed by the curator.
The execution that performed by the secured creditor of Security Rights as separate creditor, and the execution that performed by the curator is bringing a different legal consequences. Although it has been set out in the law and regulation, it still causes an issue in implementation. The issue is related to the amount of the fulfillment of receivables, and the position of separate creditor if the receivables are not fulfilled.
In this thesis, the said issue will be examined by literature study, by analyze the court decision based on law and regulation which related to the bankruptcy and the Security Rights. Using the literature study method, concluded that the receivable fulfillment of Security Rights is depends on the executor in bankruptcy process. Execution by the curator leads to reduce the receivable fulfillment of separate creditor by bankruptcy fee, curator fee, and taxes. If the receivables of separate creditor are not fulfilled, for the deficiency of its receivables, the separate creditor is become a concurrent creditor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roka Hanan Firmansyah
"Skripsi ini dirancang guna menganalisis penerapan actio pauliana berkaitan dengan perkara pada Putusan No. 01/Pdt.Sus/Actio.Pauliana/2014/PN.Niaga.Mks jo. Putusan No. 118K/Pdt.Sus-Pailit/2015 jo. Putusan No. 74PK/Pdt.Sus-Pailit/2016. Herry yang telah dinyatakan pailit, dianggap telah mengalihkan aset sebanyak 16 tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik. Permasalahan yang akan diteliti adalah penerapan hukum formil dan materiil terhadap gugatan actio pauliana utamanya menekankan pada kapasitas mengajukan suatu gugatan oleh Kurator dan juga akibat hukumnya. Kurator dalam perkara a quo mengajukan gugatan dengan berdasarkan Surat Permohonan Kurator kepada Hakim Pengawas No. 398/Kurator-LFSZP/VIII/2013 tertanggal 03 September 2013. Dengan menganalisis pertimbangan hakim dan juga bukti dan keberatan yang diajukan dengan merujuk pada ketentuan perundang-undangan melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kurator dalam perkara ini sepatutnya mendapatkan izin dari Hakim Pengawas terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan yang pada umumnya berbentuk surat penetapan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Penulis memperoleh kesimpulan bahwa dalam putusan a quo ditemukan fakta bahwa Majelis Hakim luput terhadap jangka waktu pengalihan aset dimana terdapat pengalihan aset yang dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, yakni antara Herry dengan Tergugat III melalui AJB No. 192/2011 dan No.193/2011, dimana hal ini tidak sejalan dengan Pasal 42 UUK PKPU. Majelis Hakim juga akan lebih tepat apabila dapat menguraikan mengenai kapasitas Kurator dalam mengajukan gugatan sebagaimana Pasal 69 ayat (5) UUK PKPU.

This thesis is created to analyze the implementation of actio pauliana related to case in Decision No.01/Pdt.Sus/Actio.Pauliana/2014/PN.Niaga.Mks jo. Decision No.118K/Pdt.Sus-Pailit/2015 o.DecisionNo.74PK/Pdt.Sus-Pailit/2016. Herry, who has been declared bankrupt, is deemed to have transferred assets, namely 16 lands and buildings with Freehold Titles. The issue to be examined is the application of formal and material law to actio pauliana lawsuit, mainly focusing on the capacity to file a lawsuit by the Bankruptcy Receiver and the legal consequence. The Bankrupty Receiver in this case filed a lawsuit based on the Bankruptcy Receiver’s Request Letter to the Supervisory Judge No. 398/Kurator-LFSZP/VIII/2013 dated September 3, 2013. By analyzing the judge's considerations and also the evidence and objections submitted by referring to the provisions of the legislation through Law Number 40 of 2007 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations, the Bankrupty Receiver in this case should obtain permission from the Supervisory Judge before filing a lawsuit, which generally takes the form of a determination letter. The research method used in this study is normative juridical with a descriptive research typology. The author concludes that in this decision, it was found that the Panel of Judges overlooked the timeframe for asset transfer, where there was a transfer of assets made within a period of more than 1 (one) year, between Herry and Defendant III through AJB No. 192/2011 and No.193/2011, which is not in line with Article 42 of the Law on Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. The Panel of Judges would also be more appropriate if they could elaborate on the capacity of the Bankrupty Receiver in filing a lawsuit as stipulated in Article 69 paragraph (5) of the Law on Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Setiowati
"Yayasan adalah badan hukum yang dapat menjalankan kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam praktiknya, yayasan melakukan pinjam meminjam dari pihak ketiga untuk menunjang maksud dan tujuannya, namun dalam pelaksanaannya yayasan tidak dapat memenuhi kewajibannya. Ketidakmampuan membayar utang menyebabkan yayasan dimohonkan pailit oleh kreditornya, seperti dalam kasus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa. Kreditor Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa mengajukan permohonan pailit yang diterima oleh Pengadilan Niaga, tetapi dibatalkan oleh Mahkamah Agung yang menyatakan yayasan tidak pailit. Penelitian ini bertujuan menganalisis kedudukan hukum pengurus yayasan dalam proses kepailitan dan asas hukum pembatalan pailit dalam putusan perkara Nomor 9/PK/Pdt.Sus-Pailit/2023. Penelitian menggunakan metode penelitian doktrinal dengan data sekunder dan analisis kualitatif. Disimpulkan bahwa kedudukan hukum pengurus yayasan tetap mewakili di dalam dan luar pengadilan selama proses pailit, tetapi tidak dapat mengurus harta kekayaan yayasan. Pengurus juga mempunyai kedudukan untuk melakukan pembuktian terbalik terkait penyebab kepailitan. Jika kepailitan disebabkan oleh pengurus dan dinyatakan bersalah maka pengurus secara tanggung renteng harus membayar ganti kerugian tersebut. Asas hukum yang digunakan meliputi asas keseimbangan, kelangsungan usaha, keadilan, kepastian hukum, paritas creditorium, dan paripassu prorate parte.

The foundation is one of the legal entities that can engage in business activities to meet its needs. In practice, foundations borrow from third parties to support their purposes and objectives. However, in implementation, the foundation may fail to meet its obligations. The inability to pay debts leads to the foundation being petitioned for bankruptcy by its creditors, as in the case of the Sandi Karsa Hospital Foundation. The creditors of the Sandi Karsa Hospital Foundation filed for bankruptcy, which was accepted by the Commercial Court but annulled by the Supreme Court, declaring the foundation not bankrupt. This research aims to analyze the legal position of the foundation's management in bankruptcy proceedings and the legal principles of bankruptcy annulment in case No. 9/PK/Pdt.Sus-Pailit/2023. The study employs a doctrinal research method with secondary data and qualitative analysis. It concludes that the legal position of the foundation's management remains representative in and out of court during the bankruptcy process but cannot manage the foundation's assets. The management also has the standing to provide counter-evidence regarding the cause of bankruptcy. If the bankruptcy is caused by the management and they are found at fault, they are jointly liable to compensate for the losses. The legal principles involved include the principles of balance, business continuity, fairness, legal certainty, creditor parity, and pari passu prorate parte."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nastasya Zita Pradita
"Skripsi ini membahas mengenai kewenangan yang dimiliki oleh Kurator dalam mengambilalih harta dari pihak ketiga yang berada di atas tanah boedel pailit serta kewenangannya dalam mengakhiri perjanjian sewa-menyewa dan hak pengelolaan tanah secara sepihak. Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas-asas hukum, sistematis hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pada akhirnya, Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa putusan tidak sesuai dengan UUK-PKPU dan harta pihak ketiga tetap termasuk ke dalam boedel pailit sehingga kepengurusannya dapat diambilalih oleh Kurator.

This thesis discussed about Curator's authorities in taking over assets of third party which were built above the bankruptcy land owned by a bankrupt debtor and also the authority to make unilateral termination of rent agreement with land management rights in it. Furthermore, this thesis uses normative legal research because it focuses on the research literature that examines the core principles of law, the law systematically, and the synchronization of the law by analyzing them. The data obtained were analyzed using qualitative descriptive methods. Researcher came to conclusions that the decision of Supreme Court is not in accordance with Bankruptcy Act and the assets of third party are included in bankrupt assets, therefore they can be taken over by Curators."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62545
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, Esther Melinia
"Dalam praktik kepailitan, pelaksanaan pemberesan harta pailit seringkali terhambat oleh berbagai kendala, salah satunya ketika terjadi tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pemberesan harta pailit dalam hal terjadi sita pidana terhadap harta pailit dengan mengkaji kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana, serta mengetahui pula kedudukan harta pailit terhadap putusan pengadilan dalam perkara pidana dengan menganalisis putusan pengadilan dalam perkara gugatan lain-lain. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode studi kepustakaan. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa kedudukan sita pidana lebih didahulukan daripada sita umum pailit, sehingga proses pemberesan harta pailit harus ditunda untuk sementara waktu. Berdasarkan analisis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-Lain/2018/PN.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, kedudukan harta pailit didahulukan dibanding putusan pengadilan dalam perkara pidana, sehingga amar putusan yang menetapkan perampasan harta pailit untuk negara bersifat non-executable.

In the practice of bankruptcy, the implementation of bankruptcy assets settlement is often hampered by various obstacles, one of which is when there is an overlap between the general bankruptcy confiscation and the criminal confiscation. This research was conducted to determine how the process of bankruptcy assets settlement in the event of criminal confiscation towards the bankruptcy assets by examining the position of general bankruptcy confiscation against criminal confiscations, also to determine the position of bankruptcy assets against court decisions in criminal cases by analyzing court decisions. This type of research is normative legal research with a literature study method. The result of the research shows that the position of criminal confiscation takes precedence over general bankruptcy confiscation, therefore the settlement of bankruptcy assets must be temporarily postponed. Based on the analysis of the Court Decision Number 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2018/PN.Jkt.Pst and Court Decision Number 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, the position of bankruptcy assets takes precedence towards court decisions in criminal cases. Thus, the verdict in criminal cases that stipulates the forfeiture of bankruptcy assets for the government is non-executable
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Suseno
"Dalam proses penanganan perkara kepailitan di Indonesia dewasa ini perkara kepailitan PT Telkomsel, sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut karena Telkomsel merupakan perusahan besar yang ada di Indonesia yang juga dimiliki oleh Pemerintah. Hanya saja patut disayangkan, bahwa Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak memberikan penjelasan secara rinci mengenai bentuk perbuatan hukum yang dapat dibuktikan secara sederhana. Sehingga dalam hal ini muncul permasalahan apa saja bentuk perbuatan hukum yang dapat dibuktikan secara sederhana dalam kepailitan.
Untuk memberikan jawaban masalah tersebut maka penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif dengan tipe penelitan deskriftif. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa adanya inkonsistensi putusan majelis hakim Pengadilan Niaga dan majelis Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa permohonan pailit, terutama dalam mengartikan terbukti secara sederhana (sumir) tersebut.

In the process of handling bankruptcy cases in Indonesia today bankruptcy case PT Telkomsel, is very interesting to study further because Telkomsel is a big company in Indonesia which is also owned by the Government. It's just unfortunate, that the Act on Bankruptcy and Suspension of Payment does not provide a detailed explanation as to form a legal action can be proved simple. So in this case any problems arise form of legal action can be proved simply in bankruptcy.
To provide answers to these problems the research conducted using the normative method of descriptive research type. From the research that has been done, the result that there was an inconsistency decision of the judges of the Commercial Court and the panel of judges of the Supreme Court in checking for bankruptcy, especially in deciphering proven simpler (vague) is.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>