Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161997 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Fajri Marindra
"Latar belakang: Pada penelitian sebelumnya, kami menemukan ekspresi sitoglobin Cygb pada keloid meningkat dibandingkan kulit normal, yang disertai dengan tingkat proliferasi sel fibroblas yang tinggi. Sitoglobin dilaporkan memiliki peran sebagai penangkal ROS yang dibutuhkan pada proses proliferasi sel. Di sisi lain, beberapa penelitian telah melaporkan ambiguitas dari peran Cygb, baik sebagai tumor supresor maupun onkogen. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hambatan ekspresi gen Cygb terhadap proliferasi dan kadar ROS sel fibroblas keloid menggunakan small interfering RNA siRNA .Metode: Kami mengukur ekspresi mRNA dan tingkat protein Cygb menggunakan qRT-PCR dan ELISA, proliferasi sel menggunakan metode MTS, dan tingkat ROS menggunakan uji DCFHDA pada 3 kelompok yaitu kontrol, siRNA Cygb dan siRNA negatif. Hasil dari ketiga kelompok tersebut dibandingkan secara statistik. Kami juga menganalisis korelasi antara masing-masing variabel.Hasil: Tingkat ekspresi Cygb pada kelompok siRNA Cygb menurun dibandingkan dengan kelompok kontrol dan siRNA negatif. Sedangkan proliferasi sel dan tingkat ROS intraseluler meningkat sedikit namun signifikan pada kelompok siRNA Cygb dibandingkan dengan kelompok kontrol dan siRNA negatif. Tidak terdapat korelasi antara ekspresi Cygb dengan proliferasi sel, namun terdapat korelasi antara ekspresi Cygb dengan tingkat ROS, dan tingkat ROS dengan proliferasi sel.Kesimpulan: Pada sel fibroblas keloid, hambatan ekpresi gen Cygb menyebabkan peningkatan proliferasi sel dan kadar ROS intraseluler.
Background In our previous work, we found the expression of Cytoglobin Cygb in keloid were significantly higher than those in normal skin, which accompanied by a high rate of fibroblasts cells proliferation. Cytoglobin is reported to have a role as ROS scavenger, which is required in cell proliferation. On the other hand, some studies have reported ambiguity role of Cygb, either as a tumor suppressor or oncogene. Therefore, we plan to elucidate the role of Cygb in the regulation of ROS and the proliferation of keloid fibroblast using small interfering RNA siRNA .Methods We measured mRNA expression and Cygb protein level using qRT PCR and ELISA, cell proliferation using MTS method, and ROS level using DCFHDA assay on 3 groups control group, siRNA Cygb group and siRNA negative group. The results of the three groups were compared statistically. We also analyzed the correlation between each variable.Results The expression level of Cygb on siRNA Cygb group were decreased compared to the control and siRNA negative group. Whereas the cells proliferation and intracellular ROS levels were increased slightly but significant in siRNA Cygb compared to control and siRNA negative group. There is no correlation between Cygb expression with cell proliferation, but there is a correlation between Cygb expression with ROS level, and ROS level with cell proliferation.Conclusion In keloid fibroblast cells, inhibition of Cygb gene expression leads to increased cell proliferation and intracellular ROS levels."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Handayani
"ABSTRAK
Latar Belakang:Adenokarsinoma musinosum mempunyai prognosis lebih buruk dari pada adenokarsinoma Not Otherwise Specified NOS kolorektal. Ekspresi podoplanin pada Cancer associated fibroblasts CAF dan nilai Lymphatic Microvessel Density LMVD yang tinggi merupakan petanda prognosis yang buruk. Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap CAF, LMVD dan metastasis kelenjar getah bening KGB pada adenokarsinoma musinosum dan adenokarsinoma NOS. CAF merupakan komponen utama pada stroma desmoplastik yang memiliki peran penting dalam proses metastasis. LMVD merupakan penilaian densitas pembuluh limfatik pada massa tumor primer.Bahan dan Metode:Penelitian dilakukan terhadap 44 kasus yang terdiri atas 22 kasus adenokarsinoma musinosum dan 22 kasus adenokarsinoma NOS kolorektal. Pulasan podoplanin digunakan untuk melihat ekspresinya pada CAF dan nilai LMVD.Hasil:CAF yang terekspresi podoplanin pada adenokarsinoma NOS lebih tinggi daripada adenokarsinoma musinosum kolorektal p=0,000 . Tidak terdapat perbedaan bermakna nilai LMVD antara adenokarsinoma NOS dengan adenokarsinoma musinosum kolorektal p=0,381 . Tidak terdapat korelasi antara CAF yang terekspresi podoplanin dengan nilai LMVD pada adenokarsinoma musinosum p=0,248 dan adenokarsinoma NOS p=0,448 . Tidak terdapat korelasi antara CAF yang terekspresi podoplanin dengan metastasis KGB pada adenokarsinoma musinosum p=0,240 dan adenokarsinoma NOS p=0,791 .Kesimpulan:Ekspresi podoplanin pada CAF pada adenokarsinoma NOS lebih tinggi daripada adenokarsinoma musinosum. Tidak terdapat korelasi antara CAF yang terekspresi podoplanin dengan LMVD dan metastasis KGB pada adenokarsinoma musinosum dan adenokarsinoma NOS. Ekspresi podoplanin pada CAF tidak dapat digunakan untuk menentukan prognosis metastasis KGB pada adenokarsinoma musinosum. Terdapat kecenderungan nilai LMVD pada adenokarsinoma musinosum sedikit lebih tinggi daripada adenokarsinoma NOS kolorektal.

ABSTRACT
Background Mucinous adenocarcinoma has worse prognosis than the Not Otherwise Specified NOS colorectal adenocarcinoma. High expression of podoplanin in Cancer Associated Fibroblasts CAF and high lymphatic Microvessel Density LMVD values is a marker of poor prognosis. This study analyzed CAF, LMVD and lymph node metastasis in mucinous adenocarcinoma and NOS adenocarcinoma.CAF are the main component of desmoplastic stroma which have an important role in the metastatic processes. LMVD is an assessment of the density of the lymphatic vessels in the primary tumor.Materials and methods The study consists of 44 cases including 22 cases of mucinous adenocarcinoma and 22 cases of NOS adenocarcinoma colorectal. Podoplanin is used to see its expression CAF and LMVD values. Results CAF expressed podoplanin at NOS adenocarcinoma is higher than mucinous adenocarcinoma p 0.000 . There was no significant difference in LMVD values between NOS adenocarcinoma and mucinous adenocarcinoma p 0.381 . There was no correlation between CAF expressed podoplanin with LMVD values in mucinous adenocarcinoma p 0.248 and NOS adenocarcinoma p 0.448 . There was no significant correlation between CAF expressed podoplanin with KGB metastasis in adenocarcinoma musinosum p 0,240 and NOS adenocarcinoma p 0.791 . Conclusion CAF expressed podoplanin at NOS adenocarcinoma is higher than that of the mucinous adenocarcinoma. There is no correlation between CAF expressed podoplanin with LMVD and KGB metastasis in NOS mucinous adenocarcinoma and NOS adenocarcinoma. Podoplanin expression in CAF can not be used to determine the prognosis of KGB metastasis in mucinous adenocarcinoma. There is a tendency for LMVD values in mucinus adenocarcinoma to be slightly higher than NOS adenocarcinoma."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noza Hilbertina
"Pendahuluan: Cancer-associated fibroblasts (CAFs) merupakan populasi sel yang heterogen dan memiliki hubungan timbal balik dengan sel tumor. Bagaimana mekanisme molekuler yang mendasari pengaruh CAFs terhadap prognosis karsinoma kolorektal (KKR) masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sekretom CAFs terhadap transisi epitel-mesenkim (TEM), invasi dan kepuncaan sel KKR melalui jalur pensinyalan hepatocyte growth factor (HGF)/c-mesenchymal-transition receptor (c-Met)
Metode: Dilakukan pemeriksaan histopatologi pada tiga puluh dua blok paraffin KKR untuk menilai tipe CAFs dan stroma, imunoekspresi α-SMA dan HGF, tumor budding, kedalaman invasi dan metastasis kelenjar limfe. Pemeriksaan in vitro berupa suplementasi sekretom fibroblast primer dari area tumor (CAFs) dan area non tumor dari tiga pasien KKR kepada sel lestari KKR (HT-29) untuk menilai pengaruhnya terhadap TEM, invasi dan kepuncaan sel KKR. Analisis statistik menggunakan uji beda proporsi, uji beda rerata berpasangan serta uji korelasi. Nilai p<0,05 dianggap bermakna secara statistik.
Hasil: Tipe CAFs dan metastasis kelenjar limfe berhubungan bermakna dengan derajat tumor budding. Sedangkan variabel lain pada pemeriksaan histopatologi tidak memperlihatkan hubungan yang bermakna. CAFs yang diisolasi dari pasien KKR memperlihatkan ekspresi mRNA α-SMA yang lebih tinggi, sedangkan ekspresi mRNA dan protein HGF memperlihatkan pola yang berbeda diantara ketiga pasang fibroblast. Suplementasi sekretom CAFs kepada sel HT-29 meningkatkan ekspresi mRNA c-Met sebagai reseptor HGF, meningkatkan ekspresi mRNA dan protein vimentin dan E-cadherin sebagai marka TEM, meningkatkan ekspresi mRNA MMP-2 sebagai marka invasi dan meningkatkan ekspresi mRNA CD44 dan CD133 sebagai marka kepuncaan. Terdapat korelasi positif bermakna antara c-Met dengan TEM dan kepuncaan serta korelasi positif kuat dan bermakna antara TEM dan kepuncaan sel KKR.
Kesimpulan: Sekretom CAFs menginduksi TEM, invasi dan kepuncaan sel KKR melalui pensinyalan HGF/c-Met. Mekanisme molekuler ini mendasari hubungan yang bermakna antara tipe CAFs dengan tumor budding."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Dewi
"Latar belakang: Complex cystic and solid mass payudara merupakan massa kistik dengan konten anekoik (cairan) dan konten ekogenik (padat), termasuk di antaranya adalah dinding tebal, septasi tebal, massa intrakistik atau mural, dan massa dominan padat dengan komponen kistik. Complex cystic and solid mass payudara yang tergolong sebagai kategori BI-RADS 4, yaitu lesi yang mencurigakan ganas dengan tingkat keganasan 2-95%, sebuah rentang yang sangat lebar. Berdasarkan temuannya complex cystic and solid mass payudara memiliki temuan dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan temuannya: tipe 1 adalah lesi dengan penebalan dinding atau septasi interna atau keduanya; tipe 2 adalah lesi dengan massa intrakistik atau massa campuran kistik-padat dominan kistik (komponen kistik >50%); dan tipe 3 adalah lesi dengan massa dominan padat (komponen padat >50%) dengan komponen kistik / fokus kistik eksentrik. Telaah sistematis dan meta-analisis ini dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan nilai prediktif positif dari masing-masing temuan tersebut. Metode: Pencarian sistematis dilakukan untuk mengidentifikasi studi yang menilai prediktif positif keganasan berdasarkan temuan USG pada complex cystic and solid mass payudara, dengan referensi baku pemeriksaan patologi. Pencarian dilakukan pada Juni 2022 melalui data dasar Pubmed, Embase, Scopus, Cochrane, GARUDA, dan Indonesian Journal of Cancer, daftar pustaka dari artikel terpilih, dan grey literature. Temuan utama yang diekstraksi dari tiap studi adalah jumlah positif benar dan positif palsu untuk mendapatkan nilai prediktif positif masing-masing temuan USG. Penilaian kualitas metodologi dan kualitas bukti studi dilakukan menggunakan QUADAS-2 dan GRADE. Hasil: 10 studi (255 lesi) yang menilai temuan USG tipe 1, sembilan studi (347 lesi) tipe 2; dan 10 studi ( 277 lesi) tipe 3 diidentifikasi. Dua studi menunjukkan setidaknya satu risiko bias yang tinggi pada salah satu domain. Tujuh studi menunjukkan setidaknya dua risiko bias tidak jelas. Empat studi menunjukkan terdapat satu risiko bias tidak jelas. Pada analisis subgrup studi-studi dengan risiko bias dan penerapan yang relatif rendah, didapatkan PPV tipe 1 13% (95% CI 4-22%), tipe 2 20% (95% CI 12-29%), dan tipe 3 30% (95% CI 13-48%). Kesimpulan: Temuan USG tipe 1 dapat dikategorikan sebagai BI-RADS 4a, sedangkan temuan USG tipe 2 dan 3 dapat dikategorikan sebagai BI-RADS 4b. Kecenderungan peningkatan risiko keganasan ditemukan meningkat sesuai dengan bertambahnya komponen padat. Akan tetapi, penerapan temuan telaah sistematis ini terbatas karena kualitas metodologi studi dan kualitas bukti yang terbatas

Background: Complex cystic and solid breast masses are cystic masses with anechoic (fluid) and echogenic (solid) content, including thick walls, thick septations, intracystic or mural masses, and predominantly solid masses with cystic components. Complex cystic and solid breast masses is categorized as BI-RADS 4, i.e. suspicious lesions with a malignancy rate of 2-95%, thus a very wide range. Based on ultrasonography findings, complex cystic and solid mass breasts are divided into 3 types: type 1 with wall thickening or internal septation or both; type 2 with an intracystic mass or a mixed cystic-solid mass predominantly cystic (cystic component >50%); and type 3 with a predominantly solid mass (solid component >50%) with a cystic component/eccentric cystic foci. This systematic review are written to obtain a positive predictive value from each of these findings. Methods: Studies that detect predictive positive value of malignancy based on ultrasound findings of complex cystic and solid breast masses, with reference to pathological examinations were identified. The search was conducted in June 2022 through the Pubmed, Embase, Scopus, Cochrane, GARUDA, and Indonesian Journal of Cancer, bibliography of selected articles, and grey literature. Findings extracted from each eligible study included including number of true positives and false positives to obtain the positive predictive value. Methodological quality dan evidence quality were assessed using QUADAS-2. Results: Ten studies in type 1 US features (255 lesions), nine studies in type 2 US features (347 lesions), and ten studies in type 3 US features (277 lesions) were identified. Two studies demonstrated at least one high risk of bias in one domain. Seven studies demonstrated at least two unclear risks of bias. Four studies demonstrated one unclear risk of bias. Subgroup analysis based on risk of bias and applicability was performed, from those studies type 1 US features has PPV 13% (95% CI 4-22%), type 2 has PPV 20% (95% CI 12-29%),a nd type 3 has PPV V type 1 has a range of 3.2% to 30.4%, type 2 has a range of 12.2 to 38.9%, and type 3 has PPV 30% (95% CI 13-48%). Conclusion: Type 1 ultrasound findings can be categorized as BI-RADS 4a, while type 2 and 3 ultrasound findings can be categorized as BI-RADS 4b. The increased risk of malignancy also corresponds to an increase in its solid component. However, the application of the findings of this systematic review is limited due to limited quality of the methodology and evidence quality of studies"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Silviatun Nihayah
"Pendahuluan: Tingkat kematian pasien kanker payudara menempati posisis tertinggi dunia dan umum terjadi pada wanita. TNBC merupakan jenis kanker payudara yang memiliki prognosis buruk. Selain tidak memiliki reseptor hormonal (ER, PR, dan HER2), TNBC memiliki kemampuan yang tinggi dalam mempertahankan hidup dan menolak apoptosis. Hal ini berkaitan dengan tingginya ekspresi gen Survivin, sebagai protein IAP (inhibitor apoptosis protein) yang berperan dalam menghambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi. Studi terbaru menunjukkan bahwa CRISPR/Cas9 merupakan pendekatan yang sesuai untuk mengedit gen yang berpeluang besar dalam terapi kanker.
Bahan dan Metode: Sel TNBC BT549 yang telah ditransfeksi dengan Cas9 dan sgRNA. Analisis molekuler dimulai dengan analisis aktifitas pembelahan gen menggunakan (PCR), efisiensi pengeditan genom (Sanger Sequencing), ekspresi mRNA Survivin (qRT-PCR), dan analisis ekspresi protein Survivin (westernblot). Analisis fenotipe dilakukan dengan uji apoptosis (flowcytometry) dan proliferasi (tripan-blue exclusion assay). Analisis bioinformatika dilakukan dengan menganalisis struktur protein (PyMoL) dan analisis interaksi protein (Cytoscape).
Hasil: CRISPR/Cas9 berhasil menghilangkan fungsi gen Survivin pada sel TNBC BT549. Penurunan ekspresi mRNA dan protein Survivin signifikan, peningkatan apoptosis dan penghambatan proliferasi pada sel TNBC BT549.
Kesimpulan: Penelitian ini merupakan riset pertama kali yang berhasil membuktikan efek dari KO Survivin pada apoptosis dan proliferasi sel TNBC BT549.

Introduction: Breast cancer has the highest mortality rate in the world and is most common in women. TNBC is a type of breast cancer with a poor prognosis. TNBC, in addition to lacking hormonal receptors (ER, PR, and HER2), has a high ability to maintain life and resist apoptosis. This is due to the high expression of the Survivin gene, an apoptotic inhibitor protein that plays a role in inhibiting apoptosis and increasing proliferation. Recent research has shown that CRISPR/Cas9 is a suitable approach for gene editing with great potential in cancer therapy.
Materials and Methods: Cas9 and sgRNA were transfected into BT549 TNBC cells. Molecular analysis with PCR, genome editing efficiency (Sanger Sequencing), Survivin mRNA expression (qRT-PCR), and protein expression analysis (westernblot). Phenotypic analysis were carried out by apoptosis (flowcytometry) and proliferation (trypan-blue exclusion assay). Protein structure were studied using (PyMoL) and protein interaction (Cytoscape).
Results: CRISPR/Cas9 successfully eliminated the function of the Survivin gene in BT549 TNBC cells. Significant reduction in Survivin mRNA and protein expression, increased apoptosis, and inhibition of proliferation in BT549 TNBC cells.
Conclusion: This study is the first to demonstrate the effect of Survivin knockout on apoptosis and proliferation of TNBC BT549 cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maftuhatun Fista Amalia
"Keloid merupakan jaringan tumor jinak yang tumbuh akibat proses penyembuhan luka menyimpang. Keloid dapat menimbulkan masalah kosmetik maupun gangguan fungsi tubuh, terutama bila keloid timbul pada daerah persendian. Patogenesisnya belum sepenuhnya diketahui, namun fibroblas teraktivasi terlibat dalam dekomposisi kolagen berlebih pada matriks ekstraseluler. Di sisi lain, fibroblas mensintesis sitoglobin. Ekspresi sitoglobin berlebih dapat menekan proliferasi fibroblas. Berbagai terapi keloid hingga saat ini belum optimal karena masih sering terjadi rekurensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh ekstrak etanol gambir (EG) terhadap viabilitas fibroblas keloid serta ekspresi sitoglobin, elastin dan desmosin. Penelitian dilakukan dengan isolasi dan kultur primer fibroblas keloid serta dianalisis nilai IC50 EG nya, serta ekspresi sitoglobin, elastin dan desmosin. Didapatkan hasil bahwa EG dapat menurunkan viabilitas fibroblas keloid dan signifikan meningkatkan ekspresi sitoglobin, elastin dan desmosin. Dengan demikian, EG berpotensi sebagai antikeloid.

Keloids are benign tumor that grow as a result of aberrant wound healing processes. Keloid can cause cosmetic problems and impaired body function, especially if they occur on joint area. The pathogenesis isn’t fully understood, but activated fibroblasts are involved in the decomposition of excess collagen in the extracellular matrix. In contrast, fibroblasts synthesize cytoglobin. Various keloid therapies until now haven’t been optimal due to numerous recurrences. This study aims to explore the effect of ethanolic extract of gambir (EG) on the viability of keloid fibroblasts and the expression of cytoglobin, elastin, and desmosine. The experiment done by isolation and primary culture of keloid fibroblasts and analyzed its IC50 EG value, and cytoglobin, elastin, and desmosine. The result showed that EG can decrease in keloid fibroblast viability and the expression of cytoglobin, elastin, and desmosine. Thus, EG has potential as an anti-keloid."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.R. Chrysna Winandha K.
"Gen SOX2 telah dilaporkan memegang peranan penting dalam menginduksi sel punca progenitor dari sel fibroblast manusia dewasa. Peningkatan ekspresi gen SOX2 berkorelasi dengan peningkatan tingkat keparahan kanker payudara. Namun, bagaimana SOX2 memiliki sifat onkogenik belum diketahui secara pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai ekspresi gen SOX2 pada sel kanker payudara CD44+/CD24-dan CD44-/CD24-yang di ko-kultur dengan Mouse Embryonic Fibroblast (MEF) berdasarkan waktu pengkulturan sel sebagai upaya untuk mempelajari ekspresi gen dan sifat dari sel punca kanker payudara pada sel kanker payudara dari pasien kanker payudara wanita Indonesia.
Tingginya ekspresi gen SOX2 diasumsikan dapat menjadi indikasi untuk menentukan kondisi optimum pada kultur sel kanker payudara. Level RNA gen SOX2 diukur dengan menggunakan reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) dan dinormalisasi dengan menggunakan housekeeping gene PUM1 sebagai kontrol dalam. Hasil menunjukkan bahwa ekspresi gen SOX2 tertinggi di hari ketiga pada kultur sel punca kanker (CD44+/CD24-), demikian pula dengan kultur sel non punca (CD44-/CD24-), dan di hari pertama pada kultur sel kanker payudara (CD44/CD24).

SOX2 gene has been reported to play an important role in inducing stem cell progenitor cells from adult human fibroblasts. Increase in SOX2 gene expression known to correlate with the increase of breast cancer severity. However, the oncogenic properties of SOX2 has not been confirmed yet. This research aimed to obtain information about the level of SOX2 gene expression of breast cancer cells CD44+/CD24-dan CD44-/CD24-in co-culture with Mouse Embryonic Fibroblast (MEF) based on time of cell culture, in an attempt to study the gene expression and the nature of cancer stem cells in breast cancer cell in Indonesian female breast cancer patient.
High SOX2 gene expression was assumed as the indication of the optimum culture condition of breast cancer cell. SOX2 gene RNA level was measured performing reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) and normalized using the housekeeping gene PUM1 as an internal control. Results showed that the highest SOX2 gene expression was found in day 3 for cancer stem cell cultures (CD44+/CD24-) as well as for non cancer stem cell cultures (CD44-/CD24-), and in day 1 for breast cancer cell cultures (CD44/CD24).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S359
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Juwita Cresti Rahmaania
"Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan pada neural crest yang mempunyai karakteristik tidak terdapatnya ganglion pada kolon distal dengan panjang yang bervariasi. Teori mengenai penyakit Hirschsprung telah banyak dipelajari khususnya mengenai komplikasi dini dan lanjut yang sering menyertai pasca operasi yaitu enterocolitis dan incontinence. Kadar secretory Imunoglobulin A (sIgA) yang rendah dipelajari merupakan suatu faktor yang memudahkan terjadinya infeksi pada saluran cerna. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kadar ekspresi sIgA pada feses pasien Hirschsprung dibandingkan dengan anak normal. Penelitian ini merupakan suatu penelitian pendahuluan yang bersifat deskriptif analitik. Subjek penelitian ini adalah pasien anak dengan Hirschsprung di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RS Umum Persahabatan dan anak normal di Puskesmas Kecamatan Senen pada periode bulan November 2024 – Desember 2024 yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yaitu 16 pasien anak Hirschsprung dan 16 anak normal. Hasil kadar sgIA feses pasien anak Hirschsprung lebih tinggi dengan nilai median 1551,56 µg/ml (27,69-35988,75) µg/ml dan anak normal dengan nilai median 771,87 µg/ml (31,27-11250,52) µg/ml dengan nilai p=0,72. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memerhatikan faktor-faktor yang memengaruhi kadar sIgA pada pasien Hirschsprung dan anak normal seperti penggunaan susu formula beserta komposisinya, pemberian ASI , infeksi Adenovirus dan paparan antigen pada lingkungan (sistem pembuangan, sumber air dan sanitasi lingkungan). Ekspresi kadar sIgA pada feses dapat digunakan pada penelitian selanjutnya pada pasien Hirschsprung dengan enterocolitis dengan memerhatikan variabel perancu tersebut.

Hirschsprung's disease is a congenital disorder of the neural crest which has the characteristic of no ganglion in the distal colon with varying lengths. The theory of Hirschsprung's disease has been widely studied, especially regarding early and late complications that often accompany after surgery, namely enterocolitis and incontinence. Low levels of secretory Immunoglobulin A (sIgA) are studied as a factor that facilitates the occurrence of infections in the digestive tract. The purpose of this study was to determine the difference in sIgA expression levels in the fecal of Hirschsprung patients compared to normal children. This study is a preliminary study that is descriptive analytical. The subjects of this study were pediatric patients with Hirschsprung at Cipto Mangunkusumo National Hospital, Persahabatan General Hospital and normal children at the Senen District Health Center in the period November 2024 - December 2024 who met the inclusion and exclusion criteria, namely 16 pediatric Hirschsprung patients and 16 normal children. The results of fecal sgIA levels in Hirschsprung patients were higher with a median value of 1551.56 μg/ml (27.69-35988.75) μg/ml and normal children with a median value of 771.87 μg/ml (31.27-11250.52) μg/ml with a p value = 0.72. Further research is needed by considering factors that affect sIgA levels in Hirschsprung patients and normal children such as the use of formula milk and its composition, breastfeeding, Adenovirus infection and exposure to antigens in the environment (waste system, water sources and environmental sanitation). The expression of sIgA levels in fecal can be used in further research in Hirschsprung patients with enterocolitis by taking into account these confounding variables.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Zalianti Putri
"Latar belakang: Kanker payudara (KP) termasuk penyebab umum kematian pada wanita di dunia. Salah satu tumor marker yang digunakan sebagai penanda proliferasi sel kanker payudara yakni Ki-67. Ki-67 merupakan protein yang mudah diekspresikan di inti sel selama siklus sel, ekspresi Ki-67 yang tinggi menandakan semakin banyak sel yang berproliferasi. Terapi KP yang dijalani sekarang masih banyak ditemukan efek samping sehingga dibutukan terapi adjuvant dalam pengobatan KP yakni kedelai, kedelai dipilih karena murah, mudah dijangkau serta diyakini mampu menurunkan angka kejadian KP. Riset ini dilakukan untuk mengetahui efek lunasin dalam menurunkan ekspresi Ki-67 pada kelenjar payudara tikus. Metode: : Tikus jenis Sprague dewlay (SD) berjumlah 25 ekor dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok yakni kelompok normal, kelompok kontrol negatif atau hanya dinduksi DMBA saja, kelompok tamoksifen, kelompok lunasin + tamoksifen dan kelompok lunasin kuratif. Setiap sedian jaringan kanker payudara diberi pewarnaan immunohistokimia terhadap Ki-67 kemudian akan dilihat dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x,perhitungan jumlah sel dilakukan pada 5 lapang pandang untuk menilai ekspresi Ki-67.Perhitungan jumlah sel dengan menggunakan aplikasi Image J dan IHC profiler Hasil: Lunasin mampu menurunkan ekspresi Ki-67. Terdapat perbedaan bermakna pada setiap kelompok uji jika dibandingkan dengan kontrol negatif (p=0,000). Akan tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok tamoksifen dengan kelompok terapi lunasin+ tamoksifen (p=0,961). Kesimpulan: Pemberian lunasin, tamoksifen dan lunasin+tamoksifen mampu menurunkan ekspresi Ki-67 pada sel kanker payudara tikus SD yang diinduksi DMBA. Kata kunci: DMBA, kanker payudara, lunasin, kedelai, protein Ki-67, tamoksifen.

Introduction: Background: Breast cancer (KP) is a common cause of death in women around the world. One of the tumor markers used as a marker for breast cancer cell proliferation is Ki-67. Ki-67 is a protein that is easily expressed in the cell nucleus during the cell cycle, high Ki-67 expression indicates more cells are proliferating. There are still many side effects of KP therapy currently being carried out, so adjuvant therapy is needed in the treatment of KP, namely soybeans, soybeans were chosen because they are cheap, easy to reach, and are believed to be able to reduce the incidence of KP. This research was conducted to determine the effect of lunasin in reducing the expression of Ki-67 in the breast glands of rats. Method: 25 Sprague dewlay (SD) rats were randomly divided into 5 groups namely the normal group, negative control group or DMBA-induced only, tamoxifen group, lunasin + tamoxifen group and curative lunasin group. Each breast cancer tissue preparation was given immunohistochemical staining of Ki-67 and then viewed under a light microscope with 400x magnification, cell counts were performed in 5 fields of view to assess Ki-67 expression. Cell counts were performed using Image J and IHC profiler applications. Result: Lunasin was able to reduce the expression of Ki-67. There was a significant difference in each test group when compared to the negative control (p=0.000). However, there was no significant difference between the tamoxifen group and the lunasin + tamoxifen therapy group (p=0.961). Conclusion: Administration of lunasin, tamoxifen and lunasin+tamoxifen was able to reduce Ki-67 expression in DMBA-induced SD rat breast cancer cells. Keywords: DMBA, breast cancer, lunasin, soybean, Ki-67 protein, tamoxifen"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Rahardjo Budianto
"Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung (PH) adalah suatu penyakit kongenital akibat tidak terbentuknya sel ganglion Meissner dan Auerbach pada lapisan sub mukosa dan lapisan intermuskularis usus. Komplikasi dari PH yang umum terjadi adalah Hirschsprung associated Enterocolitis (HAEC) yang dapat mengancam nyawa, biasa terjadi karena keterlambatan diagnosis PH, namun masih dijumpai pasca operasi definitif PH. Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab HAEC, mulai dari gangguan elektrolit dan air, disbiosis kuman usus maupun gangguan homeostasis mukosa dinding usus, seperti berkurangnya musin yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel neuroendokrin yang berperan pada motilitas dan sekresi usus, namun sampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari HAEC. Sel Paneth, salah satu sel epitel pembentuk dinding mukosa usus yang berfungsi sebagai sel pertahanan yang menghasilkan beberapa protein dan peptide antimikroba, salah satunya α-defensin. Dalam keadaan normal sel paneth tidak ditemukan di kolon, namun pada penyakit radang usus seperti Penyakit Crohn dan kolitis ulserativa, ditemukan metaplasia sel Paneth akibat inflamasi yang terjadi. Peran sel paneth yang berfungsi sebagai sel pertahanan terhadap mikroba blm diteliti dalam terjadinya HAEC. IL-β adalah sitokin proinflamasi yang berperan pada peradangan dan kerusakan jaringan usus dan pada penyakit Crohn, peningkatan derajat keparahan peradangan mukosa terlihat sejalan dengan peningkatan konsentrasi protein IL-1β. Indikator inflamasi lainnya yaitu calprotectin, suatu protein penanda biologis yang ditemukan pada tinja ketika terjadi inflamasi di usus dimana konsentrasinya akan meningkat 4-6 kali dari konsentrasinya di plasma. Penelitian ini berfokus pada peran dan fungsi sel Paneth pada patogenesis HAEC dan diharapkan dapat menjawab permasalahan pada HAEC dan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas PH di masa yang akan datang.
Tujuan. Mengetahui peran sel Paneth, α-defensin, IL-β dan calprotectin pada patogenesis HAEC
Metode Penelitian. Penelitian menggunakan hewan coba tikus jantan Sprague-Dawley. Kelompok sampel dibagi menjadi 11 kelompok yang terdiri dari 10 kelompok perlakuan BAC 0.1% dan 1 kelompok kontrol. Jumlah masing–masing kelompok adalah 5 ekor. Pengambilan sampel dan sacrifice dilakukan pada hari ke-0, 3, 5, 7, 10, 12, 14, 16, 18 dan 21 hari setelah 7 hari diberi perlakuan BAC. Jaringan usus kolon sigmoid dan serum diambil untuk pemeriksaan histologi (derajat enterokolitis dan metaplasia sel Paneth) menggunakan pewarnaan hematoxyllineosin serta pemeriksaan biokimia menggunakan teknik ELISA untuk menentukan konsentrasi α- defensin, IL-β dan calprotectin. Analisis statistik data numerik menggunakan uji Anova, uji Mann–Whitney dan uji korelasi Spearman.
Hasil. Enterokolitis mulai terjadi pada kelompok PH+7 dengan derajat yang makin meningkat sejalan dengan waktu. Terdapat perbedaan bermakna pada metaplasia sel Paneth antara kelompok PH+0 dan PH+7 serta PH+0 dan PH+18, namun tidak didapati perbedaan bermakna pada konsentrasi α-defensin jaringan, α-defensin serum, IL-β dan calprotectin terhadap kelompok PH+0. Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara konsentrasi α-defensin dengan jumlah metaplasia sel Paneth, α-defensin serum, IL-β dan calprotectin.
Simpulan. Derajat enterokolitis meningkat sejalan dengan berjalannya waktu pada PH yang tidak dilakukan intervensi dan terjadi metaplasia sel Paneth yang tidak diikuti dengan peningkatan konsentrasi konsentrasi protein α-defensin.

Background. Hirschsprung disease (HD) is a congenital disease, characterized by absence of Meissner and Auerbach ganglion cells in the submucosal and intermuscularis layer of the gut. Hirschsprung Associated Enterocolitis (HAEC) is a common and sometimes life threatening complication of HD, presenting either before operation due to delayed in diagnosis or after definitive surgery for HD. Variety of HAEC causes has been thought, such as electrolyte and water metabolism defect, infection caused by dysbiosis of gut microflora, and various dysfunction of intestinal homeostasis like disordered intestinal motility by neuroendocrine cells, mucosal immunity defect and abnormal mucin production by goblet cells. Despite the advancement of HD management therapy, HAEC etiology and pathophysiology remain poorly understood and unconfirmed. Paneth cell, one of the principle cell type of the epithelium of the intestinal mucosal wall, an innate antimicrobial peptides that contribute to mucosal host defence by producing antimicrobial peptides and protein, including α-defensin. Normally, Paneth cell is not found in the adult colon, but in intestinal bowel disease (IBD) like Crohn disease and ulcerative colitis, paneth cells metaplasia due to inflammation was found. The role of paneth cell as mucosal host defence has not been investigated in the pathophysiology of HAEC. Pro inflammation cytokine IL-β known to be involve in the inflammation and tissue defective in Crohn disease, where increasement of the inflammation degree was followed by IL-β increasement respectively. Other inflammation indicator, calprotectin, a biomarker protein, found in the feces when inflammation occurred in the intestine, would increased 4-6 fold from the plasma concentration. This study is to investigate the role of paneth cell in the pathogenesis of HAEC so that morbidity and mortality of HD could be lowered in the future.
Aim. To investigate the role of Paneth cell, α-defensin, IL-β and calprotectin in HAEC patogenesis.
Method. Male Sprague Dawley rat was used in this study, divided into 11 groups, one control group and 10 Benzalkonium Chloride (BAC) 0.1% intervention groups, each group consisted of r rats. Sacrifice and sample harvesting done on day 0, 3, 5 ,7 10,12, 14, 16, 18 and 21; 7 days after BAC 0.1% intervention was done. Sigmoid colon and blood serum harvested for histological examination (aganglionosis segmen, HAEC degree and Paneth cell metaplasia) with hematoxyllin-eosin staining and biochemical examination with ELISA technique to measure α-defensin, IL-β and calprotectin concentration. Statistic analisys using Anova, Mann-Whitney test and Spearman test.
Result. HAEC occurred on the 7th day after 14 days application of BAC, analog to 7 days after HD, with increasement of enterocolitis degree along with the time of scarifice. In term of paneth cell metapasia, there is a significant differences between HD+0 and HD+7, and between HD+0 and HD+18, but there is no significant differences for tissue and plasma α-defensin concentration, IL-β and calprotectin concentration compare to HD+0. There are no significant correlation between tissue α-defensin concentration compare to paneth cell metaplasia, plasma α-defensin concentration, IL-β and calprotectin respectively. There are also no significant correlation between degree of Enterocolitis compare to paneth cell metaplasia, tissue and plasma α-defensin concentration, IL-β and calprotectin.
Conclusion. HAEC degree increase alongside with time in HD without intervention, Paneth cell metaplasia occurred in HAEC but not followed by increasement of α-defensin concentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>