Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6339 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gita Wideani
"Pertumbuhan kanker tidak hanya ditentukan oleh adanya sel kanker itu sendiri akan tetapi ditentukan juga oleh lingkungan mikro disekitarnya. Lingkungan mikro tersebut merupakan jaringan yang heterogen dengan adanya interaksi sel termasuk sel punca mesenkim. Sekretom mengandung faktor-faktor biologis terlarut yang dapat mempengaruhi pertumbuhan sel kanker. Stem cell from Human Exfoliated Deciduous SHED diketahui merupakan sumber sel punca yang memiliki banyak potensi. Sampai saat ini belum diketahui bagaimana dampak pemberian CM dari SHED terhadap sel punca kanker payudara. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemberian conditioned medium kultur SHED pada sel punca kanker payudara terhadap viablitas, proliferasi dan tumorigenitas serta kepuncaan dari sel punca kanker payudaraALDH dan sel punca kanker MCF7. Conditioned medium SHED SHED-CM adalah medium kultur bebas serum sel SHED yang dikumpulkan dalam 24 jam dan 48 jam. ALDH dan MCF7diberikan 50 v/v SHED-CM 24 jam dan 48 jam dan di inkubasi selama 72 jam. Hal yang sama dilakukan untukperlakuan aktivasi CM dengan suhu. CM sebelum digunakan terlebih dahulu dipanaskan dalam suhu 80 C selama 10 menit. Kontrol adalah sel yang diberikan 50 v/v a-MEM. Perhitungan viabilitas sel dilakukan dengan menggunakan metode Trypan Blue Exclusion Assay dan ekspresi relatif mRNA dari TGF-b1, TGF-b1 receptor TBRI, ALDH1A1 dan OCT4 menggunakan qRT-PCR dan analisis menggunakan perhitungan livak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi relatif dari TGF-b1, TGF-b1 reseptor TBRI, ALDH1A1 dan OCT4 pada sel ALDH dan MCF7 pasca induksi dengan CM SHED mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, peningkatan yang lebih signifikan ditunjukkan pada perlakuan aktivasi dibandingkan yang tidak diaktivasi. Hal yang berbeda pada hasil uji viabilitas sel. Viabilitas sel mengalami penurunan pasca induksi dengan CM SHED sedangkan setelah diinduksi dengan CM SHED yang telah diaktivasi, viabilitas sel mengalami peningkatan yang signifikan pada sel ALDH dan MCF7. Dengan demikian sekretom SHED dapat meningkatkan viabilitas dan proliferasi serta kemampuan kepuncaan dari ALDH dan MCF7.

Cancer development is not only determined by corresponding of cancer cells but also by the microenvironment. This includes a heterogen network of interacting cell include mesenchymal stem cells. Conditioned medium of MSC culture containing soluble factor hes been identified to affect intercellular communicating between MSC and cancer cells which could affect the stemness of cancer cells. Many studies reported that Stem cells from human exfoliated deciduous teeth SHED as a novel stem cell source with multipotent potential. However, the effect of MSC interaction with cancer cells can not be clearly understood so that the effects of safety in its utilization are not yet known for certain. This study is to confirm the relation between secretom of MSC from SHED with the stemness and agresiveness of ALDH and MCF7. SHED conditioned medium SHED CM, SHED were grown in serum free a MEM for 24 and 48 hours, consist of two groups, non heated and heated at 80 C for 10 min. Human BCSCs ALDH cultured in DMEM F12 were supplemented with 50 v v CM SHED 24 h and 48 h, as well as with heated by 72 h incubation. Control was BCSCs supplemented with 50 v v a MEM. We measured the viability with trypan blue assay and mRNA expression of TGF b1, TGF b1 receptor TBRI, as well as stemness genes ALDH1A1 and OCT4 using qRT PCR. The relative mRNA expression levels of TGF b1, T RI, OCT4 and ALDH1A1 in BCSCs supplemented with non heated SHED CM were increased compared to their control and also after TGF b1 heat activation was significantly higher than in non heated SHED CM. In the other hand, the viability cell was significantly reduced after supplemented with non heated SHED CM, but increased higher than control when treated with heated SHED CM, there are may be a role of the TGF b1 signaling involvement of other factors in SHED CM affect cell proliferation and increase the stemness. We found that secretomes SHED can increase proliferation of breast cancer stem cells ALDH and also expression of stemness gene OCT4 and ALDH1A1. the activation with heated can enhance the increase of proliferation and stemness. We assumed that signalling of TGF can affect tumor proggresion of ALDH and MCF7
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Narendra Ichiputra Hariyanto
"Latar Belakang: Breast Cancer Stem Cells (BCSC) merupakan populasi sel
kanker payudara yang mempunyai sifat sel punca. BCSC menjaga stabilitas tumor
dengan menginisiasi pembentukan populasi sel kanker baru serta memberikan
kekebalan terhadap terapi. BCSC dapat berinteraksi dengan lingkungan mikro
tumor yang melepaskan berbagai sitokin dan growth factor, termasuk TGF-β1.
Melalui mekanisme autoinduksi, TGF-β1 dapat meningkatkan produksi TGF-β1
endogen dan pensinyalan autokrinnya. Pensinyalan autokrin TGF-β1 dapat
meningkatkan pengaruh tumor promotor TGF-β1 dalam perkembangan kanker
melalui penguatan karakter kepuncaan dan sifat tumorigenik. Penelitian ini
bertujuan untuk enganalisis efek pemberian TGF-β1 rekombinan manusia pada sel
punca kanker payudara (aldehyde dehydrogenase positive, ALDH+) terhadap
ekspresi marker kepuncaan melalui pensinyalan autokrin TGF-β1. Sebagai
pembanding digunakan kanker payudara subtipe triple negative (TNBC).
Metode: BCSCs manusia (ALDH+) dan TNBC (MDA-MB-231) dikultur dalam
Dulbecco's Modified Eagle Medium/Nutrient Mixture F12/HG (DMEM F12/HG)
dengan suplemen 0,1 ng/ml protein rekombinan TGF-β1 manusia (rhTGF-β1)
selama periode 1, 2 dan 4 jam. Medium kultur kemudian diganti dengan DMEM
F12/HG tanpa serum selama 24 jam. Tingkat ekspresi mRNA reseptor TGF-β tipe
1 (TβR1), TGF-β1, faktor transkripsi pengikat oktamer 4 (OCT4), dan anggota A1
keluarga aldehida dehidrogenase 1 (ALDH1A1) dianalisis menggunakan real time
reverse transcriptase polymerase chain reactions (RT-qPCR). Kadar protein TGF-
β1 dalam media kultur ditentukan dengan menggunakan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA). Sifat tumorigenik sel diuji dengan uji
mammosphere forming unit (MFU assay).
Hasil: Tingkat ekspresi mRNA dan protein TGF-β1 BCSC setelah perlakuan
tampak meningkat namun tidak pada TNBC. mRNA TβR1 BCSCs meningkat pada
periode perlakuan 1 dan 2 jam, sedangkan pada TNBC hanya pada periode 1 jam.
Penanda kepuncaan ALDH1A1 dan OCT4 tampak meningkat pada BCSC namun
tidak pada TNBC. Uji MFU menunjukkan sifat tumorigenik kedua kelompok sel
terutama pada periode perlakuan 2 jam tampak meningkat.
Kesimpulan: Perlakuan TGF-β1 dalam konsentrasi rendah dan dalam waktu
singkat memicu autoinduksi pada BCSCs yang menyebabkan peningkatan ekspresi
gen kepuncaan melalui pensinyalan autokrin. Sedangkan pada TNBC, peningkatan
ekspresi marker kepuncaan tidak terjadi. Namun demikian, sifat tumorigenik BCSC
dan TNBC tetap meningkat.

Background: Breast Cancer Stem Cells (BCSC) is a population of breast cancer
cells that have stem cell characteristics. BCSCs maintain tumor stability by
initiating the formation of new cancer cell populations and providing resistance to
therapy. BCSCs can interact with the tumor microenvironment which releasing
various cytokines and growth factors, including TGF-β1. Through the
autoinduction mechanism, TGF-β1 can increase endogenous TGF-β1 production
and autocrine signaling. TGF-β1 autocrine signaling can increase the tumor
promoter role of TGF-β1 in cancer development by enhancing the stemness and
tumorigenic properties. This study aims to analyze the effect of Human TGF-β1
recombinant protein treatment to breast cancer stem cells (aldehyde dehydrogenase
positive, ALDH+) on the expression of stemness marker through TGF-β1 autocrine
signaling. Triple negative breast cancer (TNBC) was used as a comparison.
Methods: Human BCSCs (ALDH+) and TNBC (MDA-MB-231) were cultured in
Dulbecco's Modified Eagle Medium/Nutrient Mixture F12/HG (DMEM F12/HG)
with 0.1 ng / ml recombinant protein of human TGF-β1 supplementation (rhTGF-
β1) over 1, 2 and 4 hour periods. The culture medium was then replaced with
DMEM F12/HG serum-free for 24 hours. The expression levels of the TGF-β
receptor type 1 (TβR1), TGF-β1, octamer-binding transcription factor 4 (OCT4),
and members of the A1 family of aldehyde dehydrogenase 1 (ALDH1A1) mRNA
were analyzed using real time reverse transcriptase polymerase chain reactions
(RT-qPCR). TGF-β1 protein levels in conditioned medium were determined using
an enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). The tumorigenic properties of
cells were tested by the mammosphere forming unit (MFU) assay.
Results: The expression level of mRNA and TGF-β1 BCSC protein after treatment
appeared to be increased but not in TNBC. mRNA TβR1 BCSCs increased in the
treatment period of 1 and 2 hours, whereas in TNBC only in the 1 hour period. The
markers of ALDH1A1 and OCT4 expression appeared to be increased in BCSC but
not in TNBC. The MFU test showed that the tumorigenic properties of both cell
groups, especially in the 2 hour treatment period, appeared to be increasing.
Conclusion: Treatment of TGF-β1 in low concentrations and in a short time
triggered autoinduction of BCSCs and leads to the increased expression of stemness
genes marker via autocrine signaling. Whereas in TNBC, this increase in the
expression of the stemness markers did not occur. However, the tumorigenic nature
of BCSC and TNBC continues to increase.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Yustisia
"Lingkungan mikro tumor berperan penting dalam meregulasi sifat kepuncaan, proliferasi, ketahanan terhadap apoptosis, dan metabolisme sel punca kanker. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek modulasi lingkungan ekstraseluler melalui kondisi hipoksia dan alkalinisasi pada metabolisme glukosa dan ketahanan hidup sel punca kanker CSC payudara manusia CD24-/CD44 . Pada penelitian in vitro eksperimental ini, CSC payudara manusia dikultur pada kondisi hipoksia dan kondisi alkali. Kultur sel diinkubasi selama 30 menit, 4, 6, 24, dan 48 jam pada suhu 37 C kemudian dilakukan analisis status metabolisme glukosa, regulasi pH, ketahanan hidup, dan penanda kepuncaan serta pluripotensi CSC payudara menggunakan berbagai teknik yaitu qRT-PCR, kolorimetri, fluorometri, dan aktivitas enzimatik. Kondisi hipoksia menyebabkan peningkatan ekspresi mRNA dan konsentrasi HIF1? sehingga mengaktivasi gen-gen yang berada di bawah regulasinya. Hipoksia juga menyebabkan penekanan proliferasi namun meningkatkan ketahanan terhadap apoptosis. Alkalinisasi menyebabkan peningkatan pH ekstraseluler pHe yang menstimulasi peningkatan aktivitas dan ekspresi mRNA gen regulator pH seluler. Status metabolisme menunjukkan peningkatan aktivitas glikolisis anaerobik disertai peningkatan ekspresi transporter GLUT1. Alkalinisasi menyebabkan penekanan proliferasi CSC payudara bahkan kematian sel. Sebagai kesimpulan, modulasi lingkungan ekstraseluler baik melalui hipoksia maupun alkalinisasi dapat meningkatkan aktivitas glikolisis yang selanjutnya mempengaruhi ketahanan hidup dan kepuncaan CSC payudara CD24-/CD44.

This study was aimed to analyze the effect of extracellular pH and O2 level modulation on glucose metabolism and survival of the human CD24 CD44 breast cancer stem cells BCSCs . The primary BCSCs CD24 CD44 cells were cultured under hypoxia 1 O2 or under supplementation of sodium bicarbonate 100 mM for various periods. After each incubation periods, the pH regulation, glucose metabolism, survival, stemness and pluripotency markers were analyzed using various techniques including qRT PCR, colorimetry, fluorometry, dan enzymatic reactions. This study demonstrated that hypoxia caused an increase of HIF1 mRNA expression and protein level, and shifted metabolic states to be more glycolytic. Hypoxia also promoted the suppression of cell proliferation and induced the apoptosis evasion. Alkalinization caused a high pHe then stimulated an increase of mRNA and activity of cellular pH regulator that lead to upregulation of anaerobic glycolysis. Alkalinization inhibited BCSCs proliferation and promoted apoptosis. To conclude, modulation of the extracellular environment of human BCSCs through hypoxic condition and alkalinization could shift the metabolic state toward the anaerobic glycolysis which in turn affected the proliferation and survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najmi Affifi
"Latar Belakang: Subjek celah bibir dan palatum membutuhkan perawatan rekonstruksi tulang berbasis rekayasa jaringan dengan menggunakan sel stromal mesenkim. Sel stromal mesenkim merupakan sel yang banyak digunakan untuk regenerasi tulang karena mempunyai kemampuan proliferasi tinggi. Sel tersebut dapat berasal dari pulpa gigi sulung (SHED) dan
pulpa gigi permanen (DPSCs) yang dapat berdiferensiasi menjadi osteoblas. Pada penelitian
sebelumnya telah ditemukan beberapa karakteristik DPSCs dan SHED pada subjek celah bibir dan palatum, namun kemampuan diferensiasi dari sel stromal pulpa subjek celah bibir dan palatum belum diketahui. Tujuan: Mengevaluasi kemampuan diferensiasi osteogenik dari sel stromal pulpa gigi permanen dan sulung pada subjek celah bibir dan palatum melalui
ekspresi gen Collagen Type I Alpha I (COL1A1). Metode : Sampel RNA yang diperoleh dari kultur RNA DPSCs dan SHED subjek celah bibir dan palatum, dengan Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) menggunakan primers Collagen Type I Alpha I (COL1A1), serta 18S sebagai housekeeping gene. Hasil : Tidak terdapat perbedaan ekspresi relatif gen COL1A1 antara sel stromal pulpa gigi permanen dan sel stromal pulpa gigi sulung pada subjek celah bibir dan palatum. Kesimpulan : SHED memiliki kemampuan diferensiasi osteogenik yang sama dengan DPSCs karena keduanya dapat mengekspresikan gen marker osteogenik COL1A1.

Background: Cleft lip and palate subject need bone reconstruction based tissue engineering treatment with mesenchymal stromal cells (MSC). One of the most mesenchymal stromal cells that can be used is derived from dental pulp tissues, such as primary tooth pulp or stem cells from human deciduous teeth (SHED) and dental pulp stem cells (DPSCs) which can differentiate into osteoblasts. In previous studies, several characteristics of DPSCs and SHED of the cleft lip and palate subjects have been found. However, osteogenic differentiation ability of dental pulp stromal cells from cleft lip and palate subject is unknown.
Objective: To determine the osteogenic differentiation ability of DPSCs and SHED of cleft lip and palate subjects through the expression of the Collagen Type I Alpha I (COL1A1) gene.
Methods: RNA samples obtained from the culture of DPSCs and SHED of lip and palate cleft subjects, with Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) using primers Collagen Type I Alpha I (COL1A1) and 18S as a housekeeping gene.
Results: There was no difference in the relative expression of COL1A1 gene between DPSCs and SHED of CLP subjects.
Conclusion: SHED has the same osteogenic differentiation ability as DPSCs because they can express osteogenic marker genes COL1A1.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noza Hilbertina
"Pendahuluan: Cancer-associated fibroblasts (CAFs) merupakan populasi sel yang heterogen dan memiliki hubungan timbal balik dengan sel tumor. Bagaimana mekanisme molekuler yang mendasari pengaruh CAFs terhadap prognosis karsinoma kolorektal (KKR) masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sekretom CAFs terhadap transisi epitel-mesenkim (TEM), invasi dan kepuncaan sel KKR melalui jalur pensinyalan hepatocyte growth factor (HGF)/c-mesenchymal-transition receptor (c-Met)
Metode: Dilakukan pemeriksaan histopatologi pada tiga puluh dua blok paraffin KKR untuk menilai tipe CAFs dan stroma, imunoekspresi α-SMA dan HGF, tumor budding, kedalaman invasi dan metastasis kelenjar limfe. Pemeriksaan in vitro berupa suplementasi sekretom fibroblast primer dari area tumor (CAFs) dan area non tumor dari tiga pasien KKR kepada sel lestari KKR (HT-29) untuk menilai pengaruhnya terhadap TEM, invasi dan kepuncaan sel KKR. Analisis statistik menggunakan uji beda proporsi, uji beda rerata berpasangan serta uji korelasi. Nilai p<0,05 dianggap bermakna secara statistik.
Hasil: Tipe CAFs dan metastasis kelenjar limfe berhubungan bermakna dengan derajat tumor budding. Sedangkan variabel lain pada pemeriksaan histopatologi tidak memperlihatkan hubungan yang bermakna. CAFs yang diisolasi dari pasien KKR memperlihatkan ekspresi mRNA α-SMA yang lebih tinggi, sedangkan ekspresi mRNA dan protein HGF memperlihatkan pola yang berbeda diantara ketiga pasang fibroblast. Suplementasi sekretom CAFs kepada sel HT-29 meningkatkan ekspresi mRNA c-Met sebagai reseptor HGF, meningkatkan ekspresi mRNA dan protein vimentin dan E-cadherin sebagai marka TEM, meningkatkan ekspresi mRNA MMP-2 sebagai marka invasi dan meningkatkan ekspresi mRNA CD44 dan CD133 sebagai marka kepuncaan. Terdapat korelasi positif bermakna antara c-Met dengan TEM dan kepuncaan serta korelasi positif kuat dan bermakna antara TEM dan kepuncaan sel KKR.
Kesimpulan: Sekretom CAFs menginduksi TEM, invasi dan kepuncaan sel KKR melalui pensinyalan HGF/c-Met. Mekanisme molekuler ini mendasari hubungan yang bermakna antara tipe CAFs dengan tumor budding."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Lakmudin
"Latar Belakang: Kanker merupakan salah satu isu kesehatan yang besar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari angka insidensi kanker payudara yang meningkat dari 20.2 per 100,000/tahun menjadi 54.9 per 100,000/tahun pada tahun 1968 sampai dengan 1972. Magnetic Activated Cell-Sorting (MACS) merupakan teknik yang digunakan untuk mendapatkan fraksi sel induk kanker payudara, meliputi CD24-/CD44+ yang merupakan penanda pluripotensi sel tersebut. Namun, pluripotensi fraksi sel induk kanker payudara belum dipelajari secara mendalam. Oleh karena itu, riset ini bertujuan untuk menganalisa tingkat pluripotensi dari fraksi sel melalui ekspresi gen KLF4, yang merupakan co-regulator dari ekspresi master regulator pluripotensi.
Metode: RNA diekstrak dari fraksi sel induk kanker payudara yang diseparasi dengan MACS. Untuk mengevaluasi tingkat pluripotensi dari fraksi-fraksi sel, digunakan metode One-Step real-time RT-PCR agar mendapatkan expresi relatif dari gen KLF4.
Hasil: Ekspresi KLF4 terlihat sangat tinggi pada CD24-/CD44-, tetapi pada fraksi sel CD24-/CD44+ ekspresi gen hanya sedikit.
Kesimpulan: Pada penyortiran sel pertama, fraksi CD24-/CD44- lebih bersifat pluripoten dibandingkan dengan fraksi CD24-/CD44+. Sedangkan pada penyortiran sel kedua, didapatkan bahwa fraksi CD44- dan CD44+ memiliki sifat pluripoten yang sebanding. Hal ini disebabkan oleh kesalahan pada penyortiran sel atau dikarenakan oleh pengaruh gen-gen pluripoten lain dalam mempertahankan sifat pluripotensi.

Background: Cancer is a major health issue in the world and it is seen in breast cancer in which the age-standardized incidence rate (ASR) had increased from 20.2 per 100,000/year between 1968 and 1972 to 54.9 per 100,000/year between 1998 and 2002. Magnetic Activated Cell-Sorting (MACS) technique is used to obtain different breast cancer stem cell (BCSC) fractions including CD24-/CD44+ cell fraction, which is the marker of pluripotent BCSCs. However, the pluripotency of these cell fractions have not been thoroughly studied. As such, this research aims to analyze the pluripotency level of these cell fractions by studying KLF4 gene expression, which is the co-regulators of expression of master regulator of pluripotency.
Method: RNA was extracted from breast cancer stem cell fractions that have been separated by MACS. To evaluate pluripotency level of the cell fractions, One- Step real-time RT-PCR was conducted to obtain the relative expression of KLF4 gene.
Results: KLF4 is highly expressed in CD24-/CD44- cell fractions but is lowly expressed in CD24-/CD44+ cell fraction.
Conclusions: In the first cell sorting, CD24-/CD44- cell fraction is more pluripotent than the CD24-/CD44+ cell fraction while in the second cell sorting, CD44- and CD44+ cell fractions have comparable pluripotency. This can be caused by either error in cell sor.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santoso
"Latar belakang: Data dari World Health Organization, Centers for Disease Control and Prevention dan Kementerian Kesehatan RI menunjukan bahwa kanker payudara merupakan kanker yang paling umum pada wanita. Penyembuhan kanker melalui berbagai cara telah banyak dilakukan, namun pertumbuhan kembali dari kanker telah banyak dilaporkan. Sel punca kanker diyakini berperan dalam pertumbuhan kanker maupun rekurensi setelah pengobatan. Berdasarkan beberapa riset, CD44+/CD24- sel punca kanker memiliki potensial yang tinggi untuk menimbulkan kanker. Beberapa gen memiliki peran sebagai faktor transkripsi yang berkontribusi dalam pertumbuhan kanker dan beberapa berperan juga dalam mempertahankan tingkat pluripotensi kanker. c-Myc merupakan salah satu gen yang mempertahankan iPS (induced pluripotent stem cells) bersama dengan KLF4, Oct4, SOX2 dan Nanog. Namun demikian, selama pertumbuhan kanker, lingkungan mikro dari kanker menjadi hipoksia. Berhubungan dengan ini, pengaruh hipoksia terhadap ekspresi gen yang berfungsi dalam pluripotensi masih belum jelas. Oleh karena itu, eksperimen ini menyelidiki ekspresi gen c-Myc dalam sel punca kanker yang diinduksi hipoksia.
Metode: Sel punca kanker payudara CD44+/CD24- diinduksi oleh beberapa durasi hipoksia (0 jam, 0.5 jam, 4 jam, 6 jam dan 24 jam). Total RNA sel kemudian diekstraksi dan mRNA gen c-Myc diamplifikasi melalui one-step qRT-PCR. Ekspresi relative dari gen c-Myc dilakukan dengan formula Livak berdasarkan nilai Ct yang diperoleh dengan gen 18S. Sebagai kontrol, konfirmasi ekspresi gen c-Myc dikonfirmasi melalui elektroforesis.
Hasil: Ekspresi c-Myc pada sampel sel punca kanker payudara CD44+/CD24- yang diinduksi hipoksia selama 0.5 jam sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan sampel 0 jam walaupun tidak signifikan. Ekspresi c-Myc pada sampel yang diinduksi hipoksia selama 4, 6 dan 24 jam menurun dibandingkan sampel yang tidak diinduksi hipoksia.
Kesimpulan: Ekspresi c-Myc pada sel punca kanker CD44+/CD24- yang digunakan dalam eksperimen ini cenderung menurun pada 3 durasi hipoksia yang berbeda (4 jam, 6 jam dan 24 jam) pada kondisi in vitro.

Background: Data from World Health Organization, Centers for Disease Control and Prevention and Kementerian Kesehatan RI show that breast cancer is the most common cancer among women. Eradicating cancer through several treatments have been done but there are cases in which cancer relapse is reported. Cancer stem cells have been found to develop the cancer as well as play important role in cancer regrowth. According to some researches, CD44+/CD24- breast cancer stem cells potential to cancer development is high. Several genes which have role as transcription factors may contribute to cancer growth and some act to maintain the cancer stemness and pluripotency level. c-Myc is one gene which maintains iPS (induced pluripotent stem cells) along with KLF4, Oct4, SOX2 and Nanog. However, during the cancer growth the cancer microenvironment becomes hypoxic. In accordance to this, the effect of hypoxia towards the gene expression acting in cancer pluripotency was not yet clear. Therefore c-Myc expression in hypoxia-induced breast cancer stem cells was assessed in this research.
Method: The CD44+/CD24- breast cancer stem cells (BCSCs) are induced by several hypoxia durations (0 hour, 0.5 hour, 4 hours, 6 hours and 24 hours) in hypoxia chamber. The mRNA of BCSCs is extracted through RNA isolation procedure. Following this, qRT-PCR procedure is done to amplify the mRNA. The Ct (cycle threshold) obtained from qRT-PCR are calculated using Livak formula to get the c-Myc relative expression from the samples. Ct of 18S is used to normalize the c-Myc Ct. Electrophoresis is done next to confirm the c-Myc expression.
Results: c-Myc expression in 0.5 hour hypoxia induced CD44+/CD24- breast cancer stem cells sample is slightly high than in 0 hour hypoxia induced sample, even though the increase is not significant. Meanwhile, c-Myc expression in 4, 6 and 24 hours hypoxia induced samples are lower than 0 hour hypoxia induced sample.
Conclusion: c-Myc expression from the breast cancer stem cell CD44+/CD24- samples used in this experiment tend to have gradual decrease during 3 different periods (0 hour, 0.5 hour, 4 hours, 6 hours and 24 hours) of hypoxia in vitro.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70415
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Hana Firdanisa
"Latar Belakang: Celah bibir dan palatum adalah keadaan dimana terdapat gangguan fusi atau celah abnormal bawaan pada daerah bibir atas, alveolar, dan palatum serta dapat menimbulkan masalah pada penderita seperti gangguan estetika dan masalah saat berbicara. Perawatan rekonstruksi tulang dengan autologous bone graft merupakan baku emas pada perawatan pasien celah bibir dan palatum, tetapi perawatan ini memiliki kekurangan sehingga dikembangkan alternatif perawatan seperti teknik rekayasa jaringan. Sumber sel stromal mesenkim yang digunakan dapat berasal dari jaringan pulpa gigi seperti sel stromal pulpa gigi sulung dan sel stromal pulpa gigi permanen. Kemampuan diferensiasi osteogenik sel stromal pulpa gigi sulung dan permanen pasien celah bibir dan palatum merupakan salah satu pertimbangan untuk penggunaan sel autologous dalam perawatan teknik rekayasa jaringan, sedangkan kemampuan diferensiasi osteogenik dari sel stromal pulpa gigi pasien CLP belum diketahui.
Tujuan: Membandingkan kemampuan diferensiasi osteogenik sel stromal pulpa gigi sulung dan gigi permanen pasien celah bibir dan palatum melalui ekspresi gen ALP.
Metode: Sampel yang diisolasi dari jaringan pulpa gigi sulung dan gigi permanen pasien celah bibir dan palatum dikultur pada medium osteogenik, dilakukan ekstraksi RNA dan diuji dengan Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT PCR) menggunakan primers alkaline phosphatase (ALP) dan 18s housekeeping gene.
Hasil: Ekspresi relatif gen ALP pada sel stromal pulpa gigi sulung pasien celah bibir dan palatum setelah dilakukan uji statistik tidak memiliki perbedaan bermakna bila dibandingkan dengan sel stromal pulpa gigi permanen pasien celah bibir dan palatum (nilai p = 0.156).
Kesimpulan: Sel stromal pulpa gigi sulung dan gigi permanen memiliki kemampuan diferensiasi osteogenik karena dapat mengekspresikan marker osteogenik ALP.

Background: Cleft and lip palate is a condition where there is fusion disturbance or abnormal congenital cleft in the upper lip, alveolar, and palate area that can cause problems in patients such as aesthetic disorder and problem with talking. Autologous bone graft reconstruction treatment is the gold standard in treating cleft lip and palate patients, but this treatment has associated shortcomings so that alternative treatments such as tissue engineering techniques have been developed. The source of the mesenchymal stromal cells used can be derived from dental pulp tissue namely stem cells from human deciduous teeth and permanent dental pulp stromal cells. The osteogenic differentiation ability from dental pulp stromal cells of primary and permanent teeth in cleft lip and palate patients is one of the considerations for the use of autologous cells in the treatment of tissue engineering techniques, while the osteogenic differentiation ability of dental pulp stromal cells in cleft lip and palate patients has not been fully explored.
Objective: To compare the osteogenic differentiation capacity of primary and permanent dental pulp stromal cells in cleft lip and palate patients.
Methods: Samples isolated from primary and permanent dental pulp stromal cells in cleft lip and palate patients were cultured, RNA were extracted and tested by Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT PCR) using alkaline phosphatase primers (ALP), and housekeeping gene in the form of 18s. Results: The relative expression of ALP in primary dental pulp stromal cells in cleft lip and palate patients was comparable to permanent dental pulp stromal cells in cleft lip and palate patients (p value = 0.156).
Conclusion: The primary and permanent dental pulp stromal cells have comparable ability to differentiate into osteogenic lineage and both cells tested can express the osteogenic gene of ALP.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisana Sidqi Aliya
"Latar Belakang: Sel punca kanker merupakan populasi sel minor yang memiliki kemampuan self-renewal dan proliferasi tak terbatas sehingga bersifat tumorigenik dan diduga berperan dalam penurunan sensitivitas terhadap berbagai terapi kanker. Tamoksifen merupakan terapi lini pertama pada kanker payudara ER positif namun penggunaan jangka panjangnya menimbulkan masalah resistensi. Beberapa faktor yang diduga berperan dalam penurunan sensitivitas sel terhadap Tamoksifen yakni modulasi pensinyalan estrogen melalui ER?66; dan ER?36 (yang diketahui memperantarai pensinyalan non-genomik), serta ekspresi transporter effluks seperti MRP2 yang berperan dalam penurunan kadar Tamoksifen intraseluler. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek pemaparan Tamoksifen berulang pada sel punca kanker payudara CD24-/CD44+, dalam kaitannya mengenai sensitivitas terapi melalui perubahan ekspresi estrogen reseptor alfa dan transporter efluks MRP2.
Metode: Selpunca kanker payudara CD24-/CD44+ dipaparkan Tamoksifen 1 ?M selama 21 hari dengan DMSO sebagai kontrol negatif. Viabilitas sel setelah pemaparan Tamoksifen diuji dengan metode trypan blue exclusion. Sifat tumorigenik sel setelah pemaparan (CD24-/CD44+(T)) diuji dengan mammossphere formation assay dan dibandingkan dengan sel CD24-/CD44+(0) yang belum dipaparkan Tamoksifen. Ekspresi mRNA Oct4, c-Myc, ER?66, ER?36 dan MRP2 dianalisis dengan one step quantitative RT-PCR.
Hasil: Terjadi penurunan sensitivitas sel punca kanker payudara CD24-/CD44+(T) yang dipaparkan Tamoksifen selama 21 hari yang ditunjukkan dengan kenaikan viabilitas sel hingga 125,2%. Tamoksifen tidak dapat menekan sifat tumorigenik sel CD24-/CD44+(T) yang dibuktikan melalui jumlah mammosfer yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan CD24-/CD44+(0). Penurunan sensitivitas sel CD24-/CD44+(T) juga dibuktikan melalui peningkatan ekspresi Oct4 dan c-Myc; keduanya merupakan petanda pluripotensi dan c-Myc juga dikenal sebagai petanda keganasan. Parameter penurunan sensitivitas seperti ER?66, ER?36 dan MRP2 juga menunjukkan peningkatan ekspresi pada hari ke-15 namun menurun kembali pada hari ke-21 yang menunjukkan adanya mekanisme regulasi lain yang mungkin terlibat dalam penurunan sensitivitas sel punca kanker payudara terhadap Tamoksifen.
Kesimpulan: Pemaparan Tamoksifen berulang dapat menurunkan sensitivitas sel punca kanker payudara CD24-/CD44+ melalui perubahan ekspresi estrogen reseptor alfa dan transporter efluks MRP2.

Background: Cancer stem cells are minor population of cells possessing self-renewal and unlimited proliferation abilities which support their tumorigenicity and role in decreased sensitivity to many cancer therapies. Tamoxifen is a first line therapy for breast cancer patients with positive ER status. Nonetheless, after 5 years of its long term use eventually leads to recurrence and resistance in 50% of patients receiving tamoxifen therapy. Among some factors that might play role in decreased sensitivity to tamoxifen are modulation of estrogen signaling through ER?66 and ER?36 (the latter known for its non-genomic estrogen signaling), and expression of efflux transporter such as MRP2 responsible for decreased intracellular tamoxifen level. The objective of this study is to analyze the effects of long term tamoxifen exposure toward decreased sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ through changes in expression of estrogen receptor alpha and efflux transporter MRP2.
Methods: Breast cancer stem cells CD24-/CD44+ were exposed to 1 ?M tamoxifen for 21 days with DMSO as negative control. After exposure with 1 ?M tamoxifen, the cell viability were tested by the trypan blue exclusion method. Cell tumorigenicity of tamoxifen-exposed CD24-/CD44+(T) and CD24-/CD44+(0) (before treatment) were tested by the mammosphere formation assay. The expression of Oct4, c-Myc, ER?66, ER?36 andMRP2 mRNAs were analyzed by one step quantiative RT-PCR.
Results: A decreased sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ exposed with 1 ?M tamoxifen for 21 days was observed as indicated by an increased cell viability up to 125.2%. In the presence of tamoxifen, breast cancer stem cells CD24-/CD44+(T) exhibited tumorigenic properties as indicated in no significant difference in the formation of mammosphere unit compared to those of CD24-/CD44+(0). After exposure with 1 ?M tamoxifen for 21 days, an elevated level of Oct4 and c-Myc expressions were observed; both are known as pluripotency markers and the latter also known as marker of aggresiveness. Parameters for a decreased sensitivity such as ER?66, ER?36 and MRP2 also exhibited an elevated expression after 15 days of exposure, but the decreased expression after 21 days of exposure suggests that there might be another mechanism involved in decreased sensitivity of the breast cancer stem cells toward tamoxifen.
Conclusion: Long term tamoxifen exposure may decrease the sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ through changes in expression of estrogen receptor alpha and efflux transporter MRP2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisana Sidqi Aliya
"Latar Belakang: Sel punca kanker merupakan populasi sel minor yang memiliki kemampuan self-renewal dan proliferasi tak terbatas sehingga bersifat tumorigenik dan diduga berperan dalam penurunan sensitivitas terhadap berbagai terapi kanker. Tamoksifen merupakan terapi lini pertama pada kanker payudara ER positif namun penggunaan jangka panjangnya menimbulkan masalah resistensi. Beberapa faktor yang diduga berperan dalam penurunan sensitivitas sel terhadap Tamoksifen yakni modulasi pensinyalan estrogen melalui ERα66; dan ERα36 (yang diketahui memperantarai pensinyalan non-genomik), serta ekspresi transporter effluks seperti MRP2 yang berperan dalam penurunan kadar Tamoksifen intraseluler. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek pemaparan Tamoksifen berulang pada sel punca kanker payudara CD24-/CD44+, dalam kaitannya mengenai sensitivitas terapi melalui perubahan ekspresi estrogen reseptor alfa dan transporter efluks MRP2.
Metode: Selpunca kanker payudara CD24-/CD44+ dipaparkan Tamoksifen 1 μM selama 21 hari dengan DMSO sebagai kontrol negatif. Viabilitas sel setelah pemaparan Tamoksifen diuji dengan metode trypan blue exclusion. Sifat tumorigenik sel setelah pemaparan (CD24-/CD44+(T)) diuji dengan mammossphere formation assay dan dibandingkan dengan sel CD24-/CD44+(0) yang belum dipaparkan Tamoksifen. Ekspresi mRNA Oct4, c-Myc, ERα66, ERα36 dan MRP2 dianalisis dengan one step quantitative RT-PCR.
Hasil: Terjadi penurunan sensitivitas sel punca kanker payudara CD24-/CD44+(T) yang dipaparkan Tamoksifen selama 21 hari yang ditunjukkan dengan kenaikan viabilitas sel hingga 125,2%. Tamoksifen tidak dapat menekan sifat tumorigenik sel CD24-/CD44+(T) yang dibuktikan melalui jumlah mammosfer yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan CD24-/CD44+(0). Penurunan sensitivitas sel CD24-/CD44+(T) juga dibuktikan melalui peningkatan ekspresi Oct4 dan c-Myc; keduanya merupakan petanda pluripotensi dan c-Myc juga dikenal sebagai petanda keganasan. Parameter penurunan sensitivitas seperti ERα66, ERα36 dan MRP2 juga menunjukkan peningkatan ekspresi pada hari ke-15 namun menurun kembali pada hari ke-21 yang menunjukkan adanya mekanisme regulasi lain yang mungkin terlibat dalam penurunan sensitivitas sel punca kanker payudara terhadap Tamoksifen.
Kesimpulan: Pemaparan Tamoksifen berulang dapat menurunkan sensitivitas sel punca kanker payudara CD24-/CD44+ melalui perubahan ekspresi estrogen reseptor alfa dan transporter efluks MRP2.

Background: Cancer stem cells are minor population of cells possessing self-renewal and unlimited proliferation abilities which support their tumorigenicity and role in decreased sensitivity to many cancer therapies. Tamoxifen is a first line therapy for breast cancer patients with positive ER status. Nonetheless, after 5 years of its long term use eventually leads to recurrence and resistance in 50% of patients receiving tamoxifen therapy. Among some factors that might play role in decreased sensitivity to tamoxifen are modulation of estrogen signaling through ERα66 and ERα36 (the latter known for its non-genomic estrogen signaling), and expression of efflux transporter such as MRP2 responsible for decreased intracellular tamoxifen level. The objective of this study is to analyze the effects of repeated tamoxifen exposure toward decreased sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ through changes in expression of estrogen receptor alpha and efflux transporter MRP2.
Methods: Breast cancer stem cells CD24-/CD44+ were exposed to 1 μM tamoxifen for 21 days with DMSO as negative control. After exposure with 1 μM tamoxifen, the cell viability were tested by the trypan blue exclusion method. Cell tumorigenicity of tamoxifen-exposed CD24-/CD44+(T) and CD24-/CD44+(0) (before treatment) were tested by the mammosphere formation assay. The expression of Oct4, c-Myc, ERα66, ERα36 andMRP2 mRNAs were analyzed by one step quantiative RT-PCR.
Results: A decreased sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ exposed with 1 μM tamoxifen for 21 days was observed as indicated by an increased cell viability up to 125.2%. In the presence of tamoxifen, breast cancer stem cells CD24-/CD44+(T) exhibited tumorigenic properties as indicated in no significant difference in the formation of mammosphere unit compared to those of CD24-/CD44+(0). After exposure with 1 μM tamoxifen for 21 days, an elevated level of Oct4 and c-Myc expressions were observed; both are known as pluripotency markers and the latter also known as marker of aggresiveness. Parameters for a decreased sensitivity such as ERα66, ERα36 and MRP2 also exhibited an elevated expression after 15 days of exposure, but the decreased expression after 21 days of exposure suggests that there might be another mechanism involved in decreased sensitivity of the breast cancer stem cells toward tamoxifen.
Conclusion: Repeated tamoxifen exposure may decrease the sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ through changes in expression of estrogen receptor alpha and efflux transporter MRP2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>