Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73047 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Panjaitan, Ani Oranda
"Latar Belakang: Uji tube formation merupakan uji paling luas yang digunakan sebagai uji vaskulogenesis/ angiogenesis secara in vitro. Sel punca mesenkimal atau mesenchymal stem cell MSC merupakan sel punca dewasa yang multipoten. Efek parakrinnya terhadap neovaskularisasi sudah banyak diketahui. Secara umum MSC diketahui tidak mengekspresikan penanda permukaan hematopoetik CD34 namun ada pendapat yang menyatakan bahwa MSC secara in vivo mengekspresikan CD34 dan kehilangan ekspresinya saat dikultur secara in vitro. MSC asal lemak dianggap masih memiliki ekspresi CD34 pada kultur in vitro pada pasase awal oleh beberapa ahli. MSC yang paling banyak digunakan dalam uji tube formation adalah BM-MSC padahal ASC juga berpotensi bagi terapi dan rekayasa sel punca. Hingga saat ini potensi vaskulogenesis antara ASC dan BM-MSC masih belum jelas mana yang lebih baik dan apakah ekspresi CD34 mempengaruhi hal ini. Pada penelitian ini kami ingin membandingkan potensi vaskulogenesis antara MSC asal lipoaspirat dengan MSC asal sumsum tulang melalui uji tube formation dan ekspresi CD34.
Hasil: Pengukuran kualitas vaskulogenesis menunjukkan bahwa rerata panjang tube lebih tinggi pada BM-MSC, rerata jumlah loop lebih banyak pada BM-MSC dan rerata jumlah titik percabangan lebih banyak pada BM-MSC. Tidak ditemukan kadar CD34 yang tinggi pada ASC.
Kesimpulan: BM-MSC memiliki kemampuan lebih baik dalam membentuk tube formation dibandingkan dengan ASC. Tidak ditemukan hubungan antara kadar CD34 dengan kemampuan vaskulogenesis MSC.

Objective: Test tube formation is the most widely used method as an in vitro vasculogenesis test. Mesenchymal stem cells MSC is a multipotent adult cells known not expressing CD34 just like endothelial progenitor cells EPC that play a role in vasculogenesis. Adipose derived stem cells MSCs ASC is considered to still express CD34 2 in cultures. Bone Marrow BM MSCs is most widely used MSCs in vasculogensis research. ASC has great potential for stem cell therapy and engineering. The potential of vasculogenesis between ASC and BM MSC remains unclear which one is better and whether CD34 expression affects this. In this study we wanted to compare the potential of vasculogenesis between MSC of lipoaspiric origin and MSC from bone marrow through tube formation test and CD34 expression. Tube formation assay is the most widely used method as an in vitro vasculogenesis test. Mesenchymal stem cells MSCs are multipotent adult cells. known not to express CD34 surface marker which is expressed by haemapoietic stem cells, but according to some experts bone marrow mesenchymal stem cells BM MSCs express CD34 in vivo and lose its expression when they are cultured in vitro, while adipose derived stem cells ASCs still have CD34 expression in the early passages when cultured in vitro. BM MSCs are the most widely used MSC, but ASCs are also used in stem cell therapy and tissue engineering for angiogenesis purposes. Until now the potential of vasculogenesis between ASCs and BM MSCs is still unclear. Expression of CD34 is also unknown whether effecting the quality of tube formation. In this study we wanted to compare the potential of vasculogenesis between ASC and BM MSCs through tube formation test and CD34 expression.
Results: Measurements of vasculogenesis quality showed higher tube length, number of loops and mean number of branch points on BM MSC. Both BM MSCs and ASCs showed low CD34 levels.
Conclusion: BM MSCs showed better tube formation ability compared with ASCs. No association was found between CD34 levels and MSC vasculogenesis capability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Starifulkani Arif
"Latar Belakang. Sumsung tulang merupakan sumber sel punca mesenkimal SPM yang paling banyak digunakan selain jaringan lemak sebagai sumber pengganti yang menjanjikan. Peningkatan penggunaan SPM membutuhkan kemampuan untuk melakukan subkultur pasase SPM. Untuk mengumpulkan dan menyimpan SPM dalam waktu tertentu tanpa mengubah karakter SPM maka dilakukan kriopreservasi.
Penelitian ini bertujuan meningkatkan pemahaman efek pasase terhadap penuaan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan jaringan lemak yang dikriopreservasi.Metode. Penelitian ini merupakan studi analitik observasional yang dilaksanakan di UPT-TK Sel Punca RSCM FKUI April 2016 - September 2016. Sampel penelitian adalah sel punca mesenkimal sumsum tulang dan jaringan lemak pasase pertama yang dikriopreservasi 1 dan 2 kali. Dilakukan pengukuran terhadap ukuran sel, viabilitas sel, population doubling time PDT, colony forming unit dan penghitungan persentase sel yang menua. Data pasase dianalisis dengan multiple comparison ANOVA dengan Tukey HSD correction dan student t-test menggunakan program SPSS 23.
Hasil. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok kriopreservasi SPM sumsum tulang dalam PDT, viabilitas, dan ukuran sel pada P6 dengan p

Introduction. Bone marrow is still the gold standard source of MSC, but adipose tissue became a promising alternative source. Passage and cryopreservation are effective ways to multiply, pool and store MSC without altering its function.
The aim of this research was to enhance the knowledge of the effect of passage on senescence profile of cryopreserved human bone marrow and adipose derived MSC.Method. This research was an observational analytic study to analyze population doubling time PDT, cell size, viability, colony forming unit and percentage of senescent cells and done in UPT ndash TK Sel Punca RSCM FKUI, during April to September 2016. The samples were bone marrow and adipose MSC at passage one, which were cryopreserved for the first and second time. Cryopreservastion groups were analyzed using student t test while inter passage was analyzed using ANOVA test.
Result. There were significant differences between both cryopreserved bone marrow groups in PDT, viability and cell size in P6, p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Helsy Junaidi
"Latar belakang: Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi, bahan kimia, listrik dan radiasi. Penggunaan terapi sel punca khususnya sel punca mesensimal asal jaringan lemak manusia hADSC diharapkan menjadi solusi efisien dalam mengatasi masalah luka bakar karena diharapkan dapat membantu penutupan luka melalui re-epitelialisasi spontan pada luka bakar dalam. Penggunaan gel kolagen sapi sebagai pembawa hADSC diharapkan mampu menjaga sel punca tetap berada di area luka.
Metode: Penelitian dilakukan pada tikus model luka bakar Sprague dawley . Masing-masing tikus mendapat tiga luka yaitu kontrol K , hADSC dalam gel kolagen sapi dan gel kolagen sapi. Penutupan luka diobservasi setiap hari sampai hari tikus dikorbankan hari ke-7,hari ke-14, hari ke-21 dan hari ke-28 kemudian dilakukan pengamatan secara makroskopis, penjalaran re-epitelialisasi secara mikroskopis, kualitas re-epitelialisasi densitas kolagen, jumlah lapisan epitel dan jumlah juluran epitel dan deteksi DNA manusia pada kulit tikus menggunakan metode PCR.
Hasil: Penutupan luka secara makroskopis menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara perlakuan hADSC dalam gel kolagen sapi dengan kontrol p 0.001 dan antar kelompok hADSC dalam gel kolagen sapi dengan kelompok gel kolagen sapi. Persentase penjalaran re-epitelialisasi pada perlakuan hADSC dalam gel kolagen sapi lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol dan kelompok gel kolagen sapi. Kualitas re-epitelialisasi ditunjukkan dengan jumlah lapisan epitel dan jumlah juluran epitel pada kelompok perlakuan hADSC dalam gel kolagen sapi lebih banyak dan berbeda bermakna dengan kontrol dan gel kolagen sapi. Kelompok perlakuan hADSC dalam gel kolagen sapi mempunyai densitas kolagen yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol dan kelompok gel kolagen sapi. Deteksi keberadaan DNA manusia pada jaringan kulit tikus, ditemukan sampai pengamatan hari ke-28.
Kesimpulan: pemberian hADSC dalam gel kolagen sapi pada tikus model luka bakar dalam memberikan kualitas re-epitelialisasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol dan gel kolagen sapi.

Backgrounds: Burns are damage and loss of tissue due to contact with sources that have very high temperatures, chemicals, electricity and radiation. The use of stem cell, especially human adipose derived stem cells hADSC is expected to be an efficient solution in dealing with burns as it is expected to help wound closure through the spontaneous re epithelialization of deep dermal burn. The use of bovine collagen gel as a carrier hADSC is expected to keep stem cells in the wound area.
Method: This study used 20 male Spargue Dawley rats. Each rat received three wounds with different treatments control, hADSC in bovine collagen gel and bovine collagen gel. The wound closure was observed every day until the day of the rat was sacrificed day 7, day 14, day 21 and day 28 , and then done macroscopic observation, propagation of re epithelialization, re epithelialization quality collagen density, the number of epithelial layers and the number of epithelial rate ridge and the detection of human DNA on rat skin using the PCR method.
Result: The wound closure macroscopically showed a significant difference between the hADSC in the bovine collagen gel group with control group p 0.001 and between the hADSC in the bovine collagen gel group with the bovine collagen gel group. The percentage of re epithelialisation propagation in hADSC in bovine collagen gel was higher when compared with control and bovine collagen gel group. The quality of re epithelialization that showed by the number of epithelial layers and the number of epithelial rate ridge in the hADSC in the bovine collagen gel group significantly different from the control and bovine collagen gel group. The hADSC in the bovine collagen gel group had a higher collagen density compared to the control and the bovine collagen gel group. Detection of human DNA in rat skin tissue, showed the presence of human DNA still found until observation of the 28th day.
Conclusion: Application of hADSC in bovine collagen gel in deep dermal rat burns model provides better re epithelialization quality when compared with control and bovine collagen gel.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Pramantha Putra Wijaya
"Pendahuluan: Penelitian in vitro menggambarkan inferioritas osteogenesis SPM adiposa dibandingkan dengan SPM sumsum tulang. Sebaliknya, penelitian in vivo menunjukkan kemiripan potensi osteogenik keduanya. penelitian ini mencoba mengetahui perbedaan kapasitas osteogenik antara keduanya dengan mengukur ekspresi Bone Morphogenetic Protein (BMP)-2 dan BMP Reseptor II, juga proses penyembuhan tulang dengan pengukuran histomorfometri.
Metode: Delapan belas tikus Sprague dawley (SD) dilakukan defek tulang femur 5mm. Tikus dibagi tiga kelompok yang terdiri dari kontrol, implantasi SPM sumsum tulang + Hydroxypatite, dan implantasi SPM adiposa + Hydroxypatite. Tikus dikorbankan pada minggu kedua kemudian penilaian histomorfometri kuantitatif dilakukan dengan Image-J. Paramater yang diukur adalah luas total kalus, % area penulangan, % area kartilago, dan % area fibrosis. Dilakukan penilaian imunohistokimia menggunakan intensitas pewarnaan dan skor Imunoreaktivitas (IRS).
Hasil: Kelompok SPM sumsum tulang menunjukkan ekspresi BMPR II lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Ekspresi BMPR II dianalisis dan didapatkan hasil yang signifikan (p= 0,04) dengan median 4.00 ± 2.75. Kelompok SPM sumsum tulang dan adiposa juga menunjukkan proses penyembuhan tulang yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol (p = 0,001). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara SPM sumsum tulang dan SPM adiposa yang diukur pada % total area kalus (p = 1.000),% area penulangan (p = 1.000),% kartilago (p = 0,493) dan % fibrosis (p = 0,128).
Diskusi: SPM adiposa memiliki kemampuan penyembuhan tulang yang serupa dengan SPM sumsum tulang. Growth factor dan reseptornya penting namun bukan satu-satunya faktor penyembuhan tulang.

Introduction: In vitro studies describe inferior osteogenesis of Adiposes to Bone Marrow Mesenchymal Stem Cell (MSC). Contrary, in vivo studies showing the resemblance of osteogenic potential between both groups. This study tries to investigate the difference of osteogenic capacity between BMSCs and ASCs by quantifying the expression of Bone Morphogenetic Protein (BMP)-2 and BMP receptor (BMPR) II also the bone healing process by histomorphometry measurement.
Methods: Eighteen Sprague dawley (SD) rats were induced with 5mm femoral bone defect, then divided into three groups that consist of Control, Implementation of BMSC+Hydroxypatite, and Implementation of ASC+Hydroxypatite. They were sacrificed after 2 weeks, then performed histomorphometry assessment with Image-J. The measured paramater were total area of callus, % of osseous area, % of cartilage area, and % of fibrotic area. The immunohistochemistry measurement performed by staining intensity and immunoreactivity score (IRS).
Results: The BMSC group showed higher expression of BMPR II compare to others. The expression of BMPR II was analyzed statistically and showed significant result (p=0.04) with median 4.00 ± 2.75. Both BMSC and ASC group have significantly better bone healing process compared with control group (p=0,001). There are no significant differences between ASC and BMSC measured in %total callus area (p=1.000), %Osseous area (p=1.000), %Cartilage area (p=0.493) and % Fibrous area (p=0.180).
Discussions: ASC bone healing ability are similar to BMSC. Growth factor and its receptor are important but not sole contributing factor for bone healing."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Raditya Fernanda
"Tendinopati Achilles diabetes merupakan penyakit degeneratif akibat perubahan homeostasis jaringan tendon yang disebabkan oleh diabetes melitus tipe 2. Penyembuhan tendinopati Achilles diabetes sulit untuk dicapai karena terbatasnya kapasitas regenerasi tendon. Eksosom asal sel punca mesenkimal (SPM) sumsum tulang memiliki kemampuan dalam menghambat degenerasi jaringan sehingga berpotensi untuk mengatasi tendinopati Achilles diabetes. Efek eksosom SPM sumsum tulang terhadap tendon Achilles dapat diinvestigasi melalui perubahan ekspresi relatif gen a disintegrin and metalloproteinase domain 12 (ADAM12). Gen ADAM12 merupakan gen pendegradasi matriks yang terekspresi tinggi pada tendinopati Achilles diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh injeksi 0,8 mL eksosom asal SPM sumsum tulang pada tendinopati Achilles tikus diabetes berdasarkan analisis histologi dan ekspresi gen ADAM12. Sebanyak 12 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley dikelompokkan menjadi dua kelompok yang terdiri atas kelompok kontrol tendinopati (KK) dan kelompok eksosom (KE). Analisis histologi tendon Achilles posmortem hari ke-21 dilakukan dengan metode semikuantitatif skor Bonar dan histomorfometri kuantitatif luas area kolagen melalui pulasan Hematoksilin-Eosin, Alcian Blue, dan Masson’s Trichrome. Perubahan ekspresi gen ADAM12 diperiksa secara kuantitatif menggunakan qRT-PCR. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor Bonar KE (1,67 ± 1,282) ditemukan lebih rendah daripada KK (6,40 ± 2,195) secara signifikan (P = 0,001; P < 0,05). Analisis histomorfometri juga menunjukkan rata-rata luas area kolagen KE (85,15 ± 7,023) yang cenderung lebih tinggi dibandingkan KK (76,64 ± 9,237), tetapi tidak berbeda nyata (P = 0,103; P ≥ 0,05). Ekspresi gen ADAM12 KE mengalami perubahan sebesar 0,9 kali lipat lebih tinggi daripada KK, meskipun secara statistik tidak signifikan (P = 0,421; P ≥ 0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa injeksi 0,8 mL eksosom asal SPM sumsum tulang terbukti memiliki potensi dalam memicu perbaikan tendinopati Achilles diabetes pada hari ke-21.

Diabetic Achilles tendinopathy is a degenerative disease resulting from changes in tendon tissue homeostasis caused by type 2 diabetes mellitus. The cure of diabetic Achilles tendinopathy is difficult to achieve due to the limited regeneration capacity of the tendon. Exosomes from bone marrow-derived mesenchymal stem cells (MSC) can inhibit tissue degeneration so they have the potential to treat diabetic Achilles tendinopathy. The effect of exosomes from bone marrow-derived MSC on the Achilles tendon can be investigated through changes in the relative expression of a disintegrin and metalloproteinase domain 12 (ADAM12) gene. The ADAM12 gene is a matrix-degrading gene that is highly expressed in diabetic Achilles tendinopathy. This study aims to determine the effect of injection of 0.8 mL of exosomes from bone marrow-derived MSC on Achilles tendinopathy in diabetic rats based on histology analysis and ADAM12 gene expression. A total of 12 male white Sprague Dawley rats were grouped into two groups consisting of the tendinopathy control group (KK) and the exosome group (KE). Postmortem Achilles tendon histology analysis on day 21 was carried out using the semiquantitative Bonar score method and quantitative histomorphometry of collagen area using Hematoxylin-Eosin, Alcian Blue, and Masson's Trichrome staining. Changes in ADAM12 gene expression were examined quantitatively using qRT-PCR. Based on the research results, the mean score of Bonar KE (1.67 ± 1.282) was found to be significantly lower than KK (6.40 ± 2.195) (P = 0.001; P < 0.05). The histomorphometric analysis also showed that the average collagen area of KE (85.15 ± 7.023) tended to be higher than KK (76.64 ± 9.237) but was not significantly different (P = 0.103; P ≥ 0.05). ADAM12 KE gene expression changed 0.9-fold higher than KK, although it was not statistically significant (P = 0.421; P ≥ 0.05). Thus, the injection of 0.8 mL of exosomes from bone marrow-derived MSC was proven to have the potential to trigger improvement in diabetic Achilles tendinopathy on day 21."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Akbar
"Latar Belakang: Penatalaksanaan defek tulang dengan terapi regeneratif seperti penggunaan sekretom berpotensi mengatasi kekurangan, seperti morbiditas donor, dari pencangkokan tulang autologus. Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang meneliti perbedaan kemampuan pertumbuhan tulang dari sekretom asal sel punca tali pusat, jaringan lemak, dan sumsum tulang.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental hewan menggunakan 63 tikus, dibagi menjadi 5 kelompok besar, yaitu kelompok sekretom sel punca mesenkimal (SPM) asal tali pusat, jaringan lemak, sumsum tulang, kontrol tanpa tindakan, dan kontrol dengan hidroksiapatit. Setiap tikus dioperasi sesuai dengan tindakannya, kelompok perlakuan diberi perlakuan sekretom yang sesuai dan hidroksiapatit dan kemudian kalus yang terbentuk diperiksa 2 minggu kemudian. Pemeriksaan luaran menggunakan histopatologi, berupa histomorfometri (area penulangan, fibrosis dan kartilago) dan pulasan immunohistokimia Bone Morphonegetic Protein (BMP)-2, dan pemeriksaan Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA) protein Indian Hedgehog (Ihh).
Hasil: Kelompok yang mendapatkan sekretom asal SPM jaringan lemak memiliki area penulangan terbanyak, sedangkan kedua kelompok kontrol terendah (p<0,001), kelompok sekretom asal SPM sumsum tulang memiliki area kartilago terbanyak (p=0,134), dan kedua kelompok kontrol memiliki area fibrosa terbanyak (p=0,198). Skor BMP-2 tertinggi tampak pada kelompok sekretom asal SPM adiposa dan paling rendah pada kelompok kontrol (p<0.001). Kadar protein Ihh secara bermakna paling tinggi pada kelompok sekretom asal SPM sumsum tulang, dan paling rendah pada kelompok kontrol (p<0.001)
Kesimpulan: Sekretom memiliki kemampuan osteogenitas, dengan sekretom asal SPM jaringan adiposa yang memiliki kemampuan penulangan tertinggi pada tikus dengan defek tulang kritis, dibandingkan dengan kelompok sekretom lainnya dan kelompok yang tanpa diberikan tindakan

Introduction: The management of bone defects with regenerative therapy using a secretome, for example, is promising and potentially may outweigh the shortcoming of autologous bone graft therapy such as donor morbidity. However, not many studies have compared the differences in the capabilities of bone growth from secretome derived from umbilical cord, adipose and bone marrow stem cell.
Methods: This research is an experimental animal study using 63 rats. A total of 63 rats were divided into 5 major groups (umbilical cord, adipose, bone marrow stem cell secretomes, control without treatment, and control with hydroxyapatite). Each mice was treated accordingly and the harvesting was done after 2 weeks. All samples were examined histopathologically using histomorphometry (ossification, fibrosis, and cartilage area) and Bone Morphogenetic Protein (BMP)-2 immunohistochemistry staining and Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA) Indian Hedgehog (Ihh) protein
Results: The percentage of ossification area was significantly highest in the adipose stem cell secretome group, and the lowest in both control group (p<0.001). The highest percentage of cartilage area was seen in the bone marrow stem cell secretome group (p=0.134) and the highest percentage of fibrous area was seen in both control group (p=0.198). The highest BMP-2 score was seen in the adipose stem cell secretome group and the lowest was in the control group (p<0.001). Level of Ihh protein was significantly highest in the bone marrow stem cell group group and lowest in the control group (p<0.001)
Conclusion: Secretome had osteogenic inducing ability, with adipose stem cell-derived secretomes having the highest bone density in mice with critical bone defects, compared to the other secretome groups and the control group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
William Chandra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal merupakan jawaban untuk berbagai penyakit, termasuk orthopedi. Meskipun jumlah terbatas, prosedur invasif, nyeri, dan sel yang relatif sedikit, sumsum tulang masih menjadi sumber utama. Adiposa menjadi alternatif menjanjikan dengan kemampuan sebanding. Dengan meningkatnya harapan hidup, jumlah pasien tua meningkat dan menjadi sangat potensial untuk aplikasi sel punca. Namun, timbul kontroversi mengenai kualitas sel punca pada penuaan.
Metode Penelitian. Penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta sejak Oktober 2015 - Maret 2016. 12 subjek dibagi menjadi tiga kelompok usia; 15-30 tahun, 31-40 tahun, dan 41-55 tahun dan dilakukan pengambilan sumsum tulang krista iliaka posterior dan adiposa, kemudian dilakukan isolasi dan kultur sel punca mesenkimal. Peneliti melakukan analisis karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, diferensiasi osteogenik, dan pewarnaan Alizarin. Seluruh data dianalisis dengan SPSS 20.
Temuan Penelitian. Karakteristik biologis dan pewarnaan Alizarin Red menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok usia sama(p>0,05). Waktu penggandaan populasi menunjukkan adanya perbedaan signifikan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok 31-40 tahun(p=0,028) dan 41-55 tahun(p=0,035).
Kesimpulan. Sel punca mesenkimal adiposa menunjukkan karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, dan diferensiasi osteogenik yang konstan. Sel punca mesenkimal sumsum tulang menunjukkan waktu penggandaan populasi yang menurun seiring usia, berbeda dengan karakteristik biologis dan diferensiasi osteogenik. Adiposa dapat menjadi pilihan sumber sel punca mesenkimal pada setiap golongan usia.

Introduction. Mesenchymal stem cell is the answer of many medicine problems, including orthopaedic. Bone marrow is still the main source. Because of limited source, invasive procedure, pain, and relative less cell, adipose will be promising source with equal regenerating and differentiating ability. Along with increasing life expectancy, geriatric population is increasing as well as the potential need for stem cell application. Yet there is still controversy about stem cell quality in aging.
Methods. This study was conducted in Stem Cell Medical Technology Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo General Hospital-Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, October 2015 - March 2016. 12 patients were divided into 3 age group; 15-30 year, 31-40 year, and 41-55 year. Bone marrow from posterior iliac crest and adipose tissue were collected, mesenchymal stem cell isolation and culture were done subsequently. Biological characterization, Population Doubling Time, osteogenic differentiation, and alizarin red assay were carried out. All data was analyzed using SPSS 20.
Results. No significant difference was observed in biological characteristic and Alizrin red assay of bone marrow and adipose mesenchymal stem cell among age group (p>0.05). There is significant difference in Population Doubling time in 31- 40 year group(p=0.000) and 41-55 year group(p=0.000).
Conclusions. Adipose mesenchymal stem cell had steady biological characteristic, Population Doubling Time, and osteosteogenic differentiation. Bone marrow mesenchymal stem cell had increasing population doubling time in increasing age, apart from biological characteristic and osteogenic differentiation. Adipose could be the source of choice in harvesting mesenchymal stem cell at any age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Chandra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal merupakan jawaban untuk berbagai penyakit, termasuk orthopedi. Meskipun jumlah terbatas, prosedur invasif, nyeri, dan sel yang relatif sedikit, sumsum tulang masih menjadi sumber utama. Adiposa menjadi alternatif menjanjikan dengan kemampuan sebanding. Dengan meningkatnya harapan hidup, jumlah pasien tua meningkat dan menjadi sangat potensial untuk aplikasi sel punca. Namun, timbul kontroversi mengenai kualitas sel punca pada penuaan.
Metode Penelitian. Penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta sejak Oktober 2015 - Maret 2016. 12 subjek dibagi menjadi tiga kelompok usia; 15-30 tahun, 31-40 tahun, dan 41-55 tahun dan dilakukan pengambilan sumsum tulang krista iliaka posterior dan adiposa, kemudian dilakukan isolasi dan kultur sel punca mesenkimal. Peneliti melakukan analisis karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, diferensiasi osteogenik, dan pewarnaan Alizarin. Seluruh data dianalisis dengan SPSS 20.
Temuan Penelitian. Karakteristik biologis dan pewarnaan Alizarin Red menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok usia sama(p>0,05). Waktu penggandaan populasi menunjukkan adanya perbedaan signifikan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok 31-40 tahun(p=0,028) dan 41-55 tahun(p=0,035).
Kesimpulan. Sel punca mesenkimal adiposa menunjukkan karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, dan diferensiasi osteogenik yang konstan. Sel punca mesenkimal sumsum tulang menunjukkan waktu penggandaan populasi yang menurun seiring usia, berbeda dengan karakteristik biologis dan diferensiasi osteogenik. Adiposa dapat menjadi pilihan sumber sel punca mesenkimal pada setiap golongan usia.

Introduction. Mesenchymal stem cell is the answer of many medicine problems, including orthopaedic. Bone marrow is still the main source. Because of limited source, invasive procedure, pain, and relative less cell, adipose will be promising source with equal regenerating and differentiating ability. Along with increasing life expectancy, geriatric population is increasing as well as the potential need for stem cell application. Yet there is still controversy about stem cell quality in aging.
Methods. This study was conducted in Stem Cell Medical Technology Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo General Hospital-Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, October 2015 - March 2016. 12 patients were divided into 3 age group; 15-30 year, 31-40 year, and 41-55 year. Bone marrow from posterior iliac crest and adipose tissue were collected, mesenchymal stem cell isolation and culture were done subsequently. Biological characterization, Population Doubling Time, osteogenic differentiation, and alizarin red assay were carried out. All data was analyzed using SPSS 20.
Results. No significant difference was observed in biological characteristic and Alizrin red assay of bone marrow and adipose mesenchymal stem cell among age group (p>0.05). There is significant difference in Population Doubling time in 31-40 year group(p=0.000) and 41-55 year group(p=0.000).
Conclusions. Adipose mesenchymal stem cell had steady biological characteristic, Population Doubling Time, and osteosteogenic differentiation. Bone marrow mesenchymal stem cell had increasing population doubling time in increasing age, apart from biological characteristic and osteogenic differentiation. Adipose could be the source of choice in harvesting mesenchymal stem cell at any age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraini Margono
"Latar Belakang: Pendekatan biologis rekayasa jaringan gigi bertujuan meregenerasi jaringan gigi secara histologis, morfologis dan fungsional. Keterbatasan DPSC gigi manusia, memberikan ide untuk menggunakan jaringan lemak sebagai penghasil sel odontoblas. Tujuan: Menganalisis potensi jaringan lemak sebagai sumber MSCs alternatif untuk menjadi sel odontoblas dengan teknik rekayasa jaringan. Material dan Metode : Kelompok perlakuan ADMSC+rhBMP-2, ADMSC+rhBMP-2+Proterin Pulpa, dan DPSC+rhBMP-2, kontrol ADMSC dan DPSC. Analisis: Stro-1, DMP-1 dan Col-1 untuk karakterisasi odontoblastik, Adhesion Assay, dan Col-1 setelah grafting dengan PRP, PRF, FG. Hasil: Ekspresi seluruh parameter menunjukkan potensi ADMSC dan DPSC yang sama untuk berdiferensiasi ke arah odontoblas. Kesimpulan: Jaringan lemak berpotensi sebagai sumber sel odontoblas dalam proses regenerasi jaringan pulpa.
Background: Biological approach of dental tissue engineering aims to regenerate tooth structure in histological, morphological, and functional aspect. DPSC limitation of human teeth giving the idea of using adipose tissue to produce odontoblast. Objective: to analyze the potency of adipose tissue as an alternative source of MSCs to produce odontoblast cells by tissue engineering. Materials and Methods: Treatment groups were ADMSC+rhBMP-2, ADMSC+rhBMP- 2+Pulp Protein, and DPSC+rhBMP-2, and control groups of ADMSC and DPSC. Analyzed: Stro-1, DMP-1 and Col-1 for odontoblastic characterization, Adhession Assay and Col-1 after grafted with PRP, PRF, FG. Result: The expression of all markers showed the same potention of ADMSC and DPSC to differentiate towards odontoblast cells. Conclussion: Adipose tissues have the potency as a source of odontoblast cells in the process of pulp tissue regeneration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
D1333
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Sukry Asdar Putra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal (SPM) sangat menjanjikan dalam bidang rekayasa jaringan karena sifatnya yang multipoten, cepat berproliferasi, dan berkemampuan tinggi untuk beregenerasi. SPM sumsum tulang dapat menjadi terapi pilihan nekrosis avaskular (AVN) kaput femur yang banyak diderita oleh pasien lupus eritematosus sistemik (LES) pada masa sekarang ini. SPM sumsum tulang penderita LES mengalami gangguan fenotip, proliferasi, diferensiasi. Terapi SPM pada AVN kaput femur dapat menggunakan donor otologus yang dilaporkan memberikan hasil luaran yang baik dan keamanan yang signifikan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui potensi, karakteristik, dan diferensiasi SPM sumsum tulang pasien LES yang dihubungkan dengan usia.
Metode. Penelitian ini adalah penelitian in vitro yang meneliti 4 subjek penderita LES di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Aspirat SPM sumsum tulang dilakukan isolasi, ekspansi dan diferensiasi. Analisis statistik menggunakan uji korelasi spearman untuk melihat hubungan usia pasien LES dengan waktu konfluensi, jumlah sel konfluens dan waktu diferensiasi osteogenik, kondrogenik, dan adipogenik.
Hasil dan Diskusi. Rerata jumlah sel konfluens adalah 7.44 x 105 ± 3.06 x 105 sel/ml, rerata waktu konfluens adalah 20.75 ± 4.99 hari, median waktu diferensiasi adipogenik yaitu 17.5 hari (rentang 14-21), waktu diferensiasi osteogenik dan kondrogenik yaitu 21 hari. Terdapat korelasi positif bermakna antara usia penderita LES dengan waktu konfluens SPM (p<0.001) dan korelasi negatif bermakna antara usia penderita LES dengan jumlah sel konfluens SPM (p<0.001).
Simpulan. SPM sumsum tulang krista iliaka penderita LES mampu diisolasi, berproliferasi dan berdiferensiasi. SPM sumsum tulang penderita LES memiliki waktu konfluens dan waktu diferensiasi yang lebih lama dan jumlah sel konfluens yang lebih sedikit.

Introduction. Mesenchymal stem cells (MSC) is very promising in the field of tissue engineering because it is multipotent, rapidly proliferate, and high ability to regenerate bone marrow. BM-MSC may be treatment of choice of avascular necrosis (AVN) of femoral head that affects many systemic lupus erythematosus (SLE) patients at the present time. BM-MSC of SLE patients has impairment in phenotype, proliferation, and differentiation. Mesenchymal stem cell therapy on femoral head AVN which use autologous donors are reported deliver good outcomes and safety. Therefore, research is needed to determine the potency, characteristics, and differentiation of BM-MSC in patients with SLE and related with age.
Methods. This study is in vitro study that examined four subjects as SLE patients in Cipto Mangunkusumo Hospital. BM-MSC of SLE patients is performed isolation, expansion and differentiation. Statistical analysis using pearson and spearman correlation test to see the correlation of age of SLE patients with confluence time, the number of confluence cells and differentiation time.
Result and Discussion. Mean of confluent cell numbers is 7.44 x 105 ± 3.06 x 105cells/ml, mean of confluent time is 20.75 ± 4.99 days, median of adipogenic differentiation time is 17.5 days (range 14-21), osteogenic and chondrogenic differentiation time is 21 days. There is a positive correlation between patient?s age with confluence time (p <0.001) and negative correlation with MSC confluence cell count (p <0.001).
Conclusion. BM-MSC form iliac crest in patients with SLE can be isolated, proliferated and differentiated. BM-MSC of SLE patients has longer confluence time and differentiation time and lower confluence cell count.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>