Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213483 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ismulat Rahmawati
"Latar belakang: Tatalaksana tuberkulosis resistan obat membutuhkan obat antituberkulosis suntik lini kedua yang menyebabkan efek samping ototoksik menetap. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalens ototoksik pada pasien tuberkulosis resistan obat dan faktor-faktor yang berhubungan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada pasien TB resistan obat yang sedang mendapat obat kanamisin atau kapreomisin sebagai bagian paduan obat pada pengobatan tahap awal periode Januari-September 2017 di RSUP Persahabatan. Ototoksik ditentukan berdasar kriteria American Speech Language and Hearing Association (ASHA) tahun 1994 dengan membandingkan nilai audiometri dasar sebelum pengobatan dan saat penelitian.
Hasil: Sebanyak 72 pasien ikut pada penelitian ini. Ototoksik didapatkan pada 34 pasien (47,2%). Ototoksik pada bulan pertama pengobatan yaitu 5 subjek (14,7%) dan 19 subjek 56 tanpa keluhan gangguan pendengaran. Ototoksik lebih sering didapatkan pada penggunaan kanamisin (47,9%) dibandingkan kapreomisin (36,8%). Terdapat berhubungan bermakna antara faktor usia dan ototoksik dengan peningkatan risiko sebesar 5 pada setiap penambahan usia 1 tahun, p=0,029 aOR:1,050 IK95% (1,005-1,096). Kelompok subjek dengan komorbid DM dan peningkatan kreatinin serum didapatkan prevalens ototoksik lebih tinggi meskipun tidak bermakna secara statistik. Faktor jenis kelamin, IMT, riwayat penggunaan OAT suntik, status HIV dan total dosis obat juga tidak didapatkan hubungan bermakna dengan ototoksik.
Kesimpulan: Ototoksik merupakan efek samping yang sering terjadi pada pengobatan fase awal pasien TB resistan obat. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan lebih baik.

Background: The treatment of drug resistance tuberculosis needs second line injection antituberculosis drug that associated with irreversible ototoxic. The aim of this study is to know the prevalence of ototoxicity in tuberculosis drug resistance patients and the contributing factors. Methods: This is a cross sectional study among drug resistance TB patients who receive kanamysin or capreomycin as a part of drug regimen during intensive phase in January to September 2017 at Persahabatan hospital. Ototoxic defined according to American Speech Language and Hearing Association (ASHA) 1994 criteria by comparing baseline audiometric examination before treatment with current result.
Results: Seventy two patients were included in this study. The prevalence of ototoxicity was found in 34 patients (47,2%). Ototoxic found in 5 subjects (14,7%) during the first month of treatment and 19 subjects 56 without hearing disturbance complain. Ototoxic in kanamisin group (47,9%) is more frequent compared with capreomisin (36,8%). Ototoxicity was associated with age, the risk increases 5 every 1 year older p=0,029 aOR:1,050 IK95% (1,005-1,096). The prevalences of ototoxicity are higher in diabetes and increasing serum creatinin patients but statistically not significance. Sex, body mass index, the history of using injectable antiTB drug, HIV status and total dosis were not associated with ototoxicity.
Conclusion: Ototoxicity is common in intensive phase of drug resistance tuberculosis treatment. Further study needed to determine the association of contributing factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jefman Efendi Marzuki HY
"Pendahuluan: Delamanid (DLM) merupakan obat baru tuberkulosis resistan obat (TB-RO) yang sudah digunakan di Indonesia sejak tahun 2019. DLM diketahui dapat menginhibisi kanal kalium hERG sehingga berpotensi menyebabkan pemanjangan interval QT hingga risiko Torsades de pointes (TdP). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan interval QTc pada pasien TB-RO yang mendapatkan paduan DLM dibandingkan dengan kelompok tanpa paduan DLM yakni shorter treatment regimens (STR) dengan injeksi di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder di RSPG dan RSSA. Nilai interval QTc dan perubahan nilai interval QTc dari baseline (ΔQTc) akan dinilai selama 24 minggu.
Hasil: Peningkatan rerata interval QTc dan ΔQTc pada kelompok DLM dan STR dengan injeksi terjadi sejak minggu pertama pengobatan. Peningkatan interval QTc maksimum dan ΔQTc yang lebih kecil pada kelompok DLM dengan mean difference 18,6 milidetik (95%IK 0,3 sampai 37,5) dan 31,6 milidetik (95%IK 14,1 sampai 49,1). Proporsi pemanjangan interval QTc lebih kecil pada kelompok DLM dibandingkan STR dengan injeksi (RR= 0,62; 95%IK 0,42 sampai 0,93).
Kesimpulan: Penelitian ini mengindikasikan paduan mengandung DLM cenderung lebih sedikit meningkatkan interval QTc dibandingkan kelompok STR dengan injeksi. Akan tetapi, pemantauan ketat risiko pemanjangan interval QT perlu dilakukan pada penggunaan obat yang berisiko memperpanjang interval QT.

Backgrounds: Delamanid (DLM) is a tuberculosis resistant (TB-RO) drug and has been used in Indonesia since 2019. It is known that DLM inhibits hERG potassium channel which has the potential to cause cardiac repolarization disorders such as QT prolongation which eventually leads to a risk of Torsades de pointes. This study aims to analyze the QTc interval changes in TB-RO patients who received the DLM-containing regimens compared to the shorter treatment regimens (STR) with injection in Indonesia.
Methods: This is a retrospective cohort study which uses secondary data at RSPG and RSSA. The value of the QTc interval and the changes in the value of the QTc interval from the baseline (ΔQTc) will be assessed for a period of 24 weeks.
Results: There are 31 subjects who received DLM-containing regimens and 76 subjects who received STR with injection. The mean QTc interval and ΔQTc in both groups occurred since the first week of treatment. The increase of QTc interval maximum and ΔQTc was smaller in the DLM group with a mean difference 18.6 miliseconds (95%CI 0.3 to 37.5) and 31.6 milliseconds (95%CI 14.1 to 49.1). The proportion of QTc interval prolongation was smaller in the DLM group (RR= 0.62; 95%CI 0.42 to 0.93
Conclusion: This study indicate that DLM-containing regimens is less likely to increase the QTc interval compared to the STR group with injection. However, close monitoring of the risk of QT prolongation needs to be carried out upon the use of QT prolonging drugs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hera Afidjati
"Latar belakang: Kompleksitas pengobatan TB RO berupa durasi pengobatan yang panjang, penggunaan beberapa obat lini kedua, toksisitas obat, dan interaksi obat akibat multidrug use dapat menyebabkan efek samping pengobatan pada pasien. Hal ini dapat mengurangi efektivitas pengobatan dan memengaruhi luaran pengobatan TB RO. Tujuan: Untuk melihat efek samping obat/kejadian tidak diinginkan terhadap luaran pengobatan TB RO.
Metode: Penelitian observasional dengan desain kohort retrospektif ini dilakukan di RSUP Persahabatan, Jakarta. Sumber data adalah data sekunder dari sistem informasi tuberkulosis (SITB) yang melibatkan pasien TB RO yang menjalani pengobatan di tahun 2021 – 2023. Metode sampling berupa total sampling. Analisis data bivariat antara KTD dengan luaran pengobatan TB RO berupa Cox regresi dan uji Log-Rank, yang kemudian dilanjutkan dengan analisis multivariat menggunakan Extended Cox Regresi.
Hasil: Dari 583 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini, insidens luaran pengobatan tidak berhasil sebanyak 40,65%. Sebanyak 12,69% pasien mengalami efek samping berat. Sebagian besar efek samping terjadi pada fase intensif pengobatan TB RO (43,57%). Jenis efek samping yang paling sering dialami pada pasien adalah gangguan gastrointestinal (79,25%), gangguan muskuloskeletal (58,32%), dan gangguan saraf (49,40%). Efek samping berupa KTD berat/serius tidak memiliki asosiasi yang signifikan terhadap terjadinya pengobatan tidak berhasil berdasarkan hasil analisis Cox regresi bivariat (HR=0,823; 95% CI: 0,558-1,216; p=0,329) dan analisis multivariat Extended Cox regresi (setelah dikontrol oleh variabel kovariat). Probabilitas survival antara kelompok dengan KTD berat dan kelompok non-KTD berat tidak berbeda bermakna. Kesimpulan: pemantauan efek samping selama pengobatan TB RO berlangsung merupakan hal yang penting untuk menunjang keberhasilan pengobatan.

Background: The complexity of treating drug-resistant tuberculosis (DR TB) involves prolonged treatment duration, the use of several second-line drugs, drug toxicity, and drug interactions due to multidrug use, which can lead to adverse drug reactions in patients. These issues can reduce treatment effectiveness and affect treatment outcomes for DR TB.
Objective: To investigate the impact of adverse drug reactions/adverse events on DR TB treatment outcomes.
Methods: This observational study utilized a retrospective cohort design conducted at RSUP Persahabatan, Jakarta. The data source was secondary data from the tuberculosis information system (SITB) involving DR TB patients who underwent treatment between 2021 and 2023. The sampling method was total sampling. Bivariate data analysis between adverse events and TB RO treatment outcomes involved Cox regression and Log Rank tests, followed by multivariate analysis using Extended Cox Regression.
Results: Among the 583 subjects included in this study, the incidence of unsuccessful treatment outcomes was 40.65%. Severe adverse drug reactions were experienced by 12.69% of patients. Most adverse reactions occurred during the intensive phase of TB RO treatment (43.57%). The most common types of adverse reactions experienced by patients were gastrointestinal disorders (79.25%), musculoskeletal disorders (58.32%), and neurological disorders (49.40%). Severe/serious adverse reactions did not have a significant association with unsuccessful treatment outcomes based on the results of the bivariate Cox regression analysis (HR=0.823; 95% CI: 0.558-1.216; p=0.329) and the multivariate Extended Cox regression analysis (after adjusting for covariate variables). The survival probability between the group with severe adverse reactions and the non- severe adverse reactions group did not differ significantly.
Conclusion: Monitoring adverse drug reactions during DR TB treatment is crucial to support the success of the treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Megawati
"Latar belakang: Infeksi tuberkulosis resistan obat (TB RO) dapat menyebabkan kerusakan paru yang dapat menetap sehingga berdampak pada fungsi paru dan kualitas hidup. Sebanyak 78% pasien TB RO mengalami penurunan kualitas hidup dan 72% mengalami penurunan kapasitas latihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kapasitas latihan dan kualitas hidup pasien bekas TB RO di RS. Persahabatan Jakarta.
Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif observasional dengan metode potong lintang menggunakan total 44 subjek pasien bekas TB RO di RSUP Persahabatan. Penilaian kualitas hidup menggunakan kuesioner WHOQOL-BREF, kapasitas latihan menggunakan uji langkah 6 menit (6MWT) dan uji latih jantung paru (ULJP), fungsi paru menggunakan pemeriksaan spirometri serta luas lesi menggunakan foto toraks.
Hasil: Dari total 44 subjek, 68,1% subjek memiliki kualitas hidup baik, 18,3% subjek memiliki kualitas hidup sangat baik, dan 13,6% subjek memiliki kualitas hidup cukup. Hasil 6MWT menunjukan adanya korelasi positif yang bermakna dengan kualitas hidup (r = 0,354; p = 0,018). Hasil pemeriksaan ULJP, spirometri dan luas lesi pada foto toraks tidak menunjukan korelasi yang signifikan dengan kualitas hidup (p > 0,05).
Kesimpulan: Kualitas hidup pasien TB RO memiliki hubungan positif yang bermakna dengan 6MWT, namun tidak memiliki hubungan dengan ULJP, fungsi paru serta luas lesi pada foto toraks.

Background: Drug-resistant tuberculosis (DR-TB) infection can cause persistent lung damage that impacts lung function and quality of life. As many as 78% of DR-TB patients experience a decrease in quality of life, and 72% experience a decrease in exercise capacity. This study aims to determine the relationship between exercise capacity and quality of life of former DR-TB patients at Persahabatan Hospital Jakarta.
Methods: The study was a descriptive observational study with a cross-sectional method using 44 subjects of former DR-TB patients at the Persahabatan Hospital. Quality of life was assessed using the WHOQOL-BREF questionnaire, exercise capacity using the 6-minute step test (6MWT) and the cardiopulmonary exercise test (CPET), lung function using spirometry examination, and lesion area using chest xray.
Results: From 44 subjects, 68.1% had good quality of life, 18.3% had excellent quality, and 13.6% had fair quality of life. The 6MWD showed a significant positive correlation with quality of life (r = 0.354; p = 0.018). The CPET, spirometri, and lesion on chest xray did not significantly correlate with quality of life (p> 0.05).
Conclusion: The quality of life of patients with DR-TB has a significant positive association with 6MWT but has no association with CPET, lung function, and lesion area on the chest xray.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afianti Hasanah
"Indonesia masuk kedalam Negara dengan tiga beban TB tertinggi, salah satunya adalah TB-MDR. Persentase kematian pada pasien TB-MDR selama masa pengobatan di Indonesia melebihi batasan target WHO yaitu 10. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian pada pasien Tuberkulosis Multi Drug Resistance TB-MDR selama masa pengobatan di Indonesia tahun 2010-2014. Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional menggunakan data sekunder registrasi kohort e-TB Manager Surveilans TB Resistan Obat 2010-2014.
Variabel independen pada penelitian ini meliputi faktor kerentanan individu usia, jenis kelamin, komorbid diabetes mellitus, jumlah resistansi OAT, hasil pemeriksaan sputum di awal pengobatan, faktor kerentanan sistem kesehatan riwayat pengobatan TB sebelumnya dan interval inisiasi pengobatan, dan faktor kerentanan sosial wilayah tempat tinggal. Variabel dependen pada penelitian ini adalah hasil akhir kematian pada pasien TB-MDR. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara usia dengan kematian pada pasien TB-MDR selama masa pengobatan.

Indonesia is one of the countries in three high burden country list, partially MDR TB. The presentation of mortality among MDR TB patients during treatment in Indonesia is above WHO target which is 10. This study aimed to describe the epidemiological and factors associated with mortality among MDR TB patients during treatment in Indonesia from 2010 through 2014. The study was conducted with cross sectional using secondary data cohort registration e TB Manager Surveillance of TB Drugs Resistance 2010 2014.
Independent variables of this study were individual vulnerability age, sex, diabetes mellitus comorbidities, number of drugs resistance, initial sputum test, programmatic or institutional vulnerability previous history of TB treatment and interval of treatment, and social vulnerability living status. Dependent variable of this study was the end of treatment result for mortality among MDR TB patients. The results indicated that age associated with mortality among MDR TB patients during treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69650
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Ayudiasari
"Tren angka putus berobat pada pasien TBC RO cenderung fluktuatif. Angka putus berobat TBC RO pada tahun 2020 sebesar 19%, angka ini menurun dibandingkan tahun 2019 sebesar 22% dan 2018 sebesar 27%. Angka putus berobat ini memberikan dampak yang besar bagi indikator program tuberkulosis nasional yang secara tidak langsung memengaruhi keberhasilan pengobatan TBC RO yang belum mencapai target 80%. Penelitian terdahulu menyebutkan kejadian putus berobat ini dipengaruhi oleh faktor karakteristik individu, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Akan tetapi, penyebab pasti dari kejadian putus berobat pasien TBC RO di Indonesia belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian putus berobat pada pasien TBC RO di Indonesia Tahun 2022-2023. Sampel penelitian ini adalah semua kasus pasien TBC RO di Indonesia yang memulai pengobatan pada tahun 2022-2023 dan telah memiliki hasil akhir pengobatan dinyatakan sembuh, pengobatan lengkap, dan putus berobat pada Mei 2024. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 11,04% paseien TBC RO mengalami putus berobat. Terdapat hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, status HIV, status DM, jenis resistansi, kategori panduan OAT, dan jenis fasyankes terhadap kejadian putus berobat pada pasien TBC RO. Sedangkan faktor riwayat pengobatan dan wilayah fasyankes tidak menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian putus berobat. Perluasan fasyankes pelaksana layanan TBC RO dan kolaborasi antara fasyankes dan komunitas TB dalam melakukan pendampingan dan memberikan dukungan psikososial dapat membantu mencegah terjadinya kejadian putus berobat pada pasien TBC RO di Indonesia.

The trend of treatment loss to follow up (LTFU) rates in DR-TB patients tends to fluctuate. The DR-TB treatment LTFU 2020 was 19%, this number decreased compared to 2019 of 22% and 2018 of 27%. LTFU have a major impact on national TB programme indicators, which indirectly affect the success of DR-TB treatment, which has not yet reached the 80% target. Previous studies have found that LTFU is influenced by individual characteristics, behavioural factors, and environmental factors. However, the exact causes of LTFU among DR-TB patients in Indonesia are still unknown. This study aims to find out what factors are associated with the incidence of LTFU in patients with DR-TB in Indonesia in 2022-2023. The sample of this study was all DR-TB patients in Indonesia who started treatment in 2022-2023 and had the final results of treatment declared cured, complete treatment, and LTFU in May 2024. The results showed that 11.04% of patients with DR-TB had loss to follow up of TB treatment. There was an association between age, gender, HIV status, DM status, type of resistance, OAT guideline category, and type of health facility with LTFU in patients with DR-TB. Meanwhile, the treatment history and health facility region did not show a significant association with LTFU. Expansion of health facilities providing DR-TB treatment and collaboration between health facilities and TB communities in assisting and providing psychosocial support can help prevent LTFU among patients with DR-TB in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Trisno Murti
"Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular dan merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian terbanyak di dunia. Selain paru, TB dapat juga menyerang ekstraparu. Tanpa terapi, mortalitas TB sangat tinggi. Data mengenai TB ekstraparu masih sedikit di Indonesia. Tatalaksana TB ekstraparu serta hasil pengobatannya juga masih jarang diteliti.
Tujuan. Mengetahui hasil pengobatan TB ekstraparu di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang sudah menggunakan standar pengobatan TB ekstaparu di Indonesia
Desain Penelitian. Penelitian berdesain kohort retrospektif ini dilakukan menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien tuberkulosis ekstraparu pada 1 Januari 2014 - 31 Desember 2017 di RSCM.
Hasil Penelitian. Dari 78 subjek penelitian yang menderita TB ekstraparu, prevalensi terbanyak adalah TB kelenjar getah bening yakni 27 subjek (34,6%). Sebanyak 62 (79,5%) subjek dinyatakan mengalami keberhasilan pengobatan dan 58 (74,4%) subjek diantaranya diobati sesuai dengan panduan. Pada analisis multivariat terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan keberhasilan pengobatan TB ekstra paru.
Simpulan. Keberhasilan pengobatan TB ekstraparu di RSCM 79,5%. Pengobatan TB ekstraparu di RSCM sudah sesuai dengan panduan terapi TB ekstraparu di Indonesia 74,4%. Keberhasilan pengobatan TB Ekstraparu pada wanita lebih besar dibandingkan pria.
Background. Tuberculosis (TB) is an infectious disease and also one of 10 prevalent causes of death worldwide. Apart from lungs, TB also affects extra-pumonar organs. Without treatment, TB mortality is very high. There are only limited data on extrapulmonary TB in Indonesia. Extrapulmonary TB treatment and the outcomes are also rarely studied.
Objective. To evaluate the results of standardized extrapulmonary TB treatment in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) according to extrapulmonary TB standard treatment used in Indonesia.
Methods. This is a retrospective cohort was carried out with secondary data from medical records of extrapulmonary tuberculosis patients in between January 1st 2014 - December 31st 2017 at RSCM.
Results. Of the 78 subjects who suffered from extrapulmonary, the highest prevalence extrapumonary TB was lymphadenitis TB in 27 subjects (34,6%). A total of 62 subjects (79,5%) were declared cured and 58 (74,4%) subject treated according to the guidelines. There is related between gender to recovery.
Conclusion. The success of extrapulmonary TB therapy at RSCM was 79,%. Extrapulmonary TB treatments at RSCM were in accordance with guidelines for extrapulmonary TB therapy in Indonesia 74,4%. The success of extrapulmonary TB treatment in women is greater than men"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murniati
"Latar Belakang:Tuberkulosis resisten obat (TB-RO) merupakan ancaman bagi seluruh dunia termasuk Indonesia, karena memerlukan waktu lama dan biaya yang besar dalam mengobati penyakit tersebut meskipun telah ditangani dengan baik. Data penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa terdapat kekambuhan TB-RO, tapi datanya sangat terbatas. Di Indonesia belum ada data tentang angka kekambuhan TB-RO.
Tujuan: Mengevaluasi pasien TB resisten obat (TB-RO) pasca pengobatan yang datang kontrol pada bulan ke 6, 12, 18, dan 24 di RSUP Persabatan Jakarta.
Metode: Penelitian menggunakan desain penelitian potong lintang terhadap pasien TB-RO yang telah dinyatakan sembuh dan pengobatan lengkap yang datang kontrol di poli MDR RSUP Persahatan Jakarta mulai bulan April 2017 sampai Desember 2017. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan foto toraks dan biakan sputum. Mencatat data pengobatan dan hasil-hasil pemeriksaan terkait data yang diperlukan dalam dalam rekam medis pasien.
Hasil: Didapatkan 60 subjek penelitian dengan rerata usia 42,3 + 12,5 tahun, berjenis kelamin laki-laki 31 (51,7%) dan perempuan 29 (48,3%), dengan rerata IMT 21,75+ 4,34. Dari hasil foto toraks didapatkan gambaran dominan lesi luas dan hasil kultur sputum semua pasien yang diteliti tidak ditemukan pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis.
Kesimpulan: Tidak ditemukan kekambuhan pada pasien TB resisten obat yang yang telah dinyatakan sembuh dan pengobatan lengkap yang datang kontrol pasca pengobatan di RSUP Persahabatan Jakarta.

Objective: This study aimed to evaluate DR-TB patients which was biannually performed for two-years (e.g. at the 6th, 12th, 18th, and 24th mos) after treatment completion.
Methods: This cross-sectional study involved DR-TB patients completing their treatment at Persahabatan General Hospital Jakarta, Indonesia, between April and December 2017. The post-treatment evaluation during the 6th, 12th, 18th, and 24th mos included clinical, chest x-ray (CXR) and sputum culture examination.
Results: Sixty patients were observed in this study, 31 (51.7%) were males and 29 (48.3%) were females. The mean age was 42.3+12.5 yo and the mean body mass index was 21.75+4.34. Fourty nine (81.7%) patients showed extensive lesions per CXR and none of the patient showed Mycobacterium tuberculosis growth per sputum culture.
Conclusion: There was no recurrence of DR-TB from patients completing their treatment at Persahabatan General Hospital Jakarta, Indonesia during two-years post-treatment evaluation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yetty Fariaty
"ABSTRAK
Latar belakang: Tuberkulosis TB menempati peringkat kedua penyebab kematian akibat infeksi setelah human immunodeficiency virus HIV di dunia. Tanpa pengobatan, angka kematian TB tinggi. Selama pengobatan TB, dapat terjadi hepatitis imbas obat HIO . Kejadian ini dapat menyebabkan pasien mendapat perubahan paduan obat antituberkulosis OAT . Perubahan paduan obat mungkin akan berakibat pada angka konversi.Metode: Lima puluh dari 72 sampel dengan TB paru bakteriologis kasus baru dengan HIO yang tercatat di dalam rekam medik diambil datanya secara retrospektif. Data usia, jenis kelamin, status gizi, hasil pemeriksaan batang tahan asam BTA , waktu timbulnya HIO, faktor komorbid HIV dan DM , riwayat merokok, alkohol, OAT yang dihentikan, jenis OAT yang digunakan saat HIO dan parameter hematologi dicatat untuk kemudian dianalisis.Hasil penelitian: Angka konversi TB paru kasus baru yang mendapat perubahan paduan OAT akibat HIO adalah 70 . Kami dapatkan 26 pasien dengan usia > 50 tahun, 60 status gizi kurang dan 26 dengan DM. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara usia, jenis kelamin, status gizi, komorbid DM dan HIV serta jenis OAT yang digunakan saat HIO terhadap terjadinya konversi namun didapatkan responden HIO dengan status gizi kurang sebesar 60 mengalami konversi yang rendah 67 . Obat anti tuberkulosis yang digunakan saat HIO terbanyak adalah kombinasi RHES 76 dengan angka konversi 65,7 .Kesimpulan: Angka konversi TB paru kasus baru yang mendapat perubahan paduan OAT akibat HIO adalah 70 . Pasien TB paru dengan usia tua, status gizi kurang dan DM perlu mendapat pemantauan selama pengobatan. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar serta diikuti secara prospektif untuk mendapatkan data yang lebih detail sehingga faktor lain yang berpengaruh terhadap angka konversi dapat diketahui.

ABSTRACT
Background Tuberculosis TB ranks as the second leading cause of death from an infectious disease worldwide after the human immunodeficiency virus HIV . Without treatment, the mortality rates of TB are high. Drug induced hepatotoxicity can occure during TB treatment which is leading to non standard antituberculosis drugs use. Modification of therapy might influence the conversion rate.Method Data collected from medical records retrospectively, 50 0f 72 samples with newly diagnosed pulmonary tuberculosis and drug induced hepatitis who received modified regimen included in this study. Age, gender, nutritional status, sputum smear, time to occurance of hepatotoxicity, comorbid, smoking history, antituberculosis drug used after hepatotoxicity and hematology parameter are written for analysed.Results Conversion rate in newly diagnosed pulmonary TB patients with drug induced hepatitis who received modified regimen was 70 . We found 32 patients with age 50 years old, 60 poor nutritional status and 26 with DM. No significant assosiation found between age, gender, nutritional status, comorbid DM, HIV and antituberculosis drug used after hepatotoxicity to conversion. Subjects with poor nutritional status are 60 with less sputum conversion 67 . Combination of RHES were more frequence used of antituberculosis drugs 76 with conversion rate 65,7 .Conclution Conversion rate in newly diagnosed pulmonary TB patients with drug induced hepatitis who received modified regimen was 70 . Pulmonary tuberculosis patients with older age, poor nutritional status and DM need evaluation during treatment. Further research with large samples and prospective design are needed for getting more information and find other factors that influence sputum conversion."
2016
T55586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shena Masyita Deviernur
"Proporsi pasien Tuberkulosis Resistan Obat (TB RO) yang memiliki hasil akhir pengobatan meninggal meningkat di tahun 2021 menjadi 19%. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko kematian pasien TB RO selama masa pengobatan di Indonesia. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dengan menggunakan data kasus TB RO yang memulai pengobatan tahun 2020-2021 dan telah memiliki hasil akhir pengobatan hingga Mei 2023 dan tercatat pada Sistem Informasi Tuberkulosis. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, survival dengan menggunakan Kaplan Meier, dan multivariat dengan menggunakan cox regression. Jumlah sampel penelitian adalah 7.515. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 19,39% pasien meninggal dengan laju kejadian keseluruhan adalah 6 per 10.000 orang hari dan probabilitas kumulatif survival sebesar 73%. Analisis multivariat menunjukkan Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian pasien TB RO selama masa pengobatan di Indonesia adalah kelompok umur 45-65 (HR 1,519; 95% CI 1,275-1,809) tahun dan 65+ (HR 3,170; 95% CI 2,512-4,001), wilayah fasyankes Jawa-Bali (HR 1,474; 95% CI 1,267-1,714), koinfeksi HIV (HR 3,493; 95% CI 2,785-4,379), tidak mengetahui status HIV (HR 1,655; 95% CI 1,474-1,858) memiliki riwayat pengobatan (HR 1,244; 95% CI 1,117-1,385), tidak konversi ≤3 bulan (HR 4,435; 95% CI 3,920-5,017), paduan pengobatan LTR (1,759; 95% CI 1,559-1,985), kepatuhan pengobatan pada kelompok tidak minum obat 1-30 hari (HR 0,844; 95% CI 0,748-0,953) dan kepatuhan pengobatan pada kelompok tidak minum obat >30 hari (HR 0,318; 95% CI 0,273-0,370). 

The proportion of drug-resistant tuberculosis (RO-TB) patients who have the final outcome of treatment will die in 2021 to 19%. The purpose of this study was to determine the risk factors for death of TB RO patients during the treatment period in Indonesia. The design of this study was a retrospective cohort using data on TB RO cases that started treatment in 2020-2021 and had final treatment results until May 2023 and were recorded in the Tuberculosis Information System. The analysis used in this study is descriptive analysis, survival using Kaplan Meier, and multivariate using cox regression. The number of research samples is 7,515. The results of this study showed that 19.39% of patients died with an overall incidence rate of 6 per 10,000 person days and a cumulative probability of survival of 73%. Multivariate analysis shows that the factors that influence the death of TB RO patients during the period of treatment in Indonesia are the age group 45-65 (HR 1.519; 95% CI 1.275-1.809) years and 65+ (HR 3.170; 95% CI 2.512-4.001), health facilities area Java-Bali (HR 1.474; 95% CI 1.267-1.714), HIV coinfection (HR 3.493; 95% CI 2.785-4.379), do not know HIV status (HR 1.655; 95% CI 1.474-1.858) have a history of treatment ( HR 1.244; 95% CI 1.117-1.385), no conversion ≤3 months (HR 4.435; 95% CI 3.920-5.017), mixed treatment LTR (1.759; 95% CI 1.559-1.985), treatment adherence in non-medication group 1 -30 days (HR 0.844; 95% CI 0.748-0.953) and medication adherence in the non-medication group >30 days (HR 0.318; 95% CI 0.273-0.370)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>