Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119318 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darin Nisrina
"ABSTRAK
Industri Hollywood memiliki sejarah panjang yang tidak luput dari keberadaan seksisme dan perlakuan tidak adil terhadap wanita. Untuk mengkritik hal ini, Laura Mulvey mempublikasikan essai pada tahun 1975 yang berjudul ldquo;Visual Pleasure and Narrative Cinema rdquo;, dimana Ia menuangkan teorinya tentang keberadaan lsquo;tatapan pria rsquo; atau yang disebut sebagai Male Gaze. Melalui essai ini, Mulvey menyampaikan prespektifnya mengenai perlakuan kurang menyenangkan yang harus dihadapi wanita baik dibelakang maupun dihadapan layar dan mengkritik bagaimana mereka seringkali dianggap: sebagai tidak lebih dari objek pemuas tatapan laki-laki. Walaupun peran wanita dalam film-film kontemporer telah berkembang sejak zaman itu, Hollywood masih belum sepenuhnya bebas dari Male Gaze. Lebih dari dua dekade sejak essai Mulvey terbit, John McNaughton merilis thriller-erotikanya yang berjudul Will Things 1998 . Walaupun film tersebut mengandung banyak unsur Male Gaze, Para kritik memuji cara alur ceritanya yang inovatif dan karakter-karakter perempuannya yang kuat. Walaupun begitu, analisa lebih dalam akan film ini mungkin akan membuktikan kebalikannya. Paper ini akan mencoba untuk mengidentifikasi dan mencari alasan dibalik penggunaan Male Gaze dalam film ini. Paper ini juga akan mendiskusikan pesan-pesan subliminal yang disampaikan film ini dan bagaimana pesan tersebut dapat terlihat mendukung pemberdayaan wanita namun sebenarnya justru melestarikan ide-ide tertentu yang merendahkan mereka. Selanjutnya, paper ini akan membuktikan bahwa salah satu dari ide yang disampaikan oleh film tersebut adalah seksualitas wanita, yaitu bagaimana hal tersebut digambarkan sebagai sesuatu yang positif dan pada ujungnya sebagai sesuatu negatif. Paper ini akan mencoba melakukannya dengan menelaah teks film dengan menggunakan mise-en-sc ne, teori perfilman, dan teori Male Gaze karya Laura Mulvey.

ABSTRACT
Hollywood has had a long history of sexism and wrongful treatment of its women. To critic this, Laura Mulvey published her widely renowned 1975 essay ldquo;Visual Pleasure and Narrative Cinema rdquo;, in which she conceived her theory of the Male Gaze. Through it, Mulvey disclosed her perspective regarding the treatment of women behind and in front of the screen, criticizing the way they are often regarded inside of the film industry: as mere objects for male viewing pleasure. Although the role of women in contemporary movies has matured significantly since then, Hollywood is not yet free from the male gaze. More than two decades after Mulvey rsquo;s essay was published, John McNaughton released his erotic-thriller Wild Things 1998 . Although the picture contains a heavy dose of male gaze, it is excused for doing so on the grounds of using it innovatively. While it is sexual, the movie was still applauded for having strong female leads and endorsing female empowerment. Even so, a thorough look might point out why that might not be the case. The paper intends to not only identify and seek meaning behind the film rsquo;s brazen use of Male Gaze. The paper also tries to discuss the subliminal messages used in the movie that perpetuates certain ideas that demean and objectify women under the guise of, or while simultaneously, praising them. This paper further argues that one such idea is the ambivalence of female sexuality or how the movie at one time celebrates yet ultimately condemns it. This paper will attempt to do this by analyzing the text and the scenes of this film using mise-en-sc ne, film theory, and Laura Mulvey rsquo;s theory of Male Gaze."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Wild, John J.
Boston: McGraw-Hill, Irwin, 2004
657.3 WIL f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Redika Riasari
"ABSTRAK
Rumah adalah salah satu tema paling menonjol dalam sastra anak-anak dalam memperoleh dan menemukan kembali identitas mereka. Dengan demikian, penelitian ini menganalisis bagaimana pembebasan rumah dicapai oleh Max, protagonis dari buku bergambar anak-anak terkenal Maurice Sendak "Where the Wild Things Are", melalui perjalanan chronotopic-nya; berdasarkan pada teori chronotope Mikhail Bakhtin di mana keterkaitan waktu dan ruang dimanifestasikan dalam bentuk agensi manusia. Kronotop utama yang digunakan adalah mikronotron dengan kronotop ambang yang lebih besar, yaitu: mimpi dan kronotop melingkar. Kedua chronotop ini bermanfaat untuk kontribusinya yang signifikan terhadap perjalanan melingkar Max dalam mengejar rumah, agen Max dalam kaitannya dengan kronotop menjadi jelas, dream chronotope berfungsi sebagai sarana untuk melepaskan dominasi Max di dunia mimpi di mana sama sekali berbeda dari dunia nyata. Sementara itu, kronotop sirkular dimanifestasikan dalam keputusan Max untuk kembali ke rumah setelah kesadaran yang tiba-tiba. Rumah bagi Max akhirnya adalah ketika dia memiliki seseorang dengan perhatian dan cinta abadi untuknya, ibunya, yang akan memberinya jaminan rutin atas kebutuhan utamanya.

ABSTRACT
Home is one of the most prominent themes in children literature in acquiring and reinventing their identities. As such, the research analyzed how the acquition of home is attained by Max, the protagonist of Maurice Sendak`s renowned children picture book `Where the Wild Things Are`, through his chronotopic journey; based on Mikhail Bakhtin theory of chronotope in which the interconectedness of time and space are manifested in a form of human agency. The major chronotope in use will be that of microchronotopes of larger chronotope of threshold, those of: dream and circular chronotopes. These two chronotopes are of use for its significant contribution to Max‟s circular voyage in the pursuit of home, Max agency in regard to the chronotopes is becoming evident, dream chronotope serves as a means to unleash Max`s dominance in the dream world in which entirely different from the real world. Meanwhile, the circular chronotope manifested in Max`s decision to return back home after a sudden realization. Home to Max at last is when he has someone with undying care and love for him, that of his mother, who will provide him with regular assurance of his primary needs.
"
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raini Nur Aprijianti
"Forking-path adalah salah satu variasi alur cerita dalam genre film modular narrative yang menyajikan kompleksitas naratif. Percabangan alur yang menjadi beberapa realitas merupakan salah satu ciri struktur narasi forking-path. Salah satu film yang menampilkan variasi alur forking path adalah Sliding Doors (1998) karya Peter Howitt. Terdapat dua Realitas pada film tersebut yang menampilkan subjektivitas perempuan dengan kemunculan berdasarkan kompleksitas yang berbeda. Penelitian ini akan menunjukkan terbentuknya kesadaran subjektivitas perempuan yang muncul dalam dua realitas berdasarkan hubungan antartokoh dan tindakan tokoh utama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yakni dengan analisis struktural menggunakan teori genre modular narrative Allan Cameron, dan selanjutnya analisis ideologi teks dengan menggunakan teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam dua realitas, Helen, sebagai tokoh utama, memperlihatkan konsistensi dalam memperkuat subjektivitas diri pada tataran yang sama, yaitu dengan cara bekerja, membangun intersubjektivitas, dan berkontribusi dalam ranah sosial. Posisi film Sliding Doors (1998) menunjukkan keberpihakan kepada perempuan. Ketika perempuan banyak dihadapkan pada konstruksi sosial yang membatasi, film ini muncul sebagai upaya memberi pilihan dan memperkuat ruang perempuan dalam membentuk independensi diri.

Forking-path is a type of modular narrative genre film that presents narrative complexity. The branching of the plot into several realities is one of the characteristics of the forking-path narrative structure. One of the films that presents two different realities appears in the film Sliding Doors (1998) by Peter Howitt. Two Realities in the film displays the subjectivity of women that appears based on different complexities. This research will show the awareness of women's subjectivity that appears in two realities based on the relationship between characters and the actions of the main character. The method used in this study is structural analysis using Allan Cameron's modular narrative genre theory, and then ideological analysis of the text using Simone de Beauvoir's existentialist feminist theory. The findings of this study indicate that in the two realities, Helen, as the main character, shows consistency in strengthening self-subjectivity at the same level, namely by working, building intersubjectivity, and contributing in the social realm. The position of the film Sliding Doors (1998) shows partiality to women. When many women are faced with limiting social constructs, this film appears as an effort to strengthen women's space in forming self-independence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Khalila Meutia
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati isu seksualitas perempuan terkait dengan konsep keperawanan dan hubungannya dengan fenomena labeling pada perempuan. Penelitian ini menggunakan film drama remaja Cruel Intentions (1999) sebagai korpusnya, dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsep keperawanan, labeling, dan perbedaan tingkat emansipasi yang dimiliki oleh masing-masing karakter pada film tersebut. Melalui analisis tekstual yang didasari oleh teori Bay-Cheng mengenai dikotomi virgin/slut, penulis meneliti perspektif karakter-karakter perempuan di film ini Kathryn, Cecile, and Annette mengenai seksualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pemahaman konsep keperawanan yang dimiliki setiap karakter menghasilkan tingkat emansipasi yang berbeda-beda.

ABSTRACT
This research paper investigates the issue of female sexuality regarding virginity and how it correlates to the phenomena of labeling among young women. In this paper, the corpus of the study is the romantic teen drama movie, Cruel Intentions (1999), and the purpose of the research is to find the relation between virginity, labeling, and the different degrees of liberation of each character of the movie. Applying textual analysis, I examine the female characters Kathryn, Cecile, and Annette view of sexuality using Bay-Cheng s theory of virgin/slut dichotomy. The findings of this research suggest that since they have different attitudes towards virginity, they show different degrees of liberation.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Singapore: McGraw-Hill, 2013
657 PRI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andriadi
"ABSTRAK
Degradasi apresiasi terhadap film Western mutakhir melatarbelakangi penelitian ini. Para produser film mencoba merevitalisasi elemen film Western agar menghasilkan karya yang lebih menarik dengan atmosfer yang berbeda. Penelitian ini menelaah invensi dan interaksi budaya melalui eksplorasi unsur-unsur eksternal yang menyebabkan perubahan pada formula genre Western dalam film Wild Wild West (1999) dan Django Unchained (2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi pembalikan tipe struktur estetika dalam kedua film tersebut. Pertama, latar karya menunjukkan ruang yang semakin modern dan cenderung mengurangi ruang kebudayaan liar; kedua, ikon persenjataan dan transportasi yang digunakan oleh para tokoh semakin modern; ketiga, tokoh hero yang ditampilkan semakin marjinal; keempat, ide cerita semakin variatif dan dinamis; kelima, situasi dan pola tindakan yang disuguhkan menunjukkan formula kekerasan yang semakin brutal. Evolusi yang terjadi pada kedua film teranalisis dipengaruhi oleh politisasi produksi, perubahan jaman, dan perubahan selera penonton/masyarakat."
Ambon: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016
400 JIKKT 4:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siti Sarah Safira
"[ABSTRAK
John Green?s The Fault in Our Stars and Jenny Downham?s Before I Die are the two most prominent teen sick-lit in the last few years. Using these two novels, this study seeks to examine the relationship between death, sexuality, and abjection. This study also aims to explore how teen sick-lit with death as its ending fares to its implied young readers. The findings contend that sexuality is used by the protagonists in both novels as a tool to cope with death and counter abjection they experience in order to conform to socially accepted behavior and still be considered normal. It also shows that death as an ending may give young readers a dose of reality when reading a fiction. This study contributes to the scarce literature on teen sick-lit, providing a framework why the expression of sexuality is heavily manifested in the characters which suffer from terminal physical illnesses.

ABSTRACT
The Fault in Our Stars karya John Green dan Before I Die karya Jenny Downham merupakan dua novel teen sick-lit yang paling berpengaruh dalam beberapa tahun terakhir. Tulisan ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara kematian, seksualitas, dan abjeksi dalam kedua novel tersebut dan bagaimana teen sick-lit dengan kematian sebagai akhir cerita berdampak pada pembaca mudanya. Temuan menyatakan bahwa seksualitas digunakan oleh protagonis dalam kedua novel sebagai alat untuk menghadapi kematian dan melawan abjeksi yang mereka alami untuk menyesuaikan diri pada perilaku yang diterima dalam masyarakat dan masih dianggap normal. Penelitian juga menunjukkan bahwa kematian sebagai akhir cerita dapat memberikan pembaca muda suntikan realitas saat membaca fiksi. Tulisan ini berkontribusi pada literatur teen sick-lit yang masih sedikit, menghasilkan sebuah teori tentang mengapa ekspresi seksualitas sangat diperlihatkan dalam karakter yang menderita penyakit mematikan.;The Fault in Our Stars karya John Green dan Before I Die karya Jenny Downham merupakan dua novel teen sick-lit yang paling berpengaruh dalam beberapa tahun terakhir. Tulisan ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara kematian, seksualitas, dan abjeksi dalam kedua novel tersebut dan bagaimana teen sick-lit dengan kematian sebagai akhir cerita berdampak pada pembaca mudanya. Temuan menyatakan bahwa seksualitas digunakan oleh protagonis dalam kedua novel sebagai alat untuk menghadapi kematian dan melawan abjeksi yang mereka alami untuk menyesuaikan diri pada perilaku yang diterima dalam masyarakat dan masih dianggap normal. Penelitian juga menunjukkan bahwa kematian sebagai akhir cerita dapat memberikan pembaca muda suntikan realitas saat membaca fiksi. Tulisan ini berkontribusi pada literatur teen sick-lit yang masih sedikit, menghasilkan sebuah teori tentang mengapa ekspresi seksualitas sangat diperlihatkan dalam karakter yang menderita penyakit mematikan., The Fault in Our Stars karya John Green dan Before I Die karya Jenny Downham merupakan dua novel teen sick-lit yang paling berpengaruh dalam beberapa tahun terakhir. Tulisan ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara kematian, seksualitas, dan abjeksi dalam kedua novel tersebut dan bagaimana teen sick-lit dengan kematian sebagai akhir cerita berdampak pada pembaca mudanya. Temuan menyatakan bahwa seksualitas digunakan oleh protagonis dalam kedua novel sebagai alat untuk menghadapi kematian dan melawan abjeksi yang mereka alami untuk menyesuaikan diri pada perilaku yang diterima dalam masyarakat dan masih dianggap normal. Penelitian juga menunjukkan bahwa kematian sebagai akhir cerita dapat memberikan pembaca muda suntikan realitas saat membaca fiksi. Tulisan ini berkontribusi pada literatur teen sick-lit yang masih sedikit, menghasilkan sebuah teori tentang mengapa ekspresi seksualitas sangat diperlihatkan dalam karakter yang menderita penyakit mematikan.]"
2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>