Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87381 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, Anggino
"Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan pembentukan kalimat nondeklaratif, yaitu kalimat yang tidak mengungkapkan pernyataan atau proposisi, dalam Bahasa Isyarat Indonesia atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bisindo. Kalimat nondeklaratif yang dibahas dalam tulisan ini adalah kalimat interogatif, kalimat imperatif, dan kalimat eksklamatif. Dua aspek kalimat nondeklaratif yang diperiksa adalah strukturnya dan unsur nonmanual yang menandainya. Berdasarkan analisis terhadap kalimat-kalimat nondeklaratif yang dihasilkan oleh dua penutur Bisindo ditemukan bahwa (1) kalimat nondeklaratif Bisindo cenderung diawali dengan topik yang dapat berupa subjek, pronomina, nomina atau pewatas frasa yang bermakna 'pemilik'; (2) dalam kalimat interogatif, kata tanya, apabila digunakan, cenderung muncul pada kata di akhir kalimat; (3) unsur nonmanual yang terdapat dalam kalimat nondeklaratif adalah alis (mengerut, menaik), mata (membesar, menyipit, tertutup), dan gerakan kepala (mengangguk); dan (4) unsur-unsur nonmanual tersebut dapat muncul pada keseluruhan kalimat, sebagain kalimat, dan pada kata tertentu.  

The Indonesian Sign Language, better known as Bisindo, is a sign language used by many deaf communities in Indonesia. Misconceptions about this language and its speakers are abound because little is known about it. This paper aims at describing the formation of non-declarative sentences-those that do not express statement or proposition in Indonesian Sign Language. Non-declarative sentences discussed in this research are interrogative, imperative, and exclamative sentences. Two aspects to be examined are the structure and non-manual elements. The data for this paper are collected through elicitation from two Bisindo speakers. From the analysis of the data, it is found that (1) nondeclarative sentences in Bisindo tends to be initially marked by topic-part of sentence which shows what the sentence is about; (2) in interogative sentences, the wh-question word tends to occur at the end of the sentence; (3) non-manual elements that occur in non-declarative sentences are eye brows (lowered, arisen), eyes (widened, narrowed, closed), and head movement (nodded); and (4) the nonmanual elements can occur in in a certain part of the sentence or in the whole sentence depending on the types of non-declarative sentence. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S70319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helma Rizkiana
"Penelitian mengenai negasi dalam bahasa isyarat belum banyak dilakukan di Indonesia. Memperhatikan situasi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan negasi dalam bahasa isyarat Indonesia (Bisindo) yang berfokus pada analisis terhadap bentuk penanda manual dan nonmanual serta pola susunan kata dari satu jenis kalimat, yaitu kalimat pernyataan. Penelitian ini menggunakan data berupa rekaman video berbahasa isyarat informan tuli yang berisi 60 kalimat pernyataan negasi dalam Bisindo. Data yang sudah dikumpulkan, selanjutnya ditranskripsi terlebih dahulu untuk mengetahui bentuk penanda manual, penanda nonmanual, serta pola susunan kata dalam kalimat pernyataan negasi Bisindo. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa (1) kalimat pernyataan negasi pada Bisindo dominan menggunakan penanda manual untuk menyatakan negasi; (2) penanda manual yang digunakan untuk menegasikan kalimat adalah TIDAK/BUKAN, BELUM, TIDAK-ADA, TIDAK-MENGERTI, TIDAK-PERNAH/BELUM-PERNAH, TIDAK-SUKA, dan TIDAK-MAU yang cenderung muncul di akhir kalimat; (3) jenis gerakan penanda nonmanual yang digunakan dalam kalimat pernyataan negasi adalah alis naik, alis turun, dan kepala menggeleng, (4) gerakan nonmanual yang paling banyak muncul adalah alis naik, sedangkan penanda manual negasi yang paling banyak digunakan adalah TIDAK/BUKAN; (5) untuk pola susunan kata, ditemukan sebanyak 10 jenis/tipe dan pola SP-Neg muncul dengan jumlah yang paling signifikan.
Research on negation in sign language has not been extensively conducted in Indonesia. Recognizing this gap, this study aims to describe negation in Indonesian Sign Language (Bisindo) which focuses on analyzing the forms of manual and nonmanual markers, as well as word order patterns in one type of sentence: statement sentences. This study utilizes data in the form of video recordings of deaf informants using sign language, comprising 60 negation statement sentences in Bisindo. The collected data is transcribed to identify the forms of manual markers, nonmanual markers, and word order patterns in Bisindo negation statement sentences. The findings show that (1) negation statement sentences in Bisindo predominantly employ manual markers to express negation; (2) manual markers such as NOT/NOT, NOT-YET, NOTHING, NOT-UNDERSTAND, NEVER, NOT-LIKE, and NOT-WANT are used to negate sentences, often appearing at the end of the sentence; (3) the types of nonmanual marker gestures used in negation statement sentences include raising eyebrows, lowering eyebrows, and shaking the head; (4) the most prevalent nonmanual gesture is raising eyebrows, while the most frequently used negation manual marker is NOT/NOT; (5) concerning word order patterns, 9 types are identified, with the SP-Neg pattern being the most significant."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ronaldi Tjaidianto
"Perbedaan media komunikasi yang digunakan antara komunitas tuli dengan masyarakat normal menjadi pembatas dalam menjalin komunikasi antar keduanya. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan suatu alat penerjemah yang dapat menerjemahkan bahasa isyarat Indonesia (Bisindo) yang biasa digunakan oleh komunitas tuli di Indonesia ke bahasa lisan dan sebaliknya. Penelitian ini akan berkontribusi pada pembentukan alat penerjemah tersebut dengan menerjemahkan kalimat dalam format Bisindo menjadi kalimat bahasa Indonesia secara satu arah. Penerjemahan dilakukan dengan dua metode berbeda, yaitu penerjemahan berbasis statistik menggunakan model neural machine translation (NMT) dan penerjemahan berbasis aturan. Khusus untuk penerjemahan berbasis aturan, penelitian ini hanya akan berfokus pada sebuah tahapan saja yaitu penambahan preposisi. Selain itu, penelitian ini juga memaparkan metode pembentukan dataset yang menyerupai karakteristik Bisindo dari dataset Indonesia menggunakan aturan-aturan sederhana untuk mengatasi minimnya ketersediaan dataset tersebut. Model NMT terbaik pada eksperimen ini memperoleh peningkatan nilai SacreBLEU sekitar 56%, serta penurunan nilai WER sekitar 7% dari nilai awal yang diperoleh pada dataset testing secara langsung. Di sisi lain, penerjemahan berbasis aturan memperoleh peningkatan nilai SacreBLEU sekitar 1.1% serta penurunan nilai WER sekitar 9.7% dari nilai awal. Sebagai tambahan, model tersebut memperoleh nilai precision sebesar 0.436 dan nilai recall sebesar 0.340 pada performanya dalam menambahkan preposisi secara spesifik.

The difference of communication methods used by the deaf community and the society becomes a boundary that limits the communication between the two. In order to tackle this issue, we need a tool that can translate sign language (especially bahasa isyarat Indonesia or Bisindo which is commonly used by the deaf community in Indonesia) to oral language and vice versa. This experiment will contribute to such tool by building a tool to translate sentences in Bisindo format to Bahasa Indonesia in one direction. Translation is done using two different methods: statistic-based translation using neural machine translation (NMT) models and rule-based translation. Specific to the rule-based approach, we will only focus on one step of the translation process which is adding prepositions. Aside of that, we also propose a method in building Bisindo-like dataset from Bahasa Indonesia dataset in order to handle the low availability of it. The best NMT model in this experiment achieved an improvement around 56% in SacreBLEU and a decrease around 7% in WER compared to the initial metrics value that we got directly from the testing dataset. On the other side, rule-based translation achieved an improvement around 1.1% in SacreBLEU and a decrease around 9.7% in WER compared to the initial metrics value. In addition, the model achieved 0.436 precision score and 0.340 recall score specific to its performance in adding preposition."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Pratama
"Setiap bahasa, dalam perkembangannya, pasti akan memunculkan variasi bahasanya dalam setiap penggunaannya, termasuk juga Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO). Warna merupakan salah satu konsep abstrak dan mendasar yang selalu kita temukan dalam kehidupan keseharian kita, temasuk juga dalam Masyarakat Tuli. Akan tetapi, kurangya penelitian lanjutan mengenai proses produksi isyarat yang merepresentasikan istilah warna dasar menjadi salah satu permasalahan yang ditemukan peneliti. Dalam penelitian ini, kami akan fokus untuk meihat kemunculan variasi bahasa isyarat yang digunakan dalam 5 wilayah di Yogyakarta. Variabel dan Subjek penelitian ini adalah isyarat dari kata warna hitam, putih, merah, hijau, biru, dan kuning dari individu Tuli dalam rentang umur dari 19—48 tahun. Variabel-variabel tersebut akan didokumentasikan melalui penelitian lapangan dan dikonversikan ke dalam korpus data dan akan dianalisis kemunculan varian dan aspek-aspek yang membedakan satu varian dengan yang lainnya menggunakan metode kualitatif. Temuan kami membuktikan bahwa dalam 5 wilayah Yogyakarta, ada beberapa varian isyarat yang muncul dalam satu konsep warna dasar. Aspek yang membedakan satu varian dengan lainnya terletak di seluruh aspek fonologi bahasa isyarat seperti bentuk tangan, orientasi, lokasi, dan gerakan isyarat.

Every language, in its development, will certainly appear its language variation in its usage, including the Indonesian Sign Language (BISINDO). Colors are one of the abstract and fundamental concepts that we found in our daily lives, including the Deaf Society. But, the lack of further research about the process of sign production that represents the basic color terms is one of the few problems that I found. In this research, we will focus on looking for the appearances of sign language variations that are used in 5 regional areas of Yogyakarta. the variables and subjects of this research are signs from the word colors black, white, red, green, blue, and yellow from Deaf people ranging from 19--48 years old. The variables will be documented through field research and converted into corpus data and will be analyzed for the variation that appears and the aspects that differ one variation from another using the qualitative method. Our (author and corresponding author) findings prove that in the 5 regional areas of Yogyakarta, there are several variations in sign language in one concept of the basic colors. The aspects that differ one sign from another are in all aspects of sign language phonology such as handshapes, locations, orientations, and movement of the sign.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Rizkie Liesya
"Terdapat dua bahasa isyarat di Indonesia, yaitu Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo). SIBI telah diresmikan oleh pemerintah sebagai bahasa untuk Tuli di SLB-B pada tahun 2001. Padahal sebelumnya Tuli telah memiliki bahasa, yaitu bahasa isyarat yang berasal dari Tuli secara alami. Bahasa alami Tuli tersebut diresmikan oleh komunitas Tuli pada tahun 2008 dengan nama Bisindo. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana identitas Tuli ditunjukkan dalam Bisindo. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan melakukan observasi partisipan dan wawancara mendalam di komunitas Tuli dan lembaga lainnya yang berperan mengembangkan Bisindo. Hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukan bahwa Tuli lebih memilih untuk menggunakan Bisindo daripada SIBI karena Bisindo merupakan Identitas bagi Tuli. Penelitian ini lalu menemukan bahwa Tuli menggunakan Bisindo sebagai alat dalam pergerakan sosial menuju kesetaraan Tuli di masyarakat.

There are two sign languages in Indonesia, namely the Indonesian Sign Language System (SIBI) and the Indonesian Sign Language (Bisindo). The SIBI was formalized by the government as the language for the Deaf in SLB-B in 2001. Even though Deaf already has language, which is sign language that comes from Deaf naturally. The Deaf natural language was formalized by the Deaf community in 2008 under the name Bisindo.This study aims to illustrate how Deaf's identity is shown in Bisindo.This study uses ethnographic methods by conducting participant observation and in-depth interviews in the Deaf community and other institutions that play a role in developing Bisindo.The results of this study indicate that Deaf prefers to use Bisindo rather than SIBI because Bisindo is the Identity for the Deaf.This research then found that Deaf uses Bisindo as a tool in social movements towards Deaf equality in society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Pratama
"Setiap bahasa, dalam perkembangannya, pasti akan memunculkan variasi bahasanya dalam setiap penggunaannya, termasuk juga Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO). Warna merupakan salah satu konsep abstrak dan mendasar yang selalu kita temukan dalam kehidupan keseharian kita, temasuk juga dalam Masyarakat Tuli. Akan tetapi, kurangya penelitian lanjutan mengenai proses produksi isyarat yang merepresentasikan istilah warna dasar menjadi salah satu permasalahan yang ditemukan peneliti. Dalam penelitian ini, kami akan fokus untuk meihat kemunculan variasi bahasa isyarat yang digunakan dalam 5 wilayah di Yogyakarta. Variabel dan Subjek penelitian ini adalah isyarat dari kata warna hitam, putih, merah, hijau, biru, dan kuning dari individu Tuli dalam rentang umur dari 19—48 tahun. Variabel-variabel tersebut akan didokumentasikan melalui penelitian lapangan dan dikonversikan ke dalam korpus data dan akan dianalisis kemunculan varian dan aspek-aspek yang membedakan satu varian dengan yang lainnya menggunakan metode kualitatif. Temuan kami membuktikan bahwa dalam 5 wilayah Yogyakarta, ada beberapa varian isyarat yang muncul dalam satu konsep warna dasar. Aspek yang membedakan satu varian dengan lainnya terletak di seluruh aspek fonologi bahasa isyarat seperti bentuk tangan, orientasi, lokasi, dan gerakan isyarat.

Every language, in its development, will certainly appear its language variation in its usage, including the Indonesian Sign Language (BISINDO). Colors are one of the ab-stract and fundamental concepts that we found in our daily lives, including the Deaf Society. But, the lack of further research about the process of sign production that rep-resents the basic color terms is one of the few problems that I found. In this research, we will focus on looking for the appearances of sign language variations that are used in 5 regional areas of Yogyakarta. the variables and subjects of this research are signs from the word colors black, white, red, green, blue, and yellow from Deaf people rang-ing from 19--48 years old. The variables will be documented through field research and converted into corpus data and will be analyzed for the variation that appears and the aspects that differ one variation from another using the qualitative method. Our (author and corresponding author) findings prove that in the 5 regional areas of Yogyakarta, there are several variations in sign language in one concept of the basic colors. The aspects that differ one sign from another are in all aspects of sign language phonology such as handshapes, locations, orientations, and movement of the sign."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
419 BAH
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
419 BAH
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
419 BAH
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
419 BAH
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>