Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192469 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tutug Kinasih
"Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan mirip endometrium di luar uterus. Jaringan ini memiliki kemampuan tertanam di berbagai tempat ektopik karena dipengaruhi sistem aktivator plasminogen yang berperan dalam proses fibrinolisis. Pada endometriosis terdapat ekspresi plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) berlebih yang menyebabkan kurangnya fibrinolisis sehingga menyebabkan terbentuknya produk fibrin terdegradasi yang dapat mempengaruhi penempelan dan perkembangannya. Faktor epigenetik perubahan tingkat metilasi DNA berperan pada patogenesis endometriosis.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat metilasi gen PAI-1 dan hubungannya dengan perkembangan jaringan endometriosis ovarium dan peritoneum. Studi potong lintang ini menggunakan 13 sampel wanita endometriosis ovarium, 5 wanita endometriosis peritoneum, dan 8 wanita tanpa endometriosis. DNA dari sampel diisolasi, dilakukan konversi bisulfit, kemudian diamati tingkat metilasi DNAnya dengan metode methylation specific polymerase chain reaction (MSP). Hasilnya dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat metilasi DNA gen PAI-1 pada ketiga kelompok sampel (p<0,05).
Penelitian ini menemukan perbedaan signifikan antara endometriosis ovarium dan peritoneum dibandingkan dengan kontrol (p=0,006 dan p = 0,003); namun tidak ada perbedaan yang signifikan pada endometriosis peritoneum dibandingkan dengan ovarium (p>0,05). Penelitian kami menunjukkan rendahnya tingkat metilasi gen PAI-1 yang dapat meningkatkan ekspresi gen PAI-1 dan hal ini disugestikan dapat berkontribusi sebagai faktor risiko endometriosis pada ovarium dan peritoneum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nagita Gianty Annisa
"Endometriosis adalah sebuah penyakit yang dicirikan dengan implantasi jaringan endometrium di luar uterus. Endometriosis disebut sebagai penyakit hormonal. Salah satu hormon yang mempengaruhi patogenesis penyakit ini adalah hormon estrogen. Estrogen diduga dapat memicu proliferasi dan pertumbuhan jaringan endometrium ektopik. Sintesis estrogen dipengaruhi oleh faktor transkripsi SF-1 (Steroidogenic Factor-1). SF-1 berperan penting dalam sintesis aromatase, enzim kunci dalam biosintesis estrogen. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan kemungkinan peran epigenetik dalam endometriosis, salah satunya adalah metilasi DNA pada gen SF-1. Promoter gen SF-1 pada jaringan endometriosis telah ditemukan mengalami hipometilasi yang menyebabkan SF-1 lebih banyak disintesis pada jaringan endometriosis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat metilasi dari promoter gen SF-1 pada endometriosis ovarium dan peritoneum. Penelitian ini menggunakan 11 sampel jaringan endometriosis ovarium, 11 sampel jaringan endometriosis peritoneum, dan 11 kontrol. Jaringan endometriosis didapatkan dari pasien yang melakukan laparoskopi, sedangkan kontrol didapatkan dari pasien yang melakukan mikrokuretase. DNA dari sampel kemudian diisolasi dan dilakukan konversi bisulfit, kemudian dianalisis dengan methylation-specific polymerase chain reaction (MSP). Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah tes Kruskal-Wallis, yang dilanjutkan dengan analisis post-hoc menggunakan tes Mann-Whitney U. P-value kurang dari 0,05 dianggap signifikan. Terdapat perbedaan signifikan tingkat metilasi promoter gen SF-1 antara sampel endometriosis ovarium, endometriosis peritoneum, dan kontrol (p=0,001).
Peneliti kemudian menemukan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kontrol dan endometriosis peritoneum (p=0,028), serta antara endometriosis ovarium dan peritoneum (p=0,028). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kontrol dan endometriosis ovarium (p=1,00). Hasil ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam tingkat metilasi promoter gen SF-1 dapat diasosiasikan dengan perkembangan endometriosis peritoneum. Sementara itu, perbedaan pada tingkat metilasi promoter gen SF-1 antara endometriosis ovarium dan peritoneum dapat menunjukkan perbedaan patogenesis antara kedua tipe endometriosis.

Endometriosis is a disease characterized by implantation of endometrial-like tissues outside of uterus. Endometriosis is a hormonal disease. One of the hormones involved in its pathogenesis is estrogen. Estrogen is thought to induce proliferation and growth of ectopic endometrium tissues. Estrogen biosynthesis involved a transcription factor, SF-1 (Steroidogenic Factor-1) for synthesis of aromatase, a key enzyme in estrogen biosynthesis. Previous studies have shown the possibility of epigenetic role in endometriosis, one of them is in the DNA methylation of SF-1 gene. Promoter of SF-1 gene has found to be hypomethylated, causing an increase in the syntehsis of SF-1 in endometriotic tissues.
The purpose of this study was to analyze the methylation profile of SF-1 gene in peritoneal and ovarian endometriosis. This study used 11 samples of ovarian endometrial tissues, 11 samples of peritoneal endometrial tissues, and 11 controls. Endometrial tissues were obtained from patients underwent laparoscopy, while controls were obtained from patients underwent microcurretage. DNA from the samples were isolated, sodium bisulfite converted and then analyzed by methylation-specific polymerase chain reaction (MSP). Statistical analysis used was Kruskal Wallis and continued with post hoc analysis using Mann-Whitney U test. A two-tailed p value less than 0.05 was considered to be significant. There was a significant difference between ovarian endometriosis, peritoneal endometriosis, and control with p = 0.001.
We further discovered that there was a significant difference between control and peritoneal endometriosis (p=0.028) and between ovarian and peritoneal endometriosis (p=0.028). Meanwhile, there was no significant difference between control and ovarian endometriosis (p=1.00). Our result suggested that the difference in methylathion profile of SF-1 gene may be associated with the development of peritoneal endometriosis. The difference in methylation profile between ovarian and peritoneal endometriosis might suggest different pathogenesis of both type of endometriosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwina Eka Deraya
"Latar belakang: Telah dilaporkan bahwa terdapat perubahan pada ekspresi dari ribuan gen di jaringan endometrium endometriosis, termasuk diantaranya adalah gen FN1 dan RAC1. Perubahan ekspresi gen tersebut dapat disebabkan oleh mekanisme epigenetik seperti perubahan tingkat metilasi DNA pada gen.
Tujuan: Mengetahui tingkat metilasi DNA pada gen FN1 dan RAC1 serta ekspresi mRNAnya pada jaringan endometrium subjek endometriosis dan nir-endometriosis.
Metode: Penelitian ini merupakan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 40 dari jaringan endometrium subjek endometriosis dan subjek nir-endometriosis. Sampel diambil dengan teknik mikrokuretase di RSUPN Ciptomangunkusumo dan RS Fatmawati Jakarta. Pada jaringan kemudian dilakukan isolasi DNA dan RNA. Pada isolat DNA dilakukan konversi bisulfit, MSP, elektroforesis dan analisis intensitas pita menggunakan software ImageJ untuk mendapatkan data persentase tingkat metilasi DNA. Pada isolat RNA dilakukan qRT-PCR untuk mendapatkan ekspresi relatif mRNA gen FN1 dan RAC1.
Hasil: Analisis persentase tingkat metilasi DNA promotor menunjukkan terdapat perbedaan bermakna (p=0,022) pada gen FN1 pada pasien endometriosis (37,95%) dibandingkan nir-endometriosis (59,22 %), sedangkan pada gen RAC1 tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,63) dengan tingkat metilasi subjek endometriosis (28.45%) dan subjek nir-endometriosis (26.11%). Penelitian ini juga melaporkan terjadinya peningkatan ekspresi relatif mRNA gen FN1 dan RAC1 dibandingkan dengan subjek nir-endometriosis, namun secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05). Tidak terdapat korelasi bermakna antara tingkat metilasi gen FN1 dan RAC1 dengan ekspresi mRNAnya.
Kesimpulan: Terjadi penurunan tingkat metilasi yang bermakna pada gen FN1 di jaringan endometrium endometriosis, namun tidak berkorelasi dengan peningkatan mRNA nya. Tidak terdapat perbedaan bermakna tingkat metilasi dan ekspresi mRNA pada gen RAC1 di jaringan endometrium subjek endometriosis dibandingkan dengan nir endometriosis.

It has been reported that there was a changes in the expression of thousands of genes in endometrial endometriosis tissues, including the FN1 and RAC1 genes. Changes in gene expression can be caused by epigenetic mechanisms such as DNA methylation in genes.
Objective: To determine the level of DNA methylation in FN1 and RAC1 genes and their mRNA expression in endometrial tissue of endometriosis and non-ndometriosis.
Method: This study was designed as cross sectional with a total sample of 40 of endometrial tissues in the subject of endometriosis and non-endometriosis. Samples were taken by microcuretase at Ciptomangunkusumo and Fatmawati Hospital, Jakarta. DNA and RNA was isolated. DNA isolates were converted by bisulfite procedure, MSP conversion, electrophoresis, analyzed intensity of the band which appeared on gel electrophoresis using ImageJ software to obtain the percentage data of DNA methylation level. In RNA isolates, it was analyzed using qRT-PCR methode to obtain the relative mRNA expression level.
Results: Analysis of percentage of DNA methylation level showed significant differences (p=0.022) in the FN1 gene (37.95%) compared to non-endometriosis (59.22%), whereas in the RAC1 gene there was no significant difference (p=0,63) with methylation level of endometriosis subjects (28.45%) and non-endometriosis subjects (26.11%). For relative mRNA expression of FN1 and RAC1 genes showed no significant differences (p> 0.05). For correlation in endometrial endometriosis showed no significant between the rate of methylation of the FN1 and RAC1 genes with their mRNA expression.
Conclusion: There was a significant decrease in DNA methylation level of FN1 gene in endometrial endometriosis tissues, but it did not correlate with the increasing in its mRNA expression. There was no significant difference in DNA methylation level and mRNA expression of RAC1 gene in endometrial tissues of endometriosis subjects compared to non-endometriosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisah Zahrah
"Latar Belakang: Endometriosis merupakan penyakit multifaktorial yang mempengaruhi 10% wanita usia subur. Diketahui bahwa gen EGFR dan MMP-2 mengalami peningkatan ekspresi pada endometriosis sehingga memiliki peran dalam perkembangan endometriosis, dan gen yang dapat meregulasi sitoskeleton. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara tingkat metilasi gen EGFR dan MMP-2 dengan ekspresi mRNA-nya pada jaringan endometriosis peritoneum.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 20 wanita endometriosis dan 20 wanita bukan endometriosis yang usianya sekitar 20-45 tahun. Pada wanita endometriosis diambil jaringan endometriosis peritoneum dengan tindakan laparoskopi, sedangkan 20 wanita bukan endometriosis diambil jaringan endometrium normal dengan tindakan mikrokuretase. Tingkat metilasi DNA gen EGFR dan MMP-2 dianalisis dengan metode Methylation Specific PCR (MSP) dan Ekspresi mRNA gen EGFR dan MMP-2 dianalisis dengan metode qRT-PCR.
Hasil: Tingkat metilasi DNA pada gen EGFR dan MMP-2 mengalami hipermetilasi. Pada gen EGFR, tingkat metilasi DNA antara jaringan endometriosis peritoneum dibandingkan dengan jaringan endometrium normal terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,001), sedangkan pada gen MMP-2 tingkat metilasi DNA-nya tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,596) antara jaringan endometriosis peritoneum dibandingkan dengan jaringan endometrium normal. Nilai ekspresi relatif mRNA EGFR dan MMP-2 mengalami peningkatan ekspresi pada jaringan endometriosis peritoneum. Penelitian ini tidak menunjukkan korelasi yang bermakna antara tingkat metilasi dengan tingginya ekspresi mRNA baik gen EGFR maupun MMP-2. (gen EGFR (p=0,947 dan r=-0,016) dan gen MMP-2 (p=0.769 dan r=0.070)
Kesimpulan: Tingginya ekspresi mRNA EGFR dan gen MMP-2, kemungkinan bukan hanya disebabkan karena faktor metilasi DNA, melainkan faktor lainnya.

Background: Endometriosis is a multifactorial disease that affects 10% of women of childbearing age. It is known that the EGFR and MMP-2 genes have increased expression in endometriosis and thus have a role in the development of endometriosis, and genes that can regulate the cytoskeleton. The purpose of this study was to evaluate the relationship between the level of methylation of the EGFR and MMP-2 genes with their mRNA expression in peritoneal endometriosis tissue.
Method: The study used a cross sectional design. The sample used was 20 women with endometriosis and 20 women without endometriosis who were around 20-45 years old. In endometriosis women are taken to peritoneal endometriosis tissue by laparoscopic, while 20 women without endometriosis are taken to normal endometrial tissue by microcuretase. The levels of EGFR and MMP-2 gene methylation were analyzed by the Methylation Specific PCR (MSP) method and the mRNA expression of the EGFR and MMP-2 genes were analyzed by the qRT-PCR method.
Results: The level of DNA methylation in the EGFR and MMP-2 genes was hypermethylated. In the EGFR gene between peritoneal endometriosis tissue compared to normal endometrial tissue there were significant differences (p=0,001), whereas in the MMP-2 gene there was no significant difference (p=0.596) between peritoneal endometriosis tissue compared to normal endometrial tissue. The relative expression value of EGFR and MMP-2 mRNA has increased expression in peritoneal endometriosis tissue. This study did not show a significant correlation between the level of methylation and the high mRNA expression in both the EGFR and MMP-2 genes. (EGFR gene (p=0.947 and r=-0.016) and MMP-2 gene (p=0.769 and r=0.070)
Conclusion: The high expression of EGFR mRNA and MMP-2 gene, the possibility is not only due to hypermethylation factors, but other factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Adhyanisitha
"Latar belakang: Koagulasi intravaskular diseminata (KID) merupakan komplikasi dari sepsis yang ditandai oleh perdarahan dan trombosis mikrovaskular dan berkaitan erat dengan terjadinya disfungsi organ multipel. KID terjadi akibat ketidakseimbangan antara sistem koagulasi dengan sistem fibrinolisis. Plasminogen activator inhibitor type 1 (PAI-1) merupakan protein fase akut yang berperan penting penekanan sistem fibrinolisis. Peningkatan PAI-1 pada sepsis diketahui memiliki korelasi dengan luaran yang buruk.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kadar PAI-1 dengan kejadian KID dan kematian pada pasien sepsis anak.
Metode: Penelitian analitik prospektif dilakukan pada 35 subjek sepsis yang dirawat di PICU, Instalasi Gawat Darurat serta Ruang perawatan anak RS Cipto Mangunkusumo antara bulan Januari-April 2015. Pengukuran kadar PAI-1 dilakukan pada hari pertama dan keempat sejak sepsis ditegakkan. Pemeriksaan profil koagulasi sistemik dilakukan pada hari keempat sepsis. Diagnosis KID overt menggunakan skor KID berdasarkan International Society of Thrombosis and Haemostasis. Subjek diikuti sampai hari ke 28 perawatan untuk menilai luaran kematian.
Hasil: Kadar PAI-1 lebih tinggi secara bermakna pada sepsis berat. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar PAI-1 hari keempat dengan hari pertama pada KID non overt (95,25 (SB 46,57) ng/mL vs 60,36 (SB 37,31) ng/mL, p=<0,001) dan subjek hidup (82,47 (SB 44,43) ng/mL vs 58,39 (SB 32,98) ng/mL, p=0,021). Terdapat perbedaan kadar PAI-1 hari keempat dengan hari pertama pada subjek KID overt (111,25 (SB 32,93) ng/mL vs 96,26 (SB 52,84) ng/mL) dan subjek meninggal (99,33 (SB 47,53) ng/mL vs 128,58 (SB 37,12) ng/mL), namun tidak bermakna secara statistik. Korelasi kadar PAI-1 dengan skor KID adalah r = 0,606 (p = <0,001).
Simpulan: Kadar PAI-1 mengalami penurunan yang bermakna pada hari keempat sepsis dibanding hari pertama pada subjek yang mengalami KID non-overt dan subjek yang bertahan hidup. Sedangkan pada subjek yang mengalami KID overt dan subjek yang meninggal, kadar PAI-1 hari keempat sepsis tetap tinggi. Terdapat korelasi kuat berbanding lurus antara kadar PAI-1 dengan skor KID.

Background: Sepsis-induced disseminated intravascular coagulation (DIC) is characterized by massive bleeding and microvascular thrombosis and it is closely related to the development of multiple organ dysfunctions. The imbalance between activation of coagulation system and inhibition of the fibrinolysis system in sepsis leads to the development of DIC. The acute-phase protein, plasminogen activator inhibitor type 1 (PAI-1) is a key element in the inhibition of fibrinolysis. Elevated levels of PAI-1 have been related to worse outcome in sepsis.
Objective: To investigate the relationship between plasma PAI-1 level and clinical outcome in children with sepsis.
Methods: A total of 35 children with sepsis admitted to Cipto Mangunkusumo hospital between January and April 2015 were enrolled to this analitic prospective study. Plasma PAI-1 was measured on day 1 and 4 since sepsis was diagnosed. Systemic coagulation profile was measured on day 4. The Diagnosis of overt DIC was made using the International Society of Thrombosis and Haemostasis scoring system. Subjects were followed up until death or 28 days of care.
Results: PAI-1 levels were significantly higher in severe sepsis. There were significant difference between PAI-1 levels on day 4 compared to day 1 in non- overt DIC subjects (95.25 (SB 46.57) ng/mL vs 60.36 (SB 37.31) ng/mL, p=<0.001) and survivors (82.47 (SB 44.43) ng/mL vs 58.39 (SB 32.98) ng/mL, p=0.021). There were no significant difference between PAI-1 levels on day 4 compared to day 1 in overt DIC subjects (111.25 (SB 32.93) ng/mL vs 96.26 (SB 52.84) ng/mL) and nonsurvivors (99.33 (SB 47.53) ng/mL vs 128.58 (SB 37.12) ng/mL). The correlation observed between PAI-1 and DIC score was r=0.606 (p= < 0.001).
Conclusions: There were significant decrease of PAI-1 levels on day 4 compared to day 1 in non-overt DIC subjects and survivors. Meanwhile, in overt DIC subjects and nonsurvivors there were no differences. PAI-1 levels were positively correlated with DIC score."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriyeni
"Latar Belakang: TNF-α dan CXCL16 terlibat dalam patofisiologi endometriosis melalui regulasi respon inflamasi dan pengkode nyeri endometriosis. Peningkatan TNF-α berperan dalam jalur pensinyalan P53 untuk apoptosis. Darah menstruasi sebagai pelepasan jaringan endometrium dapat digunakan dalam mengidentifikasi biomarker untuk diagnosis penyakit endometriosis tanpa memerlukan biopsi. Metode: Sampel darah menstruasi subjek dikumpulkan dengan menggunakan pembalut kertas saring dan jaringan endometrium dikumpulkan dengan melakukan biopsi, yang kemudian diekstraksi DNA dan RNA-nya. Tingkat metilasi DNA diukur dengan menggunakan metode pyrosequencing. Tingkat ekspresi mRNA diukur dengan menggunakan metode qPCR dan dianalisis dengan metode Livak Hasil: Ekspresi mRNA gen TNF-α pada darah menstruasi pasien endometriosis meningkat signifikan 3,73 kali lipat dibandingkan ekspresi pada kontrol (p=0,005). Gen TNF-α mengalami hipermetilasi dan berbeda bermakna dalam darah menstruasi pasien endometriosis dibandingkan kontrol (p=0,008). Sedangkan ekspresi mRNA gen CXCL16 pada darah menstruasi pasien endometriosis meningkat 2,42 kali (p=0,030) dibandingkan ekspresi mRNA darah menstruasi pada kontrol. Gen CXCL16 mengalami hipometilasi (p=0,004). Pada P53 terjadi terjadi peningkatan ekspresi gen P53 1,52 kali. Ekspresi mRNA gen TNF-α dan CXCL16 pada subjek nyeri berat lebih tinggi dibandingkan subjek nyeri sedang, dan terdapat korelasi positive. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi mRNA TNF-α dan CXCL16 dalam darah menstruasi pasien endometriosis dapat menjadi penanda langsung untuk mendiagnosis endometriosis. Namun, untuk memvalidasi lebih lanjut temuan ini dan mengeksplorasi potensi sebagai alat diagnostik, penelitian tambahan yang melibatkan kelompok pasien yang lebih besar diperlukan

Background: TNF-α and CXCL16 are implicated in the pathophysiology of endometriosis through the regulation of inflammatory response and the coding of endometriosis pain. Elevated TNF-α is implicated in the P53 signaling pathway for apoptosis. Menstrual blood, as a discharge of endometrial tissue, presents an opportunity for identifying biomarkers for the diagnosis of endometriosis without resorting to biopsy. Method: Menstrual blood samples were collected using filter paper pads, and endometrial tissues were obtained via biopsy, from which DNA and RNA were extracted. DNA methylation levels were assessed using the pyrosequencing method after bisulfite conversion treatment. Meanwhile, mRNA expression levels were measured using the quantitative polymerase chain reaction (qPCR) method and analyzed using the Livak method. Results: The mRNA expression of the TNF-α gene in menstrual blood of endometriosis patients increased significantly by 3.73 times compared to controls (p=0.005). The TNF-α gene exhibited hypermethylation, significantly differing in menstrual blood of endometriosis patients compared to controls (p=0.008). The mRNA expression of the CXCL16 gene in menstrual blood of endometriosis patients increased by 2.42 times (p=0.030) compared to controls, although there was no significant difference in expression between menstrual blood and endometrial tissue in endometriosis patients (p=0.173). The CXCL16 gene displayed hypomethylation (p=0.004). There was an increase in P53 gene expression, which was 1.52 times higher than in control menstrual blood. The mRNA expression of TNF-α and CXCL16 genes in subjects experiencing severe pain was higher than in those with moderate pain, and there was a positive correlation. Conclusion: This study suggests that increased mRNA expression of TNF-α and CXCL16 in menstrual blood of endometriosis patients may serve as direct markers for diagnosing endometriosis. However, further validation of these findings and exploration of their potential as diagnostic tools requires additional studies involving larger patient cohorts."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariyono Winarto
"Pendahuluan: Endometriosis merupakan suatu kelainan jinak ginekologi yang dapat mengalami transformasi menjadi kanker. Stres oksidatif diduga berperan dalam perkembangan penyakit endometriosis. Gen supresor tumor ARID1A banyak ditemukan termutasi dan inaktif pada kanker ovarium yang berhubungan dengan endometriosis. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis peran stres oksidatif terhadap ekspresi gen supresor tumor ARID1A dalam transformasi endometriosis menjadi ganas.
Metoda: Penelitian dimulai dengan 10 sampel jaringan kanker ovarium, 10 sampel endometriosis dan3 jaringan endometrium eutopik sebagai kontrol yang diisolasi mRNA dan proteinnya. Analisis ekspresi gen ARID1A pada tingkat mRNA dilakukan dengan pemeriksaan RT-qPCR dan pada tingkat protein dengan ELISA. Pada sel endometriosis dan kanker ovarium dilakukan analisis stres oksidatif dengan pemeriksaan aktivitas antioksidan MnSOD dan pemeriksaan kadar MDA sebagai salah bukti kerusakan salah satu komponen sel. Setelah itu dilakukan uji eksperimental pada kultur sel endometriosis dan endometrium eutopik sebagai kontrol. Kedua sel kultur diinduksi dengan H2O2 konsentrasi 0 nM, 100 nM, dan 1000 nM. Analisis dilakukan terhadap ketahanan hidup sel, kadar ROS dan ekspresi gen ARID1A pada tingkat mRNA dan protein.
Hasil: Efek induksi H2O2 dalam menekan ekspresi gen ARID1A sel endometriosis dan sel endometrium eutopik pada tingkat mRNA dan protein, bermakna, meskipun pada kanker ovarium tidak bermakna pada penelitian ini.
Kesimpulan: Stres oksidatif berperan dalam menekan ekspresi gen supresor tumor ARID1A ditingkat mRNA dan protein pada endometriosis.

Introduction: Endometriosis as a gynecologic benign lesion, can transform itself into cancer. Oxidative stress is considered as an important factor in endometriosis development. Studies found that ARID1A as tumor suppressor gene, was frequently mutated and inactivated in endometriosis associated ovarian cancer. The aim of the study is to analyze the role of oxidative stress on ARID1A expresion in endometriosis malignant transformation.
Methods: This study started with ten samples of ovarian cancer, ten samples of endometriosis, and 3 samples of eutopic endometrioid tissues as control. They were analyzed for the expression of ARID1A by RT-qPCR and ELISA, then analyzed for the activity of MnSOD as antioxidant enzyme and level of malondialdehyde as one of the oxidative stress damage effect evidence on cell's components. The second part of the study was experimental study on cultured eutopic endometrial and endometriosis cells. They were induced by H2O2 of 0, 100, and 1000 nM concentration. Analysis of the expression of ARID1A by RTqPCR and ELISA, and the DCFH-DA for the level of Reactive oxygen species were done.
Result: The impact of the H2O2 induction in repressing ARID1A gene expression on the endometriosis as well on the eutopic endometrium cells are significant, but not on the ovarian cancer in this study.
Conclusion: Oxidative stress has a role in repressing the expression of ARID1A gene at the mRNA and protein levels on the endometriosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valencia Astri Yuwono
"Latar Belakang: Endometriosis dan infertilitas memiliki keterkaitan yang sangat erat. Namun etiopatogenesis terjadinya infertilitas pada kasus endometriosis sangat beragam. Teori yang berkembang akhir-akhir ini adalah buruknya reseptivitas endometrium. Gen HOXA 11 adalah salah satu gen yang berperan dalam reseptivitas endometrium karena berkorelasi dengan penanda lain seperti Leukemia Inhibitory Factor LIF, B3integrin, dan EMX2. Teori epigenetik yang berkembang adalah terjadi hipermetilasi pada gen HOXA 11 sehingga terjadi penurunan ekspresi gen tersebut.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo pada Juli 2015 - Juni 2016. Subjek penelitian adalah pasien endometriosis yang terbukti secara histopatologi dengan infertilitas dan kelompok kontrol merupakan pasien non-endometriosis yang fertil. Status metilasi gen HOXA 11 dari sampel endometrium eutopik pada kedua kelompok ini diperiksa dan dibandingkan.
Hasil: Enam pasien endometriosis dan enam pasien kontrol diambil sebagai subjek. Perbedaan tingkat metilasi gen HOXA 11 pada kedua kelompok ini berbeda secara signifikan dengan nilai p 0.03 dengan perbedaan rerata peningkatan kadar metilasi pada kelompok pasien endometriosis sebesar 33.
Kesimpulan: Gen HOXA 11 yang berperan dalam reseptivitas endometrium mengalami hipermetilasi pada pasien dengan endometriosis dan infertilitas.

Introduction: Endometriosis compromises infertility in some patients. They have close relationship and many etiologies have been proposed. HOXA11 has important role in window implantation because it is related to other endometrial receptivity markers such as Leukemia Inhibitory Factor LIF , B3integrin, and EMX2. Recently, many researchers found poor endometrial receptivity in endometriosis due to hyper methylation of HOXA11 gene. Therefore, this study aims to find out the HOXA11 gene profile on endometriosis patients with infertility in Indonesia.
Methods: This cross sectional study was conducted in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from July 2015 June 2016. The subjects were endometriosis patients with infertility who have been confirmed histopathological. The control group was taken from non endometriosis and fertile patients. Eutopic endometrium samples were taken and examined for the methylation of HOXA11 gene.
Results: Both groups consist of six patients. The difference of methylation of HOXA 11 gene between those two groups is statistically significant p 0.03 . There was hyper methylation in endometriosis group.
Conclusion: There is a hyper methylation of HOXA 11 gene in eutopic endometrium of endometriosis patients with infertility. Thus, possibly can explain the poor endometrial receptivity in endometriosis patient and give a broad research area in epigenetic therapy of endometriosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Farah Naura
"Nerve Growth Factor (NGF) diketahui memiliki konsentrasi yang cenderung lebih tinggi pada wanita endometriosis dibandingkan dengan wanita tanpa endometriosis. Metilasi DNA pada daerah promotor NGF diyakini sebagai salah satu penyebab meningkatnya konsentrasi NGF pada wanita endometriosis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara metilasi DNA dengan ekspresi mRNA NGF pada darah menstruasi wanita endometriosis. Sebanyak 10 sampel darah menstruasi dari masing-masing wanita endometriosis dan wanita tanpa endometriosis digunakan dalam penelitian ini. Tingkat metilasi DNA NGF dihitung menggunakan Methylation-specific Polymerase Chain Reaction (MSP-PCR), kemudian intensitas pita yang muncul diukur menggunakan software ImageJ. Nilai ekspresi mRNA NGF dihitung menggunakan Quantitative Real-Time Polymerase Chain Reaction (qRT PCR). Analisis korelasi, selanjutnya, dilakukan menggunakan aplikasi SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat metilasi DNA NGF memiliki tendensi yang rendah pada darah menstruasi wanita endometriosis sebesar 35,27%. Ekspresi relatif mRNA NGF menunjukkan tendensi peningkatan 19,229 lebih tinggi pada darah menstruasi wanita endometriosis. Tingkat metilasi DNA dan ekspresi mRNA NGF tidak menunjukkan perbedaan baik pada darah menstruasi wanita endometriosis maupun wanita tanpa endometriosis dengan nilai p > 0,05. Korelasi metilasi DNA dengan ekspresi mRNA NGF pada darah menstruasi wanita endometriosis tidak dapat dianalisis karena data yang tersedia sangat terbatas.

Nerve Growth Factor (NGF) is known to have higher concentrations in women with endometriosis compared to women without endometriosis. DNA methylation in the NGF promoter region is believed to cause the increase of NGF concentrations in women with endometriosis. This study is conducted to determine the correlation between DNA methylation and mRNA expression of NGF in menstrual blood of women with endometriosis. A total of 10 menstrual blood samples from women with endometriosis and women without endometriosis were used in this study. DNA methylation level of NGF was measured using Methylation-specific Polymerase Chain Reaction (MSP-PCR) and the intensity of the bands were subsequently measured using ImageJ software, while mRNA expression values of NGF ​​were measured using Quantitative Real-Time Polymerase Chain Reaction (qRT PCR). Furthermore, the correlation analysis was performed using the SPSS application. The results exhibited that the methylation level of NGF shows a low tendency in menstrual blood of women with endometriosis of 35.27%. The relative mRNA expression of NGF showed a tendency to increase 19,229-fold higher in menstrual blood of women with endometriosis. The DNA methylation level and mRNA expression of NGF showed no difference in both menstrual blood of women with endometriosis and women without endometriosis with p value > 0,05. The correlation between DNA methylation and mRNA expression of NGF in menstrual blood of women with endometriosis could not be analyzed because of very limited data.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Rifani
"Latar belakang. Endometriosis adalah suatu penyakit radang kronik yang dicirikan dengan adanya pertumbuhan jaringan mirip endometrium yang dapat ditemukan pada peritoneum, ovarium, dan septum retrovagina. Penyakit ini merupakan penyakit multifaktorial yang dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Selain itu, faktor hormonal diketahui mempengaruhi perkembangan dan klinis endometriosis. Resistensi hormon progesteron merupakah salah satu penyebab terjadinya endometriosis karena sering dihubungkan dengan rendahnya kadar dan aktivitas kerja reseptor hormon progesteron pada endometriosis. Polimorfisme gen reseptor progesteron (PROGINS=progesterone receptor gene polymorphism) diketahui berkaitan dengan risiko endometriosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan polimorfisme gen reseptor progesteron (PR) rs139646398 dengan endometriosis di Indonesia.
Metode penelitian. Penelitian cross sectional ini menggunakan 30 sampel jaringan endometriosis ovarium dari wanita penderita endometriosis dan 17 jaringan endometrium dari wanita tanpa endometriosis. Sampel DNA dari subjek diisolasi, dilakukan PCR, diikuti dengan proses elektroforesis, dan dilanjutkan dengan DNA sequencing.
Hasil. Hasilnya dianalisis secara statistik dengan uji Fisher. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan frekuensi genotip rs139646398 dari gen PR pada endometriosis ovarium dan kontrol (p=0,638). Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara polimorfisme gen reseptor progesteron rs139646398 dengan endometriosis di Indonesia.
Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara polimorfisme gen reseptor progesteron rs139646398 dengan endometriosis di Indonesia.

Endometriosis is a chronic inflammatory disease characterized by the growth of endometrial-like tissues that can be found in peritoneum, ovary, and retrovaginal septum. This disease is a multifactorial disease caused by genetic and environmental factors. In addition, hormonal factors are known to influence the development and clinical symptom of endometriosis. Progesterone resistance is one of the causes of endometriosis. It is often associated with low levels or activity of hormone progesterone receptor in endometriosis patients. Progesterone receptor gene polymorphism (PROGINS) is known to be associated with the risk of endometriosis. This study aims to determine the relationship between progesterone receptor (PR) gene polymorphism rs139646398 with endometriosis.
Methods. This cross sectional study used 30 endometriosis ovary samples from women suffered endometriosis and 17 endometrium tissues from women without endometriosis. DNA samples from subjects were isolated, PCR was carried out, then followed by electrophoresis, and continued with DNA sequencing.
Results. The results were statistically analysed by Fisher’s test. There was no statistically significant difference in genotype frequency of rs139646398 of the PR gene in ovarian endometriosis and controls (p=0.638).
Conclusion. This study shows no relationship between progesterone receptor gene polymorphism rs139646398 and endometriosis in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>