Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198825 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Prastiti Utami
"Latar Belakang: Pajanan terhadap jamur telah diketahui berperan dalam perburukan gejala asma, fungsi paru yang buruk, rawat inap dan kematian. Kolonisasi atau pajanan jamur dapat mencetuskan respons alergi dan inflamasi paru. Sensititasi jamur oleh Aspergillus dapat menyebabkan Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA) maupun Severe Asthma with Fungal Sensitization (SAFS). Pemeriksaan Immunodiffusion test (IDT) merupakan uji serologi untuk mengetahui terdapatnya antibodi anti-Aspergillus, namun pemeriksaan ini belum banyak digunakan di Indonesia dan perannya terhadap pasien asma belum diketahui.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian prospektif dengan metode consecutive sampling dan desain potong lintang. Subjek penelitian ini adalah pasien asma yang berobat di Poliklinik Asma Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta. Subjek penelitian menjalani pemeriksaan spirometri, Asthma Control Test (ACT) dan serologi antibodi anti-Aspergillus dengan metode IDT Aspergillus menggunakan crude antigen Aspergillus.
Hasil: Subjek penelitian ini sebanyak 59 pasien. Sejumlah 49 subjek (83,1%) berjenis kelamin perempuan, 37 subjek (62,7%) berusia ≥50 tahun, 45 subjek (76,3%) berpendidikan SLTA atau lebih, 25 subjek (42,4%) obesitas I, 5 subjek (8,5%) obesitas II dan 11 subjek (18,6%) bekas perokok. Sebagian besar subjek (62,71%) merupakan pasien asma persisten sedang. Asma terkontrol penuh ditemukan pada 7 subjek (11,86%), sedangkan asma tidak terkontrol pada 32 subjek (54,24%). Derajat obstruksi yang terbanyak ditemukan adalah obstruksi sedang pada 31 subjek (52,5%). Nilai %VEP1 ≥80% prediksi setelah uji bronkodilator ditemukan pada 24 subjek (40,7%). Dari 59 sampel darah yang diperiksa, tidak ada yang menunjukkan hasil IDT positif (0%), termasuk subjek yang datang dalam keadaan eksaserbasi dan subjek dengan asma persisten berat.
Kesimpulan: Hasil positif pemeriksaan IDT Aspergillus pada pasien asma sebesar 0%. Pemeriksaan IDT Aspergillus tidak dapat digunakan secara tunggal tanpa pemeriksaan lain untuk mendeteksi sensititasi terhadap Aspergillus pada pasien asma dan tanpa validasi terhadap crude antigen Aspergillus yang digunakan.

Background: Exposure to fungi has been known to play a role in worsening symptoms of asthma, poor lung function, hospitalization and death. Fungal colonization or exposure can trigger an allergic response and lung inflammation. Fungal sensitization by Aspergillus spp. can cause allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA) or severe asthma with fungal sensitization (SAFS). Immunodiffusion test (IDT) is a serological test to determine the presence of anti-Aspergillus antibodies, but this examination has not been widely used in Indonesia and its role in asthma patients is unknown.
Method: This study was a prospective study with consecutive sampling method and cross-sectional design. The subjects were asthma patients treated at Asthma Outpatient Clinic at Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia. Subjects underwent spirometry, Asthma Control Test (ACT) and serology of anti-Aspergillus antibodies examination with the IDT Aspergillus method using crude antigen Aspergillus.
Results: The subjects of this study were 59 patients. A total of 49 subjects (83.1%) were females, 37 subjects (62.7%) were ≥50 years old, 45 subjects (76.3%) had high school education level or higher, 25 subjects (42.4%) were obese I, 5 subjects (8.5%) were obese II and 11 subjects (18.6%) were former smokers. Most subjects (62.71%) were moderate persistent asthma patients. Fully-controlled asthma was found in 7 subjects (11.86%), while uncontrolled asthma was found in 32 subjects (54.24%). The highest degree of obstruction found was moderate obstruction in 31 subjects (52.5%). The %VEP1 ≥80% predicted after the bronchodilator test was found in 24 subjects (40.7%). Of the 59 blood samples examined, none showed positive IDT results (0%), including subjects who came in exacerbations and subjects with severe persistent asthma.
Conclusion: Positive results of IDT Aspergillus examination in asthma patients were 0%. The Aspergillus IDT examination cannot be used singly without other examinations to detect Aspergillus sensitization in asthmatic patients and without validation of the crude antigen Aspergillus used."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Sudiro Hendarto
"Tujuan penelitian potong lintang ini adalah menggambarkan tingkat keterkontrolan asma, kualitas hidup, dan kepatuhan pengobatan serta melihat hubungan antara keterkontrolan asma dengan kualitas hidup dan kepatuhan pengobatan. Sebanyak 132 pasien asma poli rawat jalan RSUP Persahabatan menyatakan kesediaan dan mengikuti penelitian ini dengan lengkap. Data diambil melalui wawancara dan pengamatan cara pakai obat. Sebesar 64 pasien (48,5%) menderita asma yang tidak terkontrol dan 68 pasien (51,5%) termasuk dalam asma yang terkontrol. Gambaran kualitas hidup menunjukkan nilai rerata domain gejala sebesar 4,83 (±1,49), domain keterbatasan aktivitas sebesar 5,99 (±0,86), domain fungsi emosi sebesar 5,13 (±1,63), dan domain pajanan lingkungan sebesar 3,89 (±1,88).
Gambaran kepatuhan pengobatan pada penelitian ini sebesar 45,5% pasien minum obat sesuai anjuran dokter, 38,6% pasien rutin kontrol ke petugas kesehatan, dan 45,5% menggunakan obat inhalasi dengan benar. Domain pajanan lingkungan berdampak lebih besar terhadap gangguan kualitas hidup dibandingkan dengan domain lainnya. Terdapat hubungan antara keterkontrolan asma dengan kualitas hidup (r=0,307, p<0,05) dan hubungan antara keterkontrolan asma dengan kepatuhan pengobatan (penggunaan dosis obat, rutin kontrol, dan penggunaan obat inhalasi) (p<0.05).

The aim of this cross-sectional study was to describe the level of asthma control, quality of life, medication compliance, and assess correlation between the level of asthma control, quality of life, and compliance with treatment. A hundred and thirty two patients with asthma in outpatient ward of RSUP Persahabatan hospital have provided consent and completed study. Data collection were conducted from interviews and observation how to use the drug. Sixty four patients (48.5%) had uncontrolled asthma and 68 patients (51.5 %) included in the controlled asthma. The mini asthma quality of life questionaire showed the mean symptom domains score of 4.83 (±1.49), activity limitations domain score of 5.99 (± 0.86), emotional function domain score of 5.13 (±1.63 ), and the environmental stimuli domain of 3.89 (±1.88).
Medication compliance revealed that 45,5% used medication dose as recommended by physician, 38,6% visited the physician for routine follow up, and 45,5% used the inhaled medication correctly. Environmental stimuli had more impact in quality of life compared to symptoms, activity limitation and emotional function. There is a relationship between the domain of quality of life with asthma control level (r=0,307, p<0,05) and there is a relationship between medication dose as recommended by physician, visiting the physician for routine follow up and using the inhaled medication correctly with asthma control level (p <0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T39286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Restiawati
"Latar belakang penelitian : Gejala klinis dan fungsi paru pada asma tidak sensitif dalam mencerminkan inflamasi saluran napas yang mendasarinya dan monitoring proses inflamasi pada asma yang terbaru telah tersedia saat ini. Kadar NO pada udara ekspirasi saat ini dikenali sebagai tanda peradangan eosinofil, merupakan pemeriksaan non invasif dan sangat mudah untuk dikerjakan akan tetapi masih sangat mahal.
Metode penelitian : Asma dibagi menjadi 2 kategori yaitu terkontrol dan tidak terkontrol. Sembilan puluh enam subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dinilai kontrol asmanya dengan ACT kemudian dilakukan pengukuran kadar NO dan spirometri dengan menggunakan metode penelitian cross-sectional comparative.
Hasil penelitian : Sembilan puluh enam subyek penelitian berhasil dikumpulkan. Lima puluh orang subyek merupakan kelompok asma terkontrol (41 orang asma terkontrol sebagian dan 8 orang asma terkontrol penuh) dan 47 orang merupakan kelompok asma tidak terkontrol. Semua pasien mendapatkan terapi asma sesuai dengan GINA 2011. Berdasarkan nilai spirometri VEP1/KVP untuk menilai derajat obstruksi 26 (53,3%) kelompok asma tidak terkontrol memiliki nilai normal, 14 (29,8%) dengan obstruksi ringan dan 7 (14,9%) dengan derajat obstruksi sedang. Sementara itu 25 (51%) kelompok asma terkontrol memiliki nilai normal, 21 (42,9%) dengan derajat obstruksi ringan dan 3 (6,1%) dengan derajat obstruksi sedang. Tidak ditemukan derajat obstruksi berat pada kedua kelompok asma. Nilai median NO pada kelompok asma terkontrol adalah 27 part per billion (ppb) xx (6;10), sedangkan pada kelompok asma tidak terkontrol 40 ppb (5;142) dengan nilai p 0,002.
Kesimpulan : Kelompok asma tidak terkontrol memiliki nilai NO lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok asma terkontrol. Lebih dari 50% subyek penelitian ditemukan tidak memiliki obstruksi berdasarkan nilai VEP1/KVP.

Background: Clinical findings and lung function test results of asthmatic patient are happen to be less sensitive in reflecting the underlying airway inflammation. Such required monitoring of this process has only recently become available. Exhaled nitric oxide is recognized as reliable surrogate marker of eosinophilic airway inflammation and offers the advantage of being completely non-invasive, easy procedure.
Methods: This cross-sectional comparative study involves 96 asthmatic subjects whom fulfilled the inclusion and exclusion criteria. Subjects are then classified into two main categories of asthma which are controlled asthma and uncontrolled asthma based on ACT questionnaire. Nitric oxide level measurement and spirometry examination are then performed in both of controlled asthma and uncontrolled asthma.
Results: Ninety six subjects were included in this study. Fifty subjects had controlled asthma (41 partially controlled, 8 fully controlled) and 47 had uncontrolled asthma. All patients had been using asthma medication on regular basis. Based on FEV1/FVC 26 (55,3%) uncontrolled asthma patients had normal results, 14 (29,8%) had mild obstruction and 7 (14,9%) had moderate obstruction. Meanwhile, 25 (51%) controlled asthma patients had normal results, 21 (42,9%) had mild obstruction, and 3 (6,1%) had moderate obstruction. No patients had severe obstruction. Median of NO in controlled asthma patients was 27 part per billion (ppb), (6;110) while in uncontrolled asthma was 40 ppb (5;142) with pvalue 0,002.
Conclusion: Uncontrolled asthma patients had higher measured level of exhaled NO compared to controlled asthma patients. More than 50% subjects had no obstruction based on FEV1/FVC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Amirullah A.S
"

Pendahuluan: Tujuan jangka panjang penatalaksanaan asma adalah mencapai status kontrol yang baik, mempertahankan aktivitas secara normal, mengurangi risiko eksaserbasi, mempertahankan fungsi paru mencapai normal atau mendekati normal dan menghindari efek samping obat. Penatalaksanaan secara farmakoterapi dan non farmakoterapi saling berkaitan. Salah satu penatalaksanaan non farmakologi yaitu menilai kepatuhan penggunaan obat pengontrol serta pendekatan kepada pasien terhadap penilaian pengetahuan dan sikap pasien mengenai penyakit asma

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap mengenai asma dengan kepatuhan penggunaan obat pengontrol pada asma tidak terkontrol di poli asma Rumah Sakit Pusat Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan Jakarta

Metode: Desain penelitian menggunakan metode desain potong lintang pada 96 subjek dengan status asma tidak terkontrol dan terkontrol sebagian yang berobat di poli asma RSUP Persahabatan Jakarta mulai Juli hingga Agustus 2019. Analisis deskriptif pada data menggunakan SPSS versi 20 dan uji Chi square untuk menilai kemaknaan (dikatakan bermakna bila p<0,05).

Hasil: Subjek perempuan, usia dewasa, tingkat pendidikan sedang, tidak bekerja dan IMT lebih merupakan karakteristik subjek yang terbanyak pada penelitian ini. Sebanyak 80 subjek memiliki tingkat kepatuhan yang baik terhadap penggunaan obat pengontrol. 80 subjek memiliki tingkat pengetahuan yang baik, 11 subjek memiliki tingkat pengetahuan yang sangat baik, 5 subjek memiliki tingkat pengetahuan sedang. Sebanyak 84 subjek memiliki sikap yang baik mengenai asma. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan obat pengontrol (p=0,765) dan juga tidak terdapat hubungan antara sikap dengan kepatuhan penggunaan obat pengontrol (p=0,408).

Kesimpulan: Hubungan tingkat pengetahuan subjek dan sikap subjek mengenai asma tidak bermakna secara statistik terhadap kepatuhan penggunaan obat pengontrol. Walaupun demikian, tingkat pengetahuan asma yang sangat baik dan sikap yang baik mengenai asma menunjukkan proporsi kepatuhan penggunaan obat pengontrol yang lebih baik dibandingkan kategori lainnya.

 

Kata Kunci: Pengetahuan, sikap, kepatuhan, obat pengontrol, status 


Introduction:The long-term goals asthma management are achieve symptom control, maintain normal activity, risk reduction, maintain normal lung function and avoid medication side effect. Pharmacology and non-pharmacology management are related each other. Non-pharmacology management are asses the adherence controller medication and approach to the patient in evaluating the knowledge and attitude about asthma.

Aim:Asses the association of knowledge and attitude about asthma with controller medication adherence of uncontrolled asthma patients in asthma clinic Persahabatan Hospital Jakarta.

Method:Cross sectional study of 96 adults with uncontrolled and partial controlled asthma attending asthma clinic at Persahabatan hospital Jakarta in July until August 2019. Descriptive analysis method with SPSS version 20 and Chi square test to asses significancy (p<0,05).

Result:Woman, adult, moderate educational level, non job and higher body mass index are the most characteristic subject in this study. 80 subjects have good adherence with controller medication. 80 subjects have good knowledge, 11 subjects have very good knowledge, 5 subjects have moderate knowledge. Asthma can be cured/controlled and adjust dose of the medications according to patients symptoms/cost are the most attitude found in this study. There is no association between knowledge and controller medication adherence (p=0,765) and no association between attitude and controller medication adherence (p=0,408).

Conclusion: The association between knowledge and attitude about asthma with controller medication adherence have no significancy in statistical analysis. Eventhough, excellent knowledge and good adherence show better proportion in controller medication adherence than other category

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Ariani Kirana Masna
"ABSTRAK
Pendahuluan: Faktor lingkungan seperti alergen dan polusi udara dapat memicu ataupun memperberat gejala asma akut serta menyebabkan persitens gejala asma terutama asma alergi. Telah banyak usaha dilakukan untuk mengurangi kadar alergen dalam udara. Salah satu caranya adalah dengan mempertahankan keseimbangan anion-kation sehingga terjadi denaturasi protein tungau debu rumah yang merupakan alergen utama. Kondisi keseimbangan anion-kation dalam udara ini serupa dengan kondisi alamiah hutan. Lingkungan yang serupa dapat dicapai menggunakan filter udara dengan ioniser sehingga tercapai keseimbangan anion-kation dalam udara. Apakah kondisi ini akan mempengaruhi kondisi inflamasi saluran napas dan fungsi paru pasien asma alergi belum pernah dibuktikan sebelumnya.
Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan uji klinis silang (cross-over), terbuka, pada pasien-pasien asma alergi. Data subjek diambil secara mandiri oleh pasien dan pemeriksaan berkala di Poli Asma. PPOK RS Persahabatan sejak Desember 2011 sampai September 2012. Pemeriksaan FeNO menggunakan NIOX mino, uji fungsi paru (spirometri), serta penilaian ACT dilakukan setiap bulan di RS Persahabatan.
Hasil Penelitian: Terdapat 36 pasien yang berhasil mengikuti penelitian sampai selesai, selebihnya mengundurkan diri. Terdapat enam subjek laki-laki dan 30 perempuan, rerata usia 42,72 tahun (18-63). Klasifikasi terbanyak adalah asma persisten ringan (19) diikuti dengan asma persisten sedang dan berat (10 dan 7). Perbandingan selisih nilai ACT akhir dengan nilai awal antara kelompok kontrol dengan perlakuan berbeda bermakna secara statistik (p=0,008) maupun secara klinis (rerata kenaikan 3,31 poin). Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik dalam nilai FeNO dan uji fungsi paru antara kedua kelompok pengamatan.
Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan peningkatan nilai asthma control test setelah penggunaan filter udara dengan ioniser namun tidak didapatkan perbedaan inflamasi saluran napas dan nilai faal paru. Penggunaan filter udara anion-kation seimbang dapat direkomendasikan pada pasien asma alergi.

ABSTRACT
Introduction: Many attempts have been tried to reduce concentration of allergens which may precipitate acute asthma or cause persistence of symptoms especially in allergic asthma patients. One of the techniques used is air filter and ionizer which creates a balance anion-cation ambiance. Studies have showed that its use can reduce airborne allergen concentration. Indoor ionised air has been proven to cause protein denaturation of house dust mite allergen, one of the most prominent indoor allergen. Ionised air has been proved to cause protein denaturation of mite allergens. This condition is similar to the natural condition existing in uncontaminated natural forests. This condition may be achieved by using a commercially available air purifier and ionizer. Whether this condition affects airway inflammation and lung function test in allergic asthma patients is yet to be proven.
Methods: This is a cross-over, unblinded, clinical trial, conducted in allergic asthma patients. Serial spirometry and FeNO measurements are performed monthly. Subjects are also asked to fill ACT for assement of asthma control. Subjects is observed for two months without using air filter in their bedrooms and two months using air filter in their bedrooms with a two weeks interval in between observation.
Results: There were 50 patients enrolled in the beginning of this study but 14 dropped out while 36 completed the study. There were six male subjects and 30 female, averaging 42,72 (min 18, max 63). Most patients were mild persistent (n=30), followed by moderate ande severe persistent asthma (10 and 7, respectively). The difference between baseline and end of two months observation in control and treatment group was statistically and clinically significant (paired t-test, p=0,008, 3 points ACT increase). Although there was a trend of decreased FeNO and increased FEV1/predicted ratio, time series and multivariate analysis in both was not statistically significant.
Conclusion: There was an increase of ACT score after air filter with ionizer usage but the change in FeNO and lung function test was not statistically significant. Air purifier can be recommended in allergic asthma patients to increase asthma control."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matondang, Faisal Rizal
"Pendahuluan: Tingginya angka kesakitan dari asma dan biaya pengobatan telah menjadi beban besar bagi masalah kesehatan. Tujuan pengobatan asma adalah tercapainya asma yang terkontrol mendekati fungsi paru normal, tidak ada gejala asma, tidak ada keterbatasan aktifiti dan memburuknya asma. Penggunaan Asthma Control Test ACT , Asthma Symptom Control ASC dan Asthma Control Questionnaire ACQ dapat secara mudah memberitahukan tingkat keterkontrolan asma. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kesesuaian antara ketiga kuesioner dalam menilai tingkat keterkontrolan asma di RSUP Persahabatan.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang dan analisis deskriptif pada 45 subjek pasien asma di klinik asma PPOK RSUP Persahabatan melalui wawancara dan pengisian kuesioner untuk mengetahui tingkat keterkontrolan asma.
Hasil: Tingkat keterkontrolan asma dengan ACT sebanyak 42,2 terkontrol baik, 42,2 terkontrol sebagian dengan ASC dan 42,2 tidak terkontrol berdasarkan ACQ. Terdapat hubungan penggunaan obat kortikosteroid semprot dengan kuesioner ACT p=0,031 . Terdapat hubungan antara pendidikan p=0,047 , kebiasaan merokok p=0,037 dan penghasilan p=0,040 dengan keterkontrolan asma ASC. Terdapat hubungan antara penghasilan p=0,025 dengan kuesioner ACQ. Kesesuaian antara ketiga kuesioner ini dengan nilai kappa 0,877 kesesuaian yang baik.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara penggunaan obat kortikosteroid semprot, kebiasaan merokok dan penghasilan pada ketiga kuesioner keterkontrolan asma. Kesesuaian antara ketiga kuesioner terdapat kesesuaian yang baik.

Introduction: The high prevalence of asthma and costs of asthma therapy place a considerable burden on health care systems. Asthma attacks and symptoms can be controlled by an appropriate treatment and proper use of medicines. The goals of asthma therapy are to achieve asthma control near normal lung function, absence of asthma symptoms, no activity limitations and no episodes of worsening asthma. The use of Asthma Control Test ACT , Asthma Symptom Control ASC and Asthma Control Questionnaire ACQ can make easier to control asthma. This study rsquo;s purpose is to see the suitability between the three questionnaires in assessing the level of control asthma in Persahabatan Hospital.
Methods: Research with cross sectional design and descriptive analysis on 45 subjects of asthma patients in the clinic asthma PPOK RSUP Persahabatan through interviews and filling questionnaires to determine the level of control of asthma.
Results: Asthma control rate with ACT was 42.2 well controlled, 42.2 partially controlled with ASC and 42.2 uncontrolled under ACQ. There was association of spray corticosteroid drug use with ACT questionnaire p = 0,031 . There was a relation between education p = 0,047 , smoking habit p = 0,037 and income p = 0,040 with ASC asthma control. There is a relation between income p = 0,025 with ACQ questionnaire. Compatibility between these three questionnaires with a kappa value of 0.877 good suitability.
Conclusion: There is an association between the use of spray corticosteroid drugs, smoking habits and income in the three questionnaires of asthma control. The suitability between the three questionnaires has good suitability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tresnasari Satya Putri
"Pada tahun 2011, 235 juta orang di dunia menderita asma (WHO, 2011). Di Indonesia, prevalensi asma terus mengalami peningkatan yaitu sekitar 4,0% (Kemenkes, 2008). Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan biaya perawatan pasien asma di RSUP Persahabatan. Desain penelitian adalah potong lintang (cross sectional). Sumber data primer didapatkan dari catatan rekam medik pasien. Sampel pada penelitian berjumlah 41 orang. Penelitian ini melibatkan 41 pasien terdiri dari 29 orang (70,7%) perempuan dan 12 (29,3%), 58,5% pasien tidak bekerja, 53% pasien menggunakan askes. Sebanyak 31,7% pasien asma menderita penyakit penyerta non TB dimana 36,6% pasien dirawat di kelas 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan total biaya perawatan pasien asma di RSUP Persahabatan adalah cara pembayaran, kelas perawatan, dan lama hari rawat.

In 2011, as many as 235 million people worldwide suffer from asthma (WHO, 2011). In Indonesia, the prevalence of asthma is increasing at about 4.0% (Ministry of Health, 2008).The general objective of this study was to analyze the factors associated with patient care costs of asthma in the department of Friendship.The study design was cross-sectional (cross-sectional). Sources of primary data obtained from the patient medical record. The samples in this study amounted to only 41 people. The study involved 41 patients, including 29 men (70.7%) women and 12 (29.3%) of men who had an average age of 43.60 years. 58.5% of patients did not work, 53% of patients using the health insurance payment. A total of 31.7% of patients with asthma suffer from comorbidities non TB where 36.6% of patients admitted to class 1. Factors associated with the total cost of patient care in the department of Friendship asthma among other means of payment, classroom maintenance, and long day care.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Atmoko
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari hubungan antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan indeks massa tubuh dengan tingkat kontrol asma. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang. Dari jumlah total subjek penelitian (n = 107), prevalens asma tidak terkontrol di Poliklinik Asma Rumah Sakit Persahabatan yang diukur dengan Asthma Control Test adalah 81 orang (75,7%). Dengan uji Chi-Square, didapatkan hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan tingkat kontrol asma (p = 0,03), sedangkan hubungan antara usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan dengan tingkat kontrol asma tidak bermakna (p > 0,05).

The goals of this research are knowing the association between body mass index, age, gender, level of education, body mass index with the level of asthma control. Cross sectional database was set up. From the total amount of subjects (n = 107), prevalence of uncontrolled asthma at Hospital Persahabatan Asthma Polyclinic was 81 patients (75,7%) measured by Asthma Control Test. With the Chi-Square test, researcher found that there was significant relation between body mass index and the level of asthma control (p = 0,03). On the other hand, there was no significant relation between age, gender, level of education and the level of asthma control (p > 0,05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S70443
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sinurat, Julfreser
"Latar Belakang : Skin prick test SPT merupakan baku emas mendiagnosis sensitisasi alergen, namun memiliki keterbatasan. Pemeriksaan IgE spesifik merupakan pemeriksaan in vitro, nyaman dan tidak ada risiko anafilaksis.Tujuan: Mendapatkan akurasi pemeriksaan IgE spesifik serum metode ELISA dalam mendiagnosis sensitisasi alergen hirup pada pasien asma dan/atau rinitis alergi.Metode: Merupakan uji diagnostik dengan desain cross sectional pada pasien asma dan rinitis alergi di poliklinik Alergi-Imunologi FKUI-RSCM. Seratus pasien diperiksa IgE spesifik serum tungau debu rumah D.pterossinus, D.farinae, B.tropicalis , kulit anjing, kulit kucing dan kecoak dengan metode ELISA serta SPT sebagai baku emas mendiagnosis sensitisasi alergen tersebut. Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga, dan rasio kemungkinan dari IgE spesifik serum dinilai untuk masing-masing alergen.Hasil: Sensitivitas IgE spesifik serum dalam mendiagnosis sensitisasi alergen tungau debu rumah berkisar 48-77 , dengan sensitivitas tertinggi 77 IK 95 66-86 pada D.farinae. Spesifisitas berkisar 64-95 , dengan spesifitas tertinggi 95 IK 95 76-99 pada B.tropicalis, serta nilai RK antara 2,1-11, dengan tertinggi untuk B.tropicalis. Sensitivitas mendiagnosis sensitisasi kecoak 12 IK 95 4,5-27 , namun spesifisitas 100 IK 95 92-100 , dengan RK . Spesifisitas mendiagnosis sensitisasi kulit anjing 89 IK 95 79-95 , namun senstitivitas 3 IK 95 1,5-17 , dengan RK hanya 0,29 IK 95 0,03-2,26 . IgE spesifik serum memiliki spesifitas 88 IK 95 77-95 dalam mendiagnosis sensitisasi kulit kucing, namun sensitivitas 10 IK 95 3,5-26 dan RK 0,9 IK 95 0,3-3,1 .Kesimpuan: Pemeriksaan IgE spesifik serum metode ELISA memiliki akurasi diagnostik yang sedang dalam mendiagnosis sensitisasi terhadap tungau debu rumah dan kecoak, namun akurasi rendah untuk kulit anjing dan kucingKata Kunci: Skin prick test IgE spesifik serum, Akurasi, Alergen hirup
Background Skin prick test SPT is the gold standard to diagnose allergen sensitization, but has some limitations. Serum specific IgE SSIgE is in vitro test, comfortable and has no anaphylaxis risk.Aim To get the accuracy of SSIgE test using ELISA method in diagnosing inhalant allergens sensitization in asthma and or allergic rhinitis patients.Method This is diagnostic study with subjects were asthma and or allergic rhinitis patients. One hundreds patients had SSIgE test for house dust mites D.pterossinus, D.farinae, B.tropicalis , dog dander, cat dander and cockroach allergens and SPT as gold standard to diagnose allergen sensitization. Sensitivity, specificity, predictive value, and likelihood ratio of SSIgE were evaluated.Result To diagnose house dust mites sensitization SSIgE has 48 77 sensitivity, with the highest is for D.farinae 77 95 CI 66 86 , while specificity is 64 95 , with the highest is for B.tropicalis 95 95 CI 76 99 and LR around 2,1 11, with the highest is for B.tropicalis. Sensitivity of SSIgE to diagnose cockroach sensitization is 12 95 CI 4.5 27 , but has high specificity 100 95 CI 92 100 , and high LR . SSIgE has high specificity 89 95 CI 79 95 in diagnosing dog dander sensitization, but low sensitivity 3 95 CI 1.5 17 and low LR 0.29 95 CI 0.03 2.26 . To diagnose cat dander sensitization SSIgE has 88 95 CI 77 95 specificity, but low sensitivity 10 95 CI 3.5 26 and low LR 0.9 95 CI 0.3 3.1 Conclusion SSIgE test using ELISA method has moderate accuracy in diagnosing house dust mites and cockroach sensitization, but low accuracy for dog and cat dander sensitization.Keywords Skin prick test, Serum specific IgE, Accuracy, Inhalant Allergens"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marisa Afifudin
"Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi hiperinflasi paru pada pasien asma persisten di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta.Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang kemudian dilakukan analisis deskriptif. Penelitian dilakukan di klinik Asma RSUP Persahabatan dari bulan September-November 2016. Empat puluh lima subjek dengan consecutive sampling dan dilakukan wawancara, pemeriksaan fisis, foto toraks, spirometri dan multiple breath N2-washout MBW . Hiperinflasi paru pada penelitian ini ditentukan berdasarkan peningkatan volume residu/ kapasitas paru total VR/KPT di atas batas atas nilai normal.Hasil: Proporsi hiperinflasi paru pada pasien asma persisten di RSUP Persahabatan Jakarta adalah 17,8 8 dari 45 subjek . Nilai tengah VR dalam mililiter adalah 1230 570-2860 . Nilai tengah KRF dalam mililiter adalah 1730 970-3990 . Nilai tengah KPT dalam mililiter adalah 3310 2490-6350 . Rerata rasio VR/KPT adalah 36,39 SD 8,86 . Rerata rasio KRF/KPT adalah 52,86 SD 6,85 . Terdapat hubungan yang bermakna antara nilai VEP1 dengan hiperinflasi paru pada asma persisten. Penurunan VEP1 0,05 .Kesimpulan: Proporsi hiperinflasi paru pada pasien asma persisten di RSUP Persahabatan Jakarta adalah sebesar 17,8 . Hiperinflasi paru pada asma persisten berhubungan dengan derajat obstruksi saluran napas.Kata kunci: hiperinflasi paru, asma persisten, multiple breath N2-washout

Background The aim of the study is to discover the proportion of lung hyperinflation in patient with persistent asthma in Persahabatan Hospital Jakarta.Method A cross sectional study with descriptive analysis was done in Asthma clinic Persahabatan Hospital from September to November 2016. Forty five subjects were recruited consecutively. Interview, physical examination, chest x ray CXR , spirometry and multiple breath N2 washout MBW were performed. Lung hyperinflation was defined as a residual volume total lung capacity RV TLC above the upper limit of normal.Result The proportion of lung hyperinflation in patients with persistent asthma was 17,8 8 of 45 subjects . Median RV in milliliter is 1230 570 2860 . Median functional residual capacity FRC in milliliter is 1730 970 3990 . Median TLC in milliliter is 3310 2490 6350 . Mean RV TLC ratio is 36,39 SD 8,86 . Mean FRC TLC ratio is 52,86 SD 6,85 . There was a significant correlation between forced expiratory volume in 1 second FEV1 value with lung hyperinflation with the decline of FEV1 0,05 .Conclusion The proportion of lung hyperinflation in patient with persistent asthma in Persahabatan Hospital Jakarta was 17,8 . Lung hyperinflation in persistent asthma associated with the degree of airway obstruction."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>