Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197350 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Yoanita Astriani
"Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan dan penyakit genetik yang paling sering didapati di dunia. Terapi dengan transfusi dan terapi kelasi pada pasien thalassemia memberikan angka survival yang lebih panjang. Salah satu komplikasi transfusi berkala adalah peningkatan kadar besi yang terakumulasi pada hipofisis. Hipogonadotropik hipogonadisme yang memiliki gambaran klinis keterlambatan pubertas merupakan abnormalitas utama pada sistem endokrin pasien thalassemia anak. Pencitraan MRI berguna menilai deposit besi hipofisis.
Tujuan: Mengetahui kemampuan sekuens T2 dan T2 relaksometri dalam menilai deposit besi di hipofisis yang memiliki gambaran klinis keterlambatan pubertas.
Metode: Menggunakan desain komparatif studi potong lintang (comparative cross sectional) dengan data primer, minimal sampel 28 pasien. Analisis data dalam penetuan titik potong menggunakan metode reciver operating curve (ROC) kemudian dihitung tingkan sensitivitas dan spesifitasnya.
Hasil: Nilai T2 dan T2 relaksometri hipofisis pada kelompok pubertas terlambat lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok pubertas normal. Titik potong T2 relaksometri hipofisis untuk membedakan pubertas terlambat dan normal yakni 78,15 ms dengan perkiraan sensitivitas dan spesifitas masing-masing 92,9% dan 75,0%. Titik potong T2 relaksometri hipofisis untuk membedakan pubertas terlambat dan normal yakni 20,19 ms dengan perkiraan sensitivitas dan spesifitas keduanya adalah 100%.
Kesimpulan: Nilai T2 dan T2 relaksometri hipofisis dapat meningkatkan peran MRI dalam mendeteksi status laju pubertas pada pasien transfusion dependent thalassemia sehingga pasien thalassemia dengan deposit besi yang berat di hipofisis serta prediksi keterlambatan pubertas dapat mendapatkan terapi yang lebih optimal.

Thalassemia is an inherited hemolytic anemia disease and is a genetic disease most commonly found in the world. Treatment with transfusion and chelation therapy in thalassemia patients provides a longer survival rate. One of periodic transfusion complications is an increase in iron in the pituitary. Hypogonadotropic hypogonadism which has a clinical picture of delayed puberty is a major abnormality in the endocrine system in pediatric thalassemia patients. MRI imaging is useful in assessing iron deposits in the pituitary.
Purpose: To determine the ability of T2 and T2 relaxometry sequences of pituitary in assessing pituitary iron deposits which have a clinical picture of delayed puberty Methods: Using a comparative cross sectional design with primary data, with minimum sample of 28 patients. Analysis of data in determining the cut point was using the reciver operating curve (ROC) method and then calculated the sensitivity and specificity.
Result : T2 and T2 relaxometry values of pituitary iron deposit in the delayed puberty group were significantly lower than in the normal puberty group. The T2 relaxometry cut-off point for pituitary iron deposit to differentiate delayed and normal puberty is 78.15 ms with estimated sensitivity and specificity of 92.9% and 75.0%, respectively. The T2 relaxometry cut-off point for pituitary iron deposit to delayed and normal puberty is 20.19 ms with an estimated sensitivity and specificity of both is 100%. Conclutions: T2 and T2 relaxometry values of pituitary iron deposit can enhance the role of MRI in detecting the rate of puberty in patients with transfusion dependent thalassemia so patients with severe pituitary iron deposit and whom predicted with delayed puberty could have optimal therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Septiyanti
"Latar belakang dan tujuan: Thalassemia adalah penyakit anemia hemolitik yang diturunkan, merupakan penyakit genetik yang paling sering di dunia. Transfusi secara berkala pada pasien thalassemia dapat menyebabkan deposit besi pada berbagai organ seperti hipofisis. Deposit besi pada hipofisis dapat menyebabkan hipogonadotropik hipogonadisme. Biopsi merupakan pemeriksaan baku emas untuk menilai deposit besi pada organ, namun hal ini tidak dapat dilakukan pada hipofisis. Pemeriksaan MRI mulai digunakan unutuk mengukur kadar besi pada berbagai organ salah satunya hipofisis.
Metode: Uji korelasi dengan pendekatan potong lintang untuk mengetahui nilai korelasi nilai MRI T2 dan T2 relaksometri serta SIR T2 hipofisis dengan kadar FSH dan LH pada pasien thalassemia mayor. Pemeriksaan dilakukan 28 subjek penelitian dalam kurun waktu Desember 2016 hingga Maret 2016.
Hasil: Terdapat korelasi antara nilai relaksometri T2 hipofisis potongan koronal dengan kadar FSH dan LH, serta terdapat pula korelasi antara nilai SIR T2 hipofisis dengan kadar LH. Tidak terdapat korelasi antara nilai relaksometri T2 potongan koronal-sagital dengan kadar FSH dan LH, serta tidak terdapat pula korelasi antara SIR T2 hipofisis dengan kadar FSH.
Kesimpulan: Nilai relaksometri T2 hipofisis potongan koronal dan SIR T2 hipofisis dapat digunakan sebagai acuan deposit besi pada hipofisis serta dapat memonitor terapi kelasi pada pasien thalassemia - mayor.

Background and abjective Thalassemia is a hereditary hemolytic anemia disorder, it is one of the most common genetic disease in the world. Periodic transfusion for thalassemia patients may lead to iron deposit in various organs such as pituitary gland. Iron deposit in pituitary gland may induce hypogonadotropic hypogonadism. Biopsy and histopathology assessment is the gold standard examination to assess organ iron deposit, however this method is inapplicable for pituitary gland. MRI examination has been started to be used for measurement of iron level in various organ, such as pituitary gland.
Method: This study uses cross sectional method. MRI T2 and T2 relaxometry value as well as SIR T2 of pituitary gland was correlated with FSH and LH level in patients with major thalassemia. This study involves 28 subjects and conducted from December 2016 to March 2017.
Result: There is a correlation between relaxometry values of T2 pituitary gland on coronal slice with the level of FSH dan LH. There is also a correlation between pituitary SIR T2 value with the level of LH. There are no correlation between relaxometry values of T2 on coronal sagittal slices with the level of FSH and LH, furthermore there are no correlation between pituitary SIR T2 with FSH level.
Conclusion: Relaxometry value of pituitary T2 on coronal slice and pituitary SIR T2 value may be use as reference for iron deposit on pituitary gland as well as to monitor chelating therapy in major thalassemia patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Kautsar
"ABSTRAK
Latar belakang: Kardiomiopati akibat kelebihan besi masih merupakan penyebab kematian utama pada pasien thalassemia b mayor. Kardiomipati akibat kelebihan besi merupakan penyakit yang reversibel dengan pemberian kelasi besi yang ditandai dengan gejala awal gangguan diastolik. Amino-terminal pro-brain natriuretic peptide NT-proBNP merupakan biomarker yang sensitif dalam mendeteksi disfungsi diastolik.Tujuan: Mengevaluasi nilai diagnostik NT-proBNP dalam mendeteksi hemosiderosis jantung yang dinilai dengan MRI T2 jantung.Metode: Enam puluh delapan pasien dengan thalassemia b mayor usia 10-18 tahun tanpa gejala gagal jantung menjalani pemeriksaan NT-proBNP saat sebelum transfusi darah. Semua subyek diperiksa MRI T2 Jantung dalam kurun waktu maksimal 3 bulan median 19 hari . Pasien kemudian dibagi menjadi kelompok hemosiderosis jantung MRI T2 jantung 20 ms .Hasil: Dari 68 pasien, didapatkan rasio lelaki : perempuan sebesar 1: 1,1 dengan usia median 14,1 tahun rentang : 10-17,8 tahun . Kadar NT-proBNP tidak berbeda bermakna antara kelompok hemosiderosis jantung dan tidak hemosiderosis jantung p-0,233 . Uji diagnosis NT-proBNP dengan nilai titik potong 160 pg/mL menghasilkan nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga postif, dan nilai duga negatif secara berurutan sebesar 38,46 , 58,1 , 17,8 , dan 50 .Simpulan: Pengukuran NT-proBNP tidak dapat digunakan untuk mendeteksi hemosiderosis jantung pada anak. ABSTRACT
Background Iron induced cardiomyopathy remains the leading cause of mortality in patients with thalassemia b major. Iron deposition related cardiomiopathy, which may be reversible through iron chelation, is characterized by early diastolic dysnfunction. Amino terminal pro brain natriuretic peptide NT proBNP is a sensitive biomarker of diastolic dysfunction.Aim To evaluate the diagnostic value of NT proBNP as a surrogate marker of iron overload examined with MRI T2 .Methods sixty eight b thalassemia major patients 10 18 years with no signs of heart failure underwent NT proBNP measurement before routine transfusion. All subjects were prospectively performed cardiac MRI T2 examination within three months median 19 days . Patients were divided as cardiac hemosiderosis cardiac MRI T2 20 ms Result Of 68 patients, the male to female ratio was 1 1,1 and the median age was 14.1 years range 10 17.8 years . NT proBNP levels were not different between hemosiderosis and non hemosiderosis p 0,233 . Diagnosis test using cut off value of 160 pg mL resulted in sensitivity of 38.46 , specificity of 58.1 , positive predictive value of 17.8 , and negative predictive value of 50 .Conclusion NT proBNP cannot be used to detect cardiac hemosiderosis in adolescent."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Garniasih, examiner
"Latar belakang: Thalassemia adalah kelainan sel darah merah berupa gangguan sintesis hemoglobin (Hb) yang diturunkan secara autosomal resesif. Transfusi PRC pada pasien transfussion-dependent thalassemia (TDT) menyebabkan akumulasi besi pada berbagai organ, salah satunya kelenjar endokrin. Hal tersebut akan menyebabkan hemosiderosis di hipofisis anterior dan keterlambatan pubertas.
Tujuan: Mendeteksi keterlambatan pubertas menggunakan MRI T2* hipofisis di poliklinik Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Metode: Pemeriksaan MRI dilakukan menggunakan MRI Avanto 1,5 Tesla, sekuen T2 SE. Penghitungan nilai MRI T2* hipofisis menggunakan perangkat lunak CMR Tools TM yang berfungsi menghitung deposit besi pada organ. Dilakukan pemeriksaan kadar feritin serum, FSH, LH testosteron (lelaki), dan estradiol (perempuan) menggunakan electro-chemiluminscence immunoassay (ECLIA). Hubungan antara MRI T2* hipofisis dengan kadar feritin serum, saturasi transferin, FSH, LH, testosteron, dan estradiol dianalisis menggunakan analisis korelasi Pearson.
Hasil: Sebanyak 56 pasien TDT dibagi menjadi 27 subyek usia prapubertas, 14 subyek pubertas normal dan 15 subyek pubertas terlambat. Hasil menunjukkan nilai MRI T2* hipofisis pasien TDT pubertas normal lebih tinggi secara signifikan dibandingkan pubertas terlambat (p=0,000). Terdapat hubungan bermakna antara nilai MRI T2* hipofisis dengan feritin serum (r = -0,502) dan tidak ada hubungan antara MRI T2* hipofisis dengan saturasi transferin, FSH, LH, testosteron, dan estradiol.
Simpulan: Nilai MRI T2* hipofisis TDT pubertas normal lebih tinggi dibandingkan pubertas terlambat.

Background: Thalassemia is an autosomal recessive red blood cells disorder characterized by abnormal hemoglobin (Hb) synthesis. PRC transfusion to transfussion-dependent thalassemia (TDT) patients results in iron accumulation in organs, including endocrine system. It further cause hemosiderosis at anterior hypophysis which leads to delayed puberty.
Objective: To detect patients with delayed puberty using MRI T2* in Thalassemia Clinic Department of Pediatrics Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta.
Method: MRI was assesed with MRI Avanto 1,5 Tesla,T2 SE sequence, whilst T2* hypophysis result being done with CMR Tools TM software, which aims to measure iron deposit. Levels of ferritin serum, FSH, LH, testosterone (male subjects), and estradiol (female subjects) were observed with electro-chemiluminescence immunoassay (ECLIA). Correlation between MRI T2* hypophysis with levels of ferritin serum, transferrin saturation, FSH, LH, testosterone, and estradiol were analyzed with Pearson correlation analysis.
Results: 56 TDT patients were consist of 27 prepuberty subjects, 14 normal puberty subjects, and 15 delayed puberty subjects. Results showed that MRI T2* hypophysis of normal puberty TDT patients was significantly higher compared to delayed puberty patients (p = 0,000). There was significant correlation between MRI T2* hypophysis with ferritin serum (r = -0,502). Meanwhile, there was no significant correlation between MRI T2* hypophysis with transferrin saturation, FSH, LH, testosterone, and estradiol.
Conclusions: Pituitary MRI T2* of TDT patients higher in normal group than that in delayed puberty group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Puspita Dewi
"

Latar Belakang : Osteoartritis lutut merupakan artritis tersering menyebabkan disabilitas. MagneticResonance Imaging (MRI) adalah modalitas pilihan untuk evaluasi struktur intraartikular terutama kartilago. Pengukuran nilai waktu relaksasi T2 pada sekuen T2 mapmendeteksi penurunan proteoglikan dan perubahan awal biokimia kartilago pada osteoartritis, namun pemeriksaan ini membutuhkan perangkat lunak. Sistem semi kuantitatif MagneticResonance Imaging Osteoartritis Knee Score (MOAKS) dapat mengevaluasi tujuh aspek lutut pada osteoartritis dengan menggunakan protokol rutin MRI. Terapi sel punca mesenkimal asal tali pusat meregenerasi kartilago dan menghambat proses inflamasi pada osteoartritis lutut.  Tujuan :  Mengetahui korelasi nilai waktu relaksasi T2 dan nilai skor MOAKS pada osteoartritis pra dan pasca terapi implantasi sel punca Metode : Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder pada osteoartritis lutut derajat Kellgren Lawrence satu hingga empat. Sampel penelitian adalah 63 lutut pra dan 47 lutut pasca implantasi sel punca. Menganalisis nilai MOAKS dengan sekuens proton density (PD), T2 fat saturated, T1W dan T1 fat saturated pada 14 subregio lutut Pengukuran nilai relaksasi T2 dengan sekuens T2 map pada 12 subregio lutut.  Hasil : Korelasi sedang antara nilai waktu relaksasi T2 dan nilai MOAKS pra sel punca (Ï? : 0,4, p: 0,001) dan korelasi lemah (Ï?: 0,22, p: 0,142) `pasca terapi sel punca. Korelasi kuat pada derajat osteoartritis Kellgren Lawrence dan nilai MOAKS pada pra (Ï?: 0,68, p: 0,000)  dan pasca terapi sel punca (Ï?: 0,71, p: 0,000).Simpulan: Sistem semi kuantitatifMOAKS dapat digunakan untuk diagnosis osteoartritis tapi tidak untuk evaluasi pasca terapi. Kellgren Lawrence berpotensi memprediksi lesi intraartikular.


Background : Knee osteoarthritis is the leading cause of dysability.  MRI is the modality of choice for evaluating intra- articular structure, specifically cartilage in osteoarthritis. T2 Relaxation time of T2 maps sequence can detect decrease of proteoglycan and early biochemical changes in osteoarthritic cartilage, but it needs special software. Magnetic Resonance Imaging Osteoartritis Knee Score (MOAKS), a semiquantitative system can evaluate seven aspects of osteoarthritic knee with routine protocol sequence. Mesenchymal stem cell from umbilical cord can  regenerate cartilage and inhibit inflammation process. Objective : ToDetermine the correlation between MOAKS and T2 relaxation time of knee osteoarthritis before and  after implantation of stem cell . Methods : This study used cross sectional design with secondary data on knee osteoartrthritis classified as Kellgren Lawrence grade one to four.  The study included 63 knees before and 47 knees after implantation of stem cell. MOAKS was analized  with proton density (PD), T2 fat saturated, T1W dan T1 fat saturated sequence on 14 sub-region and T2 relaxation time was calculated with T2 map sequens on 12 sub-region. Result : We foundModerate correlation between MOAKS and T2 relaxation time of knee osteoarthritis before implantation (Ï? :0,4, p :0,001). and weak corellation after implantation of stem cell (Ï?: 0,22, p: 0,142). We also found strong corellation between  Kellgren Lawrence grading of osteoarthritis and MOAKS before (Ï?: 0,68, p: 0,000)  and after implantation of stem cell (Ï?: 0,71, p: 0,000). Conclusion :MOAKS, asemiquantitative system can be used  to diaognose osteoarthritis but not reliable for post treatment evalution. Kellgren Lawrence grading has potential to predict intra articular lesion. 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Silman
"Latar belakang dan tujuan: Penyebab utama kematian pada pasien thalassemia di Indonesia adalah siderosis jantung. MRI T2* relaxometry merupakan pemeriksaan non-invasif terbaik dalam mendeteksi siderosis jantung dan tidak tergantikan oleh pemeriksaan lain. Perhitungan T2* jantung menggunakan perangkat lunak CMRtoolsTM hanya terbatas di RSCM. Peneliti bertujuan menvalidasi perangkat lunak SyngoMRTM yang memiliki cakupan daerah yang lebih luas, sehingga pemeriksaan ini dapat dilakukan di tempat lain di Indonesia.
Metode: Penelitian potong lintang ini menggunakan data sekunder MRI T2* relaxometry subjek thalassemia. Data kasar MRI T2* relaxometry dihitung ulang dengan perangkat lunak SyngoMRTM dan dibandingkan dengan hasil perhitungan perangkat lunak CMRtoolsTM. Analisis data dilakukan untuk mendapatkan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif Perhitungan Syngo MRTM dengan CMRtoolsTM sebagai baku emas.
Hasil: Terdapat korelasi positif bermakna antara perhitungan Syngo MRTM dengan CMRtoolsTM. Nilai cut-off perhitungan T2* jantung SyngoMRTM sama dengan CMRtoolsTM. Perhitungan T2* berdasarkan SyngoMRTM dapat membedakan jantung siderosis dengan jantung normal subjek thalassemia dengan sensitivitas 91,8%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai prediktif negatif 98,11%, accuracy 98,42%. SyngoMRTM dapat mendiferensiasi derajat siderosis ringan-sedang dengan siderosis berat dengan sensitivitas 86,6%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 90,48%, accuracy 94,12%.
Kesimpulan: Perhitungan T2* berdasarkan SyngoMRTM dapat dengan baik membedakan jantung siderosis berat, ringan-sedang dan jantung normal subjek thalassemia.

Background and objective: Cardiac iron overload are the leading cause of death of Thallassemic patients in Indonesia. MRI T2* relaxometry are the best non- invasive examination in detecting cardiac iron overload. T2* Relaxometry calculated by CMRtoolsTM only limited in CiptoMangunkusumo Hospital. The goal of this research is to validate alternative T2* calculator software (SyngoMRTM) that’s more available in Indonesia.
Method: A cross-sectional method is used on thalassemia MRI T2* relaxometry raw data. This raw data are re-calculated with SyngoMRTM software and compared with the result that calculated using CMRtoolsTM software. Data analysis is performed to obtain sensitivity, specificity, positive predictive value and negative predictive value Syngo MRTM with CMRtoolsTM as a gold standard.
Result: There is a significant positive correlation between Syngo MRTM and CMRtoolsTM. SyngoMRTM has the same cut off point in determining cardiac iron overload with CMRtoolsTM. SyngoMRTM can differentiate between normal cardiac and cardiac iron overload on thalassemia with sensitivity 91,8%, specificity 100%, positive predictive value 100%, negative predictive value 98,11%, accuracy 98,42%. SyngoMRTM can differentiate degree of cardiac iron overload sensitivity 86,6%, specificity 100%, positive predictive value 100%, negative predictive value 90,48%, accuracy 94,12%.
Conclusion: T2* based on SyngoMRTM can differentiate normal cardiac and degree of cardiac iron overload on thalassemia major.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inge Friska Widjaya
"Latar belakang dan tujuan : Hemosiderosis jantung dan pankreas merupakan komplikasi transfusi pada pasien thalassemia mayor. Evaluasi hemosiderosis pankreas dan jantung dilakukan dengan pemeriksaan MRI sekuens T2*. Kedua organ tersebut mempunyai kesamaan dalam penyimpanan besi dan tehnik pemeriksaan T2* pankreas lebih mudah dan cepat dibandingkan tehnik pemeriksaan jantung, sehingga diharapkan evaluasi hemosiderosis jantung dipermudah dengan menghitung nilai T2* pankreas.
Metode : Uji korelatif dengan pendekatan potong lintang pada nilai T2* pankreas dan nilai T2* jantung dihitung menggunakan perangkat lunak CMRtools™ pada 30 subjek thalassemia mayor.
Hasil : Tidak terdapat korelasi antara nilai T2* pankreas dengan nilai T2* jantung (R = 0,05, p = 0,798).
Kesimpulan : Tidak terdapat korelasi antara nilai T2* pankreas dengan nilai T2* jantung pada pasien thalassemia mayor.

Background and objective : Cardiac and pancreatic hemosiderosis are transfusion complication in major thalassemia patients. Evaluation of cardiac and pancreatic hemosiderosis assessed by MRI T2* examination. Both organs have same iron deposition, pancreatic T2* examination easier and faster than cardiac. Pancreatic T2* score can be used to evaluate cardiac hemosiderosis.
Method : A cross sectional correlation study between pancreatic and cadiac T2*score calculated with CMRtools™ software conducted in 30 major thalassemia patients.
Result : There is no correlation between pancreatic and cardiac T2* score (R = 0,05, p = 0, 79)
Conclusion : There is no correlation between pancreatic and cardiac T2* score in major thalassemia patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aliyya Rifki
"Latar belakang: Penentuan derajat degenerasi diskus intervertebralis (DDI) dan pemantauan progresivitasnya sangat penting untuk menentukan tatalaksana dan memantau efektivitas terapi. Penilaian T2 map menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat mengevaluasi derajat DDI secara kuantitatif namun dengan hasil yang bervariasi, tergantung pada mesin, coil, protokol, dan perangkat lunak MRI yang digunakan.
Metode: MRI sekuens T2 – weighted image potongan sagital digunakan untuk menilai dan mengelompokkan derajat DDI lumbal berdasarkan skala Modifikasi Pfirrmann. Derajat DDI lumbal yang termasuk dalam kriteria penelitian adalah derajat 2 – 4. Pasien yang tidak memiliki diskus normal (derajat 1) dieksklusi. MRI sekuens T2 mapping potongan mid – sagital digunakan untuk memperoleh rerata nilai T2 map dengan meletakkan Regio of Interest (ROI) di seluruh penampang diskus normal dan diskus yang berdegenerasi. Rerata nilai T2 map diskus yang berdegenerasi dibandingkan dengan diskus normal pada pasien yang sama, sehingga didapatkan nilai rasio (T2 map index).
Hasil: Didapatkan perbedaan signifikan rerata nilai T2 map index pada tiap derajat skala Modifikasi Pfirrmann (p < 0,001), dimana semakin berat derajat DDI lumbal, maka rerata nilai T2 map index semakin rendah (derajat 1: 0,97 ± 0,05 ms; derajat 2: 0,93 ± 0,07 ms; derajat 3: 0,60 ± 0,11 ms; derajat 4: 0,48 ± 0,04 ms).
Kesimpulan: Penghitungan nilai T2 map index dapat digunakan untuk mengevaluasi progresivitas DDI lumbal secara kuantitatif dan dapat mengeliminasi variabilitas nilai T2 map.

Background: Severity and progression of intervertebral disc degeneration in early stages should be evaluated not only for an adequate treatment planning, but also for monitoring the effectiveness of therapies. Obtaining T2 map value using MR T2 mapping was beneficial for the assessment of disc degeneration albeit different MR machine, coil, software, and protocol used could affect its value.
Methods: Sagittal T2 – weighted image were used to evaluate lumbal disc degeneration by Modified Pfirrmann grading system. Grade 2 – 4 were included, while patients without grade 1 disc (normal disc) were excluded. Using mid – sagittal MR T2 mapping, range of interest (ROI) were placed in whole disc. Mean T2 map value in degenerated disc was compared to mean T2 map value in normal disc with resultant of a ratio (T2 map index).
Results: Mean T2 map index value between each Modified Pfirrmann grading differed significantly (p < 0,001). Higher Modified Pfirrmann grade correlates with lower mean T2 map index value (grade 1: 0,97 ± 0,05 ms; grade 2: 0,93 ± 0,07 ms; grade 3: 0,60 ± 0,11 ms; grade 4: 0,48 ± 0,04 ms).
Conclusion: T2 map index is reliable in evaluating the progressivity of lumbal disc degeneration quantitatively and in eliminating T2 map value variabilities.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jusi Susilawati
"Latar Belakang: Harapan hidup pasien thalasemia bergantung transfusi bertambah baik karena transfusi darah dan terapi kelasi besi yang sesuai. Penyakit jantung akibat toksisitas besi tetap menjadi penyebab utama kematian pada pasien thalasemia bergantung transfusi. MRI T2* jantung dapat mendeteksi dini toksisitas besi di jantung dan dapat mengevaluasi hasil pengobatan dengan membandingkan nilai T2* pra dan pasca terapi kelasi besi.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan mendapatkan profil perbaikan toksisitas besi di jantung pada pasien thalasemia dewasa bergantung transfusi. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan feritin serum dan saturasi transferin.
Metode Penelitian: pre and post test dengan data sekunder retrospektif pada pasien dewasa thalasemia bergantung transfusi yang kontrol di poliklinik thalasemia Kiara dan poliklinik dewasa hematologi-onkologi medik RSUPN Cipto Mangukusumo. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2019. Data sekunder diperoleh dari rekam medis dan registri pasien thalasemia berupa riwayat medis, jenis obat kelasi besi, nilai T2* jantung satu tahun berturut-turut, kadar feritin serum dan saturasi transferin. Analisis data berupa data deskriptif dan uji marginal homogeneity serta uji kappa.
Hasil: Sebanyak 115 pasien dilibatkan dalam penelitian ini. Terdapat perbaikan T2* jantung sebanyak 7,0% dan menetap baik (T2* jantung tetap >20 milidetik) sebanyak 72,2%. Tidak terdapat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan feritin serum (nilai kappa = 0,044) dan perbaikan nilai T2* jantung dengan saturasi transferin ( nilai kappa = 0,011).
Simpulan: Perbaikan toksisitas besi di jantung pasca terapi kelasi besi sebanyak 7,0% dan menetap baik sebanyak 72,2%. Tidak terdapat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan kadar feritin serum dan saturasi transferin.

Background: Life expectancy of the transfusion dependent thalassemia patients is getting better because of blood transfusion and appropriate iron chelation therapy. Heart disease due to iron toxicity remains the leading cause of death in thalassemia patients who need transfusion. MRI T2* can allow to detect premature iron toxicity in the heart and can evaluate the results by comparing myocardial T2* pre and post iron chelation therapy.
Objectives: This study aims to obtain a profile of improvement in cardiac iron toxicity in adult thalassemia patients who need transfusion. This study also supports to see aggrement between improvement in myocardial T2* with improved serum ferritin level and transferrin saturation.
Methods: pre and post test with retrospective secondary data in adult thalassemia patients requiring controlled transfusions in Kiara thalassemia clinic and hematology-medical oncology clinic Cipto Mangukusumo General Hospital. The study was conducted in July-Desember 2019. Data were obtained from medical records and thalassemia registry, which consisted of medical history, type of chelation, myocardial T2* within one year, serum ferritin level and transferrin saturation. Data analysis was performed in descriptive data and marginal homogeneity test and Kappa test.
Results: A total of 115 patients were included in this study. There was an improvement of a myocardial T2* in 7.0% patients and persistently good (myocardial T2* remains >20 milliseconds) in 72.2%. There was no agreement between improvement in myocardial T2* with improvement in serum ferritin level (kappa value 0.044) and improvement in myocardial T2* with transferrin saturation (kappa value 0.011).
Conclusion: Improvement of cardiac iron toxicity after iron chelation therapy was 7.0% and persistently good in 72.2%. There was no agreement between the improvement in myocardial T2* with improvement in serum ferritin level and transferrin saturation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jusi Susilawati
"Latar Belakang: Harapan hidup pasien thalasemia bergantung transfusi bertambah baik karena transfusi darah dan terapi kelasi besi yang sesuai. Penyakit jantung akibat toksisitas besi tetap menjadi penyebab utama kematian pada pasien thalasemia bergantung transfusi. MRI T2* jantung dapat mendeteksi dini toksisitas besi di jantung dan dapat mengevaluasi hasil pengobatan dengan membandingkan nilai T2* pra dan pasca terapi kelasi besi.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan mendapatkan profil perbaikan toksisitas besi di jantung pada pasien thalasemia dewasa bergantung transfusi. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan feritin serum dan saturasi transferin.
Metode Penelitian: pre and post test dengan data sekunder retrospektif pada pasien dewasa thalasemia bergantung transfusi yang kontrol di poliklinik thalasemia Kiara dan poliklinik dewasa hematologi-onkologi medik RSUPN Cipto Mangukusumo. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2019. Data sekunder diperoleh dari rekam medis dan registri pasien thalasemia berupa riwayat medis, jenis obat kelasi besi, nilai T2* jantung satu tahun berturut-turut, kadar feritin serum dan saturasi transferin. Analisis data berupa data deskriptif dan uji marginal homogeneity serta uji kappa.
Hasil: Sebanyak 115 pasien dilibatkan dalam penelitian ini. Terdapat perbaikan T2* jantung sebanyak 7,0% dan menetap baik (T2* jantung tetap >20 milidetik) sebanyak 72,2%. Tidak terdapat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan feritin serum (nilai kappa = 0,044) dan perbaikan nilai T2* jantung dengan saturasi transferin ( nilai kappa = 0,011).
Simpulan: Perbaikan toksisitas besi di jantung pasca terapi kelasi besi sebanyak 7,0% dan menetap baik sebanyak 72,2%. Tidak terdapat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan kadar feritin serum dan saturasi transferin.

Background: Life expectancy of the transfusion dependent thalassemia patients is getting better because of blood transfusion and appropriate iron chelation therapy. Heart disease due to iron toxicity remains the leading cause of death in thalassemia patients who need transfusion. MRI T2* can allow to detect premature iron toxicity in the heart and can evaluate the results by comparing myocardial T2* pre and post iron chelation therapy.
Objectives: This study aims to obtain a profile of improvement in cardiac iron toxicity in adult thalassemia patients who need transfusion. This study also supports to see aggrement between improvement in myocardial T2* with improved serum ferritin level and transferrin saturation.
Methods: pre and post test with retrospective secondary data in adult thalassemia patients requiring controlled transfusions in Kiara thalassemia clinic and hematology-medical oncology clinic Cipto Mangukusumo General Hospital. The study was conducted in July-Desember 2019. Data were obtained from medical records and thalassemia registry, which consisted of medical history, type of chelation, myocardial T2* within one year, serum ferritin level and transferrin saturation. Data analysis was performed in descriptive data and marginal homogeneity test and Kappa test.
Results: A total of 115 patients were included in this study. There was an improvement of a myocardial T2* in 7.0% patients and persistently good (myocardial T2* remains >20 milliseconds) in 72.2%. There was no agreement between improvement in myocardial T2* with improvement in serum ferritin level (kappa value 0.044) and improvement in myocardial T2* with transferrin saturation (kappa value 0.011).
Conclusion: Improvement of cardiac iron toxicity after iron chelation therapy was 7.0% and persistently good in 72.2%. There was no agreement between the improvement in myocardial T2* with improvement in serum ferritin level and transferrin saturation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>