Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154955 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulia Isti Karna Sari
"Pipa baja API 5L Grade B merupakan jenis pipa yang banyak dipakai pada struktur anjungan untuk minyak bumi dan gas, dan umumnya banyak digunakan sebagai pipa penyalur gas, air, dan minyak. Instalasi sistem perpipaan dengan menggunakan pipa baja API 5L Grade B terutama di zona air laut perlu mendapatkan perhatian khusus karena instalasi sistem perpipaan pada zona ini rawan terhadap masalah korosi terutama di lingkungan air laut. Kandungan terbesar pada logam paduan API 5L Grade B adalah unsur besi (Fe) sebanyak 98,06 % berat sehingga paduan ini tergolong dalam kelompok baja carbon rendah. Dan komposisi utama penyebab korosi pada paduan baja API 5L Grade B ini sangat didominasi unsur  carbon (C), oksigen (O), dan unsur chlor (Cl) yang ada di zona air laut dengan produk korosi adalah fasa FeCl2 (lawrencite), FeO2 (lepidocrosite), Fe2O3 (hematite), dan Fe3O4 (magnetite). Laju korosi tertinggi diperoleh pada sampel API 5L Grade B yang diletakkan di dalam lingkungan pantai yaitu sebesar 20.84 mpy pada saat pasang, sedangkan laju korosi tertinggi pada saat surut terjadi pada sampel API 5L Grade B yaitu sebesar 12.14 mpy yang diletakkan di lingkungan air payau. Bentuk korosi yang terjadi meliputi tiga tahapan korosi, yaitu pada awalnya terjadi korosi seragam yaitu suatu bentuk korosi elektrokimia yang terjadi dengan tingkat ekuivalen tinggi pada seluruh bagian permukaan yang diuji dan sering kali meninggalkan suatu kerak dibalik permukaan atau endapan. Kemudian dengan meningkatnya laju korosi dan factor lingkungan korosi menyerang daerah celah, sehingga terbentuk korosi celah (crevice corrosion) dibatasi hanya untuk serangan terhadap paduan-paduan yang oksidanya terpasifkan oleh ion-ion agresif seperti klorida dalam celah-celah atau daerah-daerah permukaan logam yang tersembunyi dan pada akhirnya membentuk korosi sumuran (pitting corrosion).

Steel pipe of API 5L Grade B is a type of pipe that is widely used in bridge structures for oil and gas, and generally widely used as gas, water, and oil pipelines. Installation of piping systems using steel pipe API 5L Grade B, especially in sea water zone needs special attention because of the installation of the piping system in this zone is prone to corrosion problems, especially in the marine environment. The content of the metal alloy largest API 5L Grade B is the element iron (Fe) around 98.06 wt% so that the alloy is classified in the group of low carbon steel. And the composition of the main causes of corrosion in steel alloys API 5L Grade B is dominated elements carbon (C), oxygen (O), and chlorine (Cl) in the zone of sea water with corrosion products are phases of FeCl2 (lawrencite), FeO2 (lepidocrosite), Fe2O3 (hematite) and Fe3O4 (magnetite). The highest corrosion rate was obtained on a sample of API 5L Grade B is placed in the beach environment is equal to 20.84 mpy at high tide, while the highest corrosion rate at low tide occurs in samples of API 5L Grade B is equal to 12:14 mpy placed in brackish water environments. Form of corrosion that occurs includes three stages of corrosion, the first is uniform corrosion namely a form of electrochemical corrosion that occurs with high equivalent level in all parts of the surface are tested and often leave behind a surface crust or sediment. Then by increasing the rate of corrosion and the environment factor, the corrosion attacked gap area, thus forming a crevice corrosion (crevice corrosion) which limited only to attacks on the oxide alloys by aggressive ions such as chloride in the gaps or areas of the metal surface hidden and eventually form the pitting corrosion (pitting corrosion)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T52497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Setiawidiani
"Mekanisme inhibisi korosi pada ekstrak biji saga Abrus precatorius pada baja API 5L Grade B dalam larutan 1M HCl telah dipelajari menggunakan metode polarisasi potensiodinamik dan Electrochemical Impedance EIS pada variasi konsentrasi 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, dan 10 ml. Kandungan flavonoid diidentifikasi terdapat pada ekstrak biji saga melalui pengujian FTIR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan laju korosi menurun seiring dengan penambahan ekstrak biji saga. Ekstrak biji saga dapat berperan sebagai inhibitor korosi dengan efisiensi maksimum 86 pada pengujian polarisasi potensiodinamik dan 66 pada pengujian EIS. Ekstrak biji saga tergolong ke dalam inhibitor campuran dengan dominan inhibitor katodik. Adsorpsi dari ekstrak biji saga pada permukaan logam sesuai isoterm adsorpsi Langmuir dengan mekanisme adsorpsi fisika.

Mechanism of corrosion inhibition on saga Abrus precatorius seed extract on API 5L Grade B in 1M HCl solution has been studied using potentiodynamic polarization and electrochemical impedance spectroscopy EIS with variation concentration of 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, and 10 ml. Flavonoid content in saga seed was identified by FTIR.
The results showed corrosion rate increased with a decrease inhibitor concentration of saga seed extract. Saga seed extract acts as a corrosion inhibitor with maximum efficiency 86 using potentiodynamic polarization and 66 using EIS. Saga seed extract acts as mixed type inhibitor with cathodic inhibitor dominant. Adsorption of saga seed extract on metal surface obeyed Langmuir adsorption isotherm by physical adsorption mechanism.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47795
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rofi Alfarabi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara bakteri aerob yang digunakan pada instalasi pengolahan air limbah industri terhadap laju korosi baja rendah karbon jenis SA283 Grade C dengan variabel waktu, ketersediaan oksigen dan nutrien. Media lingkungan yang dipakai adalah air limbah yang telah berisi bakteri aerob yang berasal dari bak aerasi instalasi pengolahan air limbah. Penelitian dilakukan dengan 3 kondisi berbeda yakni tanpa penambahan gelembung dan nutrient, hanya penambahan gelembung, dan ada penambahan gelembung dan nutrien. Pengujian dilakukan selama 3,6,9,12, dan 15 hari. Selain itu dilakukan pengujian dengan variabel tambahan nutrien dengan rasio 1:10,1:20,1:30,1:40, dan 1:50 dengan 15 hari pengujian.
Hasil penelitian membuktikan adanya pengaruh bakteri aerob terhadap laju korosi yang terjadi dan mengakibatkan adanya fenomena korosi mikrobiologi. Laju korosi terbesar terjadi pada 3 hari pertama pengujian dan dalam kondisi adanya penambahan gelembung dan nutrien hingga mencapai 110 mpy. Sedangkan komposisi penambahan nutrient 1:10 memiliki laju korosi 14 mpy. Jumlah koloni bakteri terbesar terjadi pada 3 hari pertama pada kondisi ada penambahan gelembung dan nutrien hingga memiliki jumlah koloni sebanyak 1300 x 104 koloni. Nilai pH selama pengujian bergerak turun, hal ini membuktikan adanya aktifitas bakteri aerob yang menghasilkan kandungan asam pada media uji. Berdasarkan analisis permukaan spesimen kupon dapat ditunjukkan adanya korosi seragam yang ditandai dengan adanya tubercle akibat aktifitas bakteri aerob.

This study has purpose to determine the correlation between aerobic bacteria which used in the industrial wastewater treatment plant to corrosion rate of SA283 Grade C low carbon steel with time variable, oxygen and nutrient availability. Environmental media used wastewater from aeration basin which has contained aerobic. The study was conducted with 3 different conditions are without the addition of bubbles and nutrients, only the addition of bubbles, and addition of bubbles and nutrients. The tests were conducted for 3,6,9,12, and 15 days. In addition, testing with additional nutrient variables with ratio of 1 10,1 20,1 30,1 40, and 1 50 with 15 days of testing.
The results of this study proved the effect of aerobic bacteria on corrosion rate that occurred and resulted in the phenomenon of microbiological corrosion. The largest corrosion rate occurred in the first 3 days of testing in condition presence of bubbles and nutrients up to 110 mpy. While the composition of 1 10 nutrient addition has a corrosion rate of 14 mpy. The largest number of bacterial colonies occurred in the first 3 days under the condition of adding bubbles and nutrients to have the number of colonies as much as 1300 x 104 colonies. The pH value during the test moves down, this condition proves that the presence of aerobic bacteria activity can produces acid content on the test medium. Based on the analysis of surface sample there is can be shown the existence of uniform corrosion characterized by the presence of tubercle due to the activity of aerobic bacteria.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T49113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanti Ekawati
"Korosi adalah suatu proses degradasi material yang dapat menyerang semua jenis logam dan paduannya. Serangan korosi menjadi permasalahan besar yang sangat merugikan yang dialami oleh perusahaan minyak. Pipa adalah salah satu sarana vital yang diperlukan sebagai alat transportasi minyak, sehingga apabila mengalami kebocoran akan sangat mengganggu jalannya proses produksi. Hal ini tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja, sebaiknya dilakukan analisa kegagalannya agar dapat menghindari kejadian yang sama di waktu mendatang. Penulis melakukan pengumpulan data dan informasi, komposisi material, pengamatan visual, pemeriksaan foto makro dan mikro untuk mengetahui penyebab kerusakan/korosi yang terjadi. Dari hasil pengujian dan kemudian studi literatur maka penulis mencoba menganalisa kegagalan yang teijadi dan menyimpulkan faktor yang menyebabkan kerusakan pada pipa. Dari beberapa faktor penyebab kegagalan yang ada diperkirakan bahwa kegagalan disebabkan oleh korosi yang terjadi karena pengaruh kecepatan alir yang rendah di bawah standar yang seharusnya, sehingga air dan minyak terpisah dan terbentuk endapan, karena kadar air yang tinggi dalam pipa maka terjadi reaksi antara air dan pipa yang membentuk produk korosi pada pennukaan pipa sehingga terjadi reduksi ketebalan pipa. Selain itu ditunjang dengan adanya CO2 O2 dan H2S yang larut dalam air, dimana semakin tinggi kadar gas yang larut dalam air akan meningkatkan korosiiitas air. Reaksi dari banyaknya gas yang terlarut mambentuk produk korosi pada dasar pipa, permukaan dasar pipa tentu terlindungi sampai suatu saat tingginya gas terlarut menyebabkan pecahnya lapisan pasif pada pemukaan Iogam, sehingga permukaan logam akan terekspos langsung, korosi akan semakin cepat terjadi. Dengan mengetahui penyebab kebocoran pipa tersebut diharapkan kita dapat menghindari terjadinya kegagalan sejenis agar tidak terulang lagi di masa mendatang."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defi Pramesti
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi perubahan sifat mekanik, struktur mikro dan ketahanan korosi cladded API 5L X-65 UNS N08825 pada proses perbaikan pengelasan. Pengelasan dan pengelasan repair dilakukan dengan proses kombinasi yaitu gas tungsten arc welding (GTAW) dan shielded metal arc welding (SMAW). Proses pengelasan GTAW dan SMAW dilakukan dengan menggunakan filler metal ER NiCrMo3 dan E NiCrMo3. Spesimen Main sebagai bidang utama kemudian empat spesimen lainnya digerinda, dihilangkan bagian lasan pada lokasi yang berbeda dan dilas ulang dengan parameter yang sama. Spesimen ini dengan lokasi perbaikan pengelasan yang berbeda dipelajari dengan melihat sifat mekanik dan ketahanan korosi. Ketahanan korosi dilakukan menurut ASTM G48-11 metode A menggunakan larutan besi klorida untuk evaluasi korosi pitting dan ASTM A262 praktek E untuk mengevaluasi retak korosi intergranular. Uji tarik, uji Bending, ketahanan impak Charpy-V, foto makro dan uji kekerasan Vickers, SEM-EDS dilakukan. Kekerasan pada HAZ di area capping meningkat seiring dengan perbaikan yang dilakukan. Hasil pengujian tarik menunjukkan bahwa proses perbaikan las tidak berpengaruh nyata terhadap kekuatan tarik di semua lokasi perbaikan las. Nilai penurunan terbesar yaitu 0,83% terjadi pada proses perbaikan las di PTR 2. Hasil uji impak charpy-V menunjukkan penurunan nilai luas daerah yang terkena panas (FL) sebesar 10,44%. Hasil uji impak pada area base metal (WCL) memiliki nilai rata-rata paling rendah dibandingkan dengan dua daerah lainnya. FL dan FL+2. Foto SEM menunjukkan perbedaan struktural antara logam las, HAZ dan logam dasar dimana di area HAZ setiap proses perbaikan pengelasan memiliki perbedaan lebar HAZ, yang paling sempit terjadi di proses TTR yaitu 112 µm. Uji EDS menunjukkan penurunan unsur nikel dengan nilai 33,1% wt pada PTR 2 dan peningkatan unsur Fe sebesar 32,3% wt. Spesimen di daerah root lebih sensitif terhadap korosi pitting, dalam percobaan korosi pitting tidak terjadi. Pada daerah tekukan hasil pengujian ASTM A262 praktek E tidak ada retak maka tidak terjadi korosi intergranular. Pengelasan dengan menggunakan API 5L X65 cladded UNS 08825 layak untuk dilakukan konstruksi setelah dilakukan percobaan karakterisasi dan ketahanan korosi yang terbukti mengacu pada kode dan standar.

The purpose of this study is to evaluate changes in the mechanical properties, micro structure and
the corrosion resistance of API 5L X-65 cladded UNS N08825 under repair welding. The welding
and the repair welding were conducted by combination process that is gas tungsten arc welding
(GTAW) and shielded metal arc welding (SMAW). The GTAW and SMAW welding process was
perfomed using filler metal ER NiCrMo3 and E NiCrMo3. The first specimen as main then other
four specimens weld area was ground, re-beveled on the different location and re-welded with
same parameter. Specimens of these with different location of welding repair were studied by
looking in the mechanical properties and corrosion resistance. The corrosion resistance conducted
according to ASTM G48-11 method A using ferric chloride solution for pitting corrosion
evaluation and ASTM A262 practice E to evaluated intergranular corrosion cracking. Tensile tests,
Bending test, Charpy-V impact resistance, macro photo and Vickers hardness tests, SEM-EDS
were conducted. Hardness of the heat affected zone in capping area increased as the repairs
conducted. The tensile test results show that the welding repair process does not significantly affect
the tensile strength at all welding repair locations. The biggest decrease value, which is 0.83%,
occurs in the welding repair process at the PTR 2 . location. The results of the charpy impact test
show a decrease in the value of the heat affected area (FL) by 10.44%. The impact test results in
the base metal area (WCL) had the lowest average value compared to the other two areas FL and
FL+2 are 97.8 J. The photo of the SEM shows the structural differences between weld metal, HAZ
and base metal where in the HAZ area each welding repair process have differences in the width
of the HAZ, the narrowest occurred in the TTR process 112 μm. EDS test shows decreased of the
nickel element, the value 33.1% wt in PTR 2 and increase of Fe element was 32.3% wt. The
specimen in root area is more sensitive to pitting corrosion, in experimental the pitting corrosion
was occured in capping area. In the ASTM A262 practice E intergranular corrosion test, IGC did
not occur as seen from the bending area in the result that there were no cracks. Welding using API
5L X65 cladded UNS 08825 feasible to construction after experimental for characterization and
corrosion resistance proved to referencing code and standard.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Daerobi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh korosi atmosfer
lingkungan air laut terhadap disain ketebalan pipa penyalur. Dilakukan pengujian
uji komposisi dan uji tarik untuk mengetahui indentifikasi pipa penyalur sesuai
dengan API 5L grade B. kemudian dilakukan pengukuran ketebalan aktual pipa
untuk mengetahui sisa umur pakai, dilakukan pengujian korosi dengan metoda
salt spray dan pengujian lapangan berdasarkan data yang ada, mereview dan
menganalisa data pipeline untuk mengetahui nilai risk tertinggi yang dijadikan
asumsi dasar ketebalan pipa untuk daerah yang akan dijadikan tempat jalur pipa
penyalur. Hasil kalkulasi, sisa umur berdasarkan ketebalan pipa API 5L grade B
dapat layak operasi. Dengan laju korosi 0.67 ipy maka ketebalan untuk
lingkungan air laut adalah 0.71 inci. dan hasil perhitungan risk tertinggi adalah
4.02 maka ketebalan yang tepat adalah 0.51 inci. Dengan ketebalan jauh dari
ketebalan nominal maka dianjurkan pipa yang melewati laut atau bermalam
hingga berhari-hari di dermaga atau pelabuhan perlu dilakukan Coating agar pada
saat pemasangan tidak mengalami kemunduran disain.

ABSTRACT
The main aim of this experiment is to analyze the influence of atmospheric
corrosion of sea water environment to the thickness design of the conduit. Tests
performed are the composition test and tensile test to determine the identification
conduit in accordance with API 5L grade B. Thereafter, the actual thickness of
the pipe is measured to determine the remaining life, corrosion testing performed
by the method of salt spray and field testing based on existing data. The pipeline
data are reviewed and analyzed to determine the highest risk to be the basic
assumption thickness of the pipe to be used in the area of the supplier pipeline.
The results of calculation of the pipeline remaining life based on the thickness of
the API 5L grade B have a can reasonable operated. With the corrosion rate of
0.67 (ipy) thickness for seawater environment is 0.71 inches and from the risk
management, highest risk calculation is 4.02 with the proper thickness is 0.51
inches. With a thickness far from the nominal thickness of pipe, it is recommended
for the pipes, that are distributed through the sea till stay up for days on the pier
or port, to be coated so by the time of installation it will not experience a setback
design."
2012
T31255
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nunik Supriyantini
"Proses pengolahan minyak mentah menjadi fraksi-fraksi ringan seperti nafta, kerosin, dan lain-lain akan menghasilkan air limbah yang mengandung antara lain sulfur dan disebut sebagai sour water. Agar air limbah tersebut dapat disirkulasi sebagai air proses atau umpan bagi pengolahan limbah kilang maka dilakukan pengolahan awal dengan menggunakan sour water stripper sehingga kadar sulfur dan amonia serta minyak dari limbah menjadi berkurang. Akibat kecepatan korosinya yang tinggi, umur pakai stripper kurang dari yang diperkirakan. Oleh karena itu dilakukan studi untuk mempelajari korosi pada material stripper yaitu SA 516 dan SS 316L dengan menggunakan media sour water hasil pengilangan minyak. Pelaksanaan studi meliputi pengukuran kecepatan korosi material pada berbagai macam kondisi yaitu variasi kadar sulfida dan kadar natrium hidroksida, variasi suhu, variasi berbagai jenis inhibitor korosi dan gabungan pengaruh suhu dan inhibitor terhadap kecepatan korosi.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pH larutan sour water bukan merupakan parameter utama yang harus diperhatikan, tetapi kualitas umpan sour water secara keseluruhan dan kondisi operasi pada stripper. Pada kandungan sulfida yang besar dan suhu operasi yang tinggi, diperlukan penambahan inhibitor kedalam sour water supaya kecepatan korosi dapat terkontrol. Natrium hidroksida merupakan jenis inhibitor yang paling efektif dibandingkan dengan inhibitor lain yaitu Irgacor, NALCO, dan KN03: Dari kedua jenis logam yang digunakan, logam SS 316L mempunyai ketahanan korosi yang lebih tinggi dibanding logam SA 516."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trecy Kartika
"Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari laju korosi pada mild steel ST41 didalam larutan 0,5 M HCl dengan pemberian ekstrak buah Melastoma malabathricum L sebagai green corrosion inhibitor dengan variasi konsentrasi 0, 1000, 2000, 5000, dan 8000 ppm. Metode weight loss, polarisasi dan EIS (Electrochemical Impedance Spectroscopy) digunakan untuk mengukur laju korosi dan efisiensi inhibisi ekstrak Melastoma malabathricum L ini. Dari pengujian dengan infra merah (FTIR) dan scanning electron microscopy (SEM) terhadap sampel baja yang direndam didalam ekstrak melastoma malabathricum, diketahui bahwa lapisan inhibisi terbentuk pada permukaan sampel baja.
Dari hasil pengujian polarisasi diketahui bahwa ekstrak melastoma malabathricum bersifat mixed-type inhibitor. Berdasarkan hasil dari weight loss, polarisasi, dan EIS, kemampuan inhibisi ekstrak buah melastoma malabathricum pada baja karbon dalam lingkungan 0,5 M HCl mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan menurunnya laju korosi, namun penurunan laju korosi dan efisiensi semakin berkurang dengan bertambahnya konsentrasi tertentu inhibitor. Efisiensi inhibisi terbaik adalah 88,071% pada 8000 ppm.

This work was carried out to study the corrosion rate of mild steel ST41 in 0.5 M HCl solution using Melastoma malabathricum L fruit extract as green corrosion inhibitor at various extract concentrations of 0, 1000, 2000, 5000, and 8000 ppm. Weight loss, polarization and electrochemical impedance spectroscopy (EIS) were used to measure the corrosion rate and inhibition efficiency of this Melastoma malabathricum extract. The results from Fourier transform infra red (FTIR) and scanning electron microscopy (SEM) of steel samples immersed in the extract of melastoma malabathricum showed that an inhibitory layer was formed on the surface of the steel sample. The results of the polarization test revealed that the extract of melastoma malabathricum is a mixed-type inhibitor. Based on the results of weight loss, polarization, and EIS, the inhibitory ability of melastoma malabathricum fruit extract on medium carbon steel in an environment of 0.5 M HCl has increased as indicated by a decrease in the corrosion rate, but the decrease in the corrosion rate and the efficiency is reduced with the increase in certain inhibitor concentrations.The best inhibition efficiency was 88.071% at 8000 ppm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imron Fachruroji
"Perilaku korosi logam Pb murni di dalam larutan H2SO4 dengan penambahan variasi PbNO3 dikarakterisasi pada penelitian ini. Metode linear sweep voltammetry (LSV) menunjukkan proses selama elektrolisis di dalam larutan 0,5 M H2SO4. Dengan adanya penambahan PbNO3 ternyata mampu meningkatkan ketahanan korosif dari logam timbal murni. Sehingga dapat menyiratkan bahwa terjadi penekanan pelarutan logam dan reduksi oksigen. Dari analisis X-ray difrractometer (XRD) mengungkapkan adanya perbedaan fasa setelah proses elektrolisis, dimana pembentukan PbSO4 yang relatif tinggi akan mempengaruhi ketahanan korosi dari logam timbal. Untuk mengevaluasi morfologi permukaan logam timbal dilakukan dengan teknik scanning electron microscope (SEM). Analisis permukaan menunjukkan bahwa sampel dengan kandungan PbSO4 berlebih akan mengalami tingkat kekasaran yang cukup parah.

The pure Pb metal corrosion behavior in H2SO4 solution added with PbNO3 was characterized in this study. The linear sweep voltammetry (LSV) method demonstrated the electrolysis process in a 0,5 M H2SO4 solution. The PbNO3 addition improved the corrosive resistance of pure lead metal. Therefore, it indicates that metal solubility suppression and oxygen reduction occurred. The X-ray diffractometer (XRD) analysis revealed phase differences post-electrolysis, where relatively high PbSO4 production will affect the corrosion resistance of the lead metal. The scanning electron microscope (SEM) technique was employed to evaluate the lead metal surface morphology. The surface analysis showed that samples with excessive PbSO4 concentration experienced severe roughness levels."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudya Ruth Fransisca
"Paduan Aluminium Lithium ditargetkan menjadi advanced materials untuk industri dirgantara, karena memiliki densitas yang rendah, tahan korosi dan bersifat ringan. Paduan Aluminium lithium 2091 yang digunakan memiliki komposisi 94.87 wt% Al, 1.9 wt% Li dan 1.85 wt% Cu. Paduan ini digunakan sebagai material uji dan diberi heat treatment dan quenching dengan variasi waktu delay. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara delay quenching dengan sifat korosi aluminium lithium 2091. Aluminium lithium 2091 di solutionized pada temperatur 525°C selama 6 jam, lalu dilakukan proses quenching dengan media air pada temperatur ruang dengan variasi waktu delay mulai dari 0 detik, 30 detik, 60 detik dan 90 detik. Karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction bertujuan untuk mempelajari fasa pada masing-masing sampel. Sedangkan pengujian korosi dilakukan dengan alat potensiostat dengan metode Linear Sweep Voltammetry (LSV) dan Cyclic Voltammetry (CV). Pengujian korosi menggunakan larutan bioethanol dengan variasi temperatur. Hasilnya sampel tanpa delay quenching memiliki laju korosi paling kecil, yaitu sebesar 0.0465 mm/year. Sedangkan hasil pengujian Cyclic Voltammetry ialah dapat diketahui reaksi yang terjadi adalah reaksi irreversible, dibuktikan dengan selisih potensial yang menunjukkan nilai ≠ 0.0183 V (T = 5℃), ≠ 0.0197 V (T = 25℃) dan ≠ 0.0209 V (T = 43℃).

Aluminum Lithium is targeted to be advanced materials for the aerospace industry, because it has a low density, good corrosion resistance and lightweight. Aluminum lithium 2091 has a composition of 94.87 wt% Al, 1.9 wt% Li and 1.85 wt% Cu. This alloy has been subjected to heat treatment and quenching with variations delay time. This study aims to find the relationship between delay quenching with the corrosion properties of aluminum lithium 2091. Aluminum lithium 2091 had solutionized at 525 °C for 6 hours and then have been quenched in water at room temperature with variations of delay time starting from 0 seconds, 30 seconds, 60 seconds and 90 seconds. Characterization using X-Ray Diffraction aims to study the phase in each sample. Meanwhile, corrosion testing was carried out using a potentiostat using the Linear Sweep Voltammetry (LSV) and Cyclic Voltammetry (CV) methods. Corrosion testing using bioethanol solution with temperature variations. The result show aluminium lithium 2091 without delay quenching has the lowest corrosion rate, which is 0.0465 mm/year. While the results of the Cyclic Voltammetry test are that it can be seen that the reaction that occurs is an irreversible reaction, as evidenced by the potential difference which shows the values of ΔE ≠ 0.0183 V (T = 5 ℃), ΔE ≠ 0.0197 V (T = 25 ℃) and ΔE ≠ 0.0209 V (T = 43 ℃).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>