Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111547 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohamad Yanuar Amal
"Latar Belakang:Kanker prostat merupakan keganasan ketiga yang paling sering ditemukan di Indonesia. Sekitar 90-95% kanker prostat adalah adenokarsinoma asinar. Prognosis kanker prostat dan strategi tatalaksana didasarkan pada derajat keganasan. Tujuan penelitian ini untuk evaluasi rasio ADC dalam menentukan agresivitas kanker prostat.
Metode:Sebanyak 32 sampel kanker prostat dari zona perifer yang terbukti dengan biopsi dan telah dilakukan pemeriksaan MRI 1,5T dengan body coil. Rasio ADC dihitung menggunakan nilai ADC tumor dengan urin di vesika urinaria, otot obturator, dan ramus pubis sebagai referensi. Analisis rasio ADC dengan hasil histopatologi grade group <2 dan >3 menggunakan student t. Kurva ROC digunakan untuk akurasi diagnostik rasio ADC dalam menentukan grade group.
Hasil:Terdapat 12 dan 20 sampel grade group <2 dan >3. Rasio ADC tumor-urin 0,24, tumor-obturator internus 0,64, dan tumor-ramus pubis 0,85, lebih rendah dan bermakna pada pasien dengan grade group >3 (p <0,005). AUC dihitung menggunakan rasio ADC tumor-urin menunjukkan hasil tertinggi (0,988) di antara rasio ADC tumor-obturator internus (0,887) dan tumor-ramus pubis (0,783).Kesimpulan:Ketiga rasio ADC berbeda bermakna dalam membedakan grade group<2 dan grade group>3, serta merupakan prediktor signifikan dari kanker prostatgrade group >3.

Background: Prostate cancer is the third most common malignancy in Indonesia. Approximately 90-95% of prostate cancers are adenocarcinoma acinar. Prostate cancer prognosis and treatment strategies are based on degree of malignancy. Objective of this study was to evaluate the ADC ratio in determining the aggressiveness of prostate cancer.
Method: Thirty two prostate cancer samples from peripheral zones were proven by biopsy and 1.5T MRI examination was performed with body coil. ADC ratio was calculated using ADC value of tumor with urine in bladder, obturator muscle, and pubic ramus as a reference. Analysis ADC ratio with grade group <2 and >3 using a student T-test. The ROC curve is used for the accuracy of ADC ratio in determining the grade group.
Results: Twelve and 20 samples of grade group <2 and >3. Three ADC ratio (0.24, 0.64, and 0.85, respecively) lower in grade group >3 (p <0.002). AUC was calculated, ratio ADC tumor-urine show the highest results (0.988) among tumor-internal obturator (0.887) and tumor-pubic ramus (0.783).
Conclusion: Three ADC ratio have differed significantly in distinguishing grade group <2 and >3, and were a significant predictor of grade group >3 prostate cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yusron Effendi
"Latar belakang dan tujuan: Pemeriksaan MRI standar terkadang sulit untuk membedakan tumor ganas dan jinak orbita karena karakteristik imaging yang nonspesifik, padahal biopsi pada lokasi tertentu seperti apeks orbita dan basis kranium periorbital sulit dilakukan dan memiliki risiko komplikasi yang tinggi sehingga klinisi memerlukan pemeriksaan MRI yang lebih spesifik untuk memperkirakan sifat tumor. Pada beberapa penelitian sebelumnya, nilai Apparent Diffusion Coefficient ADC baik menggunakan MRI 3Tesla T, 1,5T, dan gabungan keduanya, mampu membedakan tumor ganas dan jinak orbita, namun memiliki nilai ambang bervariasi. Penelitian ini bertujuan mencari rerata nilai ADC menggunakan MRI 1,5T pada kelompok tumor ganas dan jinak orbita serta mencari nilai ambang untuk membedakan keduanya.
Metode: Sebanyak 33 pasien tumor orbita yang telah menjalani pemeriksaan MRI orbita dengan kekuatan 1,5T dan mendapatkan nilai ADC tumor, dikelompokkan berdasarkan hasil histopatologis menjadi kelompok ganas dan jinak. Analisis statistik nilai ADC antara kelompok ganas dan jinak dilakukan menggunakan uji nonparametrik. Selanjutnya, penentuan nilai ambang optimal untuk membedakan tumor ganas dan jinak dilakukan menggunakan kurva receiver-operating characteristic ROC.
Hasil: Dari 33 sampel diperoleh 17 tumor ganas dan 16 tumor jinak. Hasil histopatologis mayoritas pada kelompok tumor ganas dan jinak masing-masing adalah limfoma 4/17 dan meningioma grade I 9/16. Median dan range nilai ADC pada kelompok tumor ganas adalah 0,8 0,6-2,1 10 minus;3 mm2/s yang berbeda bermakna dengan kelompok tumor jinak 1,1 0,8-2,6 10 minus;3 mm2/s p=0,001. Nilai ambang optimal ADC untuk membedakan tumor ganas dan jinak adalah 0,88 10 minus;3 mm2/s dengan perkiraan sensitivitas 76,5 dan spesifisitas 93,8.
Simpulan: Nilai ADC pada kelompok tumor ganas orbita lebih rendah dibandingkan tumor jinak dan bisa digunakan untuk memperkirakan karakteristik suatu tumor orbita.

Background and purpose: Differentiating between malignant and benign orbital tumor using standard MRI sometimes is difficult because of nonspecific imaging characteristics, meanwhile biopsy in certain area such as orbital apex and periorbital skull base is difficult to do with higher risk of complication so that ophthalmologist may need suggestion from MRI result to predict the characteristic of tumor. In previous studies, the Apparent Diffusion Coefficient ADC value using MRI 3Tesla T, 1,5T, and combination of both, are able to differentiate between them but with variable cut-off value. This study aims to find out the ADC value of malignant and benign orbital tumor using MRI 1,5T and calculate the optimum cut-off value to differentiate them.
Methods: Thirty-three patients with orbital tumor who has undergone MRI examination and get the ADC value of tumor are classified into malignant and benign group. ADC value between malignant and benign group is statistically analyzed using nonparametric test. The optimal cut off value between malignant and benign tumor is calculated receiver-operating characteristic ROC curve.
Results: Among all samples, 17 are malignant and 16 are benign. Majority of histopathological result in malignant group are lymphoma 4/17 while in benign group are meningioma grade I 9/16. The mean ADC value in malignant group 0,8 10 minus;3 mm2/s is significantly different from benign group 1,1 10 minus;3 mm2/s p=0,001. The optimum cut-off ADC value to differentiate between malignant and benign orbital tumor is 0,88 10 minus;3 mm2/s with prediction of sensitivity 76,5 and specificity 93,8.
Conclusion: ADC value in malignant orbital tumor is lower than benign tumor and it can be used to predict the characteristic of orbital tumor.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Albertha
"Latar Belakang: Karsinoma endometrium adalah keganasan pada organ reproduksi wanita yang terjadi umumnya pada wanita pasca menopase. Pemeriksaan radiologi khususnya MRI merupakan penunjang penting dalam menentukan staging dan keterlibatan organ organ rongga panggulyang akan menentukan pilihan terapi. Perkembangan teknik fungsional MRI yakni diffusion weighted imaging (DWI) dan apparent diffusion coefficient (ADC)digunakan untuk membedakan lesi jinak dengan ganas, grading disertai dengan perluasannya, tetapi sayangnya teknik inimemiliki keterbatasanyakni nilai yang dihasilkan pada setiap alat MRI heterogen. Saat ini berkembang teknik baru yang membandingkan nilai ADC jaringan lesi dengan nilai ADC jaringan sehat dengan hasil nilai yang lebih homogen.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah membuktikan nilai rerata rasio ADC memilikihasil lebih homogen dibandingkan dengan nilai rerata ADC.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif potong lintang menggunakan data sekunder. Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2018 hingga Maret 2019, dengan jumlah sampel sebanyak 21 sampel.
Hasil: Median nilai ADC tumor endometrium, urin, dan miometrium adalah 0,58 mm2/s, 3,26 mm2/s, dan 1,52 mm2/s. Berdasarkan coefficient of variation (COV) nilai rasio ADC lebih homogen dibandingkan dengan nilai ADC tumor (nilairasio ADC tumor-urine 35,1%, tumor-miometrium 41,7%, dan ADC tumor 42,2%).
Kesimpulan: Nilai rasio ADC memiliki nilai yang lebih homogen dibandingkan dengan nilai ADC, sehingga dapat digunakan sebagai parameter non-invasif dalam mengevaluasi tumor.

Background: Endometrial carcinoma is most common gynecologic malignancy that occurs usually in postmenopausal women. Imaging examination, especially MRI, is important in determining the staging and involvement of intrapelvic organs, which will determine the therapy for the patient. Diffusion weighted imaging (DWI) and apparent diffusion coefficient (ADC) can be used to help distinguish benign or malignant lesions, grading and expansion of the lesion, but unfortunately this technique produced heterogeneous values. Currently a new technique is developing that compares the tissue ADC value of lesions with healthy tissue, resulting more homogeneous values.
Purpose: The purpose of this study is to prove the average value of the ADC ratio has more homogeneous results than the average value of the ADC.
Methods: This study uses a cross-sectional descriptive design, using secondary data. The study was conducted from December 2018 to March 2019, with a total sample of 21.
Result: The median ADC value of endometrial, urine, and myometrial tumors was 0.58 mm2 / s, 3.26 mm2 / s, and 1.52 mm2 / s. Based on coefficient of variation (COV) the ADC ratio value is more homogeneous compared to the tumor ADC value (tumor-urine ADC ratio value is 35.1%, myometrial tumor 41.7%, and tumor ADC 42.2%).
Conclusion: The ADC ratio value has a more homogeneous value than the ADC value, so it can be used as a non-invasive parameter in evaluating tumors.
"
[Jakarta, Jakarta]: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58839
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasha
"Latar belakang: Clinically significant prostate cancer (csPCa) merupakan kanker prostat yang mempunyai kemungkinan progresi lokal, metastasis, rekurensi, dan kematian yang sedang hingga tinggi, serta tata laksana yang lebih agresif. Penelitian ini bertujuan untuk membantu diagnosis antara csPCa dan bukan csPCa menggunakan rasio apparent diffusion coefficient (rADC) lesi prostat dengan urine. Metode: Penelitian dilakukan pada lesi prostat kategori 3-5 prostate imaging-reporting and data system yang telah dibiopsi prostat transperineal tertarget magnetic resonance imaging (MRI) dengan ultrasound/MRI fusion software di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dokter Cipto Mangunkusumo pada Juni 2019 hingga Maret 2021. rADC lesi prostat dengan urine merupakan perbandingan rerata nilai apparent diffusion coefficient (ADC) lesi prostat dan urine di vesica urinaria pada MRI prostat peta ADC potongan aksial multi-institusi. rADC lesi prostat dengan urine antara csPCa (adenokarsinoma asinar prostat dengan skor Gleason ≥7) dan bukan csPCa (jaringan prostat nonneoplastik atau adenokarsinoma asinar prostat dengan skor Gleason 6) dibandingkan dan ditentukan nilai titik potongnya menggunakan receiver operating curve. Hasil: Terdapat perbedaan rADC lesi prostat dengan urine yang bermakna antara 19 lesi prostat yang merupakan csPCa dan 35 lesi prostat yang bukan merupakan csPCa, dengan nilai tengah rADC lesi prostat dengan urine pada csPCa 0,21 (0,11-0,33), nilai tengah rADC lesi prostat dengan urine pada bukan csPCa 0,43 (0,30-0,61), dan nilai p <0,001. Nilai titik potong rADC lesi prostat dengan urine dalam membedakan csPCa dan bukan csPCa adalah 0,30 dengan sensitivitas 94,73% dan spesifisitas 100%, area under curve 0,998 (IK95% 0,994-1,000), serta nilai p <0,001. Kesimpulan: rADC lesi prostat dengan urine dapat membantu diagnosis csPCa dan bukan csPCa pada lesi prostat sebelum biopsi prostat yang tidak invasif, mudah dikerjakan, serta tidak membutuhkan persiapan dan pemeriksaan tambahan.

Background: Clinically significant prostate cancer (csPCa) is prostate cancer with moderate to high probability of local progression, metastasis, recurrence, and death, as well as more aggressive management. This study aims to aid diagnose between csPCa and non-csPCa using apparent diffusion coefficient ratio (rADC) of prostate-lesion-to-urine. Methods: This study analyze prostate lesions with prostate imaging-reporting and data system category 3-5 that underwent magnetic resonance imaging (MRI)-targeted transperineal prostate biopsy using ultrasound/MRI fusion software at Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dokter Cipto Mangunkusumo from June 2019 to March 2021. rADC of prostate-lesion-to-urine is defined as comparison between mean apparent diffusion coefficient (ADC) value of prostate lesion and urine in urinary bladder from axial section of ADC map of multi-institutional prostate MRI. rADC of prostate-lesion-to-urine between csPCa (acinar adenocarcinoma of the prostate with Gleason score ≥7) and non-csPCa (non-neoplastic prostate tissue or acinar adenocarcinoma of the prostate with Gleason score 6) is compared and the cutoff point is determined using receiver operating curve. Results: There is significance rADC of prostate-lesion-to-urine difference between 19 prostate lesions with csPCa and 35 prostate lesions with non-csPCa, with mean rADC of prostate-lesion-to-urine in csPCa is 0.21 (0.11-0.33), mean rADC of prostate-lesion-to-urine in non-csPCa is 0.43 (0.30-0.61), and p value is <0.001. The cut-off value of rADC of prostate-lesion-to-urine to differentiate between csPCa and non-csPCa is 0.30, with 94.73% sensitivity and 100% specificity, area under curve is 0.998 (CI95% 0.994-1.000), and p value is <0.001. Conclusion: rADC of prostate-lesion-to-urine may help diagnose between csPCa and non-csPCa in prostate lesions before prostate biopsy, which is non-invasive, easy to perform, does not require additional preparation and examination."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karunia Ramadhan
"Latar Belakang: Edema peritumoral kerap dihubungkan dengan gejala neurologis dan progresivitas pada glioblasoma. Peran nilai Apparent Diffusion Coefficient (ADC) pada Magnetic Resonance Imaging (MRI), faktor demografi dan gejala klinis dalam memrediksi derajat edema peritumoral masih belum banyak diketahui, sehingga perlu telaah lebih lanjut.
Tujuan: Menilai hubungan nilai ADC intratumoral, faktor demografi dan gejala klinis dengan derajat edema peritumoral.
Metode: Studi crossectional dengan data sekunder di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2014-2022. Seluruh sampel memiliki hasil MRI dengan sekuens DWI-ADC. Setiap variabel bebas dan tergantung dianalisis secara bivariat menggunakan uji Chi-square; untuk variabel bebas dengan nilai p<0,25 dilakukan analisis multivariat. Derajat edema peritumoral pada MRI dibagi menjadi mayor (>1cm) dan minor (<1cm).
Hasil: 78 pasien dianalisis; didapatkan hubungan yang bermakna antara nilai ADC intratumoral dengan derajat edema peritumoral pada nilai cut off  ≤0,75 x 10-3 mm2/s (p <0,001). Tidak terdapat hubungan antara usia ≤60 tahun, jenis kelamin, sakit kepala, penurunan kesadaran dan papil edema dengan derajat edema peritumoral, sedangkan usia >60 tahun mutlak mengalami edema mayor.
Kesimpulan: Pasien dengan nilai ADC ≤0,75 x 10-3 mm2/s memiliki kemungkinan mengalami edema peritumoral mayor lebih besar.

Background: Peritumoral edema is often associated to neurological symptoms and progression in glioblastoma. The role of the Apparent Diffusion Coefficient (ADC) in Magnetic Resonance Imaging (MRI), demographic and clinical symptoms in predicting the degree of peritumoral edema not much known, so further studies are needed.
Objective: To assess the relationship between intratumoral ADC value, demographic and clinical symptoms with the degree of peritumoral edema.
Methods: Cross-sectional study with secondary data at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in 2014-2022. All samples had MRI with DWI-ADC sequence. Each independent and dependent variable was analyzed bivariately using the Chi-square test; independent variables with p <0.05, multivariate analysis was performed. Peritumoral edema on MRI are divided into major (>1cm) and minor (<1cm).
Results: 78 patients were analyzed; a significant relationship was found between intratumoral ADC value and degree of peritumoral edema at cut-off value of ≤0.75 x 10-3 mm2/s (p <0.001). There is no relationship between age ≤60, gender, headache, loss of consciousness and papilledema with the degree of peritumoral edema, whereas age >60 years has absolute major edema.
Conclusion: Patients with ADC values ≤0.75 x 10-3 mm2/s have a greater likelihood of developing major edema.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ho Natalia
"Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi perubahan nilai ADC pada DWMRI dengan perubahan ukuran tumor pasca kemoterapi neoajuvan kanker payudara dalam menilai respons kemoterapi neoajuvan.
Metode: Penelitian studi deskriptif analitik dari data sekunder MRI pasien kanker payudara yang mendapat kemoterapi neoajuvan serta menjalankan pemeriksaan MRI. Pemeriksaan MRI dilakukan sebelum pasien mendapat kemoterapi neoajuvan, setelah pasien mendapat kemoterapi neoajuvan siklus pertama dan siklus ketiga. Pengukuran ukuran tumor dilakukan sesuai standar RECIST, sedangkan nilai ADC diperoleh pada nilai b800s/mm2.
Hasil dan diskusi: Dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan korelasi Pearson untuk melihat korelasi perubahan nilai ADC kedua terhadap nilai ADC pertama dengan perubahan ukuran tumor pada pemeriksaan MRI ketiga terhadap pemeriksaan MRI pertama. Sebanyak 17 pasien penelitian dengan usia antara 40 tahun sampai 65 tahun dan ukuran tumor antara 5,41 cm sampai 13,41 cm. Terdapat 16 pasien yang mengalami peningkatan nilai ADC dan 1 pasien yang mengalami penurunan nilai ADC setelah pemberian kemoterapi neoajuvan siklus pertama. Sebanyak 17 pasien mengalami pengurangan ukuran tumor setelah kemoterapi neoajuvan siklus ketiga. Berdasarkan standar RECIST diperoleh sebanyak 7 pasien dengan pengurangan ukuran tumor lebih dari 30% (antara 31,55% sampai 56,25%) dan sebanyak 10 pasien dengan pengurangan ukuran tumor kurang dari 30% (antara 7,47% sampai 29,22%). Nilai korelasi yang diperoleh sebesar -0,499.
Kesimpulan: Terdapat korelasi yang bermakna antara perubahan nilai ADC pada DWMRI dengan perubahan ukuran tumor sebagai respons kemoterapi neoajuvan kanker payudara dengan kekuatan korelasi yang sedang dan arah negatif.

Objectives: To determine the correlation of changes in ADC values in DWMRI with changes in tumor size after neoadjuvant chemotherapy in breast cancer to assess neoadjuvant chemotherapy response.
Methods: Analytical descriptive study using secondary data from MRI of breast cancer patients receiving neoadjuvant chemotherapy as well as running an MRI. MRI examination performed before neoadjuvant chemotherapy, after received first cycle neoadjuvant chemotherapy and third cycle. Tumor size measurements carried out according to standard RECIST, whereas the ADC values obtained in the b800s/mm2. Bivariate analysis using Pearson correlation was conducted to determine the correlation of changes in the value of the second ADC to first ADC and changes of the tumor size on the third MRI to the first MRI examination.
Result and discussion: A total of 17 study patients, 40 years to 65 years old, tumor size between 5.41 cm to 13.41 cm. 16 patients experienced an increase in ADC values while 1 patient had decreased ADC values after the first cycle of neoadjuvant chemotherapy. Tumor size in all patients decreased after three cycles of neoadjuvant chemotherapy. Based on RECIST standards, 7 patients showed tumor size reduction of more than 30% (between 31.55% to 56.25%) and tumor size in 10 patients was reduced less than 30% (between 7.47% to 29.22% ). Correlation value of -0.499 obtained.
Conclusions: There is a significant moderate and negative correlation between in ADC value changes in DWMRI with tumor size changes in response to neoadjuvant chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T31952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restu Hidayasri
"Penilaian karakteristik asimetris dinding nasofaring pada karsinoma nasofaring KNF pasca terapi memiliki implikasi penting pada penatalaksanaan pasien, tetapi seringkali sulit untuk mendiferensiasikan antara lesi tumoral dan non tumoral menggunakan CT scan/ MRI konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titik potong nilai ADC antara lesi tumoral dan non tumoral pada follow up MRI pasca terapi. Penelitian merupakan studi kesesuaian dengan pendekatan potong lintang antara nilai ADC dan histopatologi. Penelitian menggunakan data primer 21 pasien KNF pasca kemoradioterapi yang melakukan pemeriksaan MRI nasofaring di Departemen Radiologi RSUPN-CM pada Juni 2016-Oktober 2017. Range of interest dan pemetaan ADC nilai b 1000 s/mm2 diletakkan pada komponen solid. Rerata jarak terapi dan evaluasi MRI pasca terapi adalah 9,3 bulan. Rerata nilai ADC lesi tumoral 0,7 x 10-3 mm2/s SD 0,05 dan non tumoral 1,2 x 10-3 mm2/s SD 0,3. Pada uji independent T-test menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik antara rerata nilai ADC tumoral dan non tumoral. Pada analisis ROC nilai ADC didapatkan titik potong 0,86 x 10-3 mm2/s AUC= 0,97; SE= 0,04 dengan nilai sensitivitas 100 dan spesifisitas 93,8. Berdasarkan uji McNemar nilai p> 0,005 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara temuan ADC dan histopatologi. Terdapat kesesuaian yang sangat kuat antara nilai ADC dan histopatologi untuk membedakan lesi tumoral dan non tumoral KNF pasca terapi. Pemeriksaan MRI sekuens DWI-ADC dapat digunakan untuk memberikan informasi tambahan pada kasus follow up KNF pasca terapi.

Assessment of nasopharyngeal wall asymmetric characteristics of post treatment nasopharyngeal carcinoma NPC has important implication for management of the patients, but it is often difficult to distinguish between non tumoral and tumoral lession by using CT scan conventional MRI. The objective is to assess ADC cut off values between tumoral and non tumoral lession on MRI follow up after treatment. This research is a conformity study with cross sectional approach between ADC values compared with histopathology. This study used primary data of 21 post chemoradiotherapy NPC patients, who were examined nasopharnygeal MRI at Radiology Departement of Cipto Mangunkusumo Hospital in June 2016 October 2017. Range of interest ROI and ADC mapping b value 1000 s mm2 were placed on solid components. Mean interval between therapy and post treatment MRI was 9.3 months. Mean ADC values of tumoral lesions were 0.7 x 10 3 mm2 s SD 0.05 and non tumoral lession 1.2 x 10 3 mm2 s SD 0.3 . Independent T test showed statistically significant difference between the mean ADC values in tumoral and non tumoral lesions. In ROC analysis, ADC cut off value was obtained 0,86 x 10 3 mm2 s AUC 0,97 SE 0,04 with 100 sensitivity and 93,8 specificity. Based on the McNemar test p 0,05 , there was no significant difference between ADC findings and histopathology. There is very strong suitability between ADC and histopathologic values to differentiate tumoral and non tumoral lession in post treatment NPC. DWI ADC can be used to provide additional information on follow up post treatment NPC. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Novita
"ABSTRAK
Latar Belakang: Beberapa studi menyebutkan bahwa penilaian kelainan yang terjadi pada prostat adalah dengan mengukur jumlah Androgen Receptor AR pada setiap kasus dan dipakai sebagai evaluasi terhadap keberhasilan terapi hormonal baik pada hiperplasia prostat/benign prostat hyperplasia BPH maupun adenokarsinoma prostat /adenocarcinoma prostate CaP . AR memerankan peran dalam proses pertumbuhan, differensiasi dan memelihara kondisi jaringan prostat tetap normal. Pada penelitian lain menyebutkan bahwa ekspresi AR positif berhubungan erat dengan gambaran derajat dan differensiasi tumor serta nilai skor Gleason. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan ekspresi AR pada hiperplasia prostat dan adenokarsinoma prostat.Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Sampel penelitian terdiri atas 20 kasus hiperplasia prostat dan 25 kasus adenokarsinoma prostat tipe asinar. Dilakukan pulasan imunohistokimia AR dan penilaian intensitas pulasan pada inti stromal dan inti epitel dengan menggunakan histoscore H-score . Hasil: Terdapat perbedaan bermakna kadar PSA antara hiperplasia prostat dan adenokarsinoma prostat p=0,004 . Ekspresi AR pada inti sel stromal pada hiperplasia prostat lebih tinggi dibandingkan pada adenokarsinoma prostat, dan mempunyai hasil statistik yang bermakna p=0,000 . Sedangkan ekspresi AR pada inti sel epitel menunjukkan hasil yang tidak bermakna pada kedua kelompok kasus p=0,152 . Intesitas ekspresi AR pada adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason rendah le;7 lebih kuat dibandingkan adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason tinggi >7 .Kesimpulan: Ekspresi AR pada inti sel stromal pada hiperplasia prostat lebih tinggi dibandingkan pada adenokarsinoma prostat. Peningkatan skor Gleason cenderung diikuti dengan penurunan intensitas ekspresi AR. Ekspresi AR pada hiperplasia prostat dan adenokarsinoma prostat dapat digunakan dalam prognosis dan prediksi serta evaluasi keberhasilan terapi hormonal.

ABSTRACT
"Background Previous studies suggested that Androgen Receptor AR expression could be used to evaluate the successful rate among patient with Benign prostate hyperplasia BPH or Adenocarcinoma acinar of the prostate CaP treated with hormonal therapy. AR plays role in prostate growth and differentiation, and maintains the normal state of the tissue. While in pathologic state, AR expression correlate with tumor grade and differentiation, and Gleason score GS . This study aimed to compare the expression of AR between BPH with CaP.Method This research use a cross sectional study conducted twenty cases of BPH and twenty five cases of CaP. Each tissue were stained using antibody against AR, and histologically reviewed. The captured photomicrographs were further analyze using histoscore H score .Result There was statistically signifinat levels PSA between BPH and CaP p 0,004 . The nucleus of stromal AR expression in BPH group compare to CaP group was statistically significant difference diagnose vs nucleus of stromal AR expression p 0,000 . Meanwhile, no significant difference is found between nucleus of epithelial AR expression between two group p 0,152 . The intensity expression AR in CaP with low Gleason score GS le 7 is higher than CaP with high Gleason score GS 7 Conclusion BPH expresess more nucleus of stromal AR than CaP. The higher Gleason score tends followed by declining intensity expression of AR. Thus suggest AR rsquo s role can use in prognosis, prediction and evaluation of hormonal theraphy of BPH or prostate malignancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deti Nurbaeti
"Latar belakang dan tujuan: Keganasan berhubungan erat dengan keadaan hiperselularitas dan hipervaskularisasi jaringan. Magnetic resonance imagingdiffusion weighted imaging-apparent diffusion coefficient (MRI DWIADC) merupakan biomarker cancer imaging. Mengetahui tingkat kesesuaian antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dapat menjadi informasi tambahan dan pemeriksaan alternatif dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskletal.
Metode: Penelitian prospektif desain potong lintang pada 50 pasien dengan lesi primer muskuloskeletal regio ekstremitas, yang menjalani pemeriksaan MRI muskuloskeletal sekuens DWI-ADC dan pemberian kontrs gadolinium di RSUPN-CM dalam rentang waktu Oktober 2015-Februari 2016. Dilakukan penilaianrerata nilai minimum ADC, serta menghitung akurasi pada kasus-kasus yang dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Hasil: Dari total 50 subjek penelitian, dengan analisa uji Kappa didapatkan tingkat kesesuaian yang baik (R = 0,592) antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskeletal, dan tidak ada perbedaan hasil yang signifikan diantara kedua metode tersebut(p = 0,754). Selain itu didapatkan sensitivitas nilai ADC (81%) hampir menyerupai kontras gadolinium (90,5%), dan spesifisitas ADC (60%) lebih rendah dibandingkan kontras gadolinium (90%) pada 31 subjek yang dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Kesimpulan: Terdapat tingkat kesesuaian yang baik antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskeletal, sehingga nilai ADC dapat menjadi informasi tambahan dan modalitas alternatif, terutama pada pasien dengan keterbatasan penggunaan kontras gadolinium.

Background and purpose: Malignancy is closely linked with the state of hiperselularity and hypervascularization tissues. Magnetic resonance imaging diffusion weighted imaging-apparent diffusion coefficient (ADC DWI-MRI) is biomarker cancer imaging. Knowing the suitability ADC and gadolinium can become an additional information and an alternative method in predicting malignancy musculoskeletal lesions.
Methods: A prospective cross-sectional study design with 50 patients with diagnostic primary extremity muscosceletal lesions who underwent an MRI examination extremity musculoskeletal region using DWI-ADC sequences and gadolinium at RSUPN-CM in October 2015 ? February 2016. The mean minimum ADC exercise is carried out and the accuracy based on histopatology examination cases is calculated.
Results: From 50 subjects been examined with Kappa Test Analysis, it shows good fit result (R = 0.592) between ADC and gadolinium contrast in predicting malignancy musculoskeletal lesions and no significant difference between the two methods (p = 0.754). Also, it is shows that the sensitivity of ADC (81%) is close to gadolinium contrast (90.5%) and the specifity of ADC (60%)is lower than gadolinium contrast (90%) for the 31 subjects who underwent histopathological examination.
Conclusions: Because of good suitability between ADC and gadolinium contrast in predicting malignancy musculoskeletal lesions, ADC could become an additional information and an altenaltive of modality especially to the patient with gadolimium contrast limitation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deti Nurbaeti
"Latar belakang dan tujuan: Keganasan berhubungan erat dengan keadaan hiperselularitas dan hipervaskularisasi jaringan. Magnetic resonance imagingdiffusion weighted imaging-apparent diffusion coefficient (MRI DWIADC) merupakan biomarker cancer imaging. Mengetahui tingkat kesesuaian antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dapat menjadi informasi tambahan dan pemeriksaan alternatif dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskletal.
Metode: Penelitian prospektif desain potong lintang pada 50 pasien dengan lesi primer muskuloskeletal regio ekstremitas, yang menjalani pemeriksaan MRI muskuloskeletal sekuens DWI-ADC dan pemberian kontrs gadolinium di RSUPN-CM dalam rentang waktu Oktober 2015-Februari 2016. Dilakukan penilaianrerata nilai minimum ADC, serta menghitung akurasi pada kasus-kasus yang dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Hasil: Dari total 50 subjek penelitian, dengan analisa uji Kappa didapatkan tingkat kesesuaian yang baik (R = 0,592) antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskeletal, dan tidak ada perbedaan hasil yang signifikan diantara kedua metode tersebut(p = 0,754). Selain itu didapatkan sensitivitas nilai ADC (81%) hampir menyerupai kontras gadolinium (90,5%), dan spesifisitas ADC (60%) lebih rendah dibandingkan kontras gadolinium (90%) pada 31 subjek yang dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Kesimpulan: Terdapat tingkat kesesuaian yang baik antara nilai ADC dengan kontras gadolinium dalam memprediksi keganasan lesi muskuloskeletal, sehingga nilai ADC dapat menjadi informasi tambahan dan modalitas alternatif, terutama pada pasien dengan keterbatasan penggunaan kontras gadolinium.

Background and purpose: Malignancy is closely linked with the state of hiperselularity and hypervascularization tissues. Magnetic resonance imaging diffusion weighted imaging-apparent diffusion coefficient (ADC DWI-MRI) is biomarker cancer imaging. Knowing the suitability ADC and gadolinium can become an additional information and an alternative method in predicting malignancy musculoskeletal lesions.
Methods: A prospective cross-sectional study design with 50 patients with diagnostic primary extremity muscosceletal lesions who underwent an MRI examination extremity musculoskeletal region using DWI-ADC sequences and gadolinium at RSUPN-CM in October 2015 - February 2016. The mean minimum ADC exercise is carried out and the accuracy based on histopatology examination cases is calculated.
Results: From 50 subjects been examined with Kappa Test Analysis, it shows good fit result (R = 0.592) between ADC and gadolinium contrast in predicting malignancy musculoskeletal lesions and no significant difference between the two methods (p = 0.754). Also, it is shows that the sensitivity of ADC (81%) is close to gadolinium contrast (90.5%) and the specifity of ADC (60%)is lower than gadolinium contrast (90%) for the 31 subjects who underwent histopathological examination.
Conclusions: Because of good suitability between ADC and gadolinium contrast in predicting malignancy musculoskeletal lesions, ADC could become an additional information and an altenaltive of modality especially to the patient with gadolimium contrast limitation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>