Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195036 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Sartika
"ABSTRAK
Pengelolaan lumpur tinja (Faecal Sludge Management, FSM) yang tidak tepat menjadi masalah global penghambat pembangunan berkelanjutan. Lumpur tinja sering dibuang ke lingkungan yang berisiko pada lingkungan dan kesehatan masyarakat. Riset menilai tingkat keamanan FSM pada lingkungan di Sumatera Barat dan Lampung dengan pendekatan kuantitatif, mix method dan flow chart menurut ekonomi dan sosial rumah tangga. Riset menunjukkan tingkat keamananan FSM pada lingkungan mayoritas di wilayah riset tidak aman pada lingkungan dan lebih banyak pada rumah tangga yang lebih miskin. Tingkat FSM yang lebih aman pada lingkungan di Sumatera Barat tidak berbeda pada gender kepala rumah tangga sedang di Lampung lebih banyak pada yang dikepalai laki-laki. Uji hipotesis menunjukkan tingkat keamanan FSM pada lingkungan 1,2 kali lebih aman pada anggota rumah tangga tidak lebih dari 4 orang dan yang memiliki rumah sendiri 1,4 kali lebih aman dibanding dengan yang tidak memiliki rumah sendiri.

ABSTRACT
Lack of household Faecal Sludge Management (FSM) is a global problem and an inhibitor to sustainable development. Faecal sludge is often allowed to accumulate in the environment, a growing challenge, generating significant risks to the environment and public health. The research analyzes environmentally safe level of FSM in Sumatera Barat and Lampung using a quantitative approach, mix method and flow chart tools via socio economic segmentation. The study showed environmentally safe levels of FSM in majority households is unsafe with higher level in poorer households. Safe FSM levels in West Sumatra segmented by gender head of household do not vary. In Lampung, the safer FSM levels were found in those headed by men. Hypothesis showed the environmentally safe level of FSM to be 1.2 times safer for households with no more than 4 members and 1.4 times safer for those that own their own homes over those that do not.
"
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan, 2019
T52299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farisatul Amanah
"Proses pengomposan aerobic dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah frekuensi pengadukan dan komposisi bahan kompos. Pengadukan dilakukan untuk memberikan suplai udara bagi aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Sedangkan bahan kompos memiliki kandungan C/N yang berbeda-beda sehingga mempunyai kemampuan dekomposisi yang berbeda.
Lumpur tinja merupakan bahan kompos dengan kandungan nitrogen yang tinggi. Oleh karenanya, pencampuran lumpur tinja dengan bahan lain yang memiliki kadar karbon yang tinggi dapat menghasilkan kualitas kompos yang lebih baik seperti sampah pasar dan sekam. Variasi pengadukan dan komposisi bahan kompos pada penelitian ini adalah campuran lumpur tinja dan sampah pasar dengan frekuensi pengadukan dua hari sekali (composter 1), campuran lumpur tinja dan sampah pasar dengan frekuensi pengadukan empat hari sekali (composter 2), campuran lumpur tinja dan sekam dengan frekuensi pengadukan dua hari sekali (composter 3), dan campuran lumpur tinja dan sekam dengan frekuensi pengadukan empat hari sekali (composter 4).
Setelah proses pengomposan selama 45 hari, kadar air pada semua composter belum mencapai kadar air yang disyaratkan pada SNI 19-7030-2004 yakni di bawah 50%. Oleh karenanya, proses pengomposan dilengkapi dengan proses pengeringan dengan cara pembuatan gundukan yang lebih kecil yakni dengan tinggi 10 cm agar uap air dapat teruapkan selama 2 hari. Setelah proses pengeringan, maka kompos yang memiliki kualitas paling baik sesuai dengan SNI 19-7030-2004 adalah kompos dengan campuran feedstock lumpur tinja dan sampah pasar dengan pengadukan 4 hari sekali dengan rasio C/N 10,56:1; pH 7,72; daya ikat air 68%; kadar air 31,13%; dan mempunyai tekstur seperti tanah berwarna coklat.

Turning period and feedstock affect aerobic composting process. Air for microorganism?s activities is supplied by turning. On the other hand, every feedstock has different C/N ratio and degree of decomposition.
Septage has high nitrogen content whereas it has low C/N ratio. It can produce good quality compost if it is mixed with high-carbon content feedstock such as organic solid waste and rice hulls. This open-windrow composting consists of four treatments being: (1) septage:organic solid waste with every 2 days-turning, (2) septage:organic solid waste with every 4 days-turning, (3) septage:rice hulls with every 2 days-turning; (4) septage:rice hulls with every 4 days-turning.
After 45 days of composting, the moisture content of all composters do not reach the standard so that the drying process by making a small pile with 10 cm-height must be followed to dry the moisture content. After the drying process, composter 2 has a very good compost quality based on the SNI 19-7030-2004. It has C/N ratio 10.56 to 1, pH 7,72, water holding capacity 68%, and moisture content 31,13%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42611
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Fairuza
"Latar belakang. Kolestasis terkait sepsis (KTS) masih merupakan permasalahan medis di negara berkembang disebabkan tingginya morbiditas, mortalitas dan lama rawat. Inflamasi usus akibat disfungsi sawar usus diduga berperan dalam KTS sehingga perlu dibuktikan perannya terhadap terjadinya KTS. Inflamasi dan permeabilitas mukosa usus dapat dinilai melalui kadar kalprotektin dan alfa-1 antitripsin (AAT) pada tinja.
Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara terjadinya KTS pada sepsis neonatorum dengan inflamasi dan gangguan permeabilitas usus yang dinilai dengan peningkatan kadar kalprotektin dan α-1-antitripsin dalam tinja. Metode. Studi kohort prospektif di ruang rawat inap Perinatologi dan Neonatal Intensive Care Unit Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode Juni 2012- Oktober 2013. Delapan puluh neonatus diambil secara consecutive sampling dari 271 subjek proven sepsis yang dirawat pada periode studi ini, terbagi menjadi 2 kelompok (KTS dan sepsis tidak kolestasis) masing-masing 40 subjek. Dilakukan pemeriksaan kadar kalprotektin dan AAT tinja.
Hasil penelitian. Tidak ditemukan perbedaan antara KTS dan sepsis tidak kolestasis dalam ekskresi kalprotektin tinja [KTS vs. sepsis tidak kolestasis, median (rentang) 104,4 (25 sampai 358,5) vs. 103,5 (5,4 sampai 351) μg/g; p = 0,637] dan alfa-1 antitripsin tinja [median (rentang) 28 (2 sampai 96) vs. 28 (2 sampai 120) mg/dL; p = 0,476). Tidak ditemukan peningkatan bermakna kadar kalprotektin tinja dengan nilai p = 0,63 (IK 95% 0,4 sampai 3,6) dan kadar AAT tinja dengan nilai p=0,152 (IK 95% 0,4 sampai 3,3).
Simpulan. Kadar kalprotektin dan alfa-1 antitripsin tinja tidak terbukti dapat memprediksi kejadian KTS pada sepsis neonatorum. Tidak ada bukti proses inflamasi usus yang terjadi pada KTS melalui peningkatan permeabilitas paraselular usus. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai patogenesis inflamasi usus yang terjadi melalui peningkatan permeabilitas trans-selular dan kerusakan enterosit usus pada KTS.

Background. Sepsis-associated cholestasis (SAC) remain a medical problem in developing countries due to high morbidity, mortality and length of hospital. Intestinal inflammation as the causes of intestinal barrier dysfunction are suspected play a role in SAC, so it is necessary to prove its contribution to SAC. Intestinal inflammation and increased permeability were assessed through faecal calprotectin and alpha-1 antitrypsin (AAT) concentrations.
Objective. To determine the association between SAC in sepsis neonatorum with intestinal inflammation and permeability were assessed through increased faecal calprotectin and AAT levels.
Methods. This was cohort prospective study at Perinatologi and Neonatal Intensive Care Unit Department of Child Health Cipto Mangunkusumo Hospital during June 2012 to October 2013. Eighty neonates were obtained by consecutive sampling, of which 271 proven sepsis hospitalized in this period, devided 2 groups (SAC and non cholestasis sepsis) respectively 40 subjects. Faecal calprotectin and AAT concentrations was measured.
Results. There was no significant association between SAC and faecal calprotectin excretion [SAC vs. non cholestasis sepsis, median (range) 104.4 (25 to 358,5) vs. 103.5 (5.4 to 351) μg/g; p = 0.637] and faecal AAT [median (range) 28 (2 to 96) vs. 28 (2 to 120) mg/dL; p = 0.476). Increased faecal calprotectin (CI 95% 0.4 to 3.6; p = 0,63) and AAT (CI 95% 0.4 to 3.3; p=0.152) did not differ significantly between the two groups.
Conclusions. Faecal calprotectin and alpha-1 antitrypsin concentrations is not associated with SAC in sepsis neonatorum. There is no evidence of intestinal inflammation causes increased paracellular intestinal permeability in SAC. Further research is needed on the pathogenesis of intestinal inflammation in SAC which may result in increased intestinal permeability by transcellular and enterocyte damage."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Shara
"Anaerobic digester merupakan unit limbah menjadi energi yang dapat mengurangi masalah limbah organik dan menghasilkan energi berupa biogas namun membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan produksi biogas yang kurang optimal. Oleh karenanya dilakukan prapengolahan untuk mengatasinya. Pengujian BMP dilakukan selama 39 hari pada suhu 35±1°C untuk melihat pengaruh prapengolahan kimiawi dengan penambahan 0,1mol/L dan 0,04mol/L NaOH terhadap produksi biogas dan biodegradibilitas lumpur tinja. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa NaOH sebagai alkali dalam prapengolahan kimiawi tidak menunjukkan kinerja yang optimal jika diterapkan pada lumpur tinja. Penambahan NaOH tidak mengoptimalkan pembentukan biogas dan metana kumulatif. Produksi biogas dari sampel tanpa prapengolahan sebesar 5,99 ml sedangkan untuk dosis 0,1 mol/L dan 0,04 mol/L masing-masing memproduksi 5,01 dan 2,06 ml biogas selama 39 hari. Produksi kumulatif metana tanpa prapengolahan sebesar 11,79 mlCH4/gVS dan untuk penambahan 0,1mol/L dan 0,04mol/L masing-masingnya 11,36 dan 6 mlCH4/gVS. Namun, prapengolahan dapat meningkatkan biodegradibilitas dengan meningkatkan efisiensi pengurangan VS dan COD sebesar 76,76% dan 40,91% untuk dosis 0,1 mol/L dan 48,72% dan 75,45% untuk dosis 0,04mol/L. Persentase pengurangan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan lumpur tinja tanpa prapengolahan dengan persen pengurangan untuk VS dan COD sebesar 40,91% dan 66,67%.

Anaerobic digester is waste to energy unit that not only overcome organic waste problem but also produce energy in the form of biogas. However, anaerobic digestion process need a long retention time and biogas produced is not optimal so pretreatment prior to anaerobic process is necessary. BMP assay conducted in 39 days at 35±1°C to investigate effects of chemical pretreatment on biogas production and biodegradability of faecal sludge. Results shows that NaOH as alkali reagen in chemical pretreatment did not give an optimal results. Unpretreated sludge produce 5,99 ml biogas and addition of 0,1mol/L and 0,04mol/L NaOH produce 5,01 ml and 2,06 respectively. Chemical pretreatment also can not increase the cumulative methane yield (CMY). CMY of unpretreated sludge is 11,79 mlCH4/gVS and for pretreated sludge of 0,1mol/L and 0,04 mol/L are 11,36 dan 6 ml CH4/gVS respectively. Although chemical pretreatment can not increase biogas production and CMY, it can inrease the biodegradability of faecal sludge. Efficiency of VS and COD reduction of 0,1 mol/L are 76,76% and 40,91%; and for 0,04 mol/L are 48,72% and 75,45%. Meanwhile the reduction of VS and COD of unpretreated faecal sludge are 40,91% and 66,67% which less than the pretreated faecal sludge.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Anggraini
"Limbah cair domestik merupakan penyumbang terbesar limbah cair perkotaan dan menjadi pemicu permasalahan air. Program layanan lumpur tinja terjadwal (LLTT) bermaksud untuk mereduksi pencemaran biologi air dari tangki septik yang tidak dikelola baik, karena masih banyak masyarakat yang mengonsumsi air tanah. Tujuan riset ini adalah menganalisis kondisi penggunaan sumber air bersih, potensi pencemaran parameter biologi air tanah dan hubungan penggunaan LLTT dengan pengetahuan pencemaran di wilayah Kelurahan Pademangan Barat. Digunakan pendekatan kuantitatif dengan metode campuran melalui kuesioner kepada responden rumah tangga serta analisis parameter Total Coliform dan E. coli pada air tanah dengan metode SNI 06-6858-2002. Hasil riset menunjukkan sebagian besar masyarakat telah menyambungkan pipa air minum namun diantaranya tetap menggunakan air tanah. Tidak terdapatnya fasilitas sanitasi layak menimbulkan praktik buruk pembuangan air limbah domestik dan menyebabkan air tanah tercemar secara biologi. Sebagian besar rumah tangga memiliki umur tangki septik yang lebih dari sepuluh tahun, dan membangun tangki septik dengan material tidak kedap air di lokasi yang sulit, kurang dari sepuluh meter dari sumber air yang digunakan, serta memiliki frekuensi penyedotan tidak berkala. Terdapat korelasi positif antara pengetahuan pengelolaan lumpur tinja dengan pengetahuan pencemaran serta meningkatnya pengetahuan pengelolaan lumpur tinja dikarenakan adanya peningkatan dari pengetahuan pencemaran, dan peningkatan faktor sosial.

Domestic wastewater is the largest contributor to urban wastewater and a trigger for water problems. The scheduled faecal sludge service program (LLTT) aims to reduce water biological pollution from poorly managed septic tanks, because many people still consume groundwater. The purpose of this research is to analyze the conditions of the use of clean water sources, the potential for pollution of groundwater biological parameters and the relationship between LLTT use and pollution knowledge in the area of West Pademangan Subdistrict. A mixed method quantitative approach was used through questionnaires to household respondents and analysis of the parameters of Total Coliform and E. coli in groundwater using the SNI 06-6858-2002 method. The results of the research show that most people have connected drinking water pipes but some of them still use ground water. The absence of proper sanitation facilities has resulted in bad practices for discharging domestic wastewater and causing groundwater to be biologically polluted. Most households have a septic tank life that is more than ten years, and build septic tanks with non-waterproof material in difficult locations, less than ten meters from the source of the water used, and have an irregular desludging frequency. There is a positive correlation between knowledge of management of fecal sludge with knowledge of pollution and increased knowledge of management of fecal sludge due to an increase in knowledge of pollution and an increase in social factors."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Wahyu Ramadhani
"ABSTRAK
Tingkat kemiskinan anak yang lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan penduduk menunjukkan anak lebih rentan terhadap dampak kemiskinan. Anak-anak yang tumbuh dalam rumah tangga miskin cenderung tidak dapat menikmati berbagai hak dasar dan berpotensi menghambat tumbuh kembangnya. Penelitian dengan data Susenas Provinsi DKI Jakarta memiliki dua tujuan yaitu mengukur tingkat deprivasi hak-hak dasar anak serta menguji faktor karakteristik rumah tangga yang memengaruhi status kemiskinan anak di Provinsi DKI Jakarta. Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama adalah dengan MODA, sementara untuk menjawab tujuan kedua adalah dengan regresi logistik. Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 22.0 menunjukkan tingkat deprivasi terbesar yang dialami oleh anak di Provinsi DKI Jakarta adalah pada dimensi kesehatan dengan 33,41%, diikuti dimensi perumahan sebesar 32,37%, dimensi makanan dan nutrisi dengan 25,92%, kemudian dimensi fasilitas dengan 24,15%, dimensi pendidikan dengan 23,33%, dan yang terendah dimensi perlindungan anak dengan 3,95%. Pengukuran kemiskinan anak dengan metode MODA menunjukkan terdapat 10,25% anak miskin yang terdeprivasi minimal pada 3 dimensi dan 3,56% anak miskin yang terdeprivasi pada minimal 4 dimensi. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa faktor karakteristik rumah tangga yang memengaruhi status kemiskinan anak di Provinsi DKI Jakarta adalah pendidikan kepala rumah tangga, status bekerja ibu, dan jumlah anggota rumah tangga. Kemiskinan anak di Provinsi DKI Jakarta harus segera diatasi, diantaranya dengan memberikan prioritas terhadap dimensi yang memiliki tingkat deprivasi terparah yaitu dimensi kesehatan dan dimensi perumahan. Peningkatan angka imunsasi dasar lengkap pada anak usia balita serta memperbanyak penyediaan hunian vertikal bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dapat menjadi prioritas untuk segera dilaksanakan.

ABSTRACT
Child poverty rates that are higher than population poverty rates indicate that children are more vulnerable to the effects of poverty. Children who grow up in poor households tend to not be able to meet various basic rights and potentially inhibit their growth and development. Research with data from Susenas of DKI Jakarta Province has two objectives namely measuring the level of deprivation of basic rights of children, then testing the factors of household characteristics that influence the child poverty in DKI Jakarta Province. The analytical method used to answer the first objective is MODA, while to answer the second objective is logistic regression. The results of data processing using SPSS 22.0 showed the greatest deprivation rate experienced by children in DKI Jakarta Province was on the health dimension with 33.41%, followed by housing dimensions by 32.37%, food and nutrition dimensions with 25.92%, then dimensions facilities with 24.15%, education dimensions with 23.33%, and the lowest dimensions of child protection with 3.95%. The measurement of child poverty by the MODA method yields a rate of 10.25% of poor children who are minimally deprived of 3 dimensions and 3.56% who are deprived of at least 4 basic rights dimensions. The results of the logistic regression analysis showed that the factors of household characteristics influence the poverty status of children in DKI Jakarta Province are the education of the head of the household, the working status of mothers, and the number of household members. Child poverty in DKI Jakarta Province must be ended immediately through giving priority to dimensions that have the worst levels of deprivation. Increasing the number of complete basic immunizations for children under five years old and increasing the provision of vertical housing for people with middle to lower income can be a priority for immediate implementation.

 

"
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T51681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alhanuna Alifa
"Kepala rumah tangga perempuan seringkali dianggap sebagai kelompok yang rentan terhadap kemiskinan. Beberapa literatur menunjukkan bahwa terdapat bias dalam pernyataan ini, dan perlu dilakukan pemisahan subkelompok untuk melihat tantangan yang dialami tiap jenis kepala rumah tangga perempuan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pola dan perbedaan partisipasi kerja kepala rumah tangga perempuan di Indonesia dan pengaruh status perkawinan kepala rumah tangga perempuan (de facto dan de jure) di Indonesia terhadap partisipasi kerja mereka setelah dikontrol terhadap pengaruh faktor sosial ekonomi tertentu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan data sekunder dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2018. Metode yang digunakan untuk menganalisis data tersebut adalah analisis regresi logistik multinomial. Analisis dilakukan terhadap kepala rumah tangga perempuan usia produktif (15-64 tahun). Ditemukan bahwa kepala rumah tangga perempuan yang berstatus kawin (de facto) lebih cenderung menghabiskan waktunya pada pekerjaan berbayar dan tidak berbayar (mengurus rumah tangga) dibandingkan kepala rumah tangga perempuan yang tidak berstatus kawin (de jure). Temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi bagi pemangku kepentingan terkait dalam menentukan intervensi kebijakan terhadap berbagai subkelompok kepala rumah tangga perempuan di Indonesia.

Female household heads are often seen as a vulnerable group to poverty. Some literature suggests bias in this statement, and it is necessary to disaggregate the subgroups to see the challenges faced by each type of female household head. Therefore, this study aims to explain the patterns and differences in the work participation of female household heads in Indonesia and the effect of the marital status of female household heads (de facto and de jure) in Indonesia on their work participation after controlling for the effects of socio-economic factors. This study uses a quantitative approach with secondary data from the March 2018 National Socio-Economic Survey (Susenas). The method used to analyze this data is the multinomial logistic regression. The analysis is conducted on female household heads in their productive age (15-64 years old). It is found that female household heads who are married (de facto) are more likely to spend their time in paid and unpaid work (domestic work) than female household heads who are not married (de jure). This study’s findings can be used as recommendations for relevant stakeholders in determining policy interventions for various subgroups of female household heads in Indonesia"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zinka Septia Saputri
"Studi ini menganalisis korelasi karakteristik ekonomi dan sosial rumah tangga terhadap perilaku membuang sampah di Indonesia. Analisis yang dilakukan diharapkan dapat memberi gambaran awal tentang perilaku rumah tangga dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Data penelitian yang digunakan berasal dari The Indonesia Family Life Survey (IFLS) seri ke – 5 yang diterbitkan pada tahun 2014. Penelitian ini menggunakan model logit. Studi ini menemukan karakteristik rumah tangga yang meningkatkan peluang rumah tangga untuk membuang sampah pada tempatnya diantaranya adalah: jumlah konsumsi baik pangan dan non-pangan, pendapatan, tingkat pendidikan, serta status lokasi tempat tinggal rumah tangga, yaitu yang tinggal di kota dan Pulau Jawa. Sementara, karakteristik rumah tangga yang mengurangi peluang rumah tangga untuk membuang sampah pada tempatnya antara lain: jumlah anggota rumah tangga, kepala rumah tangga (laki-laki) bekerja, dan kondisi kebersihan lingkungan tempat tinggal yang terdapat tumpukan sampah/kotor. Hasil studi ini, menyimpulkan bahwa edukasi mengenai perilaku membuang sampah pada tempatnya wajib ditanamkan sejak dini dan sebaiknya masuk dalam kurikulum pendidikan formal, sehingga penerapan perilaku menjaga kebersihan dapat dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu rumah tangga.

This study aims to analyze the correlation between socio-economic characteristics of households and its related behaviour in disposing waste in Indonesia. The analysis of the research is expected to provide initial understanding on the awareness in maintaning cleanliness and environmental health. The data used comes from The Indonesian Family Life Survey (IFLS) series 5 published in 2014. This research using regresion analysis with Logit model. This study finds that households characteristics that improve the household’s opportunity to dispose waste on its place properly include: household consumptions both food and non-food consumption, households income, education level, and the status of the households location, i.e. households living in cities and Java Island. Meanwhile, households characteristics that reduce the household’s opportunity to dispose waste on its place properly include: household size, employment status of the male household head, and the condition of the cleanliness of the surrounding environment. The results conclude that education regarding the behavior of disposing waste in its place properly must be instilled from an early age and should be included in the formal education curriculum, so that the cleanlines and hygiene behavior can be started from the smallest unit, the household."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Febriana Ayub
"Banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, yang memasuki periode kelanjutusiaan penduduk. Periode ini ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usia 60 tahun atau lebih. Peningkatan penduduk lansia berdampak positif jika penduduk lansia sehat, mandiri, aktif, serta produktif. Namun, peningkatan penduduk lansia juga dapat berdampak negatif jika terjadi penurunan kondisi kesehatan disertai tingkat disabilitas yang tinggi. WHO berfokus pada kesejahteraan lansia yang dituangkan dalam salah satu tujuan dari SDGs. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh persepsi kecukupan pendapatan rumah tangga dan karakteristik sosial ekonomi demografi terhadap subjective well-being serta komponennya pada lansia Indonesia. Selain itu, penelitian ini menggunakan data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) tahun 2021, dengan unit analisis penduduk usia 60 tahun ke atas yang berstatus sebagai kepala rumah tangga atau pasangannya. Adapun metode analisis inferensial yang digunakan adalah regresi logistik ordinal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lansia berstatus kepala rumah tangga atau pasangan yang merasa pendapatan rumah tangga mencukupi cenderung memiliki subjective well-being, kepuasan hidup, dan afeksi positif yang lebih tinggi, serta afeksi negatif lebih rendah dibandingkan lansia yang merasa kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, berumur lebih muda, tinggal dan memiliki kegiatan bersama orang lain, berpendidikan lebih tinggi, bekerja, dan berpendapatan rumah tangga lebih tinggi meningkatkan kecenderungan lansia berstatus kepala rumah tangga atau pasangan untuk memiliki subjective well-being yang lebih tinggi. Tinggal dan memiliki kegiatan bersama orang lain, berpendidikan lebih tinggi, bekerja, dan berpendapatan rumah tangga lebih tinggi meningkatkan kecenderungan lansia berstatus kepala rumah tangga atau pasangan untuk memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi. Menjadi perempuan menikah, tinggal dan memiliki kegiatan bersama orang lain, berpendidikan lebih tinggi, bekerja, dan berpendapatan rumah tangga lebih tinggi meningkatkan kecenderungan lansia berstatus kepala rumah tangga atau pasangan untuk memiliki afeksi positif yang lebih tinggi. Menikah, berpendidikan lebih tinggi, bekerja, dan berpendapatan rumah tangga lebih tinggi meningkatkan kecenderungan lansia berstatus kepala rumah tangga atau pasangan untuk memiliki afeksi negatif yang lebih rendah

Many countries in the world, including Indonesia, are entering aging population period. This period is marked by an increase in the number and proportion of the population aged 60 years or over. The increase in the number of older person has a positive impact if the older person is healthy, independent, active, and productive. However, it can also have a negative impact if there is a decline in health conditions accompanied by a high level of disability. WHO focuses on the welfare of the older person as outlined in one of the goals of the SDGs. This study aims to analyze the effect of perceived of household income adequacy and demographic socio-economic characteristics on subjective well-being and its components in the Indonesian older person. In addition, this study uses data from the 2021 Happiness Level Measurement Survey (SPTK), with a unit of analysis for residents aged 60 years and over who are the head of the household or their spouse. The inferential analysis method used is ordinal logistic regression. The results of this study indicate that the older person with the status of head of household or their spouse who feel their household income is sufficient tend to have higher subjective well-being, life satisfaction, and positive affect, and lower negative affection than the older person who feel inadequate to meet their daily needs. In addition, being younger, living and having activities with other people, being more educated, working, and having a higher household income increase the tendency of the older person with the status of head of household or their spouse to have higher subjective well-being. Living and having activities with other people, having a higher education, working, and having a higher household income increase the tendency of the older person with the status of the head of the household or their spouse to have higher life satisfaction. Being a woman, married, living and having activities with other people, having a higher education, working, and having a higher household income increases the tendency of the older person with the status of the head of the household or their spouse to have higher positive affect. Married, more educated, working, and having a higher household income increase the tendency of the older person with the status of the head of the household or their spouse to have lower negative affect."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indi Azmi Rizka Amalia
"ABSTRAK
Lumpur tinja berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan energi terbarukan, akan tetapi karena karakteristiknya yang memiliki kadar air relatif tinggi diperlukan proses pengeringan terlebih dahulu dengan menggunakan metode biodrying dan hasilnya dapat digunakan sebagai bahan baku refused derived fuel (RDF). Penelitian ini menggunakan 3 desain reaktor dengan rasio pencampuran fraksi organik yang berbeda-beda, yaitu sebesar 31 persen, 40 persen, dan 47 persen. Kemudian dilakukan pengujian parameter kunci dari biodrying, antara lain suhu, kadar air, volatile solid, dan nilai kalor, serta dilakukan juga pengujian tingkat biostabilitas dari feedstock. Berdasarkan hasil yang diperoleh, biodrying menggunakan lumpur tinja dan campuran material organik mampu meningkatkan suhu feedstock hingga rentang 48-52 derajat C, dengan suhu tertinggi terjadi pada Reaktor 2, menurunkan kadar air hingga 5-12 persen, dan kadar volatile solid terendah dicapai Reaktor 3, sebesar 36.57 persen. Pada durasi biodrying hari ke-15, nilai kalor tertinggi terjadi pada Reaktor 3, yaitu sebesar 14.66 MJ/kg, serta tingkat stabilitas tertinggi terjadi pada Reaktor 2 sebesar 0.3 O2.g TS-1.jam-1.

ABSTRACT
Faecal sludge has a potential to be used as renewable energy materials, however, since its characteristics which have high moisture content, a drying process is needed using biodrying method that produce raw materials for refused derived fuel (RDF). This study investigated the biodrying performance of three reactor designs using different organic mixing fractions: 31% (Reactor 1), 40 persen (Reactor 2), and 47 persen (Reactor 3) on key parameters, such as temperature, moisture content, volatile solid, and calorific value. In addition, biostability of the feedstock biodrying will also be investigated. Based on the results obtained, the performance of biodrying using faecal sludge and organic fractions increase the temperature to a range of 48-52 derajat C, with the highest temperature occurring in Reactor 2, which is 51.4 derajat C, and decrease moisture content to 5-12 persen, with the lowest volatile solid content reached 36.57 persen in Reactor 3. At the 15th day biodrying process, the highest calorific value of mixing fraction reached 14.66 MJ / kg occurred in the Reactor 3. Besides, the highest level of biostability is equal to 0.3 O2.g TS-1.hour-1 which occurs in Reactor 2.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>