Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168838 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azizah Nur Hanifah
"ABSTRACT
Latar belakang: Sudut gonial merupakan salah satu struktur anatomis pada mandibula yang mengalami perubahan paling signifikan pada proses pertumbuhan. Pengukuran sudut gonial banyak dijadikan parameter evaluasi tumbuh kembang yang bermanfaat bagi bidang ilmu kedokteran gigi termasuk ortodonsi dan prostodonsi. Tujuan: untuk mengetahui nilai rerata sudut gonial berdasarkan usia, jenis kelamin, status dental, dan morfologi kondil pada radiograf panoramik sehingga dapat digunakan sebagai nilai acuan dalam melihat pola perubahan sudut gonial mandibula. Metode: Pengukuran sudut gonial pada 210 sampel radiograf panoramik digital usia diatas 21 tahun, dengan mengkategorikan berdasarkan usia, jenis kelamin, status dental dan morfologi kondil mandibula. Hasil: Pengukuran sudut gonial terhadap usia, jenis kelamin, status dental, dan morfologi kondil mandibula tidak berbeda bermakna secara statistik, namun besar sudut gonial cenderung mengecil sesuai perubahan usia. Nilai rata-rata sudut gonial ditemukan cenderung lebih kecil pada laki-laki dan juga pada individu dengan status dental dentate. Kesimpulan: Nilai sudut gonial menunjukkan perubahan yang tidak berbeda bermakna berdasarkan usia, jenis kelamin, maupun morfologi kondil mandibula.

ABSTRACT
Background: The gonial angle is one od the anatomical structures in the mandible that experiences the most significant changes in the growth process. Gonial angle measurements are widely used as evaluation parameters of growth and development wich are beneficial for the field of dentistry such as orthodontics and prosthodontics. Objective: to determine the average value of the gonial angle based on age, gender, dental status, and mandibular condyle morphology on panoramic radiograph so that it can be used as a reference value in seeing the pattern of changes in the gonial angle of mandible. Methods: Gonial angle measurements in 220 samples of digital panoramic radiographs over the age of 21 years, categorizing by age, gender, dental status, and mandibular condyle morphology. Results: Gonial angle measurements of age, gender, dental status, and mandibular condyle morphology did not differ statistically significant, ut the size of the gonial angle tended to shrink according to age change. The average gonial angle values were found to tend to be smaller in men and also in individuals with dental status dentate. Conclusion: The gonial angle values show changes that are not significantly different based on age, gender, and mandibular condyle morphplogy."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Ramadhanti Taufiq
"Latar Belakang: Perubahan morfologi mandibula secara umum dipengaruhi oleh faktor usia dan jenis kelamin. Pada pasien lansia, terjadi penuaan berupa atrofi dan resorpsi tulang yang memengaruhi kuantitas tulang mandibula berupa perubahan morfologi yaitu tinggi, lebar, dan bentuk mandibula, serta kualitas tulang mandibula berupa penurunan kepadatan tulang mandibula. Keparahannya bergantung pada beberapa faktor seperti jenis kelamin pasien dan risiko osteoporosis yang terkait dengan usia pasien. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengevaluasi perubahan morfologi dan penurunan kepadatan tulang mandibula berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tujuan: Mengetahui dan membandingkan ukuran radiomorfometri mandibula (tinggi ramus, lebar ramus maksimum-minimum, sudut gonial, lebar bigonial, tinggi prosesus kondiloideus dan koronoideus, MCW, dan MCI berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin melalui radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Metode: Studi cross-sectional dengan 268 sampel radiograf panoramik digital laki-laki dan perempuan usia dewasa akhir (44-60 tahun) dan lansia (>60 tahun) yang diukur menggunakan aplikasi I-Dixel Morita. Selanjutnya evaluasi kesepakatan pengukuran intraobserver dan interobserver menggunakan uji ICC dan Kappa. Analisis deskriptif dan uji komparatif dilakukan antar kelompok usia dan jenis kelamin. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p≤0,05) terkait tinggi ramus, lebar ramus maksimum-minimum, sudut gonial, lebar bigonial, tinggi prosesus kondiloideus dan koronoideus berdasarkan jenis kelamin. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p>0,05) terkait MCW dan MCI berdasarkan jenis kelamin dengan nilai p = 0.220 dan p = 0.065. Terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p≤0,05) terkait tinggi ramus, lebar ramus maksimum-minimum, sudut gonial, lebar bigonial, tinggi prosesus kondiloideus dan koronoideus, MCW, dan MCI berdasarkan usia pada laki-laki maupun perempuan. Kesimpulan: Tujuh parameter merupakan dimorfisme seksual dan sembilan parameter mengalami perubahan seiring bertambahnya usia.

Background: The morphological changes in the mandible are generally influenced by age and gender factors. In elderly patients, aging occurs in the form of bone atrophy and bone resorption, affecting the quantity of mandibular bone, leading to morphological changes such as the height, width, and shape of the mandible, as well as the quality of mandibular bone leading to decreased bone density. The severity depends on several factors such as the patient's gender and the risk of osteoporosis associated with the patient's age. Therefore, research is needed to evaluate morphological changes and decreased bone density in the mandible based on gender and age. Objective: To determine and compare the radiomorphometric measurements of the mandible (ramus height, maximum-minimum ramus width, gonial angle, bigonial width, condylar and coronoid height, MCW, and MCI based on age group and gender using panoramic radiographs at RSKGM FKG UI. Method: Cross-sectional study with 268 samples of digital panoramic radiographs from male and female individuals in middle age (44-60 years) and the elderly (>60 years) measured using the I-Dixel Morita software. Furthermore, the reliability evaluation of intraobserver and interobserver measurements was carried out by ICC and Kappa tests. Descriptive analysis and comparative tests were performed among age groups and gender. Results: There were statistically significant differences (p≤0.05) related to ramus height, maximum-minimum ramus width, gonial angle, bigonial width, condylar and coronoid height based on gender. However, there were no significant differences (p>0.05) regarding MCW and MCI based on gender with values of p = 0.220 and p = 0.065. There were statistically significant differences (p≤0.05) related to ramus height, maximum-minimum ramus width, gonial angle, bigonial width, condylar and coronoid height, MCW, and MCI based on age in males and females. Conclusion: Seven parameters represent sexual dimorphism, and nine parameters undergo changes with increasing age."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nur Sakina Tri Meilana
"Latar Belakang: Pada banyak kasus forensik, seringkali tubuh ditemukan dalam kondisi fragmen, hangus terbakar, atau telah mengalami dekomposisi. Gigi merupakan bukti kuat dalam kasus forensik seperti ini karena strukturnya kuat, tahan terhadap berbagai kondisi dan perubahan post-mortem. Jumlahnya yang mencapai 32, setidaknya akan ada beberapa gigi yang dapat dianalisis.
Tujuan: Menganalisis potensi dental morfometrik dalam penentuan usia dan jenis kelamin individu
Metode: 230 data panoramik digital rentang usia 15-35 tahun dipilih untuk dianalisis. Dental morfometrik total panjang gigi (TTL), panjang akar (RL), panjang mahkota (CL), serta ratio area pulpa dan gigi (PTR) diukur dengan software open source Image J.
Hasil: Uji Korelasi Pearson menunjukkan ada korelasi bermakna antara variabel TTL, RL, dan CL dengan jenis kelamin namun tidak pada usia. Ditemukan pula korelasi kuat negatif antara variabel PTR dengan usia, namun tidak pada jenis kelamin. Berbagai model regresi untuk estimasi usia dan jenis kelamin populasi Indonesia telah dikembangkan. Model regresi TTL, RL, dan CL dari kombinasi gigi 11,13, dan 33 menunjukkan akurasi yang paling baik dengan prediksi kesalahan terkecil dalam memperkirakan jenis kelamin, (r = 0,681) (r2 =0,464) (SE=0,374). Sebuah model regresi estimasi usia berdasarkan PTR dikembangkan. Ketika model regresi digunakan sesuai jenis kelamin, maka akurasi akan meningkat, dengan pada wanita sedikit lebih akurat dibanding laki-laki (r=0,692) (r2=0,479) (SE=4,349).
Kesimpulan: Dental morfometrik berpotensi dalam estimasi usia ataupun jenis kelamin pada populasi Indonesia. Variabel TTL, RL, dan CL terbukti berbeda antara gender, dan variabel PTR merupakan metode dental morfometrik yang terbukti dapat digunakan dalam estimasi usia.

Background: In many forensic cases, bodies are often found in fragments, charred, or decomposed. Teeth are strong evidence in forensic cases like these because they are structurally sound, resistant to a variety of conditions and post-mortem changes. Moreover, the total number of teeth reaches 32, at least there will be several teeth that can be analyzed
Objective: To analyze the potential of dental morphometrics in determining the age and sex of an individual Method: 230 digital panoramic data aged 15-35 years were selected for analysis. Dental morphometric total tooth length (TTL), root length (RL), crown length (CL), and pulp-to-tooth area ratio (PTR) were measured using open source software Image J.
Results: Pearson Correlation Test showed that there was a significant correlation between TTL, RL, and CL variables with sex but not with age. There was also a strong negative correlation between the PTR variable and age, but not gender. Various regression models for estimating the age and sex of the Indonesian population have been developed. The TTL, RL, and CL regression model of the combination of teeth 11,13, and 33 showed the best accuracy with the smallest prediction error in estimating sex, (r = 0.681) (r2 = 0.464) (SE = 0.374). An age estimation regression model based on PTR was developed. When the regression model is used according to gender, the accuracy will increase, with women being slightly more accurate than men (r=0.692) (r2=0.479) (SE=4.349).
Conclusion: Dental morphometrics has the potential to estimate age or sex in the Indonesian population. The TTL, RL, and CL variables are proven to differ between genders, and the PTR variable is a dental morphometric method that is proven to be used in age estimation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisti Yulia
"Latar Belakang: Penentuan jenis kelamin merupakan langkah pertama dalam proses identifikasi individu. Tulang panggul dan tengkorak merupakan sumber yang paling akurat untuk menentukan jenis kelamin, namun apabila tulang panggul dan tengkorak yang ditemukan tidak utuh, mandibula dapat menjadi sumber utama dalam penentuan jenis kelamin karena mandibula merupakan tulang yang kuat, anatomisnya dipertahankan relatif lama, dan menunjukkan dimorfisme seksual yang tinggi. Salah satu parameter pada mandibula yang dapat digunakan untuk penentuan jenis kelamin adalah sudut gonion. Sudut gonion dapat digunakan untuk penentuan jenis kelamin karena kekuatan otot pengunyahan memiliki pengaruh yang kuat pada sudut gonion, dimana kekuatan otot ini berbeda pada laki laki dan perempuan.
Tujuan: Menganalisis penentuan jenis kelamin menggunakan metode radiomorfometrik besar sudut gonion pada radiograf panoramik digital.
Metode: Menganalisis radiomorfometrik besar sudut gonion pada 100 sampel radiograf panoramik digital yang terdiri dari 50 sampel laki laki dan 50 sampel perempuan.
Hasil: Perempuan memiliki nilai rata-rata sudut gonion lebih besar daripada laki-laki yaitu sebesar 124.52o sedangkan laki-laki sebesar 123.84o, namun tidak terdapat perbedaan signifikan sudut gonion pada laki-laki dan perempuan secara statistik.
Kesimpulan: Besar sudut gonion dengan metode radiomorfometrik pada laki-laki dan perempuan tidak dapat digunakan secara tunggal dalam penentuan jenis kelamin.

Background: The first step towards identification of an individual is by sex determination. Pelvis and skull bones are the most accurate sources used for sex determination purpose, however when a whole pelvis or skull bones could not be obtained, an alternative would be necessary. The mandible would serve as a great alternative for this purpose because it is strong, its anatomy persists for a long time and it shows a strong sexual dimorphism. One of the mandible properties that can be used for sex determination purpose is its gonial angle. This is because the gonial angle is affected by the strength of the masticatory muscles, which is different for different sexes.
Aim: To analyze the validity of sex determination by radiomorphometric method using gonial angle on digital panoramic radiographs.
Method: By using radiomorphometric method to analyze the gonial angle of 100 digital panoramic radiographs consisting of 50 male and 50 female samples.
Result: Women have an average gonial angle of 124.52o which is greater than mens average of 123.84o, however the difference is not statistically significant.
Conclusion: Radiomorphometric method using gonial angle cannot be used as a sole source for sex determination."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Lorenza
"Latar Belakang: Bone loss merupakan kondisi yang terjadi seiring penuaan akibat berbagai faktor risiko. Pemeriksaan densitas tulang dapat dilakukan dengan melihat grayscale value tulang kanselus mandibula pada radiograf panoramik digital. Tujuan: Mengetahui perbandingan rerata grayscale value tulang kanselus mandibula menurut jenis kelamin, usia, dan besar arus listrik pada radiograf panoramik digital. Metode: Penelitian ini menggunakan 294 sampel radiograf panoramik digital pria dan wanita berusia 31-75 tahun di RSKGM FKG UI. Rerata grayscale value didapatkan dari pengukuran menggunakan Software I-Dixel Morita© di tulang kanselus mandibula kiri atau kanan daerah apikal regio premolar. Analisa statistik dilakukan 2 kali dengan atau tanpa mempertimbangkan variasi kondisi besar arus(mA). Analisa pertama melibatkan seluruh 294 sampel dengan rentang besar arus 3,3-8 mA. Analisa kedua melibatkan 60 sampel dengan rentang besar arus 5,7-6,4 mA. Hasil: Hasil analisa statistik pertama menunjukkan rerata grayscale value kelompok pria sebesar 113,52±14,88 dan kelompok wanita sebesar 109,98±14,08. Rerata Grayscale value kelompok usia 31-45 tahun sebesar 112,38±13.39, kelompok usia 46-60 tahun sebesar 111,76±13.75, dan kelompok usia 61-75 tahun sebesar 111,11±16.49. Hasil analisa statistik kedua menunjukkan rerata grayscale value kelompok pria sebesar 116,66±13,75 dan kelompok wanita sebesar 105,58±13,55. Rerata grayscale value kelompok usia 32-53 tahun sebesar 115,42±10,89 dan kelompok usia 54-75 tahun sebesar 106,81±16,72. Kesimpulan: Rerata grayscale value tulang kanselus mandibula antar jenis kelamin dan kelompok usia tidak berbeda bermakna (3,3-8 mA). Rerata grayscale value tulang kanselus mandibula antar jenis kelamin serta antar kelompok usia berbeda bermakna (5,7-6,4 mA).

Background: Bone loss is a condition that occurs during aging due to various factor risk. Bone density examination can be performed by measuring grayscale value at the mandibular cancellous bone on a digital panoramic radiograph. Objective: To obtain comparison of mean grayscale value of mandibular cancellous bone by gender, age, and tube current on digital panoramic radiograph. Method: This study utilizing secondary data, totally 294 digital panoramic radiograph of men and women age 31-75 years old at RSKGM FKG UI. Mean grayscale value is obtained by measurement using Software I- Dixel Morita© in the left or right mandibular cancellous bone in the apical area of the premolar region. Two alternative statistical analysis were carried out, with or without considering the variation in tube current condition (mA). The first analysis involved all 294 samples with tube current condition range from 3,3-8 mA. The second analysis involved 60 samples with tube current condition range from 5,7-6,4 mA. Result: First statistical analysis showed that mean grayscale value of the men group is 113,52±14,88 and women group is 109,98±14,08. Mean grayscale value of the 31-45 years old group is 112,38±13.39, 46-60 years old group is 111,76±13.75, and 61-75 years old group is 111,11±16.49. Result from second statistical analyses shows mean grayscale value of the men group is 116,66±13,75 and women group is 105,58±13,55. Mean grayscale value of the 32-53 years old group is 115,42±10,89 and 54-75 years old is 106,81±16,72. Conclusion: Mean grayscale value mandibular cancellous bone by gender and age group are not statistically different (3,3-8 mA). Mean grayscale value mandibular cancellous bone by gender and age group are statistically different (5,7-6,4 mA)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Meisaputri
"

Latar Belakang: Identifikasi jenis kelamin memiliki peran penting dalam proses identifikasi individu. Tengkorak merupakan tulang paling dimorfik setelah pelvis, namun pada kasus hanya serpihan tengkorak yang ditemukan mandibula menjadi peran penting dalam identifikasi jenis kelamin karena mandibula adalah bagian tulang tengkorak yang paling kuat, besar dan dimorfik. Tinggi ramus mandibula dapat digunakan untuk penentuan jenis kelamin karena tahap perkembangan, tingkat pertumbuhan, dan durasi pada kedua jenis kelamin berbeda. Identifikasi jenis kelamin dengan tinggi ramus mandibula dilakukan menggunakan metode radiomorfometrik karena pengukuran pada radiograf menunjukkan hasil yang akurat serta teknik yang sederhana dan non-invasif. Tujuan:Menganalisis tinggi ramus mandibula dengan metode radiomorfometrik pada radiograf panoramik digital untuk penentuan jenis kelamin. Metode: Menganalisis radiomorfometrik tinggi ramus mandibula pada 50 sampel radiograf panoramik pria dan 50 sampel radiograf panoramik wanita. Hasil: Terdapat perbedaan tinggi ramus mandibula yang menunjukkan bahwa pria memiliki nilai rata-rata lebih tinggi sebesar 59.86 mm sedangkan wanita sebesar 54.86 mm. Nilai akurasi persamaan probabilitas jenis kelamin tinggi ramus mandibula sebesar 70%. Kesimpulan: Tinggi ramus mandibula dengan metode radiomorfometrik pada pria dan wanita dapat digunakan dalam penentuan jenis kelamin. Namun penggunaan tinggi ramus mandibula harus disertai variabel morfologi lainnya karena hanya berperan sebesar 30% dalam penentuan jenis kelamin sehingga tidak cukup akurat.


Background: Gender identification have an important role in a process of personal identification. Skull is the most dimorphic bone after pelvis, but when in cases only fragmentary bones are found mandibular have an important role in gender identification because it is the strongest, largest and most dimorphic bone of skull. Mandibular ramus height can be used for gender identification because the duration, development and growth pattern in both genders are different. Gender identification with mandibular ramus height was carried out using the radiomorphometric method because measurements on radiographs shows accurate results as well as simple and non-invasive techniques. Aim: To analyze mandibula ramus height with radiomorphometric methods on digital panoramic radiographs for gender identification. Method: By analyzing mandibular ramus height using radiomorphometric methods on 50 male panoramic radiograph samples and 50 female panoramic radiographs samples. Result: There is a difference in mandibular ramus height which indicates that men have a higher mean value of 59.86 mm while women of 54.86 mm. The accuracy value of the probability equation of the mandibula ramus height is 70%. Conclusion: Mandibular ramus height with radiomorphometric methods in men and women can be used in gender identification, but the use of mandibula ramus height must be accompanied by other morphological variables because it only accounts for 30% in gender identification so it is not accurate enough.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofwatul Nafi’ah
"Latar Belakang: Hubungan kedekatan antara sinus maksilaris dan gigi posterior rahang atas sering menjadi tantangan dalam kedokteran gigi karena dapat menyebabkan komplikasi. Evaluasi posisi akar gigi posterior rahang atas sinus maksilaris dapat dinilai melalui radiograf panoramik.
Tujuan: Mengetahui posisi akar gigi posterior terhadap sinus maksilaris menurut jenis kelamin dan kelompok usia pada radiograf panoramik.
Metode: Penelitian ini menggunakan 192 radiograf panoramik digital laki-laki dan perempuan berusia 20-70 tahun di RSKGM FKG UI. Posisi akar gigi posterior rahang atas terhadap sinus maksilaris dievaluasi berdasarkan klasifikasi oleh Ok et al, yang mengkategorikan menjadi 3 tipe. Tipe 1 adalah ketika akar menonjol atau overlap dengan rongga sinus. Tipe 2 adalah ketika akar berkontak dengan dasar sinus. Tipe 3 adalah ketika akar tidak berkontak atau memanjang di bawah dasar sinus.
Hasil: Berdasarkan jenis kelamin, tipe 1 didominasi oleh laki-laki, sedangkan tipe 2 dan tipe 3 didominasi oleh perempuan. Berdasarkan kelompok usia, tipe 1 didominasi oleh kelompok usia >39 tahun, sedangkan tipe 2 dan tipe 3 didominasi oleh kelompok usia 20-39 tahun.
Kesimpulan: Posisi akar gigi posterior rahang atas terhadap sinus maksilaris pada kelompok laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan bermakna secara statistik, namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok usia 20-39 tahun dan >39 tahun.

Background: The close relationship between the maxillary sinus and posterior maxillary teeth is often a challenge in dentistry because it can cause complications. Evaluation of the root position of the maxillary posterior maxillary sinus can be assessed using a panoramic radiograph.
Objective: To determine the position of the roots of the posterior teeth to the maxillary sinus according to gender and age group on a panoramic radiograph.
Methods: This study used 192 digital panoramic radiographs of men and women aged 20-70 at RSKGM FKG UI. Subjects were divided into two categories: 20-39 years old and >39 years old. The position of the posterior maxillary teeth to the maxillary sinus was evaluated based on the classification by Ok et al., which categorizes it into 3 types. Type 1 is when the root protrudes or overlaps with the sinus cavity. Type 2 is when the root is in contact with the sinus floor. Type 3 is when the root is not in contact or extends below the sinus floor.
Results: Based on gender, type 1 was dominated by men, while type 2 and type 3 were dominated by women. Based on age group, type 1 is dominated by the age group >39 years, while type 2 and type 3 are dominated by the age group 20-39 years.
Conclusion: The position of the roots of the posterior maxillary teeth to the maxillary sinus in the male and female groups was statistically significant, but there was no significant difference in the 20-39 years and >39 years age groups.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambia Parama Kanya
"ABSTRAK
Jenis kelamin merupakan data penting dalam identifikasi individu. Salah satu metode penentuannya adalah analisis radiografis. Tujuan: Mengetahui nilai rerata pengukuran mandibula pada radiograf panoramik dalam menentukan jenis kelamin individu pada usia 14-35 tahun. Metode: Parameter yang diukur yaitu tinggi ramus, sudut gonial, lebar bigonial, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid, jarak maksimum ramus, jarak minimum ramus, dan indeks mentalis. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan pada tinggi ramus, lebar bigonial, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid, jarak maksimum ramus, dan jarak minimum ramus. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada sudut gonial dan indeks mentalis. Kesimpulan: Enam parameter dapat menentukan jenis kelamin.

ABSTRAK
Background Sex is one important information for identification. One of the method is radiographic analysis. Objective To obtain mean value of mandible on panoramic radiograph to determine sex aged 14 35 years. Methods Mandible measurements available are ramus height, gonial angle, bigonial width, condylar ramus height, coronoid ramus height, maximum ramus breadth, minimum ramus breadth, and mental index. Result There are difference between both sex on ramus height, bigonial width, condylar ramus height, coronoid ramus height, maximum ramus height, minimum ramus height measurement and no difference from gonial angle and mental index. Conclusion Six parameters can be used to identify sex.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sariyani Pancasari Audry Arifin
"Latar Belakang: Perubahan degeneratif pada TMJ dapat menyebabkan perubahan morfologi kondilus mandibula. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan degeneratif TMJ yaitu kehilangan gigi posterior yang tidak diganti. Modalitas CBCT memberikan gambar multiplanar bidang aksial, sagital dan koronal sehingga mempermudah visualisasi TMJ secara menyeluruh, sehingga CBCT dapat menjadi modalitas alternatif untuk mengevaluasi keadaan TMJ terutama morfologi kondilus. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti perubahan morfologi kondilus mandibula pada evaluasi CBCT yang berhubungan dengan jumlah kehilangan gigi posterior, kelompok usia dan jenis kelamin. Tujuan: Mengetahui hubungan perubahan morfologi kondilus mandibula berdasarkan jumlah kehilangan gigi posterior pada kelompok usia 30 – 45 tahun dengan kelompok usia 55 – 70 tahun pada evaluasi CBCT. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik cross sectional. Pengumpulan sampel dilakukan menggunakan metode Non-Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling dan didapatkan sebanyak 70 sampel volume data CBCT. Rekonstruksi dilakukan menggunakan Software CS Imaging Patient Browser 7.0.23 dan CS 3D Imaging v3.8.7. Carestream Health Inc. Kondilus mandibula dibedakan antara sisi kanan dan kiri, hasil rekonstruksi diambil dari potongan sagital dan koronal anteroposterior. Pengamatan dilakukan dua orang, sebanyak dua kali dalam jangka waktu berbeda dan jarak waktu dua minggu. Uji reliabilitas hasil pengamatan dilakukan menggunakan Uji Cohen’s Kappa dan hasil uji intraobserver dan intraobserver menunjukan angka 0.814 – 1.000 yang termasuk dalam kategori almost perfect agreement. Hasil: Terdapat hubungan yang bermakna antara perubahan morfologi kondilus mandibula dengan jumlah kehilangan gigi posterior pada kelompok usia 30 – 45 tahun dan kelompok usia 55 – 70 tahun dalam bentuk erosi, flattening, dan sklerosis (p= <0.005). Pada variabel jenis kelamin tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p= >0.005). Kesimpulan: Dari keseluruhan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak jumlah kehilangan gigi dan semakin bertambahnya usia, memiliki hubungan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan morfologi kondilus mandibula.

Background: Degenerative changes in the TMJ can lead to changes in the morphology of the mandibular condyle. One of the factors that affect degenerative changes in the TMJ is the loss of posterior teeth that are not replaced. CBCT modality provides multiplanar images in axial, sagittal, and coronal planes making it easier to visualize the TMJ thoroughly, therefore CBCT can be an alternative modality to evaluate the TMJ condition, specifically the morphology of the condyles. This study aimed to examine the morphological changes of the mandibular condyle on CBCT evaluation with the number of missing posterior teeth, age group, and gender. Objective: To determine the relationship between changes in the morphology of the mandibular condyle based on the number of missing posterior teeth in the age group 30-45 years and the age group 55-70 years. Methods: This study is a cross-sectional analytic retrospective study. Sample collection was carried out using the Non-Probability Sampling method with the Purposive Sampling technique. Reconstruction was performed using CS Imaging Patient Browser 7.0.23 and CS 3D Imaging v3.8.7 Software from Carestream Health Inc. The mandibular condyle was divided into right and left, and the results of the reconstruction were taken from the sagittal and coronal anteroposterior sections. Observations were made by two people, two times in different periods with an interval of two weeks. The reliability test from the observations using Cohen's Kappa test and the results showed almost perfect agreement category with Kappa value 0.814 - 1.000. Results: There was a significant relationship between changes in the morphology of the mandibular condyle in the form of erosion, flattening, and sclerosis with the number of missing posterior teeth in the age group 30-45 years and the age group 55-70 years (p = <0.005). In the gender variable, there was no significant relationship with changes in the morphology of the condyle (p = > 0.005). Conclusion: It can be concluded that the greater number of missing teeth and the older the subject gets has relationship with and can cause changes in the morphology of the mandibular condyle."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Ariefah Santri
"Latar Belakang: Estimasi usia secara radiografis merupakan prosedur yang penting
dan bersifat noninvasif untuk mengidentifikasi individu pada bencana massal maupun
kondisi yang membutuhkan pembuktian hukum. Metode atlas dan metode skoring
adalah metode estimasi usia secara radiografis yang dapat digunakan pada rentang usia
5-17 tahun. Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia merupakan
metode atlas yang baru dikembangkan di Indonesia. Sedangkan metode Nolla
merupakan metode skoring yang umum digunakan secara global. Tujuan: Untuk
mengetahui perbandingan estimasi usia 5-17 tahun antara Atlas Pertumbuhan
Perkembangan Gigi Populasi Indonesia dan Metode Nolla pada radiograf panoramik.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional (potong lintang) yang
didahului uji reliabilitas oleh 2 orang. Penelitian ini membandingkan hasil estimasi usia
antara Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Populasi Indonesia dan metode Nolla
menggunakan 97 sampel radiograf panoramik digital dari rekam medik pasien berusia
5-17 tahun di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut FKG UI. Hasil: Hasil uji komparatif
Wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik (nilai p = 0,192)
antara usia kronologis dan estimasi usia menggunakan Atlas Pertumbuhan dan
Perkembangan Gigi Populasi Indonesia, sedangkan pada estimasi usia menggunakan
metode Nolla terdapat perbedaan bermakna secara statistik (nilai p = 0,000). Secara
berurutan mean 95% CI usia kronologis 10,48 (9,78 - 11,19), estimasi usia menggunakan
Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia 10,40 (9,70 - 11,10),
dan estimasi usia menggunakan metode Nolla 9,64 (9,01 - 10,27). Selisih estimasi usia
Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia terhadap usia
kronologis adalah 0,08 - 0,09 tahun lebih rendah. Sedangkan selisih metode Nolla
terhadap usia kronologis 5-17 tahun adalah 0,77 - 0,92 tahun lebih rendah. Kesimpulan:
Penggunaan Atlas Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Populasi Indonesia lebih
disarankan karena menggunakan tahapan yang lebih sederhana dan selisihnya terhadap
usia kronologis lebih kecil dibandingkan dengan metode Nolla.

Background: Age estimation using radiograph is an important and non-invasive way to
identify a person in mass disasters or legal procedures. The radiographic methods that
can be used at age 5-17 years are atlas method and scoring method. The Atlas of Dental
Development in the Indonesian Population is a newly developed atlas method in
Indonesia. While the Nolla method is a globally used scoring method. Objective: To
compare the estimated age of 5-17 years between the Atlas of Dental Development in
the Indonesian Population and Nolla Method on panoramic radiographs. Methods: This
study is a cross-sectional study that is preceded by reliability test between two
observers. It compares estimated age between the Atlas of Dental Development in the
Indonesian Population and Nolla method using 97 samples of digital panoramic
radiographs from medical records of patients aged 5-17 years at Rumah Sakit Gigi dan
Mulut FKG UI. Results: Wilcoxon comparative test showed no statistically significant
difference (p-value = 0.192) between chronological age and estimated age using the
Atlas of Dental Development in the Indonesian Population, while in Nolla method there
is a statistically significant difference (p-value = 0.000). Mean 95% CI in chronological
age, estimated age of Atlas of Dental Development in the Indonesian Population, and
estimated age of Nolla method are [9,78 - 11,19], [9,70 - 11,10], and [9,01 - 10,27]
respectively. The difference between the estimated age of the Atlas of Dental
Development in the Indonesian Population and chronological age is 0.08 - 0.09 years
lower. Meanwhile, the difference between the Nolla method and the chronological age
is 0.77 - 0.92 years lower. Conclusion: The use of the Atlas of Dental Development in
the Indonesian Population is recommended because it allows more accurate age
estimates than Nolla's method
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>