Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147806 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alya Hanifah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 proporsi anak kelompok usia 1-4 tahun yang memiliki permasalahan gigi dan mulut gigi yaitu 10,4% dan proporsi anak kelompok usia 5-9 tahun yang memiliki permasalahan gigi dan mulut gigi yaitu 28.9%. Penyakit yang paling sering terjadi adalah karies gigi. Oleh karena itu, diperlukan pencegahan terhadap faktor risiko karies gigi. Tujuan : Mengetahui perubahan pH plak, pH saliva, dan kapasitas buffer saliva sebelum dan sesudah berkumur susu pada murid tk al-quran wattalim cipinang besar utara. Metode: Desain studi adalah eksperimental. Subjek penelitian adalah  37 murid TK  yang dipilih melalui metode purposive sampling. 37 murid TK dibagi menjadi dua
kelompok, kelompok perlakuan 1 berkumur susu dan menyikat gigi setiap hari di sekolah sebanyak 20 murid, sedangkan
kelompok perlakuan 2 menyikat gigi setiap hari di sekolah sebanyak 17 murid. Seluruh guru diberikan edukasi mengenai cara memelihara kesehatan gigi dan mulut anak kemudian mengajarkannya kepada murid. Status kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut murid dinilai menggunakan indeks dmf-t, pH plak, pH saliva, dan kapasitas buffer. Evaluasi pemeriksaan dilakukan sesudah 21 hari untuk menilai  pH plak, pH saliva, dan kapasitas buffer Hasil : Terdapat peningkatan pH plak secara bermakna (p=0.001), peningkatan pH saliva secara bermakna (p=0.033), peningkatan kapasitas buffer secara bermakna (p=0.004). Kesimpulan : Adanya perubahan pH plak, pH saliva, dan kapasitas buffer saliva sesudah  berkumur susu yaitu
peningkatan yang bermakna pH plak, pH saliva, dan kapasitas buffer."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniarosa Widya Kusuma
"Latar BelakangPrevalensi penyalahguna narkotika di Indonesia mencapai 3,8-4,2 juta jiwa. Derajat keasaman dan kapasitas dapar saliva dapat menjadi parameter kesehatan gigi dan mulut. Masih terbatasnya penelitian yang menggambarkan derajat keasaman dan kapasitas dapar saliva pada penyalahguna narkotika di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui profil derajat keasaman (pH) dan kapasitas dapar saliva pada penyalahguna narkotika.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan desain penelitian deskriptif yang dilakukan melalui studi pada 203 orang residen di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido - Jawa Barat. Analisis saliva dilakukan dengan Saliva-check buffer kit merk GC.
Hasil Penelitian: 69,0% residen memiliki pH saliva tanpa stimulasi normal, 95,6% residen memiliki pH saliva terstimulasi normal, dan 48,3% residen memiliki kapasitas dapar saliva rendah.
Pembahasan: Penelitian ini memperlihatkan nilai pH saliva dengan rerata normal, namun kapasitas dapar saliva cenderung rendah, dimungkinkan karena kapasitas dapar saliva tidak hanya ditentukan oleh pH saliva saja. Berbagai faktor yang turut berperan dalam kinerja kapasitas dapar saliva diantaranya: sistem dapar protein, fosfat, dan karbonat, laju aliran saliva, aktivitas karbonik anhidrase VI, maupun kondisi kelenjar saliva. Hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Kesimpulan: Residen Balai Besar Rehabilitasi BNN memiliki profil pH saliva tanpa stimulasi dan terstimulasi kategori rerata normal, sedangkan profil kapasitas dapar saliva kategori rerata rendah.

The prevalence of drug abuse in Indonesia reached 3.8 to 4.2 million people. The salivary pH and buffering are some of oral health parameters. There are limited research describing salivary pH and buffering capacity in drug abusers in Indonesia.
Objective: To determine the salivary pH and buffering capacity in drug abusers.
Methods: It was a cross-sectional study with descriptive research design through a study conducted in 203 residents of Rehabilitation Center of the National Narcotics Agency Lido - West Java. Salivary samples were analyzed using GC saliva-check buffer kit.
Results: 69.0% of residents had normal unstimulated salivary pH, 95.6% of residents had normal stimulated salivary pH, while 48.3% of residents had a relatively low salivary buffering capacity.
Discussion: This study showed that the BNN residents had normal salivary pH values, but tend to had low buffering capacity, possibly because the salivary buffering capacity not solely determined by the salivary pH. There are various factors that contribute to buffering capacity of saliva, including the protein, phosphate, and carbonate buffering system, salivary flow rate, the activity of carbonic anhydrase VI, and salivary gland condition. This still needs further research.
Conclusion: Residents of Rehabilitation Center of the National Narcotics Agency Lido - West Java showed had normal unstimulated and stimulated salivary pH, while having low salivary buffering capacity.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferigina Satariah
"Latar Belakang : Perawatan ortodonti yang menggunakan alat ortodonti cekat bertujuan untuk memperbaiki fungsi gigi geligi dan estetis seseorang, namun hal tersebut berpotensi meningkatkan resiko karies selama atau setelah perawatan. Hal tersebut disebabkan karena adanya kesulitan dalam membersihkan plak dan sisa-sisa makanan akibat adanya perangkat ortodonti seperti bracket, ligature dan kawat. Mengunyah permen karet yang mengandung Xylitol merupakan salah satu cara untuk mencegah karies.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penggunaan permen karet Xylitol pada pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat dalam mengurangi resiko karies ditinjau dari perubahan pH plak dan pH saliva.
Metode : Subyek penelitian yang terdiri dari 30 pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat diinstruksikan mengunyah permen karet Xylitol merk Lotte sebanyak dua butir selama minimal lima menit sehabis menyikat gigi, dua kali sehari pagi dan malam selama dua minggu. Satu butir permen karet mengandung Xylitol sebesar 1.320 g. Pemeriksaan pH plak dan pH saliva dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan pH plak indicator kit dan dental saliva pH indicator. Perubahan rerata pH plak dan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan di analisis menggunakan uji wilcoxon dua arah.
Hasil : Berdasarkan analisis statistik terdapat peningkatan yang bermakna pada rerata pH plak dan pH saliva sebelum dan sesudah mengunyah permen karet Xylitol selama dua minggu, dengan nilai p < 0.05.
Simpulan : Mengunyah permen karet Xylitol dua kali sehari selama dua minggu dapat menurunkan resiko karies pada pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat.

Background : The Goal of fixed orthodontic treatment are to improve functional and esthetic of the patient, but it potentially increase caries risk during and after the treatment because orthodontic appliances such as brackets or ligatures often cause difficulties in mechanically removing plaque and food debris. Xylitol chewing gum is one of the effective method to prevent caries.
Objective : The aim of this research is to study the effect of Xylitol chewing gum on reducing caries risk in fixed orthodontic patient based on plaque pH and salivary pH.
Methods : 30 subjects which is a fixed orthodontic patients was instructed to chew two Xylitol chewing gum two times a day for minimal five minutes in two weeks. Each gum contains 1.320 g Xylitol. Plaque pH and salivary pH are measured by using plaque pH indicator kit and dental saliva pH indicator, it was taken before and after experiment. The mean value in plaque pH and salivary pH before and after the experiment was analyzed using two way wilcoxon test.
Results : Based on the statistical analysis, there is a significant increase in plaque pH and salivary pH mean value before and after chewing xylitol chewing gum in two weeks (p < 0.05).
Conclusion : Chewing Xylitol two times a day in two weeks could reduce caries risk in fixed orthodontic patient."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Eka Prasetyanti
"Latar Belakang : Perawatan ortodonti bertujuan untuk memperbaiki fungsi gigi geligi dan estetis seseorang, namun pada perawatan yang menggunakan alat cekat berpotensi meningkatkan resiko karies selama atau setelah perawatan ortodonti cekat. Hal tersebut disebabkan adanya kesulitan pasien dalam menjaga kebersihan rongga mulut, khususnya di daerah sekitar braket, band dan ligatur sehingga meningkatan resiko terjadinya karies. Pencegahan karies dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menambah asupan fluoride , termasuk pemberian secara topikal.
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek topical fluoride pada pasien ortodonti cekat dalam mengurangi resiko karies pasien, ditinjau dari perubahan pada pH plak dan pH saliva.
Metode : Subjek penelitian terdiri dari 30 pasien yang dirawat menggunakan alat ortodonti cekat diperiksa pH plak dan pH saliva awal dengan menggunakan pH plak indicator kit dan dental saliva pH indicator. Subjek kemudian diberikan perlakuan berupa aplikasi topical fluoride selama dua kali dalam waktu dua minggu, dengan interval pemberian aplikasi satu minggu dan setelahnya diperiksa kembali. Perubahan rerata pH plak dan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan kemudian di analisis menggunakan uji wilcoxon dua arah.
Hasil : Terjadi peningkatan pada rerata pH plak dan penurunan pada rerata pH saliva tetapi tidak bermakna secara statistik (p > 0.05).
Kesimpulan : Pemberian topical fluoride pada pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat dapat menurunkan resiko karies tetapi tidak mempengaruhi pH plak dan pH saliva.

Background : The goal of orthodontic treatment are to provide functional and esthetic improvement in patient, but it potentially increase caries risk during and after treatment. Placing the orthodontic appliances can alters the oral environment changes in pH and plaque deposition around bracket. As a consequence oral hygiene becomes more difficult and increased risk of developing dental caries for the patient. There are several mechanism on preventing dental caries, one of it is fluoride application.
Objective : The aim of this research is to study the effect of topical fluoride on reducing caries risk in fixed orthodontic patient based on plaque and salivary pH.
Methods : 30 subjects which is a fixed orthodontic patients was applied with topical fluoride two times within two weeks with one week interval for each treatment. Plaque pH and salivary pH measurement by using pH plaque indicator kit and dental saliva pH indicator, it was taken before and after experiment. The mean value in plaque pH and salivary pH before and after the experiment was analyzed using two way wilcoxon test.
Result : Fluoride application had no statistically significant effects in plaque and salivary pH mean value before and after application within two weeks (p > 0.05).
Conclusion : Fluoride application reduce caries risk in fixed orthodontic patient but it wasn?t alter any changes on plaque and salivary pH."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prasanti Fitriastuti
"Latar belakang : Perawatan ortodonti dengan menggunakan alat ortodonti cekat bertujuan untuk memperbaiki fungsi gigi geligi dan estetis seseorang, dapat berpotensi meningkatkan resiko karies selama atau setelah perawatan ortodonti cekat karena adanya kendala dalam membersihkan plak dan sisa-sisa makanan akibat adanya perangkat ortodonti misalnnya bracket atau ligature. Salah satu cara untuk mengurangi resiko karies adalah berkumur Chlorhexidine.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penggunaan obat kumur Chlorhexidine 0,2% pada pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat dalam mengurangi resiko karies ditinjau dari perubahan pH plak dan pH saliva.
Metode: Subyek penelitian yang terdiri dari 30 pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat diinstruksikan untuk berkumur Chlorhexidine 0,2% selama 0,5-1 menit beberapa menit setelah menyikat gigi, dua kali sehari pagi dan malam hari selama dua minggu. Pemeriksaan pH plak dan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan kemudian di periksa menggunakan pH plak indicator kit dan dental saliva pH indicator kit. Perubahan rerata pH plak dan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan kemudian di analisis menggunakan uji Wilcoxon dua arah.
Hasil: Berdasarkan analisis statistik terdapat peningkatan bermakna pada rerata pH plak sesudah berkumur obar kumur Chlorhexidine selama dua minggu (p < 0,05). Sedangkan pada pH saliva sesudah berkumur obat kumur Chlorhexidine selama dua minggu terjadi penurunan nilai rerata namun hal ini tidak bermakna (p > 0,05).
Simpulan: Penggunaan obat kumur chlorhexidine dapat menurunkan resiko karies pada pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat jika ditinjau dari pH plak, namun tidak pada pH saliva.

Background : The goal of fixed orthodontic treatment are to improve functional and esthetic of the patient, but it potentially increase caries risk during and after the treatment because orthodontic appliances such as brackets or ligatures often cause diffuculties in mechanically removing plaque and food debris. Chlorhexidine mouthrinse is one of the effective methods to prevent caries.
Objective : The aim of this research is to study the effect of Chlorhexidine mouthrinse on reducing caries risk in fixed orthodontic patient based on plaque pH and salivary pH.
Methods : 30 subjects which is a fixed orthodontic patients was instructed to gargle Chlorhexidine 0,2% a few minutes after toothbrushing for 0,5-1 minute. Plaque pH and salivary pH measurement was taken before and after experiment using pH plaque indicator kit and dental saliva pH indicator. The mean value in plaque pH and salivary pH before and after the experiment was analyzed using two way wilcoxon test.
Results : Based on the statistical analysis, there is a significant increase in plaque pH after gargling Chlorhexidine 0,2% for two weeks (p < 0,05). However a decrease was found in saliva pH after gargling Chlorhexidine 0,2% a few minutes after toothbrushing for two weeks although statistically insignificant (p > o,05).
Conclusion : Gargling Chlorhexidine can reduce caries risk in fixed orthodontic patient showed an increasing in plaque pH but it was not in salivary pH."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syarifful Hidayah
"Latar Belakang : Early Childhood Caries ECC adalah penyakit kronis gigi dengan prevalensi tinggi. ECC disebabkan beberapa faktor seperti pH saliva dan profil protein S.mutans. Tujuan : Mengetahui perbedaan pH saliva dan profil protein S.mutans yang diisolasi dari plak gigi penderita ECC dan bebas karies. Metode : pH saliva diukur menggunakan indikator pH dan profil protein S.mutans diperoleh melalui metode Sodium Deodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel ElectropHoresis SDS PAGE . Profil protein S.mutans dibaca melalui pita protein yang terlihat pada gel poliakrilamida. Hasil : pH saliva yang terlihat adalah pH 5, 5.5, 6, 6.5 dan 7. Pita protein yang terlihat memiliki berat molekul 13 kDa, 29 kDa, 39 kDa, 41,3 kDa, 74 kDa dan 95 kDa penderita ECC dan bebas karies. Kesimpulan : Terdapat perbedaan pH saliva dan profil protein S.mutans yang diisolasi dari permukaan gigi penderita ECC dan bebas karies.
Backgorund Early Childhood Caries ECC is a dental chronic disease which has a high prevalence. ECC is caused by several factors, such as saliva pH and S.mutans protein profiling. Objective To identify the difference of saliva pH and S.mutans protein profiling which isolated from plaque in ECC dan caries free subjects. Methode The saliva pH is measured with pH paper. Protein Profiling of S.mutans was obtained from Sulfate Polyacrylamide Gel ElectropHoresis SDS PAGE . It was read by protein band which expressed on polyacrylamide gel. Result The saliva pH shown are 5, 5.5, 6, 6.5 and 7. Protein band shown with molecular mass 13 kDa, 29 kDa, 41,3 kDa, 74 kDa and 95 kDa. Conclusion There is difference of saliva pH and S.mutans protein profiling isolated from plaque in ECC and caries free subjects. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claritasha Adienda
"Latar Belakang: Berdasarkan Riskesdas 2013 lebih dari seperempat penduduk Indonesia (25,9%) mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut dengan karies gigi sebagai masalah yang memiliki prevalensi tertinggi di angka 53,2%. Salah satu penyebabnya adalah plak gigi, yang dapat dihilangkan dengan perilaku menyikat gigi. Waktu menyikat gigi yang selama ini dianjurkan adalah setelah sarapan dan sebelum tidur. Namun, ditemukan kerugian dan ketidak efektifan dari waktu menyikat gigi tersebut, sehingga dibutuhkan waktu menyikat gigi lain yang dapat menghilangkan plak secara efektif. Tujuan: Mengetahui perbedaan perlakuan menyikat gigi sebelum dan setelah makan terhadap derajat keasaman (pH) plak gigi sebagai faktor risiko karies. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan Before-After Randomized Crossover Trial. Subjek penelitian adalah 20 mahasiswa/i FKG UI dengan rentang umur 19-22 tahun yang dipilih melalui metode purposive sampling. Penelitian dilakukan dengan membandingkan pH plak pada perlakuan menyikat gigi sebelum dan setelah makan. Perlakuan dilakukan sekali seminggu selama 2 minggu, dengan empat kali pengambilan data setiap perlakuannya, yaitu T0 (sebelum dilakukan perlakuan apapun/baseline), T1 (setelah makan/ setelah sikat gigi sebelum makan), T2 (setelah makan/ setelah sikat gigi setelah makan), dan T3 (setelah 6 jam). Subjek diambil sampel derajat keasaman (pH) plaknya menggunakan digital pH meter Horiba LAQUAtwin. Sample plak diambil di gigi 11-21 dengan menggunakan sample sheet sekali pakai. Hasil: Kedua kelompok sama-sama mengalami penurunan rata-rata pH plak setelah makan dan setelah enam jam paska perlakuan terakhir, serta mengalami kenaikan rata-rata pH plak setelah sikat gigi. Pada kelompok perilaku menyikat gigi sebelum makan rata-rata pH plak pada awal pemeriksaan adalah 7,32 dan turun menjadi 7,27 setelah 6 jam. Sedangkan pada kelompok perilaku menyikat gigi setelah makan rata-rata pH plak pada awal pemeriksaan yaitu 7,49 turun menjadi 7,41 setelah 6 jam. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara perlakuan menyikat gigi sebelum dan setelah makan terhadap pH plak.

Background: According to the 2013 Basic Health Research, more than a quarter of Indonesia's population (25.9%) have dental and oral health problems, of which the highest prevalence is held by dental caries at the rate of 53,2%. One of the causes of caries is dental plaque which can be removed by tooth brushing. Most recommended time for tooth brushing is twice a day, after breakfast and before going to bed. However, the ineffectiveness of those brushing time is found. Therefore, the effective time to tooth brushing is needed. Objective: To determine the effect of before-eating tooth and after-eating tooth brushing on the hydrogen-ion concentration (pH) of dental plaque as caries risk factor. Methods: This study used the Before-After Randomized Crossover Trial approach. The research subjects were 20 FKG UI students with an age range of 19-22 years selected through a purposive sampling method. The study was conducted by comparing the pH of plaque to the treatment of tooth brushing before and after eating. The treatment is done once a week for 2 weeks, with four times data collections, there are T0 (before any treatment / baseline), T1 (after eating / after brushing before eating), T2 (after eating / after brushing after eating) , and T3 (after 6 hours). The subjects would be sampled the acidity degree (pH) of dental plaque using a digital pH meter called Horiba LAQUAtwin. Plaque samples were taken in teeth 11-21 using a disposable sheet sample. Results: Both groups experienced a decrease in the average pH of plaque after meals and after six hours, and experienced an increase in the average pH of plaque after brushing. In the group tooth brushing before eating the average pH of dental plaque at the beginning of the examination, which was 7.32, dropped to 7.27 after 6 hours. While in the group of brushing behavior after eating the average pH of plaque at the beginning of the examination, which was 7.49, dropped to 7.41 after 6 hours. Conclusion: There was no significant difference between the treatment of tooth brushing before and after eating to the pH of plaque."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Damayanti
"Latar Belakang: Di Indonesia, prevalensi kanker pada anak usia 0-14 tahun sekitar 0,4 per mil, dengan Leukemia Limfositik Akut (LLA) merupakan yang tertinggi. Kemoterapi fase induksi dan konsolidasi merupakan terapi untuk mengeliminasi sel kanker dengan efek samping penurunan laju alir dan pH saliva. Efek samping timbul pada hari ke 5-10 setelah kemoterapi dan berlangsung selama 7-14 hari.
Tujuan: Menganalisis pengaruh probiotik Lactobacillus casei terhadap laju alir dan pH saliva pada anak penderita LLA yang sedang menjalani kemoterapi, sebelum dan setelah berkumur probiotik.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan uji eksperimental klinis yang dilakukan pada 11 partisipan anak penderita LLA yang sedang menjalani kemoterapi fase induksi dan konsolidasi. Pemeriksaan klinis status oral dan wawancara mengenai adanya mulut kering juga dilakukan. Pengambilan sampel saliva dilakukan pada pagi hari antara pukul 09.00-11.00 WIB, sebelum dan setelah berkumur probiotik selama 7 dan 14 hari. Setiap partisipan diinstruksikan untuk berkumur probiotik selama 2x30 detik, pagi dan malam, selama 14 hari. Analisis data menggunakan GLM Repeated Measure karena data terdistribusi normal (p<0,05), untuk membandingkan laju alir dan pH saliva sebelum dan setelah berkumur probiotik selama 7 hari hingga 14 hari.
Hasil: Sebanyak 11 partisipan, 9 (81,8%) LLA berisiko tinggi, dan risiko standar 2 (8,2%), 7 (63,6%) partisipan memiliki keluhan mulut kering. Sebelum berkumur probiotik, laju alir dan pH saliva masing-masing adalah 0,56±0,17 dan 6,79±0,22. Setelah 14 hari berkumur probiotik, hasil menunjukkan peningkatan yang signifikan pada laju alir saliva menjadi 0,9±0,28 (p<0,05), sedangkan pH saliva meningkat namun tidak signifikan menjadi 6,99±0,51 (p>0,05).
Kesimpulan: Berkumur probiotik selama 14 hari secara signifikan dapat meningkatkan laju alir saliva dan meningkatkan serta menjaga kestabilan pH saliva pada anak penderita LLA yang sedang menjalani kemoterapi.

Background: In Indonesia, prevalence of cancer in children aged 0-14 years is around 0.4 per mil, and Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) is the highest. Induction and consolidation chemotherapy phase were therapy to eliminate cancer cells with side effects of decreasing salivary flow and salivary pH. Side effects appear
on day 5-10 after chemotherapy and last for 7-14 days.
Objective: To analyze effect of probiotics Lactobacillus casei on salivary flow and pH in children with ALL undergoing chemotherapy, before and after probiotics gargling.
Methods: A randomized clinical trial was conducted on 11 participants children with ALL on induction and consolidation phases in chemotherapy. Clinical examination of the oral status and interview regarding the presence of dry mouth were also done. Saliva samples were collected in the morning between 09.00-11.00 a.m., before and after 7 and 14 days probiotics gargling. Each participant was
instructed to gargle probiotics for 2x30 secs, morning and night, for 14 days. Data analysis using GLM Repeated Measure because the data was normally distributed (p<0.05).
Results: A total of 11 participants, 9 (81.8%) were ALL high risk, and standard risk 2 (8.2%), 7 (63.6%) participants had dry mouth sensation. Before gargling probiotics, salivary flow and salivary pH were 0.56±0.17 and 6.79±0.22, respectively. After 14 days of probiotics gargling, results showed significant increase in salivary flow to 0.9±0.28
(p<0.05), while salivary pH changed unsignificantly to 6.99±0.51 (p>0.05).
Conclusion: Probiotics gargling for 14 days can significantly increase salivary flow and improve stability of salivary pH in children with ALL undergoing chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfiralda Sjahfirdi
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian: Fenomena "ferning'', yaitu gambaran mirip daun pakis yang dibentuk oleh garam-garam khususnya NaCl, bila saliva atau lendir serviks dikeringanginkan, akan muncul jika terdapat hormon estrogen. Fenomena ini akan menghilang jika estrogen berada dalam kadar yang amat rendah, atau akibat pengaruh keberadaan hormon progesteron pada fase luteal siklus haid. Konsentrasi kedua hormon tersebut dalam saliva berkorelasi amat erat dengan konsentrasinya dalam darah.
Fenomena ini mudah diamati dan cukup dapat diandalkan untuk memperkirakan ovulasi. "Ferning" saliva dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal termasuk aktivitas menggosok gigi, namun sampai saat ini belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kapan pengambilan saliva yang paling baik guna memperoleh hasil yang memuaskan. Penelitian untuk menjelaskan pengaruh menggosok gigi terhadap fenomena "Ferning" amat penting untuk mendapatkan hasil terbaik dalam memantau face fertil siklus haid. Tujuan penelitian ini adalah menilai kemunculan "ferning" saliva pagi hari sebelum dan sesudah menggosok gigi, dengan hipotesis bahwa "ferning" muncul pada saliva sebelum dan sesudah menggosok gigi. Penelitian ini menggunakan metode observasi pada satu kelompok wanita dengan siklus haid normal yang diambil sampel salivanya dua kali berturut-turut pada pagi hari sebelum menggosok gigi dan satu jam kemudian sesudah menggosok gigi sebelum makan apapun, pada hari ke-7, 8, 9, 13, 14, 15, dan 22 siklus haid antara pk.05.00 - 08.00. Gelas saji yang telah berisi cairan saliva yang telah dikeringanginkan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa di bawah mikroskop, dibuat sajian fotomikrograf dan dicetak untuk dinilai.
Penilaian hasil foto dilakukan secara buta. Kode pada foto dibuat oleh pembimbing. Selanjutnya foto dinilai dengan memberi tanda positif (+) pada foto yang memiliki "ferning", dan tanda negatif (-) pada foto tanpa "ferning". Uji statistik yang digunakan adalah uji statistik nonparametrik McNemar dengan batas kemaknaan α= 5%.
Hasil dan Kesimpulan: Fenomena "ferning" saliva pagi hari sebelum dan sesudah menggosok gigi muncul hanya pada hari ke-7 dan 8 siklus, sesuai dengan uji statistik nonparametrik McNemar (p = 0,4265). Dari segi kliinis berdasarkan uji sensitivitas dan spesifisitas, keberadaan "ferning" saliva sebelum dan sesudah menggosok gigi dapat dimanfaatkan untuk memantau kesuburan siklus, khususnya bagi pasangan yang menghindari kehamilan. Berdasarkan persentase hilangnya "ferning" sesudah menggosok gigi yang cukup tinggi pada fase periovulasi, pemanfaatan "ferning" saliva untuk memantau kesuburan siklus sebaiknya diambil dari sampel saliva sebelum menggosok gigi.

ABSTRACT
Scope and method of study: Ferning phenomenon, "fern-like pattern" configuration of NaCl, when the saliva or cervical mucus where air-dried naturally, will normally show up in the present of estrogen. This phenomenon will disappear in the absent of estrogen or in the influence of progesterone in luteal phase of menstrual cycle. The salivary concentration of these hormones are correlated strongly with their blood concentration. The phenomenon can be used to predict ovulation quite easily and reliable. Salivary ferning could be affected by several external factors included tooth brushing activity, but until presently, no study has been made in determining the best time for salivary sample collection to obtain best results. Research to elucidate the effect of tooth brushing on the ferning phenomenon is considered very important to get the best way in monitoring fertile phase of menstrual cycle. The purpose of this study is to observed the existence of salivary ferning early in the morning before and after tooth brushing. It was hypothesized that the ferning phenomena will show up similarly before and after tooth brushing.
Observational method was applied in this study to a group of women with normal cycle. The salivary samples were taken 2 times in the morning before tooth brushing and one hour after tooth brushing, before meal on the 7th, 8th, 9eh, 13th, 14th, 15th, and 22" days of cycles between 05:00 and 08:00 am. The glass slides containing salivary sample were air-dried naturally in room temperature and assessed microscopically. Photomicrographs were then produced and coded by the supervisor to be evaluated blindly thereafter. Positive marks (+) were given to the photomicrographs in which the ferning pattern can be found, and negative marks (-) to the others in which the ferning pattern can not be identified. McNemar nonparametric statistical test was applied on α = 5%.
Result and conclusion: Salivary ferning phenomena before and after tooth brushing were found to be imilarly good only on day 7th and 8th and were supported by McNemar nonparametric statistical test (p = 0,4265). On the clinical point of view, based on sensitivity and specificity test, salivary ferning before and after tooth brushing can be used to monitor ovulatory cycle, if pregnancy is to be avoided. Using salivary.ferning for monitoring ovulatory cycle are better taken before tooth brushing because the percentage of losing salivary ferning phenomena after tooth brushing is quite high in periovulatory phase.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christhania Cornelius
"ABSTRAK
Resin komposit alkasit mampu melepaskan ion hidroksida sehingga dapat mempertahankan pH netral saliva. Ion yang dilepaskan lebih banyak pada suasana asam. Resin komposit alkasit dapat dipolimerisasi secara kimia dan/atau menggunakan sinar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan resin komposit alkasit polimerisasi kimia dan sinar dalam menetralkan saliva buatan. Jumlah spesimen 96 buah dibagi menjadi 16 kelompok perlakuan yang terdiri dari 2 kelompok saliva buatan (pH 4,5 dan 5,5), 2 kelompok metode polimerisasi (kimia dan sinar), dan 4 kelompok waktu perendaman (1, 3, 5, dan 7 hari). Spesimen berbentuk lempeng dengan diameter 15 mm dan tebal 1 mm yang direndam dalam 5 ml saliva buatan dan disimpan dalam inkubator bersuhu 37˚C. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pH saliva buatan pada seluruh kelompok perlakuan seiring dengan waktu perendaman. Berdasarkan uji statistik Independent T test dan Mann Whitney U, secara umum tidak terdapat perbedaan bermakna dalam meningkatkan pH saliva buatan antara kelompok metode polimerisasi kimia dan sinar. Sedangkan, terdapat perbedaan bermakna kenaikan pH saliva buatan pada kelompok yang direndam pada saliva buatan pH 4,5 dan 5,5. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan resin komposit alkasit polimerisasi kimia dan sinar sama baik dalam meningkatkan pH saliva buatan hingga hari ke 7, terutama dalam suasana yang lebih asam.

ABSTRACT
Alkasite composite resin is able to release hydroxide ions so it can maintain a neutral pH of saliva. More ions released in an acid condition. This composite resin can be polymerized chemically or using LED light. This study aimed to determine the ability of self-cured and light-cured alkasite composite resin to neutralize artificial saliva pH. Ninety-six specimens were immersed in 5 ml of artificial saliva, 15 mm in diameter and 1 mm thick were divided into 16 groups consist of 2 groups of artificial saliva (pH 4,5 and 5,5), 2 groups of polymerization method (self-cured and light-cured), and 4 groups of immersion time (1, 3, 5, and 7 days). The result showed that there was an increase in the pH of the artificial saliva in all treatment groups over the time of immersion. The statistical test using Independent T test and Mann Whitney U showed that in general there were no significant differences between the polymerization method. Meanwhile, there were significant differences between the groups that immersed in each artificial saliva pH. It was concluded that self cured and light cured composite resin alkasite have the same ability to increase the pH of artificial saliva until the 7th day, especially in an acid condition."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>