Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115459 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ihya Addini Islami
"Pembentukan watak dan perilaku remaja ditentukan oleh peranan dan fungsi orang tua. Kendati demikian, dalam memainkan peranan dan fungsi tersebut, sering kali perselisihan orang tua tidak dapat terelakkan hingga berujung pada perceraian. Kondisi anak dari keluarga bercerai umumnya mengalami dampak negatif. Meski demikian, didapati banyak remaja dari orang tua yang berprestasi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran religiusitas dan psychological well-being atau kesehatan mental remaja dari orangtua bercerai. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 5 orang remaja dari orang tua bercerai dan significant others mereka.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa religiusitas dan psychological well-being memberikan kontribusi positif terhadap remaja dari orang tua bercerai dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Selain itu, pada aspek religiusitas, empat partisipan dapat mencapai religiusitas yang tinggi dan seorang partisipan mencapai religiusitas yang rendah meskipun dengan dinamika yang berbeda tiap dimensinya satu sama lain. Pada aspek psychological well-being, seluruh partisipan dapat mencapai psychological well-being yang tinggi meskipun dengan dinamika yang berbeda tiap dimensinya satu sama lain.

The character formation and behavior of adolescents is determined by the role and function of parents. However, in playing these roles and functions, parents' disputes are often unavoidable leading to divorce. Psychology of children from divorced families generally has a negative impact. However, it was found that there were many teenagers from high achieving parents.
This study aims to see the picture of religiosity and psychological well-being or mental health of teenagers from divorced parents. This study uses qualitative methods with the type of case study research. The subjects in this study consisted of 5 teenage samples from divorced parents and their significant others.
The results of this study indicate that religiosity and psychological well-being made a positive contribution to adolescents from divorced parents in facing life's difficulties. In addition, on the aspect of religiosity, four participants achieved high religiosity and a participant achieves low religiosity even though the dynamics are different from each dimension to each other. In the aspect of psychological well-being, all participants achieved high psychological well-being despite the different dynamics of each dimension with each other.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T51745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Helena Taruli
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas attachment dengan orang tua (parent attachment) dan resiliensi remaja yang tinggal di permukiman kumuh dalam pasca relokasi ke Rusunawa Jatinegara. Parent attachment diukur dengan menggunakan alat ukur The Inventory Parent Peer Attachment (IPPA-Parent) milik Armsden & Greenberg (1987). Resiliensi remaja diukur dengan menggunakan Resilience Scale yang diadaptasi dari Wagnild and Young (1990).
Penelitian menggunakan metode kuantitatif melalui survey dengan pemberian kuesioner kepada 97 responden remaja berumur 11-18 di Kampung Pulo. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan cukup signifikan antara parent attachment dan resiliensi remaja.

This research is aimed at knowing the correlation between attachment quality with parent and resilience of adolescence in slum areas in post relocation to Rusunawa Jatinegara. Parent attachment is measured using The Inventory of Parent Peer Attachment (IPPA) of Armsden & Greenberg (1987). Resilience of adolescence is measured using Resilience Scale adapted from Wagnild and Young (1990).
The research is conducted using survey quantitative method by handing out questionnaires to 97 adolescents aged 11-18 of Kampung Pulo, East Jakarta. The result shows that there is a good enough correlation coefficient between parent attachment and resilience of adolescence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Savitri Adriani
"Perceraian orang tua memberikan dampak negatif berkepanjangan pada anak hingga ia dewasa. Salah satunya adalah rendahnya psychological well-being (PWB) anak. Self-compassion (SC) dianggap mampu meningkatkan PWB. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara SC dan PWB pada dewasa awal dengan orang tua bercerai. PWB diukur menggunakan alat ukur Ryff’s Scale of Psychological Well-Being, sedangkan SC diukur menggunakan alat ukur Self-Compassion Scale-Short Form. Jumlah partisipan yang diperoleh adalah 210 partisipan. Hasil korelasi menunjukkan terdapat hubungan antara SC dan PWB pada dewasa awal dengan orang tua bercerai, (r(N=210)=0.680,p<0.01, two tailed). Perbedaan rata-rata skor signifikan ditemukan pada variabel PWB pada jumlah pengeluaran keluarga.

Divorce of parents have a prolonged negative impact on the child until they become an adult. One of them is the low psychological well-being (PWB) in emerging adults. Self-compassion (SC) is considered capable of increasing PWB. This study aims to explore the relationship between SC and PWB in emerging adults with divorced parents. PWB is measured using the Ryff’s Scale of Psychological Well-Being, while SC is measured using the Self-Compassion Scale-Short Form. Total of participants obtained was 210 participants. Results show that there was a significant relationship between self-compassion and psychological well-being in emerging adults with divorced parents, (r (N = 210) = 0.680, p <0.01, two tailed). Significant mean differences in scores were only found in the psychological well-being variable in the demographic data section on family expenditure."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Mardiyasari
"ABSTRAK
Perceraian merupakan peristiwa hidup tidak menyenangkan yang dapat
menimbulkan berbagai dampak psikologis. Dampak perceraian pada perempuan
Indonesia diperparah oleh adanya stigma negatif terhadap janda. Subjective wellbeing
cenderung mengalami penurunan setelah perceraian, yang ditandai dengan
meningkatnya afek negatif seperti rasa sedih, marah, malu, dan cemas,
menurunnya afek positif, dan menurunnya kepuasan hidup. Subjective well-being
berkorelasi negatif dengan gejala depresi. Oleh sebab itu, penurunan subjective
well-being biasanya disertai dengan peningkatan gejala depresi. Penelitian ini
menguji efektivitas Acceptance and Commitment Therapy (ACT) untuk
meningkatkan subjective well-being dan menurunkan gejala depresi pada
perempuan bercerai. Penelitian ini merupakan quasi eksperimen dengan desain
one group pre-test post-test. Subjective well-being diukur dengan The Satisfaction
with Life Scale (SWLS) dan The Positive and Negative Affective Schedule
(PANAS) sedangkan gejala depresi diukur dengan Beck Depression Inventory
(BDI). Setelah intervensi kedua partisipan menunjukkan penurunan gejala depresi
namun dampak terhadap masing-masing komponen subjective well-being berbeda
pada kedua partisipan.

ABSTRACT
Divorce is negative life-events that can cause multiple psychological
issues. Subjective well-being tend to decrease after divorce, which is
characterized by increased negative affect such as sadness, anger, shame, and
anxiety, decreased positive affect, and decreased life satisfaction. Subjective
well-being is negatively correlated with depressive symptoms. Therefore,
decreasing of subjective well-being is commonly accompanied by increasing of
depressive symptoms. This study examined the effectiveness of Acceptance and
Commitment Therapy (ACT) to increase subjective well-being and reduce
depression symptoms of divorced women. This is a quasi-experimental study with
one group pre-test post-test design. Subjective well-being is measured by the
Satisfaction with Life Scale (SWLS) and the Positive and Negative Affective
Schedule (PANAS), while depressive symptoms measured by the Beck
Depression Inventory (BDI). Both participants show decreasing of depression
symptoms after intervention. However, impacts on every component of subjective
well-being are different among two participants."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E.P. Triambarwangi
"Keluarga dan orang tua memiliki peran penting bagi proses perkembangan diri anak. Akibatnya, perceraian dapat membuat keluarga bukan lagi tempat ideal bagi pengasuhan dan pendukung perkembangan anak. Lebih jauh, perceraian dapat menimbulkan gangguan bagi orang tua dalam menjalankan peranan bagi pengasuhan anak. Tidak mengherankan bila perceraian orang tua, seperti banyak diungkapkan dalam hasil penelitian, memberikan dampak negatif bagi anak. Namun demikian, dampak tersebut masih mungkin dihindari jika anak dapat melakukan penanganan masalah yang tepat. Keberhasilan melaksanakan penanganan masalah akan membantu anak untuk dapat mencapai kesejahteraan psikologis yang memungkinkan dirinya berfungsi sebagai pribadi yang sehat.
Ada dua hal yang sama-sama disepakati dalam literatur mengenai pelaksanaan penanganan masalah, yaitu penanganan masalah mencakup beberapa tugas yang harus dilakukan dan tugas terpenting merupakan tugas terakhir (menjalin relasi yang harmonis dengan orang lain). Meski demikian, mssih terdapat ketidaksepakatan mengenai proses penyelesaiannya. Ada yang berpendapat bahwa tugas terakhir harus diselesaikan sesudah terlebih dahulu menyelesaikan tugas-tugas sebelumnya. Ada pula yang berpendapat bahwa tugas terakhir dapat saja selesai meski ada tugas sebelumnya yang tidak berhasil diselesaikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai dinamika penyelesaian tugas-tugas penanganan dampak perceraian orang tua untuk dapat dijadikan arah bagi pencapaian tugas terakhir, sekaligus tugas terpenting yang pada akhirnya akan membantu tercapainya kesejahteraan psikologis.
Penelitian ini merupakan studi eksploratif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan beberapa pertimbangan, pengambilan data dilakukan dengan mewawancarai mereka yang mengalami perceraian orang tua tidak lebih dari 15 tahun sebelumnya dan saat ini telah melewati masa remaja. Pemilihan subyek penelitian menggunakan metode snowball, di mana karakteristik utama yang dibutuhkan adalah kebersediaan dan kemampuannya untuk dnpat menglngat peristiwa perceraian orang tua berikut dampak bagi dirinya.
Dari penelitian ini diperoleh basil bahwa penyelesaian tugas-tugas penangaoan dampak perceraian orang tua cendenmg dilakukan berurutan dengan faktor pendukung dan penghambat keberhasilan yang dapat berasal dari dalam diri atau juga faktor lingkungan. Keamiknn subyek yang muncul dalam penelitian ini akan sangat menarik untuk diteliti lebih laqiut karena belum muncul dalam penelitiau lain dan masih adanya katidakseragaman pendapat mengenai faktor pendukung dan penghambat proses penanganan dampak perceraian orang tua.
Dilanjutkannya penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian yang lebih baik dan sempurna diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih baik Iagi mengenai proses penanganan dampak perceraian orang tua."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Adi Ganjar Priadi
"Latar Belakang. Perceraian merupakan sebuah peristiwa yang dapat memberikan dampak negatif berkepanjangan dan memberikan pengaruh semua anggota keluarga yang mengalaminya. Dampak perceraian khususnya dirasakan oleh anak-anak korban perceraian orang tua. Hal ini akan menjadi timbulnya konflik psikologis seperti munculnya rasa marah dan takut sebagai reaksi atas perceraian orang tuanya. Hal tersebut dapat berlangsung terus menerus seiring pertumbuhan hingga remaja maupun dewasa. Apalagi sebagai remaja mereka juga harus menghadapi tugas-tugas perkembangan yang menuntut untuk diselesaikan. Kondisi tersebut juga berdampak pada kepuasan hidup mereka. Penelitian menunjukkan bahwa kepuasan hidup yang berhubungan dengan kesejahteraan psikologis akan menurun pada masa remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian Well-being therapy (WBT) pada remaja perempuan yang memiliki orang tua bercerai.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain one-group pre-test and post-test non-eksperimental dimana peneliti akan mengukur tingkat kepuasan hidup partisipan sebelum dan sesudah mengikuti WBT. Penelitian ini menggunakan alat ukur life satisfaction life with scale (SWLS) dan Ryff psychological well-being. Partisipan adalah empat orang remaja perempuan berusia 12 hingga 21 tahun dan memiliki orang tua yang bercerai. Intervensi dengan WBT dilakukan sebanyak 4 sesi dengan durasi 60 menit per sesi.
Kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat partisipan menunjukkan peningkatan kepuasan hidup setelah mengikuti WBT. Selain itu, mereka juga mampu mengubah pemahaman mereka mengenai perceraian yang semula negatif menjadi lebih positif. Pada akhirnya, pemberian WBT terbukti efektif dalam meningkatkan kepuasan hidup remaja perempuan yang memiliki orang tua bercerai.

Background. Divorce is one of experience that could affect every family member and has prolonged negative effects. In particular, children of divorce tend to experience psychological effects such as anger and fear as a response of their parent's divorce. On the other hand, when children grow into adolescence, they also have to achieve their development tasks. These could also contribute on low level satisfaction of life which is related to their psychological well-being. In addition, some prior research showed that adolescents well-being will decrease on this period. This research aims to study effectiveness of well-being therapy (WBT) on female adolescents with divorce parents.
Method. Research uses one group pre-and-post-test design non-experimental. Participant's life satisfaction will be measured using Diener's satisfaction with life scale (SWLS) and Ryff's psychological well-being. There were four female adolescents who had participated in this research.
Result. All participants showed some improvements on their life satisfaction's score after accompanied WBT. In addition, they are also able to change their opinions about divorce and accept it as a part of their life experiences. WBT is proven to be effective in order to increase their life satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T38683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Septiani
"Penelitian ini membahas mengenai gambaran psychological well-being pada remaja yang tinggal di panti asuhan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan keadaan populasi tertentu dengan menganalisis data yang diolah menggunakan perhitungan statistik. Responden dalam penelitian ini adalah 112 orang remaja berusia 11 sampai 21 tahun yang tinggal di panti asuhan. Pengukuran psychological well-being dilakukan menggunakan Ryff’s Scales of Psychological Well-Being yang berjumlah 18 item.
Hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata psychological well-being seluruh responden sebesar 80,79 (SD=8,604). Dimensi psychologicial well-being yang menonjol adalah dimensi personal growth, sedangkan dimensi dengan skor paling rendah merupakan dimensi positive relations with others. Selanjutnya berdasarkan analisis tambahan ditemukan perbedaan yang signifikan antara skor psychological well-being remaja yang tinggal di panti asuhan dengan sistem asrama dan sistem cottage.

This research aims to depict psychological well-being in adolescents who live in orphanage. This is a descriptive research with a quantitative approach. Respondents of this research are 112 adolescents aged 11 to 21 years old who live in orphanage. The instrument that is used to measure psychological well-being is Ryff’s Scales of Psychological Well-Being which consists of 18 items.
The result shows that the mean score of psychological well-being is 80,79 (SD=8,604). The most prominent dimension is personal growth, while the dimension with the lowest score is positive relations with others. Furthermore, this research found a significant difference between respondents who live in orphanage with boarding system and cottage system.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial
dan psychological well-being pada orangtua yang berperan sebagai caregiver bagi
anaknya. Seorang anak yang terdiagnosa mengidap kanker membutuhkan berbagai
bantuan dari caregiver terdekatnya, yaitu orangtua. Kondisi tersebut membuat ayah
dan ibu seringkali terpisahkan dari lingkungan sosial dan kondisi yang mendukung
berbagai hal dalam kehidupannya. Penelitian dilakukan pada 35 orang wanita dan 35
orang pria yang berperan sebagai caregiver. Dukungan sosial diukur dengan
menggunakan Interpersonal social support evaluation list (Cohen & Hoberman,
1983) dan psychological well-being diukur dengan menggunaka Ryff’s psychological
well-being scale (Ryff, 1989). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan psychological wellbeing
(r = 0,604; p = 0,000, signifikan pada L.o.S 0,01). Penelitian selanjutnya
sebaiknya melakukan kontrol pada usia caregiver sehingga rentang usia partisipan
tidak terlalu melebar., This study aim to find correlation between social support and
psychological well-being on parents as caregiver for their child. A child who is
diagnosed with cancer need help from the closest caregiver, which is parents.
This condition makes father and mother separated with social environment and
condition that’s support many things of their life. The participant of this study
were 35 women and 35 men of childhood cancer caregiver. Social support was
measured using the Interpersonal social support evaluation list (Cohen &
Hoberman, 1983) and psychological well-being was measured using Ryff’s
psychological well-being scale (Ryff, 1989). The result of this study showed
that there is a significant positive relationship between social support and
psychological well-being (r = 0,604; p = 0,000, significant at L.o.S 0,01).
Futher research should be conducted to controled caregivers age so the age
range of participant not too widen.]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S58061
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Areta
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara psychological well being pada orang tua dan keterampilan sosial anak tunanetra usia 6-12 tahun. Pengukuran
psychological well being menggunakan alat ukur Psychological Well Being Scales (Ryff, 1995) dan pengukuran keterampilan sosial menggunakan alat ukur Social Skills Rating Systems-
Parents Form (Gresham dan Elliott, 1990). Partisipan berjumlah 31 orang yang merupakan orang tua anak tunanetra usia 6-12 tahun di SLBA Pembinaan, Lebak Bulus. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang tidak signifikan antara psychological well being orang tua dengan keterampilan sosial anak tunanetra (R = 0.444; p = 0.326, tidak signifikan pada L.o.S 0.05). Artinya, psychological well being orang tua tidak mempengaruhi keterampilan sosial anak tunanetra. Selain itu, dimensi psychological well being yang memberikan sumbangan paling besar yaitu positive relation with others. Berdasarkan hasil tersebut, anak tunanetra perlu dilibatkan dalam kegiatan sosial yang dilakukan orang tua

Abstract
This research was conducted to find the correlation between parents psychological well being and social skills among children who is blind. Psychological well being was measured using a psychological well being scales (Ryff, 1995) and social skills was measured by social skills
rating systems- parents form (Gresham & Elliott, 1990). The participants of this research are 31 persons who have a blind child age 6-12 years at SLBA Pembinaan, Lebak Bulus. The main results of this research show that psychological well being positively correlated with social skills
of children but, their correlation is not significant (R= 0.444; p: 0.32, not significat at L.o.S 0.05). That is, psychological well being of parents is not affect social skill of their children who is blind. Furthermore, the biggest contribution dimension of psychological well being is positive
relation with others. Based on this results, children who is blind need to be involve with parents social activity, as one way to encourage children?s social skills who is blind."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>