Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168832 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lenny Mariani Parawisata
"Penelitian ini bertujuan menganalisis : (1) implementasi kebijakan Pengungkapan Aset Sukarela Dengan Tarif Final (PAS Final) di Indonesia, (2) tantangan Direktorat Jenderal Pajak atas implementasi kebijakan PAS Final, dan (3) kelebihan dan kekurangan implementasi PAS Final di Indonesia. Pendekatan penelitian ini adalah post positivist, metode kualitatif, pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa kebijakan PAS Final yang merupakan rangkaian dari Undang-Undang Pengampunan Pajak, diimplementasikan secara sukarela dan tanpa berbatas waktu sepanjang Direktorat Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan. Tantangan Direktorat Jenderal Pajak atas implementasi PAS Final adalah bagaimana mendorong Wajib Pajak secara sukarela bersedia mengungkapkan harta yang belum diungkapkan dan ketidaktersediaan data atas indikasi ketidakpatuhan yang menyebabkan aparat pajak kesulitan dalam menetapkan sasaran Wajib Pajak yang berpotensi ikut PAS Final, termasuk peningkatan pengawasannya. Dalam implementasinya, kebijakan ini kurang direspon oleh Wajib Pajak yang tercermin dari jumlah partisipasi peserta PAS Final yang rendah. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam kebijakan ini, perlu dilakukan peningkatan pengawasan  oleh Account Representative dengan memanfaatkan basis data pajak hasil Tax Amnesty dan hasil pertukaran data dengan pihak ketiga secara maksimal. Selain itu, juga dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak  seperti Direktorat Jenderal Pajak, Badan Kebijakan Fiskal, Otoritas Jasa Keuangan dan pemerintah pada umumnya dalam perannya masing-masing antara lain mendeteksi ketidakpatuhan, mereview kembali perlunya penetapan batas waktu implementasi PAS Final, menetapkan peraturan-peraturan perpajakan yang memperluas akses otoritas pajak dalam memperoleh informasi keuangan, penentuan batas transaksi tunai dan pembaruan sistem administrasi pajak yang perlu ditindaklanjuti dan dikembangkan.

This thesis aims to analyze : (1) the implementation of Voluntary Asset Disclosure At Final Rates (Pengungkapan Aset Sukarela Dengan Tarif Final/PAS Final) policy in Indonesia, (2) the Directorate General of Taxation (DGT)'s challenge in implementing PAS Final, and (3) the advantage and disadvantage of PAS Final. This thesis used post positivist approach, qualitative method, data collection technique using in-depth personnel interview. The results showed that PAS Final policy, which is a series of the Tax Amnesty Law, is voluntary and implemented without time limit, as long as DGT hasn't conducted tax audit yet. The DGT's challenge in implementing PAS Final is how to encourage taxpayer to voluntarily disclose his less disclose asset and unavailability of data on indications of non-compliance has caused tax office has difficulty in setting targets of potential taxpayers who have to participate in PAS Final policy, including the increasing of supervision. PAS Final policy has poor response by the taxpayer, which was reflected in the low number of taxpayer participation. To encourage public participation in this policy, it is necessary to increase Account Representative supervision by maximizing the utilization of Tax Amnesty database and the results of data exchange with third parties. In addition, cooperation with various parties such as DGT, the Fiscal Policy Agency (BKF), the Financial Services Authority (OJK) and the government in their respective roles, detecting non-compliance, reviewing the need to set deadline of PAS Final, establishing tax regulations that increase tax authorities access in obtaining financial information, determining cash transaction limits and updating the tax administration system that needs to be followed up and developed. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2018
T51752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Farhan
"Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP) tengah dengan salah satu pokok materinya, yakni kebijakan pengungkapan aset sukarela. Meski diharapkan dapat berimplikasi secara positif atas kehidupan masyarakat, namun tidak sedikit yang khawatir kebijakan ini dapat berdampak buruk. Disisi lain, kebijakan ini menimbulkan ketidakpastian dikarenakan masih banyak orang yang menganggap kebijakan ini merupakan tax amnesty jilid ii. Untuk itu, penelitian ini berusaha untuk mengetahui apakah kebijakan pengungkapan aset sukarela merupakan salah satu bentuk dari tax amnesty, menganalisis dasar pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan pengungkapan aset sukarela, proses formulasi kebijakan pengungkapan aset sukarela, dan pemenuhan kriteria good tax policy menurut Joint Venture’s Tax Policy Group dengan kebijakan pengungkapan aset sukarela. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan paradigma post positivist dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan berupa wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan pengungkapan aset sukarela merupakan kebijakan yang sama dengan kebijakan tax amnesty. Kemudian, Fungsi pajak sebagai instrumen politik menjadi dasar pertimbangan pemerintah dalam menentukan kebijakan pengungkapan aset sukarela. Lalu, proses formulasi kebijakan pengungkapan aset sukarela telah sejalan dengan konsep formulasi kebijakan model rasional sederhana yang dikemukakan oleh Patton dan Savicky. Kebijakan pengungkapan aset sukarela juga telah memenuhi konsep good tax policy.

The government has passed into law the 2021 Law about Tax Regulation Harmonization, with one of its subject matters being the voluntary asset disclosure policy. Although the law is expected to have positive implications for the people, many are worried that this policy could create bad impacts. On the other hand, this policy creates uncertainty because there are still many people think that this policy is a tax amnesty volume II. For this reason, this research attempts to determine whether asset disclosure policy is a form of tax amnesty, analyze the government's considerations in setting asset disclosure policy, the process of formulating asset disclosure policy, and the fulfillment of criteria for good tax policy according to the Joint Venture's Tax Policy Group with asset disclosure policy. This descriptive research will employ a quantitative approach with a post-positivist paradigm and data collection techniques in the form of library research, field studies, and in-depth interviews. The results of this study conclude that the voluntary asset disclosure policy is the same policy as the tax amnesty policy. Then, the tax function as a political instrument is the basis for government considerations in determining voluntary asset disclosure policies. The process of formulating a voluntary asset disclosure policy is in line with the concept of a simple rational model policy formulation proposed by Patton and Savicky. The voluntary asset disclosure policy has complied with the concept of a good tax."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Harry Gregorius
"Repatriasi harta wajib pajak pada Program Pengungkapan Sukarela atau yang disingkat dengan PPS diatur dalam Bab 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan disahkan pada tanggal 29 Oktober 2021. Aturan turunan dari Undang-Undang ini dibuatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 196/PMK.03/2021 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 52/KMK.010/2022. Kementerian keuangan mencatat bahwa nilai repatriasi aset yang akan dibawa oleh wajib pajak senilai Rp13,7 triliun. Oleh karena itu, penelitian ini mengevaluasi kebijakan repatriasi aset luar dari luar negeri ke dalam negeri pada Program Pengungkapan Sukarela. Peneliti menggunakan teori evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh Theodoulou dan Kifonis. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kebijakan repatriasi aset pada Program Pengungkapan Sukarela dan faktor penghambat dalam menjalankan repatriasi aset oleh Direktorat Jenderal Pajak. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dengan jenis penelitian deskriptif. Tehnik pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi lapangan dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan stakeholder. Hasil dari evaluasi kebijakan menunjukkan bahwa evaluasi kebijakan pada proses kurang dipersiapakan dengan baik, evaluasi kebijakan pada hasil secara persentase lebih tinggi dari pada program tax amnesty, evaluasi kebijakan pada dampak memberikan penerimaan dalam waktu yang cepat dan pemerintah dapat menggunakan dana repatriasi yang ada di SBN untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN, manfaat jangka pendek kebijakan menghasilkan penerimaan negara dalam waktu yang cepat dengan biaya yang minim. Terdapat juga hambatan yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Pajak yaitu kebijakan yang dijalankan diwaktu yang tidak tepat karena pandemi COVID-19, asset wajib pajak yang tidak liquid ditambah lagi bayang-bayang resesi global akibat pandemi, program yang kurang menarik bagi wajib pajak, kurangnya kepastian hukum atas kebijakan Program Pengungkapan Sukarela, serta kondisi ekonomi dan politik di Indonesia yang belum stabil akibat pandemi.

Repatriation of taxpayer assets in the Voluntary Disclosure Program or abbreviated as PPS is regulated in Chapter 5 of the Law of the Republic of Indonesia Number 7 of 2021 concerning Harmonization of Tax Regulations and ratified on 29 October 2021. Derivative regulations from this Law were made in Regulation of the Minister of Finance of the Republic of Indonesia Number 196/PMK.03/2021 and Decree of the Minister of Finance Number 52/KMK.010/2022. The Ministry of Finance noted that the value of asset repatriation to be brought by taxpayers is IDR 13.7 trillion. Therefore, this study evaluates the policy of repatriating foreign assets from abroad to within the country in the Voluntary Disclosure Program. The researcher uses the policy evaluation theory put forward by Theodoulou and Kifonis. The purpose of this study is to evaluate the asset repatriation policy in the Voluntary Disclosure Program and the inhibiting factors in carrying out asset repatriation by the Directorate General of Taxes. This study uses a post-positivist approach with a descriptive research type. Data collection techniques were obtained through library research and field studies. Field studies were carried out by means of in-depth interviews with relevant stakeholders. The results of the policy evaluation show that the policy evaluation process is not well prepared, the policy evaluation results in a higher percentage than the tax amnesty program, the policy evaluation on the impact of providing revenue in a fast time and the government can use repatriation funds in SBN to meet APBN financing needs, short-term benefits of policies generate state revenue in a fast time with minimal costs. There are also obstacles faced by the Directorate General of Taxes, namely policies implemented at the wrong time due to the COVID-19 pandemic, taxpayer assets that are not liquid plus the shadow of a global recession due to the pandemic, programs that are less attractive to taxpayers, lack of legal certainty over the Voluntary Disclosure Program policies, and economic and political conditions in Indonesia that have not been stable due to the pandemic.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandya Gifari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan kewajiban pasca pengampunan pajak dan Pengungkapan Aset Sukarela dengan Tarif Final (Pas Final) ditinjau dari asas kemudahan administrasi dengan studi kasus Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Tiga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan kewajiban pasca pengampunan pajak dan Pas Final ditinjau dari asas kemudahan administrasi serta mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya di KPP Pratama Gambir Tiga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, menyimpulkan bahwa pengalihan dan realisasi investasi dan penempatan harta tambahan, Pas Final, dan pengawasan pasca pengampunan pajak sudah memenuhi keempat asas kemudahan administrasi, sedangkan pelaporan berkala harta tambahan belum sepenuhnya memenuhi dikarenakan pelaporan secara elektronik (e-reporting) belum memenuhi asas certainty. Kendala yang dihadapi Wajib Pajak yaitu saat validasi macro pada softcopy formulir laporan harta dan gangguan jaringan server atau traffic, sedangkan kendala yang dihadapi fiskus yaitu sulitnya mengawasi jenis harta tertentu yang mobilitas kepemilikannya mudah berpindah dan perbedaan lokasi Wajib Pajak dengan lokasi harta. Saran yang diberikan antara lain DJP disarankan untuk menerbitkan peraturan pelaksana mengenai e-reporting, menambah kapasitas bandwith, dan melakukan pengawasan khusus kepada Wajib Pajak yang mengikuti pengampunan pajak. Di sisi lain, Wajib Pajak disarankan untuk menyampaikan laporan berkala harta tambahan jauh hari sebelum jatuh tempo pelaporan.

ABSTRACT
This research discusses the application of post tax amnesty obligations and Pas Final in terms of ease of administration principle with study case in Tax Office Jakarta Gambir Tiga. The purpose of this research is to analyze the application of post tax amnesty obligations and Pas Final in terms of ease of administration principle as well as knowing the obstacles faced in the application at Tax Office Jakarta Gambir Tiga. This research uses a qualitative method, concludes that the application of post tax amnety obligations and Pas Final have not fully met the ease of administration principle because the policy of online reporting (e-reporting) has not met certainty principle, but it has met the other principles which are convenience, efficiency, and simplicity. The obstacles faced by the taxpayer when they file the report by online (e-reporting) is macro validation on softcopy form often errors and for tax authorities is when conducting taxpayer and assets supervision there is difficulty in monitoring certain types of assets whose ownership mobility is easy to move and also the difference of taxpayer location with the location of the assets. Directorate General of Taxes should release an additional regulation for e-reporting, increase the bandwidth capacity, and distinguish and classify supervision between taxpayer who participated in tax amnesty with those who do not. While for taxpayer, they should report far before the due date."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ashov Birry
"Meskipun mungkin belum banyak diketahui, setidaknya 29 pabrik tekstil di Indonesia telah secara sukarela mengungkapkan informasi data pelepasan bahan kimia berbahaya dari fasilitasnya kepada publik. Pengungkapan informasi dilakukan melalui media internet dengan alamat http://wwwen.ipe.org.cn/. Dalam periode 2013 hingga 2019, secara bersama-sama, tercatat 75 kali pengungkapan informasi dilakukan. Pengungkapan informasi dilakukan dengan pendekatan sistem PRTR yang dilakukan secara individu atau detail per pabrik; detail mengungkap 11 grup bahan kimia berbahaya serta parameter konvensional sebagaimana diatur standar baku mutu pembuangan limbah cair Indonesia khususnya untuk industri tekstil; kemana, misal badan air apa, limbah cair tersebut dibuang; dan detail dari fasilitas perusahaan yang melepaskan polutan tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan metode analisis komparatif kualitatif yang berorientasi pada kasus.
Penelitian ini menemukan tujuh lajur dengan konfigurasi faktor-faktor yang menghasilkan pengungkapan informasi. Terdapat tiga faktor yang bersifat ‘tidak cukup’ namun ‘diperlukan’ dalam semua lajur menuju pengungkapan informasi. Faktor tersebut yaitu: tingkat kepadatan di mana pabrik beroperasi, keberadaan IPAL dalam fasilitas pabrik, dan keterlibatan pembeli dalam proses pengungkapan informasi. Penelitian ini juga mengurai proses pengungkapan informasi yang dilakukan, serta persepsi dari para pemangku kepentingan terkait manfaat, biaya atau risiko, dan skema adaptasi atau adopsi ideal atas inisiatif tersebut oleh pemerintah Indonesia.

Although perhaps not yet well known, at least 29 textile factories in Indonesia have voluntarily disclosed information on the release of hazardous chemicals from their facilities to the public. Disclosure of information is done through an internet platform at http://wwwen.ipe.org.cn/. In the period of 2013 to 2019, together, 75 information disclosures were made. Disclosure of information is done with the PRTR system approach that is done individually or detailed per factory; reveals 11 groups of hazardous chemicals as well as conventional parameters as regulated by the Indonesian waste water discharge standards, especially for the textile industry; where, for example what body of water, the waste water is discharged; and details of the company's facilities that release the pollutants. The study used a qualitative approach and qualitative comparative analysis methods which is case- oriented.
This study found seven paths with a configuration of factors that resulted in information disclosure. There are three factors that are 'insufficient' but 'necessary' in all paths leading to information disclosure. These factors are: the level of density at which the factory operates, the presence of WWTP in factory facilities, and the involvement of buyers in the information disclosure process. The study also describes the information disclosure process undertaken, as well as the perceptions of stakeholders regarding the benefits, costs or risks, and the ideal adaptation or adoption scheme for the initiative by the Indonesian government.
"
Lengkap +
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T54769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Adhika Nirmalasari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan, dan nilai perusahaan terhadap tingkat pengungkapan sukarela pada laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010. Pengungkapan sukarela pada laporan tahunan perusahaan diukur berdasarkan checklist yang dikembangkan oleh Akhtaruddin et al. (2009) dan disesuaikan kembali dengan peraturan X.K.6 Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-134/BL/2006. Metode analisis yang digunakan adalah cross section dengan proporsi kepemilikan manajemen dan indeks pengungkapan sukarela pada tahun 2009 (t-1) sebagai variabel kontrol.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa profitabilitas dan ukuran perusahaan mempengaruhi secara positif tingkat pengungkapan sukarela pada laporan tahunan perusahaan. Sedangkan, leverage dan nilai perusahaan, ditemukan tidak mempengaruhi pengungkapan sukarela secara signifikan. Penelitian ini juga menemukan bahwa variabel kontrol proporsi kepemilikan manajemen dan indeks pengungkapan sukarela pada tahun 2009 (t-1) mempengaruhi secara signifikan pengungkapan sukarela.

The purpose of this research is to investigate the effect of profitability, leverage, firm size, and firm value on the level of voluntary disclosure in the annual reports of manufacture companies listed on the Indonesia Stock Exchange in the year of 2010. Voluntary disclosure on the annual reports is measured based on checklist developed by Akhtaruddin et al. (2009) and readjusted to X.K.6 Bapepam LK No. Kep-134/BL/2006. Analysis methodology used is cross section with managerial ownership proportion and voluntary disclosure index on year 2009 (t-1) as control variables.
The result finds that profitability and firm size affect the voluntary disclosure on company annual report positively. While, leverage and firm value, are found do not have significant influence on voluntary disclosure. This research also finds that control variables managerial ownership proportions and voluntary disclosure index on year 2009 (t-1) affect the voluntary disclosure significantly.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Tiffany
"Program Pengungkapan Sukarela merupakan pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan/mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta. KPP Wajib Pajak Besar Empat menempati urutan pertama dalam lima besar kinerja berdasarkan nilai harta bersih. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis evaluasi penerapan kebijakan Program Pengungkapan Sukarela di KPP Wajib Pajak Empat dan juga menganalisis tantangan yang dihadapi dalam penerapan kebijakan Program Pengungkapan Sukarela di KPP Wajib Pajak Besar Empat. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh William N. Dunn. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan paradigma Post-Positivist dan teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan Program Pengungkapan Sukarela telah meningkatkan penerimaan pajak akan tetapi dapat berdampak kepada menurunnya tingkat kepatuhan pajak apabila tidak didukung dengan pengawasan dan dan penegakan hukum yang baik. Beberapa tantangan yang dihadapi dalam penerapan kebijakan Program Pengungkapan Sukarela di KPP Wajib Pajak Besar Empat adalah pandemi Covid-19 dan juga kepercayaan Wajib Pajak. Saran yang diberikan adalah untuk meningkatkan efektivitas program, seperti memperbaiki tarif yang diberlakukan dalam kebijakan ini serta menindaklanjuti dengan tegas untuk Wajib Pajak yang dirasa belum patuh. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dengan penyesuaian yang tepat, program pengungkapan sukarela memiliki potensi yang signifikan untuk berkontribusi pada penerimaan dan juga kepatuhan pajak di Indonesia.

The Voluntary Disclosure Program provides an opportunity for taxpayers to voluntarily report/disclose unmet tax obligations through the payment of income tax based on asset disclosure. The Large Tax Office Four ranks first among the top five performers based on net asset value. This study aims to analyze the evaluation of the implementation of the Voluntary Disclosure Program policy at the Large Tax Office Four and also to analyze the challenges faced in implementing the Voluntary Disclosure Program policy at the Large Tax Office Four. In this study, the researcher uses the policy evaluation theory proposed by William N. Dunn. The research was conducted using a qualitative approach with a post-positivist paradigm and data collection techniques through literature studies and in-depth interviews. The results of this study conclude that the Voluntary Disclosure Program policy has increased tax revenue but may lead to a decrease in tax compliance if not supported by good supervision and law enforcement. Some challenges faced in implementing the Voluntary Disclosure Program policy at the Large Tax Office Four include the Covid-19 pandemic and taxpayer trust. Recommendations provided include improving the effectiveness of the program, such as adjusting the rates applied in this policy and strictly following up with non-compliant taxpayers. This study concludes that with proper adjustments, the Voluntary Disclosure Program has significant potential to contribute to tax revenue and compliance in Indonesia."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Azzahra
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan pengungkapan wajib perusahaan manufaktur dalam laporan tahunan. Peraturan yang digunakan untuk menilai tingkat kepatuhan adalah peraturan BAPEPAM-LK Kep-134/BL/2006. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Variabel yang diteliti adalah likuiditas, profitabilitas, leverage, reputasi auditor dan kepemilikan saham oleh publik (<5%), dengan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor rata-rata pengungkapan wajib sebesar 66%. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pada umumnya perusahaan belum memberikan cukup pengungkapan yang diminta oleh BAPEPAM-LK. Sedangkan, skor rata-rata pengungkapan sukarela sebesar 8%. Hal ini menunjukkan bahwa laporan tahunan bukanlah media utama pengungkapan sukarela perusahaan. Hubungan antara luas pengungkapan sukarela dengan karakteristik perusahaan dianalisis mengggunakan metode regresi.
Hasilnya, leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela. Reputasi auditor ditemukan berpengaruh positif signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela. Sementara untuk variabel lain tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela. Variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan sukarela.

The thrust of this research is to examine the level of mandatory disclosure compliance using BAPEPAM-LK’s regulation, Kep-134/BL/2006. Besides, this research is to examine the extent of voluntary disclosure of listed manufacturing companies on Indonesia Stock Exchange and firm characteristics influenced it. The variables investigated were as follows: liquidity, profitability, leverage, auditor’s reputation and shares owned by public less than 5%, with company size as the control variable.
The results indicate that, on average, 66% score of mandatory items of information. Thus, companies in general have not responded adequately to the mandatory disclosure requirements of BAPEPAM-LK. Meanwhile, on average, companies disclose 8% of the voluntary items of information. It leads to conclude that annual report is not the main source to disclose voluntary information. The association between the extent of voluntary disclosure and various firm characteristics were examined using regression analysis.
It found that leverage has negative significant factor of voluntary disclosure. Then, auditor's reputation has positive significant factor of the extent of voluntary disclosure. Meanwhile, company size was significantly positive associated with the extent of voluntary disclosure. The remaining variables were found insignificant in explaining voluntary disclosure.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S44410
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajrul Fattah
"Pemerintah menerapkan kembali program pengampunan pajak dengan nama Program Pengungkapan Sukarela yang di dalamnya mengatur mengenai repatriasi dan deklarasi luar negeri. Berkaca dari program pengampunan pajak sebelumnya, pemerintah mengalami kegagalan dalam repatriasi dan deklarasi luar negeri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan repatriasi dan deklarasi luar negeri serta faktor pendukung dan penghambatnya dalam Program Pengungkapan Sukarela. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi pustaka dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa penerapan repatriasi dan deklarasi luar negeri masih tidak berjalan dengan baik, yang dinyatakan karena faktor pendukung dari repatriasi dan deklarasi luar negeri hanya sosialisasi yang masif, dan banyak sekali faktor penghambatnya seperti fasilitas yang tidak menarik, basis data yang tidak dapat dimanfaatkan, kebijakan yang memberi pilihan bagi Wajib Pajak untuk tidak melakukan repatriasi dan deklarasi luar negeri, serta penegakan hukum yang tidak tegas.

The government re-implemented the tax amnesty program under the name of the Voluntary Disclosure Program which regulates repatriation and foreign declarations. Reflecting on the previous tax amnesty program, the government failed in repatriation and foreign declarations. This study aims to analyze the application of repatriation and foreign declarations as well as the supporting and inhibiting factors in the Voluntary Disclosure Program. This study uses a qualitative approach with data collection techniques literature study and in-depth interviews. The results of this study indicate that the implementation of repatriation and foreign declarations is still not going well, because the supporting factors of repatriation and foreign declarations are only massive socialization, and there are many inhibiting factors such as unattractive facilities, unavailable databases. exploited, policies that give taxpayers a choice not to repatriate and declare abroad, as well as law enforcement that is not firm."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwan Hermawan
"Sektor industri memiliki peran yang penting bagi perekonomian Indonesia. Permasalahan yang dihadapi industri saat ini adalah harga gas sebagai bahan baku yang cenderung mahal di tengah-tengah harga minyak yang turun sejak tahun 2016. Pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Perpres 40/2016 tentang penetapan harga gas untuk industri tertentu pada floor price USD 6/MMBTU untuk melindungi revenue produsen gas, sedangkan kontrak gas saat ini menggunakan sistem eskalasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi nilai netback setiap pabrik dan mereview kebijakan harga gas yang berlaku. Hasil perhitungan netback berdasarkan long run marginal cost bahwa pabrik PKT 04 dan 05, Pusri 1B, 2B, 3, dan 4, PKC 1A dan 1B, dan PKG memiliki nilai netback yang rendah kecuali secara rata-rata PKT memiliki nilai netback paling tinggi. Sehingga kebijakan harga gas saat ini perlu dilakukan penyesuaian terhadap harga gas kontrak untuk menjaga operasional pabrik secara ekonomis.

The industrial sector has an important role for the Indonesian economy. The problem facing the fertilizer industry is the price of gas as a raw material that tends to be expensive for the lower prices of crude oil since 2016. To overcome this problem the government issued Presidential Regulation No. 40/2016 on setting gas price for fertilizer industry but this regulation only sets floor gas prices at USD 6/MMBTU to secure revenues of gas producers. Meanwhile the current sale gas contract for fertilizer apply an escalation. The objectives of this study are to evaluate the netback value each fertilizer plant and assess the current gas price policy. The netback value is calculated based on long run marginal cost of urea production. The result shows that PKT 04 and PKT 05, Pusri 1B, 2B, and 3, PKC 1A and 1B, and PKG have lower netback value than gas price contract, except (mana yang sdh lebih tinggi) . The current gas price policy needs to be adjusted to keep the fertelizer industry profitably.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T55092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>