Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17045 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997
899.223 8 KAJ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1997
899.223 8 KAJ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998
899.223 2 KAJ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998
899.223 2 KAJ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Afra Hafny Noer
"Fenomena overimitation merupakan cara anak melakukan pembelajaran budaya cultural learning , melalui observasi dan meniru dengan persis tindakan model atau overimitation. Pembelajaran budaya sering terjadi pada situasi eavesdrop menyadap yakni anak memeroleh keterampilan sosial tanpa diajarkan secara langsung melainkan belajar melalui pengamatan dan melakukan overimitation terhadap pihak ketiga. Terdapat perbedaan pendapat mengenai mekanisme yang mendorong terjadinya overimitation. Pembelajaran dapat dilakukan karena anak memahami intensi orang lain melalui isyarat sosial yang ditampilkannya. Isyarat sosial menggunakan ekspresi emosi visual yaitu ekspresi wajah, tatapan mata, dan gestur tangan serta ekspresi emosi vokal yakni, intonasi suara dan pengulangan kata. Pada budaya kolektivisme seperti budaya Sunda yang mementingkan hubungan yang harmonis, ekspresi emosi ditampilkan secara terbatas agar tidak menimbulkan konflik. Oleh karena itu perlu diketahui peran masing-masing ekspresi emosi dalam mengarahkan perilaku anak. Pertanyaan penelitian ini akan diuji melalui Studi 1-isyarat sosial. Hasil dari studi ini diperlukan untuk menjawab pertanyaan utama yaitu mekanisme apa yang memengaruhi terjadinya overimitation pada anak Sunda saat terpapar isyarat sosial persetujuan khas budaya Sunda? Pertanyaan dijawab melalui Studi 2-overimitation. Studi 1 ndash; Isyarat sosial dilakukan melalui metode eksperimen terhadap pasangan ibu dan anak untuk melihat isyarat sosial yang ditampilkan ibu untuk memengaruhi anak dan reaksi anak terhadap isyarat sosial tersebut. Hasil dari Studi 1 adalah ibu Sunda hampir selalu mengombinasikan ekspresi wajah datar dalam setiap isyarat sosial yang ditampilkannya, tetapi menggunakan intonasi suara sebagai penanda persetujuannya. Studi 2 ndash; overimitation melakukan eksperimen dengan menggunakan peranti baru yang cara penggunaannya diperkenalkan melalui film eksperimen. Pada film tersebut dalam melakukan tindakan model tidak langsung mengajarkan kepada anak, akan tetapi diberi isyarat persetujuan khas budaya Sunda yaitu dengan ekspresi wajah datar dengan kombinasi intonasi suara dan gestur tangan. Diperoleh hasil bahwa penggunaan isyarat sosial persetujuan khas budaya Sunda saja tidak cukup untuk mendorong terjadinya overimitation jika tidak dibarengi dengan pembentukan norma sosial sebagai social influence terjadinya overimitation. Keberadaan isyarat sosial penting sebagai penanda pentingnya tindakan bagi anak tetapi belum cukup. Perlu diikuti oleh pembentukan norma sosial melalui adanya sanksi sosial atau jumlah model yang lebih dari satu. Pada pembelajaran budaya, norma sosial menjadi latar belakang yang mendorong terjadinya belajar melalui pengamatan seperti overimitation pada situasi eavesedroping.

Overimitation phenomenon is the means children engage in cultural learning, through observation and imitation with precise modeling or overimitation. Cultural learning often occurs in eavesdrop situations which is children acquire social skills without being taught directly but learn through observation and overimitation the third parties. There are several concept of overimitation mechanisms. Children will overimitate intentional action that indicate through social cues. Children could understand others social cues due to maturity of their Theory of Mind ToM . Social cues using the visual emotional expression ie facial expressions, eye gaze, and hand gestures and also vocal emotional expression ie, voice intonation and repetition of words. Sundanese culture as one of the collectivist culture prioritizes harmonious relationships therefore, display of emotion expression should be controlled to avoid conflict. Thus, we need to know the role of each emotional expression in directing the child 39;s behavior. This research question will be answered in Social cues study. The results of this study are needed to answer the main question: what mechanisms influence the occurrence of overimitation in Sundanese children when exposed to Sundanese social cues of distinctive consent? Main Question will be answered through Overimitation study. Social cues study are carried out through experimental methods of mother and child pairs to see the social cues that mother utilize to influence children and the child 39;s reaction to the social cues. The result of Study 1 is that Sundanese mother almost always combines still face expressions in her social cues, but uses voice intonation as a marker of her approval. Overimitation study use experiment method to observed children reaction while learn novel apparatus through a video. In the video model does not directly teach and instruct chilren. Nevertheless her action to the novel apparatus is approved by ldquo;apparatus owner rdquo; using typical Sundanese social cues which is combination of voice intontation, hand gesture and still face expression. The result is that the use of Sundanese social cues on certain action is not sufficient to encourage overimitation. Establishment of social norm is required as social influence that could encourage overimitation. The social cues as a marker of the importance of an action should be followed by the formation of social norms through social sanctions or certain number of model. In cultural learning, social norms serve as social settings that encourage learning through overimitation in eavesdropping situations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
D2492
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Waluyo
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988
899.223 2 HAR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sindhu Galba
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998
899.221 3 SIN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Kamelia Dewi
"Ritual Mapag Panganten merupakan salah satu prosesi dalam pernikahan adat Sunda. Sebagai sebuah ritual adat, Mapag Panganten termasuk ke dalam tradisi lisan karena telah diturunkan lebih dari dua generasi, menjadi identitas dari kelompok, dan terus dikembangkan hingga saat ini. Selain sebagai sebuah ritual adat, Mapag Panganten juga menyajikan bobodoran (lucu-lucuan) untuk menghibur para tamu dalam acara pernikahan adat sunda. Dari tradisi ini banyak hal menarik yang ditemukan, salah satunya adalah makna simbolik. Terkait hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan dan mendeskripsikan makna simbolik di dalam ritual Mapag Panganten dalam pernikahan adat Sunda di Dusun Ciseda, Desa Citimun, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan ritual Mapag Panganten yang diadakan pada tanggal 23 Februari 2020 di Dusun Ciseda, Desa Citimun, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat sebagai data penelitian. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, sedangkan analisis isi dilakukan dengan pendekatan tradisi lisan dan pendekatan semiotik. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, penelitian menghasilkan tiga makna simbolik, yaitu makna religius, makna historis, dan makna estetis. Penelitian ini dapat menjadi kontribusi untuk bahan pengetahuan budaya mengenai makna simbolik dalam Mapag Panganten dari sudut pandang tradisi lisan dengan pendekatan semiotik.

Ritual Mapag Panganten is one of the procession in Sundanese wedding ceremony. As a tradition ritual, Mapag Panganten included in oral tradition because it has been passed down over two generations, became identity to the community, and continues to be developed currently. Beside as a ritual tradition, Mapag Panganten also shows bobodoran to entertain the guests. From this tradition, there are many interesting things, one of them is symbolic meaning. Related to this, the aim of this study is describe the symbolic meaning in ritual Mapag Panganten in Sundanese wedding ceremony in Ciseda Hamlet, Citimun Village, Sumedang District, West Java. The data used is ritual Mapag Panganten that has been held on February 23rd 2020 in Ciseda Hamlet, Citimun Village, Sumedang District, West Java. This research uses qualitative method. Furthermore, this research uses oral tradition approach and semotic approach to analyze the data. The result of this study yields three symbolic meanings, which are religius meaning, historical meaning, and aesthetic meaning. This study can be a contribution to cultural knowledge material about symbolic meaning in Mapag Panganten from oral tradition point of view with semiotic approach."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jakob Sumardjo, 1939-
"Penafsiran pantun selama ini dilakukan secara signifikan. Pemaknaan berdasarkan pengetahuan manusia zaman sekarang dan untuk kepentingan manusia sekarang. Kadang pemaknaaan demikian itu berdasarkan pengetahuan filsafat barat. Bukannya tidak penting, tetapi telah terjadi dekonstruksi makna atasnya. Dekonstruksi makna seyogyanya dilakukan setelah terjadi pemaham rekonstruksi makna aslinya. Dan penelitian-penelitian semacam itu memang dimaksudkan untuk mengembalikan pantun pada budayanya sendiri, pada filosofi asli."
Bandung: Kelir, 2009
899.22 JAK s III (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>