Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63916 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harianja, Winda Yanti
"ABSTRAK
Pada prakteknya di Indonesia, kredit bermasalah pada perbankan dapat dibeli oleh berbagai pihak artinya terdapat macam-macam pembeli kredit bermasalah, misalnya perusahaan asing, Aset Manajemen Unit, Special Purpose Vehicle, dan lain sebagainya. Dalam kaitannya dengan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, praktik jual beli dalam pasar sekunder bagi kredit bermasalah menemui permasalahan dalam hal menentukan kedudukan kreditur yang mendalilkan adanya utang yang berasal dari perjanjian jual beli kredit bermasalah. Skripsi ini hendak menjawab pertanyaan sederhana, bagaimanakah pengaturan terkait pihak-pihak yang dapat membeli kredit bermasalah? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian ini menuai hasil dimana ternyata regulasi tidak mengatur secara tegas bagi pembeli kredit bermasalah untuk menjalankan usahanya di bidang-bidang usaha tertentu. Pasal 37 ayat (1) UU Perbankan juncto Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/3/PBI/2011 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank juncto Pasal 8 ayat (2) huruf I Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, hanya mengatur bahwa kredit bermasalah dapat dijual kepada bank ataupun pihak lain. Selain itu, juga tidak terdapat pengaturan yang secara tegas mengizinkan ataupun melarang perusahaan asing untuk membeli kredit bermasalah.

ABSTRACT
In practice in Indonesia, non-performing loans in banks can be purchased by various parties, means there are various types of buyers for non-performing loan, such as foreign companies, Unit Management Assets, Special Purpose Vehicles, etc. In its relation to the suspension of debt payment obligation process, the sale and purchase practice on the secondary market for non-performing loan encountered problems in terms of determining the position of creditors who postulated the existence of debt originating from non-performing loan sale and purchase agreement. This undergraduate thesis wants to answer a simple question, how is the regulation regulates who are the parties that can buy non-performing loan? The research method used in this thesis is a normative juridicial research. This research reaps results that law do not explicitly regulate the buyers of non-performing loans to run their businesses in certain business fields. Article 37 paragraph (1) Banking Law juncto Article 6 Bank Indonesia Regulation Number: 13/3/PBI/2011 concerning Determination of Status and Follow-Up of Bank Supervision juncto Article 8 paragraph (2) point I Otoritas Jasa Keuangan Regulation Number: 15/POJK.03/2017 concerning Determination of Status and Follow-Up of Commercial Bank Supervision, only regulates that non-performing loans can be sold to banks or other parties. In addition, there is also no regulation that explicitly permit or prohibit foreign companies to buy non-performing loans.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Torik Ibrahim
"Di era pandemi Covid-19, layanan kredit menjadi salah satu kegiatan perbankan yang mengalami dampak besar. Debitur yang semula mendapatkan pemasukan secara rutin menjadi terganggu karena kegiatan perekonomian yang lumpuh. Hal inilah yang menyebabkan kolektibilitas kredit menjadi menurun, yang semula lancar bahkan sampai menjadi macet. Kasus gagal bayar meningkat drastis di masa pandemi. Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan OJK tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid- 19. Dikeluarkannya peraturan ini ditujukan untuk mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai efektivitas restrukturisasi kredit akibat Covid-19 keberlakuan pasca restrukturisasi dan pelaksanaan stimulus Covid-19 terkait penerapan POJK Nomor 17/POJK.03/2021.Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum adalah yuridis-normatif, yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dan mengikat masyarakat. Hasil analisa adalah berlakunya POJK No.17/ POJK.03/2021 terbukti efektif untuk menurunkan restrukturisasi kredit berdasarkan analisa kredit yang dilakukan terhadap Bank Mandiri, BNI, BCA, dan Bank DBS Indonesia. Kemudian juga dianalisa dengan menggunakan Teori Economic Analysis of Law yang menggunakan tiga konsep yaitu nilai, efisiensi, dan utilitas.

In the era of the Covid-19 pandemic, credit services are one of the banking activities that is experiencing a major impact. Debtors who previously received regular income were disrupted because economic activities were paralyzed. This is what causes credit collectibility to decline, which was originally smooth and even becomes stuck. Cases of default have increased dramatically during the pandemic. The government, through the Financial Services Authority (OJK), issued an OJK Regulation concerning National Economic Stimulus as a Countercyclical Policy for the Impact of the Spread of Covid-19. The issuance of this regulation is aimed at encouraging the optimization of banking performance, especially the intermediation function, maintaining financial system stability and supporting economic growth. The problem raised in this research is regarding the effectiveness of credit restructuring due to Covid-19, its post-restructuring implementation and the implementation of the Covid-19 stimulus related to the implementation of POJK Number 17/POJK.03/2021. To answer these problems, legal research methods are used, namely juridical-normative, which refers to legal norms contained in laws and regulations as well as norms that apply and bind society. The results of the analysis are that the enactment of POJK No.17/ POJK.03/2021 has proven effective in reducing credit restructuring based on credit analysis carried out on Bank Mandiri, BNI, BCA and Bank DBS Indonesia. Then it is also analyzed using the Economic Analysis of Law Theory which uses three concepts, namely value, efficiency and utility."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jopie Jusuf
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2006
332.1 JOP a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
JopieJ usuf
Jakarta: Grmedia Pustaka Utama, 1995
332.7 JOP a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hildan Yudanto Nugroho
"Dalam penelitian tesis ini menganalisis kebijakan perbankan dalam penerapan restrukturisasi kredit bagi debitur yang terdampak pandemi Covid-19 dan upaya yang dilakukan UMKM akibat wabah Covid-19 di Kota Tangerang. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal guna memberikan penjelasan secara sistematis terkait aturan hukum. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum kepustakaan, kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menujukkan bahwa kebijakan perbankan dalam penerapan restrukturisasi kredit bagi debitur yang terdampak pandemi Covid-19 adalah dengan memberikan penundaan pembayaran, pengurangan suku bunga, dan perpanjangan pinjaman. Meski membantu sejumlah debitur, kebijakan ini menemui hambatan dan profitabilitas bank dan risiko wanprestasi, sehingga Bank harus hati-hati dalam memberikan restrukturisasi terutama untuk UMKM. Dalam pemberiannya Bank harus mempertimbangkan kemampuan debitur membayar kembali kredit setelah pemulihan ekonomi. Adapun upaya yang dilakukan UMKM akibat wabah Covid-19 di Kota Tangerang yaitu UMKM harus beradaptasi dengan perubahan, beralih ke model online, dan memperkuat keberadaannya di platform digital. Pemerintah membantu UMKM dengan memberikan program restrukturisasi kredit untuk membantu mereka melewati dampak ekonomi pandemi. Program ini berhasil mempercepat pemulihan ekonomi, terutama di sektor UMKM di Kota Tangerang.

In this thesis research, we analyze banking policies in implementing credit restructuring for debtor affected by the Covid-19 pandemic and the efforts made by MSMEs as a result of the Covid-19 outbreak in Tangerang City. The research method used is doctrinal research, in order to provide a systematic explanation related to the rule of law.. This research is analytical descriptive in nature using secondary data sourced from legal literatur material, then analyzed qualitatively. The research results showed that banking policy in implementing credit restructuring for debtors affected by the Covid-19 pandemic was to provide payment delays, interest rate reductions, and loan extensions. Although it helps a number of debtors, this policy encounters obstacles to bank profitability and default risk, so banks must be careful ini providing restructuring, especially for MSMEs. In granting it, the Bank must consider the debtor’s ability to repay credit after economi cecovery. The efforts made by MSMEs due to the Covid-19 outbreak in Tangerang City, MSMEs must adapt to changes, switch to online business models, and strengthen their presence on digital platforms. The government is helping MSMEs by providing credit restructuring programs to help them get through the economic impact of the pandemic. This program has succeeded in accelerating economic recovery, specifically in the MSME sector in Tangerang City."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Kusumo Dewi
"Penerapan CreditRisk+ dilakukan untuk menghitung risiko kredit usaha kecil pada Bank X se1ama kurun waktu Januari 2006 - Desember 2008. CreditRisk"' merupakan default mode yang memandang kualitas kredit sebagai default dan no default, tidak mengasumsikan penyebab terjadinya default. Kredit dinyatakan default apabila tunggakan kewajibannya telah melebihi 90 hari, sesuai ketentuan Bank Indonesia. Pengukuran CreditRisk+ dilakukan dalam 2 tahapan. yaitu : pertama menghitung frequency of defaults dan severity of losses, kedua menghitung distribution of default losses. Frequency of defaults dihitung dengan menggunakan distribusi Poisson dengan tingkat keyakinan 95%. Sedangkan severity of losses diperoleh dengan menghitung loss given default. Sementara distribution of default losses diperoleh dengan menghitung besarnya potensi kerugian berupa expected loss, unexpected loss, dan economic capital, yaitu cadangan modal yang harus disiapkan uotuk menutup unexpected loss. Berdasarkan hasil backtesting dengan Loglikelihood Ratio (LR) Test diperoleh nilai LR sebesar 0 yang lebih kecil dibandingkan nilai kritis Chi-squared sebesar 3.8415 yang menunjukkan bahwa metode CreditRisk"' masih valid digunakan sebagai model internal untuk mengukur risiko kredit usaha kecil pada Bank X.

Implementation of CreditRisk+ is used for small enterprise credit measurement of Bank X during Januari 2006- Desember 2008. CreditRisk+ is a default mode model that credit quality as a default and no default, no assumptions are made about the causes of default. Credit is stated default if a pending of credJt payment is more than 90 days, based on Bank Indonesia regulation. CreditRisk• measurement has two steps, first measuring frequency of defaults and severity of losses, second measuring distribution of default losses. Frequency of defaults is measured by using Poisson distribution with 95% confidence level. Severity of losses is taken by measuring loss given default. Meanwhiles, distribution of default losses is taken by measuring potensial default such as expected loss, expected loss, and economic capital, capital reserved that has to be prepared to cover unexpected loss. Based on the results of the backtesting through Loglikelihood Ratio (LR) Test, a Likelihood Ratio of 0 is smaller than a Chi-squared of 3.8415 which represents that CreditRisk+ method is still valid to be used for internal model for measuring small enterprise credit of Bank X."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T 27173
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Haristyo
"Bank dalam melakukan penyaluran kredit diwajibkan untuk melakukan penyediaan modal minimum dan penyisihan penghapusan aktiva untuk meminimalisir dampak kerugian dari risiko kredit sebagaimana diatur oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator. Kewajiban penyediaan modal tersebut dapat mengurangi kemampuan ekspansi dari bank karena terdapat modal yang harus dicadangkan oleh bank, sedangkan penyisihan penghapusan aktiva berdampak menggerus laba dari bank. Pada penelitian ini digunakan matriks transisi atas kualitas kredit debitur segmen usaha kecil sebagai metode untuk mendapatkan probability of default PD dari portfolio kredit usaha kecil. PD yang dihasilkan digunakan untuk menentukan expected losses EL yang dapat menjadi acuan besaran penyisihan yang wajib disediakan oleh bank. Sedangkan untuk menghitung modal yang harus disediakan oleh bank untuk risiko kredit, digunakan perhitungan dengan metode value at risk VaR . Untuk validasi metode tersebut dilakukan perbandingan hasil perhitungan EL dan VaR dengan actual losses yang dialami oleh bank. Perhitungan EL dan VaR menghasilkan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perhitungan PPA dan penyediaan modal minimum bank yang existing sehingga dengan metode penelitian ini dapat menghasilkan efisiensi pada kewajiban penyediaan modal minimum dan PPA yang harus dilakukan oleh bank.

Bank has to provide capital reserves for its credit risk and provision for loan losses to minimize potential losses from the exposure of credit risk. The capital reserves could be a factor that make bank cannot expand its business effectively. While the provision for loan losses could reduce the profitability of the bank. The research purpose is to make calculation of capital reserves and provision for loan losses more efficient with the use of credit rating transition of bank rsquo s credit portfolio SME segment to retrieve its probability of default PD , After PD is retrieved, expected losses EL can be calculated and EL represents the amount of provision of loan losses bank should provide. Meanwhile value at risk method is used for calculating the amount of capital reserve bank should provide for its credit risk. The validation of research rsquo s method is done by comparing the result of EL and VaR calculation with bank rsquo s actual losses from its default credit portfolio. The result of EL and VaR calculation shows that the method used in this research offers better efficiency in determining the amount of minimum capital reserves and provision for loan losses bank should provide."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Villiantari
"ABSTRAK
Berdasarkan pengamatan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa PT. XYZ melaksanakan outsourcing terhadap pengadaan komponen untuk menurunkan biaya komponen, sehingga harga jual kendaraan secara keseluruhan dapat diturunkan tanpa menurunkan kualitas produk. Pemilihan sumber pasokan dipengaruhi oleh faktor tarif impor, baik kebijakan pemerintah clalam menentukan pajak impor, maupun dari penerapan tarifikasi regional seperti AFTA. Untuk mencapai outsourcing yang berhasil, maka PT. XYZ harus melakukan koordinasi yang kuat antara PT. XYZ clengan pemasoknya. PT. XYZ juga harus mengkaji aspek finansial untuk mengetahui apakah outsourcing yang dilakukan benar-benar memberikan manfaat bagi bisnis perusahan. Terakhir, PT. XYZ harus memiliki tenaga kerja yang mengerti aspek teknis komponen dan proses yang akan dioutsource dan manajemen proyek.
Perkreditan merupakan sumber utama penghasilan Bank. Perkreditan ini sempat terhenti selama krisis ekonomi karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar yang mengakibatkan suku bunga kredit melambung tinggi.
Namun, seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan moneter, yang ditandai dengan menguatnya nilai tukar rupiah dan cenderung stabil serta penurunan suku bunga perbankan, bank kembali memberikan pembiayaan, berupa fasilitas kredit, kepada para perusahaan.
Sebelum memberikan fasilitas kredit kepada suatu perusahaan, seorang Analisis Kredit wajib melakukan suatu mekanisme kerja dalam pengelolaan dan pemberian fasilitas kredit. Salah satu tahapannya adalah melakukan analisis terhadap permohonan calon debitur. Analisis tersebut berperan sebagai saringan pertama agar bank tidak terjerumus dalam kasus kredit bermasalah dan/atau macet.
PT. XYZ mengajukan permohonan fasilitas kredit investasi dan kredit modal kerja
untuk membiayai kegiatan produksi berupa kotak karton gelombang (KKG). Untuk menilai apakah permohonan tersebut feasible bagi Bank, pcrlu dianalisis beberapa aspek, yaitu apek yuridis, aspek pemasaran, aspek manaJemen, aspek teknis, aspek keuangan, aspek jaminan, aspek sosial ekonomi serta aspek resiko dan titik kritis.
Secara yuridis, PT. XYZ telah memenuhi persyaratan awal pengajuan fasilitas krerlit kepada Bank karena telah memiliki legalitas pendirian usaha dan legalitas usaha, surat permohonan kredit telah mendapatkan persetujuan dari Komisaris perusahaan, serta barang jaminan yang diserahkan memiliki bukti kepemilikan yang sah.
Ditinjau dari aspek pemasaran, produk yang dihasilkan PT. XYZ dipergunakan untuk
pengemasan hasil industri, terutama untuk memudahkan dalam transportasi dan mengurangi resiko kerusakan selama pengangkutan. Kondisi persaingan dengan usaha sejenis sangat ketat, namun dengan penekanan pada kualitas, harga dan pengiriman produk tepat waktu, persaingan tersebut relatif dapat diatasi. Dengan market share sebesar 1,00% dari kapasitas produksi nasional, potensi pasar dalam negeri masih ada.
Key person PT. XYZ, Sdr. Mulyadi, telah memiliki pengalaman yang cukup lama, selama ± 14 tahun, dalam mengelola usahanya, dan memiliki latar belakang pendidikan
Sarjana Ekonomi, sehingga tidak diragukan lagi kemampuannya, serta memiliki itikad yang baik, karena menyerahkan asset pribadinya sebagai j aininan tambahan pada Bank A.
Kemudian, berdasarkan pertimbangan aspek teknis dan produksi, lokasi pabrik baru
sangat mendukung perkembangan usahanya, karena terletak di tempat yang strategis dan telah dilengkapi dengan prasarana yang cukup memadai.
Keberadaan pabrik baru di kawasan tersebut akan membuka lapangan pekerjaan,
sehingga dapat meningkatkan taraf hid up masayarakat sekitarnya.
Selanjutnya, kinerja keuangan PT. XYZ dalam dua setengah tahun terakhir menunjukkan kondisi usaha yang cukup baik dimana PT. XYZ dapat membukukan
keuntungan. Pengoperasian pabrik baru sebesar 40% dari kapasitas terpasang dapat
meningkatkan omzet penjualan sebesar 35,09% dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, PT. XYZ diwajibkan untuk menambah jaminan tambahan, karena sesuat
perhitungan, rasio jaminan yang telah diserahkan terhadap fasilitas kredit yang akan diberjkan, belum memenuhi ketentuan Bank (jaminan utama KI berupa mesin-mesin dan peralatan, serta jaminan utama KMK berupa persediaan dan piutang dagang, diikat secara Fiducia masing-masig minimal sebesar 100% dan 150% dari limit kredit, sedangkan jaminan tambahan berupa tanah dan bangunan diikat Hak Tanggungan minimal sebesar 100% dari limit kredit).
Yang perlu diantisipasi dalam usaha ini adalah adanya peraturan pemerintah berupa
penurunan tarif bea masuk kardus dan peti dari kertas, yang mengakibatkan potensi
peningkatan impor lebih lanjut.
Berdasarkan pertimbangan seluruh aspek tersebut dan perhitungan atas kebutuhan fasilitas kreditnya, proyek PT. XYZ feasible bagi Bank, dan kepada PT. XYZ diberikan fasilitas kredit investasi sesuai dengan permohonannya, sedangkan fasilitas modal keija lebih kecil dibandingkan dengan permohonannya, sesuai dengan porsi pembiayaan Bank.
Untuk menghindari teijadinya kredit bermasalah pada PT. XYZ di kemudian hari, Bank harus selalu memonitor kineija perusahaan secara kontinyu dengan mewajibkan
perusahaan menyampaikan laporan perkembangan penjualan dan produksi, laporan persediaan dan piutang, laporan keuangan semesteran dan laporan keuangan audited setiap tahun serta melakukan peninjauan ke Jokasi usaha secara berkala.
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liedarmawan Chandra
"Penelitian ini membahas konversi utang menjadi saham sebagai isi dari perjanjian perdamaian dalam Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang (PKPU) PT Mandala Airlines yang telah disahkan dalam putusan Pengadilan Niaga. Salah satu kreditor konkuren yaitu PT PANN (Persero) tidak dapat melaksanakan konversi utang menjadi saham karena tidak sesuai dengan anggaran dasar perseroan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah konversi utang menjadi saham tersebut dapat dilaksanakan oleh PT PANN (Persero) melalui mekanisme spin-off. Penelitian ini juga menyarankan PT PANN (Persero) untuk melaksanakan pengambilan saham PT Mandala Airlines setelah melakukan mekanisme spin-off.

The focus of this study is the conversion of debt into equity as the content of the reconcilement agreement as in Suspension of Debt Payment (PKPU) PT Mandala Airlines which was approved by the verdict of the Commercial Court. One of the unsecured creditors, namely PT PANN (Limited) can not carry out the conversion of debt into equity because it does not fit with the company's articles of association. This research is normative. The results of this study is the conversion of debt to equity can be executed by PT PANN (Limited) through a mechanism of spin-off. The study also suggests PT PANN (Limited) to take of PT Mandala Airlines’s stocks after the spin-off mechanism."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Trianto
"Setiap bentuk pemberian kredit memiliki risiko untuk mengurangi risiko dalam penyaluran kredit adalah melakukan kerja sama pemberian kredit atau disebut juga kerja sama pembiayaan antarbank. Bentuk kerja sama pembiayaan yang umum dilakukan oleh bank-bank lebih dikenal dengan kredit sindikasi. Dalam praktik, permasalahan mengenai kredit macet tetap saja muncul. Salah satu solusi yang dapat ditempuh untuk masalah tersebut adalah melalui hukum kepailitan. Permasalahan yang sering dihadapi dalam hal kepailitan kredit sindikasi adalah siapa yang berwenang untuk melakukan permohonan pailit kepada debitor apabila para kreditor terikat perjanjian kredit sindikasi, apakah pernyataan pailit tersebut harus dilakukan oleh seorang agen ataukah dibolehkan pula kreditur itu sendiri mengajukan permohonan pailit dengan atau dengan tanpa persetujuan kreditur lainnya? Menurut UUKPKPU, seorang debitor dapat dipailitkan oleh satu atau lebih kreditornya. Akan tetapi, dalam UUKPKPU tidak dijelaskan secara terperinci perihal kreditor mana yang berhak untuk mengajukan permohonan pailit apabila kreditor terikat perjanjian kredit sindikasi. UUKPKPU menyebutkan hanya satu kali perihal kreditor sindikasi, yaitu dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) sebagai berikut ?Bilamana terdapat sindikasi kreditor, maka masing-masing Kreditor adalah Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2?. Sedangkan Pasal 1 angka 2 menyebutkan ?Kreditor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan?.Hal ini berarti, UUKPKPU tidak membedakan kedudukan kreditur dari suatu perjanjian biasa atau perjanjian sindikasi. Seorang debitor dapat dipailitkan oleh salah satu atau lebih kreditornya. Mengingat dalam skema sindikasi kredit, terdapat agen fasilitas yang mendapatkan kuasa untuk bertindak untuk dan atas nama para kreditor termasuk untuk mewakili ke pengadilan. Kepailitan dapat terjadi dikarenakan debitur dalam keadaan tidak membayar hutangnya pada kreditor yang sudah jatuh tempo, dan bila kepailitan tersebut terjadi terhadap debitur yang terikat perjanjian kredit sindikasi, maka hal ini akan menimbulkan masalah bagi peserta kreditur sindikasi yang berhak mengajukan permohonan pailit, mengingat kreditor dalam kredit sindikasi dianggap sebagai kreditor Pasal 1 angka 2 UUKPKU. Dalam kredit sindikasi terdapat agen bank mempunyai peran yang besar, yaitu mewakili dan bertindak untuk kepentingan serta untuk dan atas nama para kreditur, pihak agen bank ini diangkat oleh para kreditur, serta hak atau kewenangan agen tersebut sudah diatur oleh para kreditor dengan agen itu. Masing-masing peserta sindikasi tidak mempunyai hubungan hukum yang langsung dengan debitur, karena itu tidak dapat berhubungan langsung dengan debitur, dengan demikian anggota dari peserta sindikasi tidak berhak menegur atau menagih pembayaran kredit pokok atau bunganya kepada debitur apabila debitur menunggak pembayaran, segala perbuatan hukum termasuk menyurati debitur hanya dapat dilakukan oleh agen. Penelitian ini akan berupaya untuk menjawab permasalahan-permasalahan berikut: Bagaimanakah ketentuan Pasal 2 ayat (1) disertai penjelasannya pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 diterapkan (ditaati) oleh para pihak yang terlibat dalam proses kepailitan di dalam kredit sindikasi? Bagaimanakah hakim menerapkan Pasal 2 ayat (1) disertai penjelasannya dalam putusan pengadilan yang dibuatnya? Bagaimanakah para pihak yang terlibat dalam kredit sindikasi khususnya peserta kredit sindikasi dan agen fasilitas mencari celah (loophole) untuk melakukan pengajuan permohonan pailit, mengingat ketentuan mengenai kepailitan terhadap kredit sindikasi masih belum diatur secara lengkap dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004? Analisis yang dilakukan untuk menjawab pokok permasalahan tersebut akan menggunakan metode penelitian normatif. Adapun pendekatan yang digunakan ialah pendekatan (approach) dari sudut pendekatraktan ilmu hukum, baik secara yuridis (apa yang tertulis di dalam undang-undang) maupun empiris (apa yang terjadi di dalam praktik).

Every form of credit has an inherent risk along with it. To reduce the risk in credit provision, a distribution of the risk can be done by the means of credit provision cooperation or also known as interbank financing cooperation, with its most common form known as syndicated loan. In its application, the problem of nonperforming loan still arises. One of the solutions to such problem is the mechanism of Bankruptcy Law. The most common issue to the bankruptcy of syndicated loan is determining the party authorized to file for the bankruptcy of the debtor. When creditors are bound by syndicated loan agreement, does the bankruptcy filing fall within the duty of an agent or can any creditor file by himself with or without the approval of other creditors? According to the Bankruptcy Law, a debtor can face a bankruptcy charge from one or more of her creditors. However, the Law does not elaborate on which creditor reserves the right to file for bankruptcy in the case of syndicated loan. Only once does the Law mention the syndicated loan, that is in the Explanation of Article 2 number (1) as follows: "When there is a syndication of creditors, then each creditor is a creditor as mentioned in Article 1 number 2". Where Article 1 number 2 stipulates "Creditor is a person owning a debt which, by agreement or law, is collectible in front of Court". This means that the Bankruptcy Law does not apply any differentiation to the creditor within either a normal agreement or a syndication agreement. A debitor can be made bankrupt by one or more of her creditors. Taking into account the credit syndication scheme, an agent is authorized to act for and on behalf of the creditors, including the presence in the Court. A bankruptcy can take place due to the debtor's failure in paying her debts in due time to her creditors. And when such bankruptcy happens to a debtor bound by the syndicated credit agreement, the creditors in the syndicated loan will face an issue given that creditors in such syndicated loan is treated as a creditor in accordance to Article 1 number 2 of Bankruptcy Law. In a syndicated credit, there is a bank agent playing an important role, that is to represent and to act for the interest of and on the behalf of all the creditors. This bank agent is appointed by the creditors, and the rights and authorities of the agent are already part of the agreement between the creditors and the appointed agent. Each of the participants to the syndication does not have any direct legal connection to the debtor and thus is not able to communicate directly to the debtor. As such, any participant to the syndication has no right to collect payments to the credit, both of the principal or the interest, from ttrak Bhe debtor in the case of payment arrears. All legal action including the correspondence to the debtor is only performable by the agent. This research attempts to answer the following issues: How is the stipulation of Article 2 number (1), along with its explanation, of Act No. 37 Year 2004 applied (or abided) by the parties involved in the bankruptcy proceedings in syndication credit? How do the Judges apply Article 2 number (1), along with its explanation, in rendering their Judgement? How can the parties involved in credit syndication, particularly the participants to the syndicated credit and the agent find a loophole in filing for the bankruptcy, taking into account that stipulations regarding bankruptcy in a syndicated loan are still seeing gaps in Act No. 37 Year 2004? Analysis held to answer the main issue employs the normative research methods, with both legal (according to the letters of law) and empirical (according to the real-life application) approaches.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>