Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149263 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cityta Putri Kwarta
"ABSTRAK
Asma alergi merupakan penyakit atopi degeneratif yang disebabkan alergi atau hipersensitifitas tipe-1. Lebih dari 50% penderita asma alergi disebabkan adanya reaksi hipersensitif terhadap alergen Tungau Debu Rumah (TDR). Skrining subjek penelitian berdasarkan manifestasi asma dan Skin Prick Test (SPT) didapatkan 25 subjek atopi asma yang disebabkan alergi terhadap alergen TDR dan 21 subjek nonatopi. Respon imunitas seluler dievaluasi melalui teknik kultur Kultur sel mononuklear darah tepi (SMDT) yang diisolasi dari darah menggunakan teknik ficoll gradient. Kultur SMDT dari masing-masing subjek distimulasi dengan Alergen TDR, PHA (kontrol positif), dan RPMI (kontrol negatif) selanjutnya diinkubasi dalam inkubator CO2 5%, 37⁰C selama 72 jam. Dengan metode multiplex assay, supernatan hasil kultur dilakukan pengukuran IFNγ untuk menilai mediator proinflamasi tipe-1, Interleukin 13 (IL-13) untuk menilai mediator proinflamasi tipe-2, dan IL-10 sebagai anti inflamasi serta kadar Indoleamine 2,3-Dioxygenase (IDO) diukur dengan metode ELISA Sandwich. Terdapat peningkatan rasio sitokin proinflamasi tipe-2 (IL13) terhadap anti inflamasi (IL10) dan penurunan rasio sitokin proinflamasi tipe-1 (IFN) terhadap proinflamasi tipe-2 (IL-13) yang dihasilkan dari kultur SMDT pada kelompok atopi asma dibandingkan dengan kelompok nonatopi. Perubahan pola keseimbangan mediator pro inlamasi tipe-1, tipe-2 dan anti inflamasi pada subjek asma alergi diduga mempengarui produksi IDO yang ditemukan secara signifikan lebih rendah dibanding subjek non atopi.

ABSTRACT
Allergic asthma is degenerative atopy caused by type 1 allergic or hypersensitivity. More than 50% of people with allergic asthma are caused by hypersensitivity reactions to house dust mite allergens (HDM). Screening of research subjects based on asthma manifestations and Skin Prick Test (SPT) found 25 subjects with atopic asthma caused by allergies to TDR allergens and 21 nonatopic subjects. The cellular immune response was evaluated through a culture of peripheral blood mononuclear cell culture (PBMC) technique isolated from blood using the ficoll gradient technique. PBMC cultures from each subject were stimulated with HDM allergens, PHA (positive control), and RPMI (negative controls) then incubated in a 5% CO2 incubator, 37⁰C for 72 hours. With the multiplex assay method, IFNγ measurements were carried out by the culture supernatant to assess type 1 proinflammatory mediator, Interleukin 13 (IL-13) to assess type 2 proinflammatory mediators, and IL-10 as anti-inflammatory and Indoleamine 2,3-Dioxygenase levels (IDO) is measured by the ELISA Sandwich method. There was an increase in the ratio of type-2 (IL13) proinflammatory cytokines to anti-inflammatory (IL10) and a decrease in type-1 (IFN) proinflammatory cytokine to proinflammatory type-2 (IL-13) resulting from PBMC culture in the asthma atopy group compared to the nonatopic group. Changes in the balance pattern of type 1, type-2 and anti-inflammatory pro-inflammatory mediators in allergic asthma subjects suspected to affect IDO production were found to be significantly lower than non-atopy subjects.
"
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidya Sandi Bahana
"Latar belakang : Asma memengaruhi sekitar 300 juta orang di seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan global yang serius yang mempengaruhi semua kelompok umur. Asma alergi adalah fenotipe asma yang paling mudah dikenali dan sering dimulai sejak masa anak-anak. Sebagian besar asma alergi berhubungan dengan sensitisasi saluran napas akibat pajanan aeroalergen umum, terutama yang berasal dari tungau debu rumah. Proses inflamasi eosinofilik saluran napas menghasilkan produk akhir berupa nitrit oksida. Kadar nitrit oksida udara ekspirasi (FeNO) merupakan salah satu penanda hayati yang mengukur inflamasi saluran napas dan kadar FeNO yang tinggi pada pasien asma berhubungan dengan inflamasi saluran napas eosinofilik.Penilitian ini bertujuan mengetahui hubungan kadar IgE spesifik Der p dan Der f  dengan kadar FeNO pada pasien asma tidak terkontrol di RSUP Persahabatan.
Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan jumlah sampel 86 subjek pasien asma tidak terkontrol berdasarkan asthma control test di RSUP Persahabatan. Metode pengumpulan subjek dilakukan dengan teknik consecutive sampling. Pemeriksaan IgE spesifik tungau debu rumah menggunakan protia Q96M. Pemeriksaan FeNO menggunakan Bedfont NObreath.
Hasil : Dari 86 subjek asma tidak terkontrol didapatkan hasil rerata usia pasien asma tidak terkontrol di RSUP Persahabatan adalah  52,45 + 12,94 tahun, sebagian besar berjenis kelamin perempuan (84,9%).Proporsi pasien asma yang alergi terhadap tungau debu rumah  mencapai 64%. Prorporsi alergi Der p dan Der f 58%, alergi Der p 4,7% dan alergi Der f 1,2%. Median kadar IgE spesifik tungau debu rumah pada pasien asma tidak terkontrol di RSUP Persahabatan adalah 3,94 (0-100) IU/ml untuk Der p dan 4,47 (0-100) IU/ml untuk Der f. Median FeNO pasien asma tidak terkontrol adalah 26 (3-92) ppb. Dilakukan uji korelasi Spearman untuk kadar IgE spesifik dan kadar FeNO pasien asma tidak terkontrol. Terdapat hubungan bermakna antara kadar IgE spesifik Der p (nilai p = 0,009, r = 0,279, uji Spearman) dan Der f (nilai p = 0,001, r = 0,339, uji Spearman) dengan FeNO.
Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar IgE spesifik tungau debu rumah Der p dan Der f dengan FeNO pada pasien asma tidak terkontrol. Namun tingkat korelasi yang didapatkan lemah.

Background : Asthma affects approximately 300 million people worldwide and is a serious global health problem affecting all age groups. Allergic asthma is the most easily recognized asthma phenotype and often begins in childhood. Most allergic asthma is associated with airway sensitization due to exposure to common aeroallergens, particularly those from house dust mites. The eosinophilic inflammatory process of the airways produces the final product in the form of nitric oxide. Fractional exhaled nitric oxide (FeNO) levels are one of the biomarkers that measure airway inflammation and high FeNO levels in asthma patients are associated with eosinophilic airway inflammation. This study aims to determine the relationship between Dermatophagoides pteronysinnus (Der p) and Dermatophagoides  farinae (Der f) specific IgE levels with FeNO levels in uncontrolled asthma patients at Persahabatan Hospital.
Method : This cross sectional study in 86 uncontrolled asthma patients based on asthma control test less than 24 points. The method of collecting subjects was done by consecutive sampling technique. House dust mite specific IgE assay using protia Q96M. FeNO examination using Bedfont NObreath.   
Result : From 86 subjects with uncontrolled asthma, the mean age of uncontrolled asthma patients at Persahabatan Hospital was 52.45 + 12.94 years, most of them were female (84.9%). The proportion of asthma patients who were allergic to house dust mites reached 64. %. The proportion of allergy to Der p and Der f 58%, allergy to Der p 4.7% and allergy to Der f 1.2%. The median level of specific IgE for house dust mites in patients with uncontrolled asthma at the Persahbatan Hospital was 3.94 (0-100) IU/ml for Der p and 4.47 (0-100) IU/ml for Der f. The median FeNO of uncontrolled asthmatic patients was 26 (3-92) ppb. Spearman correlation test was performed for specific IgE levels and FeNO levels in patients with uncontrolled asthma. There was a significant relationship between specific IgE levels Der p (p value = 0.009, r = 0.279) and Der f (p value = 0.001, r = 0.339) and FeNO.
Conclusion : There is a significant relationship between the levels of specific IgE for house dust mites Der p and Der f with FeNO in patients with uncontrolled asthma. However, the correlation level obtained is weak.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Siti Nuraeni
"ABSTRAK
Tungau debu rumah (TDR) merupakan alergen pencetus asma. Sebanyak 85% pasien asma, alergi terhadap Dermatophagoides pteronyssinus. Atopi adalah kecenderungan untuk menghasilkan antibodi IgE sebagai respons terhadap paparan alergen. Paparan berulang pada proses desensititasi menginduksi peningkatan sel T regulator yang memproduksi IL-10 sehingga dapat menginduksi produksi IgG4. Selama ini, IgE spesifik alergen dijadikan penanda adanya alergen namun hanya terdeteksi pada orang yang atopi. Untuk menghindari adanya pajanan alergen sebagai sumber alergi baik pada subjek atopi maupun normal, diperlukan pengembangan metode yang dapat memindai daerah/lokasi yang diduga menjadi habitat TDR. Hal ini penting agar dapat dilakukan upacaya pencegahan dan pengendalian asma. Berdasarkan hal tesebut, peneliti tertarik untuk mengetahui respon IgE dan IgG4 dan korelasinya dengan kepadatan TDR. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2018 sampai April 2019. Sebanyak 25 pasien asma atopi dan 21 subjek normal dilakukan pengukuran kadar serum IgE dan IgG4 Der p menggunakan metode indirek ELISA. Sampel debu rumah diambil dari rumah pasien, diidentifikasi dan dihitung jumlahnya menggunakan metode Hart & Fain. Hasil penelitian menunjukkan spesies TDR yang paling mendominasi yaitu D. pteronyssinus. Kadar serum IgE spesifik Der p pada pasien asma atopi lebih tinggi dibandingkan pasien normal (p=0,002) sedangkan kadar serum IgG4 spesifik Der p baik pada pasien asma atopi maupun normal tidak menunjukan beda signifikan (p=0,667). Kepadatan D. pteronyssinus baik di ruang tidur maupun ruang keluarga menunjukkan korelasi positif dengan kadar serum IgG4 Der p baik pada asma atopi maupun normal (Spearman,Rho=0,388,p=0,008). IgG4 spesifik Der p dapat dijadikan prediktor adanya TDR di rumah.

ABSTRACT
As many as 85% of asthma patients are allergic to Dermatophagoides pteronyssinus. Repeated exposure to allergens induces an increase in regulator T cells that produce IL-10 which can affect B cells to switch to IgG4. Allergen-specific IgE was used as a marker of allergen exposure but was only detected in people who were atopic while in normal subjects this IgE marker did not appear, So an immunological marker was needed which could be used to scan for exposure. This is important so that efforts can be made to prevent and control asthma. Based on this, the researchers were interested in knowing correlation Der p density with the response of IgE and IgG4 spesific Der p. Twenty Five atopic asthma and 21 normal subjects were measured for serum IgE and IgG4 spesific Der p levels using the indirect ELISA method. Dust samples were taken from the patient's home, identified and counted using the Hart & Fain method. The results showed that the most dominant TDR species was D. pteronyssinus. IgE specific Der p level in atopic asthma were higher than normal (p=0.002) while IgG4 specific Der p level in both atopic asthma and normal did not show significant differences (p=0.667). Density of D. pteronyssinus showed a positive correlation with IgG4 spesific Der p level (Spearman r=0.388, p=0.008) compared to IgE spesific Der p.IgG4 can be used as a predictor of the presence of house dust mites in atopic asthma and normal subjects."
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Ricky Riady
"Latar belakang. Tungau debu rumah (TDR) adalah salah satu penghasil alergen pada debu yang dapat memicu asma. Makanan utama TDR adalah serpihan kulit manusia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara jumlah anggota keluarga terhadap prevalensi dan intensitas dari TDR spesies Dermatophagoides pteronyssinus.
Metode. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional dari bulan Novermber 2013- Februari 2014. Lokasi penelitian berada di Pasar Rebo (Jakarta Timur ) dan Pamulang (Tangerang Selatan). Sampel penelitian ini adalah debu rumah penduduk. Diagnosis Dp pada debu rumah ditegakkan dengan pemeriksaan debu secara langsung dibawah mikroskop cahaya.
Hasil. Total 96 rumah responden terdiri 44 di Jakarta Utara dan 52 Tangerang Selatan. Prevalensi Dp sebesar 77,1% (74/96) dengan intensitas rata-rata 65.4± 105.9 Dp/g debu. Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara jumlah anggota keluarga ≤ 4 dan > 4 orang terhadap prevalensi dan intensitas Dp di Jakarta Timur dan Tangerang Selatan.
Kesimpulan. Penelitian ini menunjukan bahwa prevalensi dan kepadatan Dp tidak dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga.

Intoduction. House dust mites (HDM) was a major source of allergen in dust that could trigger asthma. HDM eat keratin from human skin shed. The purpose of this research was to know whether household member has correlation with prevalence and intensity of HDM species Dermatophagoides pteronyssinus(Dp).
Method. This research was held between November 2013 - February 2014. Design used in this research was cross-sectional. Sample was dust collected from house in Pasar Rebo(East Jakarta) and Pamulang(South Tangerang). HDM was diagnosed by direct examination of dust using light microscope.
Result. Total 96 house of responden was used in this reserach, 44 from East Jakarta and 52 from South Tangerang. Prevalence of Dp was 77.1%(74/96) and Dp intensity mean was 65.4± 105.9 Dp/g dust.
Conclusion. There wasn't any correlation(p>0.05) between household member with prevalence and intensity of HDM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paul Zakaria DaGomez
"ABSTRAK
Prevalensi rinitis alergi dan asma alergi (RA3) Cukup tingi. Dermatophogoldes pteronysstnus (DP) dan dog dander (DD) sering menimbulkan alergi. Alergi sering dihubungkan dengan peningkamn kadar IgE dan adanya IgE spesifik. Penderita alergi yang diimunoterapi hiposensitisasi dan secara klinis membaik, terjadi penurunan kadar IgE dan peningkatan kadar 1gG4. IgG4 dikenal sebagai blocking antibody yang menghambat reaksi alergi. Dugaan bahwa IgG4 juga berperan sebagai IgE menimbulkan alergi masih kontroversial.
Tujuan peneiitian ini untuk mengetahui pola reaksi IgG penderita RA3 terhadap DP clan DD dengan alergennya serta kemungkinan ada fraksi antigen(f-Ag) DP dan DD yang sama BMnya dan sama antigenisitasnya. Untuk ini ada tiga kelompok serum yaitu I, senim penderita RA3 dengnn skin prick test,(SPT)+ terhadnp DP dan DD serta mempunyai aktivitas IgE anti-DP (lgmbp) dan Ig; ami-DD (1gE¢DD); II, mm RA; dengan SPT- terhadap DP dan DD serta tanpa IgEotDP dan IgEa.DD; III, serum orang sehat tanpn riwayat alergi. "
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Widyati Rahadian
"ABSTRAK
Tungau debu rumah merupakan sumber alergen yang dapat menyebabkan alergi. Menurut biofisika, terjadinya alergi dalam tubuh manusia adalah hasil munculnya pencetakan alergi allergy imprinting yang berasal dari kontak tubuh manusia dengan zat dan berkembang dari pencetakan biofisik dengan substansi informasi. Penelitian dirancang dengan desain eksperimental untuk menilai dampak bioresonansi gelombang elektromagnetik terhadap perubahan profil mediator pro inflamasi type 2 IL4 dan IL13 dan mediator anti inflamasi IL10 yang dihasilkan oleh kultur sel darah lengkap yang diambil dari subjek alergi rhinitis karena tungau debu rumah. Hasil menunjukkan bahwa pada group dengan perlakuan bioresonansi didapatkan perbedaan. IL 4 dan IL13 yang diberi antigen tungau terhadap kontrol negatif lebih rendah dibandingkan dengan group yang tanpa perlakuan bioresonansi. Kadar IL10 sebagai mediator anti inflamasi lebih meningkat dibandingkan dengan group tanpa perlakuan bioresonansi. Hasil analisa respon sel darah lengkap yang menunjukkan kenaikan dari kondisi kontrol RPMI dibandingkan terhadap PHA Phytohemagglutinin menggambarkan bahwa kelompok dengan perlakuan bioresonansi dan yang tidak diberi perlakuan bioresonansi pada hari ke-7 masih hidup dan menghasilkan produksi sitokin. Produksi meditor akibat perlakuan bioresonansi gelombang elektromagnetik tidak mengubah fungsi biologik dari peran anti inflamasi yang secara fungsional dapat menghambat laju produksi inflamasi. Kata kunci: alergi tungau debu rumah, bioresonansi, interleukin

ABSTRACT
House dust mites are a source of allergens that can cause allergies. In the view of biophysics the occurrence of allergies in the human body is the result of the emergence of allergy imprinting which comes from human body contact with substances and evolves from biophysical printing with the substance of information. The study was designed with an experimental design to assess the impact of bioresonance of electromagnetic waves on changes in pro inflammatory mediator profiles IL 4 and IL 13 and anti inflammatory mediators IL 10 produced by complete blood cell cultures drawn from subjects of rhinitis allergy due to dust mites home. The result shows that the group given the bioresonance treatment, the difference between IL 4 and IL 13 given the mite antigen to negative control is lower than that of group without treatment. Level of IL 10 as an anti inflammatory mediator is increased compared to the group without bioresonance treatment. Result of a complete blood cell response analysis which shows an increase in control condition RPMI compared to PHA Phytohemagglutinin illustrates that the exposed group and non exposed to bioresonance on the 7th day are viable and produce cytokine production. The production of meditators due to the exposure of programmed bioresonance treatment does not alter the biological functioning of the anti inflammatory role that functionally is able to inhibit the rate of inflammatory production. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kintamani Arafah
"ABSTRAK
Asma merupakan penyakit pernapasan kronis yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Keterkendalian asma merupakan manifestasi asma yang dapat diobservasi. Keterkendalian asma dipengaruhi oleh kepercayaan mengenai apa yang memengaruhi kondisi kesehatan seseorang, atau disebut dengan health locus of control. Health locus of control terdiri dari tiga dimensi, yaitu internal, powerful others, dan chance. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji mengenai pengaruh internal dan powerful others health locus of control terhadap keterkendalian asma. Sebanyak 272 penderita asma berusia 17 ndash; 50 tahun menyelesaikan alat ukur Asthma Control Test Nathan et al., 2004 dan Multidimensional Health Locus of Control Wallston, Stein, Smith, 1994 . Teknik analisis regresi logistik biner dilakukan untuk melihat pengaruh internal dan powerful others health locus of control terhadap keterkendalian asma. Hasilnya menunjukkan bahwa internal health locus of control tidak dapat memprediksi keterkendalian asma X2 1 = 0,29, p > 0,05 . Sementara itu powerful others health locus of control terbukti dapat memprediksi keterkendalian asma X2 1 = 5,68, p < 0,05 . Berdasakan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa powerful others health locus of control yang semakin tinggi akan menurunkan keterkendalian asma.

ABSTRACT
Asthma is a chronic respiratory disease that cannot be cured, but can be controlled. Asthma control is the extent to which the manifestations of asthma can be observed in the patient. Asthma control is influenced by the health beliefs of what controls someone rsquo s health condition, called health locus of control. Health locus of control consists of three dimensions internal, powerful others, and chance. The aim of this study is to examine the effect of internal and powerful others health locus of control on asthma control. Two hundred seventy two asthmatic patients aged 17 ndash 50 completed Asthma Control Test Nathan et al., 2004 and Multidimensional Health Locus of Control Wallston, Stein, Smith, 1994 instruments. Binary logistic regression was used as data analysis technique. This study found that internal health locus of control cannot predict asthma control X2 1 0,29, p 0,05 . On the other hand, powerful others health locus of control is founded to be a predictor of asthma control X2 1 5,68, p 0,05 . Thus, the results of this study can be concluded that the higher the powerful others health locus of control will lower asthma control on asthmatic patients. "
2017
S67365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiastuti S. Manan
"Dhermatophagoides pteronyssinus adalah jenis tungau debu yang merupakan salah satu alergen pencetus timbulnya asma bagi orang yang rentan. Karena tungau ini habitatnya didalam debu pada rumah--rumah yang lembab, kasur kapuk, serta perabot rumah tangga lainnya. Sumber debu dengan jumlah tungau terbanyak adalah di kamar tidur terutama di kasur. Pada umumnya masyarakat Indonesia sebagian besar menggunakan kasur kapuk sebagai alas tidurnya.Kasur kapuk merupakan salah satu perabot kamar tidur yang paling rawan terhadap infestasi TDR, sedangkan dalam satu hari kita berada dalam kamar tidur rata-rata 6-8 jam, sehingga kemungkinan kita dapat terpajan oleh alergen TDR besar sekali.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penjemuran kasur kapuk terhadap populasi TDR, sebagai salah satu upaya pemberantasan TDR. Sampel debu diambil secara acak dengan menggunakan alat penyedot debu dari kasur kapuk yang masa penggunaan 2 tahun, 3tahun dan 4 tahun, selanjutnya dengan Cara flotasi debu kasur diperiksa.
Hasil pemeriksaan total debu kasur 156,03 gram berasal dari, 60 kasur, didapatkan tungau debu rata-rata 147 per gram debu dan jumlah total tungau yang didapat adalah 26470 individu yang terdiri dari 5 jenis tungau yaitu: D. pteronyssinus, D. farinae, Glycipagus destructor, Suidasia medinensis , dan Ceyletus erudetus. Jumlah tungau terbanyak adalah D. pteronyssinus dan G. destructor. Kesimpulan bahwa makin lama masa penggunaan kasur kapuk makin banyak jumlah tungau yang didapat. Terdapat hubungan yang positif antara masa penggunaan kasur, masa penjemuran dan jenis-jenis-TDR."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sinurat, Julfreser
"Latar Belakang : Skin prick test SPT merupakan baku emas mendiagnosis sensitisasi alergen, namun memiliki keterbatasan. Pemeriksaan IgE spesifik merupakan pemeriksaan in vitro, nyaman dan tidak ada risiko anafilaksis.Tujuan: Mendapatkan akurasi pemeriksaan IgE spesifik serum metode ELISA dalam mendiagnosis sensitisasi alergen hirup pada pasien asma dan/atau rinitis alergi.Metode: Merupakan uji diagnostik dengan desain cross sectional pada pasien asma dan rinitis alergi di poliklinik Alergi-Imunologi FKUI-RSCM. Seratus pasien diperiksa IgE spesifik serum tungau debu rumah D.pterossinus, D.farinae, B.tropicalis , kulit anjing, kulit kucing dan kecoak dengan metode ELISA serta SPT sebagai baku emas mendiagnosis sensitisasi alergen tersebut. Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga, dan rasio kemungkinan dari IgE spesifik serum dinilai untuk masing-masing alergen.Hasil: Sensitivitas IgE spesifik serum dalam mendiagnosis sensitisasi alergen tungau debu rumah berkisar 48-77 , dengan sensitivitas tertinggi 77 IK 95 66-86 pada D.farinae. Spesifisitas berkisar 64-95 , dengan spesifitas tertinggi 95 IK 95 76-99 pada B.tropicalis, serta nilai RK antara 2,1-11, dengan tertinggi untuk B.tropicalis. Sensitivitas mendiagnosis sensitisasi kecoak 12 IK 95 4,5-27 , namun spesifisitas 100 IK 95 92-100 , dengan RK . Spesifisitas mendiagnosis sensitisasi kulit anjing 89 IK 95 79-95 , namun senstitivitas 3 IK 95 1,5-17 , dengan RK hanya 0,29 IK 95 0,03-2,26 . IgE spesifik serum memiliki spesifitas 88 IK 95 77-95 dalam mendiagnosis sensitisasi kulit kucing, namun sensitivitas 10 IK 95 3,5-26 dan RK 0,9 IK 95 0,3-3,1 .Kesimpuan: Pemeriksaan IgE spesifik serum metode ELISA memiliki akurasi diagnostik yang sedang dalam mendiagnosis sensitisasi terhadap tungau debu rumah dan kecoak, namun akurasi rendah untuk kulit anjing dan kucingKata Kunci: Skin prick test IgE spesifik serum, Akurasi, Alergen hirup
Background Skin prick test SPT is the gold standard to diagnose allergen sensitization, but has some limitations. Serum specific IgE SSIgE is in vitro test, comfortable and has no anaphylaxis risk.Aim To get the accuracy of SSIgE test using ELISA method in diagnosing inhalant allergens sensitization in asthma and or allergic rhinitis patients.Method This is diagnostic study with subjects were asthma and or allergic rhinitis patients. One hundreds patients had SSIgE test for house dust mites D.pterossinus, D.farinae, B.tropicalis , dog dander, cat dander and cockroach allergens and SPT as gold standard to diagnose allergen sensitization. Sensitivity, specificity, predictive value, and likelihood ratio of SSIgE were evaluated.Result To diagnose house dust mites sensitization SSIgE has 48 77 sensitivity, with the highest is for D.farinae 77 95 CI 66 86 , while specificity is 64 95 , with the highest is for B.tropicalis 95 95 CI 76 99 and LR around 2,1 11, with the highest is for B.tropicalis. Sensitivity of SSIgE to diagnose cockroach sensitization is 12 95 CI 4.5 27 , but has high specificity 100 95 CI 92 100 , and high LR . SSIgE has high specificity 89 95 CI 79 95 in diagnosing dog dander sensitization, but low sensitivity 3 95 CI 1.5 17 and low LR 0.29 95 CI 0.03 2.26 . To diagnose cat dander sensitization SSIgE has 88 95 CI 77 95 specificity, but low sensitivity 10 95 CI 3.5 26 and low LR 0.9 95 CI 0.3 3.1 Conclusion SSIgE test using ELISA method has moderate accuracy in diagnosing house dust mites and cockroach sensitization, but low accuracy for dog and cat dander sensitization.Keywords Skin prick test, Serum specific IgE, Accuracy, Inhalant Allergens"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Juan Felix Samudra
"Latar Belakang
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan darah tertinggi pada anak dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi di negara berkembang. Saat ini berkembang berbagai upaya tatalaksana LLA dan respons terhadap pengobatan tersebut salah satunya dilihat melalui karakteristik dan data hematologi pasien. Interleukin 10 (IL-10) merupakan marker potensial terapi LLA karena perannya dalam mekanisme progresivitas kanker. Akan tetapi, hubungan konsentrasi IL-10 terhadap karakteristik dan data hematologi pasien dalam menentukan respons pasien terhadap pengobatan belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengukur konsentrasi IL-10 dan melihat hubungannya terhadap karakteristik dan data hematologi pasien yang sedang berada dalam kemoterapi fase pemeliharaan.
Metode
Penelitian potong lintang menggunakan 74 sampel darah tersimpan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan pada bulan Januari sampai April 2024 di laboratorium Farmakokinetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pengukuran konsentrasi IL- 10 dilakukan dengan metode ELISA dan dibaca melalui spektrofotometer. Karakteristik dan data hematologi pasien didapatkan melalui repositori penelitian sebelumnya. Analisis deskriptif dilakukan pada konsentrasi IL-10, karakteristik, dan data hematologi pasien. Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan antara setiap variabel bebas terhadap konsentrasi IL-10 sebagai variabel terikat.
Hasil
Konsentrasi IL-10 pada pasien anak LLA dalam kemoterapi fase pemeliharaan berada dalam rentang 9,32-451,02 pg/ml. Ditemukan hubungan antara konsentrasi IL-10 dengan kelompok usia (p=0,001) dengan OR sebesar 8,667 (95% CI; 2,376-31,611), sedangkan terhadap jenis kelamin, status gizi, dan stratifikasi risiko tidak ditemukan hubungan. Tidak ditemukan hubungan antara konsentrasi IL-10 dengan data hematologi pasien berupa hemoglobin, leukosit, dan trombosit.
Kesimpulan
Konsentrasi IL-10 berhubungan dengan variabel usia pasien LLA anak dalam kemoterapi fase pemeliharaan, tetapi tidak berhubungan dengan variabel karakteristik lain dan data hematologi.

Introduction
Acute lymphoblastic leukemia is the most common hematologic malignancy in children, with a high mortality in developing countries. Treatment strategies are being developed for ALL. Patient characteristics and hematological data are considered when evaluating patient’s response. Interleukin-10 (IL-10) is a potential marker for ALL therapy for its role in cancer progression. However, the association between IL-10 levels those variables mentioned before has not yet been investigated. This study aims to measure IL-10 levels and their association with patient characteristics and hematological data in children undergoing maintenance phase chemotherapy.
Method
This cross-sectional study utilized 74 stored blood samples from a previous study and was conducted between January and April 2024 at the Pharmacokinetics Laboratory, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. IL-10 concentrations were measured using the ELISA method. Patient characteristics and hematological data were obtained from the prior study. Descriptive analyses were performed on IL-10 concentrations, patient characteristics, and hematological data. Bivariate analysis was conducted to examine the association between IL-10 concentration and independent variables.
Results
IL-10 concentrations in pediatric ALL patients undergoing maintenance-phase chemotherapy ranged from 9.32 to 451.02 pg/ml. IL-10 concentration was associated with age group (p = 0.001) with an odds ratio of 8,667 (95% CI; 2,376-31,611). No associations were observed between IL-10 concentration and gender, nutritional status, risk stratification, hemoglobin, leukocytes, and platelets.
Conclusion
IL-10 concentration is associated with age in pediatric ALL patients undergoing maintenance-phase chemotherapy, but no associations were observed with other patient characteristics or hematological data.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf;S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>