Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145665 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siji Jati Sindhuarta
"Tumbuhan Oryza rufipogon merupakan salah satu tumbuhan yang tumbuh di perairan Situ Lab. Alam. Tumbuhan O. rufipogon berperan sebagai substrat dan habitat fitoepifiton tetapi keberadaan fitoepifiton tersebut meghalangi cahaya yang dibutuhkan tumbuhan untuk berfotosintesis. Oleh karena itu, tumbuhan memproduksi senyawa metabolit sekunder untuk menghalangi penempelan fitoepifiton. Penelitian analisis metabolit sekunder O. rufipogon yang berperan sebagai antifouling dilakukan dengan merendam batang O. rufipogon perlakuan yang telah dihilangkan metabolit sekundernya dan batang kontrol di dalam Situ Lab. Alam selama 1 minggu. Ekstrak metabolit sekunder batang O. rufipogon dianalisis dengan HPLC dengan 2 panjang gelombang yang berbeda yaitu 254 nm dan 285 nm untuk mengetahui profil kromatografinya. Fitoepifiton yang menempel pada batang kontrol dan perlakuan dihitung kelimpahan, keanekaragaman, kemerataan, dan dominansi.
Data penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan fitoepifiton pada O. rufipogonbatang kontrol sebesar 287 individu/cm 2 dari 25 genera, dan batang perlakuan sebesar 657 sel/cm 2 dari 19 genera. Nilai kelimpahan dan keanekaragaman fitoepifiton pada kedua tumbuhan tersebut berbeda nyata berdasarkan analisis statistik uji-t. Persebaran fitoepifiton lebih merata pada batang kontrol dibanding batang perlakuan. Berdasarkan indeks dominansi, terdapat kecenderungan jenis tertentu yang mendominasi pada batang perlakuan. Hasil tersebut menjelaskan bahwa adanya pengaruh metabolit sekunder dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan epifiton yang menempel sebagai antifouling. Hasil analisis kromatografi HPLC melaporkan bahwa terdapat metabolit sekunder dari batang O. rufipogon yang diduga memiliki potensi sebagai antifouling.

Oryza rufipogon plant is one of the emergent plants that grow in Situ Lab. Alam. The O. rufipogon acts as a substrate and habitat for phytoepiphyton, but the presence of phytoepiphyton capable to blocks the sunlight that support plants to fotosynthesis. Therefore, plant produce secondary metabolites to inhibit attachment of phytoepiphyton The study of the analysis of secondary metabolites of O. rufipogon which acted as antifouling was carried out by soaking the O. rufipogon treatment stem which had removed its secondary metabolites and control stem in the Situ Lab. Alam for 1 week. The secondary metabolite extract of the O. rufipogon stem was analyzed by HPLC with 2 different wavelengths of  254 nm and 285 nm to determine the chromatographic profile. Phytoepiphyton attached to the control and treatment stem was calculated for its abundance, diversity, evenness, and dominance.
The research data showed that the phytoepifiton abundance of O. rufipogon control stem was 287 individuals/cm 2 of 25 genera, and treatment stem was 657 organism/cm 2 of 19 genera. The value of abundance and diversity of phytoepiphyton in the two plants was significally different based on t-test statistical analysis. The distribution of phytoepiphyton is more evenly distributed in the control stem than the treatment stem. Based on the dominance index, there is a tendency for certain types to dominate in the treatment stem. These result explain the secondary metabolites affects for inhibit the growth and development of phytoepiphyton attachment and also act as antifouling. The result of HPLC chromatography analysis reported that there were secondary metabolites from the O. rufipogon stem thought to be potentially as antifouling.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Valentina
"Tumbuhan Isachne globose merupakan salah satu tumbuhan emergent yang hidup di Situ Lab. Alam , FMIPA UI. Isachne globose mampu berfungsi sebagai substrat bagi fitoepifiton, namun keberadaan fitoepifiton yang menempel pada tumbuhan I. globose mampu menghambat cahaya matahari yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tersebut. Telah dilakukan analisis pengaruh metabolit sekunder pada tumbuhan I. globose sebagai antifouling yang mampu menahan penempelan fitoepifiton. Penelitian dilakukan menggunakan batang I. globose perlakuan yang telah dihilangkan metabolit sekundernya dan batang kontrol yang keduanya direndam selama 7 hari di Situ Lab. Alam. Metabolit sekunder batang I. globose dianalisa dengan HPLC untuk mengetahui profil kromatografinya.
Data penelitian menunjukkan terdapat kelimpahan fitoepifiton pada batang kontrol sebesar 219 individu/sel 2 dari 22 genera, sedangkan pada batang perlakuan sebesar 444 individu/cm 2 dari 27 genera. Berdasarkan uji t, nilai indeks keanekaragaman dan kelimpahan pada batang I. globose kontrol dan perlakuan berbeda nyata. Profil kromatogram ekstrak batang I. globose pada panjang gelombang 285 nm menunjukkan adanya 4 metabolit sekunder paling dominan (RT 7,50; 8,89; 9,99 dan 15,10). Diduga metabolit sekunder dominan tersebut berperan antifouling terhadap penempelan fitoepifiton di Situ Lab. Alam.

I. globose is one of the emergent plants that live in the Situ Lab. Alam, FMIPA UI. Isachne globose is able to function as a substrate for phytoepiphyton, but the presence of phytoepiphyton that attaches to plants I globose is able to inhibit sunlight which supports the growth and development of these plants. An analysis of the effects of secondary metabolites on plants has been carried out I. globose as an antifouling that is able to with stand the attachment of phytoepiphyton. The study was conducted using stem I. globose treatment which had been removed by secondary metabolites and control, both of them were soaked for 7 days. Secondary metabolites in I. globose were analyzed by HPLC to determine the profile chromatographic.
The results data shows the abundance of phytophthiton in I. globose control was 219 individuals/cm 2 from 22 genera, while in the treatment stem was 444 individual/cm 2 from 27 genera. Based on the t test, the value of index diversity and abundance in stem I. globose control and treatment were significantly different. Profile chromatogram extract I. globose at 285 nm wavelength showed 4 of the most dominant secondary metabolites (Real Time 7,50; 8,89; 9,99 and 15,10). It is suspected that the dominant secondary metabolites play role as antifouling for attaching phytoepiphyton at Isachne globose stem in Situ Lab. Alam.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyimas Zahra Paramameswari
"Epifiton berperan penting dalam sistem produksi perairan, tetapi komposisi dan kuantitasnya belum diketahui di Situ Alam. Terdapat tumbuhan emergent di Situ Alam meliputi Oryza rufipogon dan Isachne globosa, yang dapat berperan sebagai substrat epifiton. Oleh karena itu, analisis struktur komunitas epifiton pada dua tumbuhan tersebut di Situ Alam perlu dilakukan, disertai komposisi organisme yang berpotensi menjadi epifiton. Sampel epifiton didapat dari Oryza rufipogon dan Isachne globosa menggunakan metode purposive sampling di tepi situ, sedangkan organisme yang berpotensi menjadi epifiton didapat dari gelas objek yang dibenamkan dalam situ. Hasil yang diperoleh, yaitu kelimpahan epifiton pada Oryza rufipogon sebesar 26.163 sel/cm2 dari 61 genus, sedangkan pada Isachne globosa sebesar 49.863 sel/cm2 dari 50 genus, dan disertai 37 genus organisme yang berpotensi menjadi epifiton.
Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, keanekaragaman epifiton pada Oryza rufipogon dan Isachne globosa termasuk sedang, dengan nilai pada Isachne globosa yaitu 2,06, dan nilai pada Oryza rufipogon yaitu 1,86. Kelimpahan dan keanekaragaman epifiton pada dua tumbuhan tersebut berbeda nyata, berdasarkan analisis uji-t. Selain itu, berdasarkan analisis similaritas Sorensen, genus epifiton pada dua tumbuhan tersebut memiliki kesamaan sebesar 88,24, dengan perbedaan sebesar 11,76, yang disebabkan oleh 10 genus spesifik pada Oryza rufipogon dan 1 genus spesifik pada Isachne globosa.

Epiphyton play an important role in aquatic production systems, but their composition and quantity are not yet known in Situ Alam. There are emergent plants in Situ Alam include Oryza rufipogon and Isachne globosa, which can serve as epiphyton substrate. Therefore, an analysis of epiphyton community structure on these two plants in Situ Alam should be known, with the composition of epiphyton potential organism. Epiphyton samples were obtained from Oryza rufipogon and Isachne globosa using purposive sampling method on the edge of the situ, and epiphyton potential organisms were obtained from glass objects that were immersed in situ. The results obtained, the epiphyton abundance on Oryza rufipogon are 26,163 cells cm2 from 61 genera, and on Isachne globosa are 49.863 cells cm2 from 50 genera, with 37 genera of epiphyton potential organisms.
Based on Shannon Wiener 39 s diversity index, epiphyton diversity on Oryza rufipogon and Isachne globosa is moderate, with value at Isachne globosa is 2.06, and the value of Oryza rufipogon is 1.86. The epiphyton abundance and diversity on these two plants was significantly different, based on t test analysis. In addition, based on Sorensen 39s similarity analysis, the epiphyton genera on these two plants have 88.24 similarity, with 11.76 difference, caused there are 10 specific genera on Oryza rufipogon and 1 specific genera on Isachne globosa.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisilia Heyden
"Substrat makrofita memengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman struktur komunitas epifiton. Mikroalga yang berpotensi bersifat perifitik menjadi komponen penyusun struktur komunitas epifiton. Berdasarkan penelitian sebelumnya, epifiton pada Utricularia berkeanekaragaman sedang dengan Cosmarium dan diatom sebagai penyusun utama komunitas epifiton, sementara epifiton pada Hydrilla dan Chara yaitu Closterium, Cosmarium, Euastrum, Micrasterias, Pleurotaenium, dan Staurastrum.
Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan antara struktur komunitas epifiton pada Utricularia sp. dengan Hydrilla sp. dan mengetahui plankton yang berpotensi menjadi epifiton di Situ Alam FMIPA UI. Komponen yang dikaji yaitu kelimpahan dan keanekaragaman epifiton.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2018 hingga Mei 2018 menggunakan metode purposive sampling dan mengambil sampel epifiton pada Utricularia sp., Hydrilla sp., gelas objek, dan plankton pada sampel air. Pengambilan tiap sampel dilakukan 3 kali dengan pengulangan 1 kali dalam jarak waktu 2 minggu.
Penelitian menunjukkan 67 genus dengan 1 genus planktonik yang hanya ditemukan di sampel gelas objek saja. Kelimpahan epifiton pada Utricularia sp. sebanyak 84.609 sel/ml, lebih tinggi dibanding epifiton pada Hydrilla sp. yaitu 74.392 sel/ml. Nilai keanekaragaman epifiton pada kedua tanaman tersebut dikategorikan keanekaragaman rendah H rsquo;< 2,302. Keanekaragaman komunitas epifiton pada Utricularia sp. berbeda dengan komunitas epifiton pada Hydrilla sp. P0,05.

Macrophytes as substrate affect abundance and diversity in community structure of epiphyton with periphytic microalgae become part of it. Previous research showed medium diversity of epiphyton on Utricularia mostly consists of Cosmarium and diatom, also Closterium, Cosmarium, Euastrum, Micrasterias, Pleurotaenium, and Staurastrum was found on epiphyton of Hydrilla and Chara.
The purpose of this research is to know the differences between community structure of epiphyton on Utricularia sp. and Hydrilla sp., also to know planktons that become epiphyton at Situ Alam FMIPA UI. Abundance and diversity of epiphyton community are the main discussion in this research.
Research begins on March 2018 until May 2018. Using purposive sampling method, samples were taken from Utricularia sp., Hydrilla sp., object glass, and water. Each sample was taken thrice, one repetition, once every 2 weeks.
Research shows 67 genera, including 1 planktonic genus that was found only on object glass. The abundance of epiphyton on Utricularia sp. shows 84.609 cell ml, higher than 74.392 cell ml that was found on epihyton of Hydrilla sp. Both diversity indices are categorized as low diversity.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asnawi
"Masalah di industri manufaktur produk cetak injeksi plastik adalah menekan jumlah penolakan produk karena tak memenuhi standar kualitas hasil injeksi dan standar kualitas hasil pengecatan. Dalam hal ini, cacat serapan cat, walaupun kini sudah jauh berkurang, masih mendominasi. Hal ini tentu dapat manjadi kendala bagi peningkatan kinerja produksi. Cacat serapan cat dapat terjadi karena kombinasi dua hal, yaitu perembesan kembali pelarut cat melalui coating cat yang telan mengalami curing; dan adanya porositas renik pada benda cetak injeksi. Untuk menanganinya diperlukan pemilihan rumusan coating yang sesuai untuk plastik otomotif eksterior tersebut; dan mengurangi porositas renik, yang ditentukan oleh proses manufaktur seperti teknik cetak injeksi serta perlakuan (pemesinan) Ianjutan hasil injeksi dan perlakuan awal sebelum pengecatan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perubanan temperatur silinder H4 pada rentang 190-240°C, waktu tahan HT1=HT2 pada rentang 2-7 detik, tekanan tahan PH3 pada rentang 16-51 %, kecepatan injeksi pada rentang 29-64 % dan temperatur pengeringan cat pada rentang 40-100°C terhadap cacat serapan cat pada hasil pengecatan produk injeksi. Dari hasil penelilian ini diperoleh bahwa untuk mengurangi cacat serapan cat sebaiknya temperatur silinder H4=190°C; waktu tahan HT1=HT2 = 4 detik; tekanan tahan PH3=16 % Serta kecepatan injeksi Vl3=29 %; dan temperatur pengeringan cat =40°C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S41967
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Zulkarnain
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui struktur komunitas epifiton pada tumbuhan Ipomoea aquatica F. di lima situ Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Ditemukan 34 marga dengan kepadatan 983 ind/cm2. Situ Agathis memiliki epifiton dengan kepadatan 320 ind/cm2, Situ Mahoni sebesar 296 ind/cm2, Situ Puspa sebesar 136 ind/cm2, Situ Ulin sebesar 48 ind/cm2, Situ Salam sebesar 183 ind/cm2. Situ Agathis di dominasi oleh Crucigeniella (12%), Situ Mahoni di dominasi oleh Navicula (26%), Situ Puspa di dominasi oleh Navicula (50%), Situ Salam di dominasi oleh Diatom1 (74%), Situ Ulin di dominasi oleh Euglena (33,5%). Perairan di sekitar epifton di Ipomoea aquatica F. memiliki intensitas cahaya berkisar antara 0,26 m--0,40 m; suhu 26--29,5°C; pH 5--6,5; DO 5,9--8,64 ppm; BOD 1,5--2,7 ppm. Indeks keanekaan epifiton berkisar antara 0,15--0,365. Indeks kemerataan penyebaran epifiton berkisar antara 0,09--0,19. Indeks kesamaan menurut Hierarchical cluster dengan menggunakan program PAST v3 memiliki tingkat kesamaan epifiton di lima situ UI berkisar antara 24,34--47,44 yang berarti kesamaan di setiap situ tidak berbeda jauh.

This research is aimed to know the epiphyton structure on Ipomoea aquatica F. in five situ at University of Indonesia, Depok, West Java. 34 genus have been found in those situ with density of 983 Ind/cm2. Situ Agathis, Situ Mahoni, Situ Puspa, Situ Ulin, and Situ Salam had epiphyton density 320 ind/cm2, 296 ind/cm2, 136 ind/cm2, 48 ind/cm2, 183 ind/cm2 respectively. Domination of Crucigeniella at Situ Agathis was 12%. Domination of Navicula at Situ Mahoni was 26%. Domination of Navicula at Situ Puspa was 50%. Domination of Diatom 1 at Situ Salam was 74%. Domination of Euglena at Situ Ulin was 33,5%. Brightness of light at around epiphyton in Ipomoea aquatica F.depht ranges 0,26 m--0,40 m. Temperature range from 26--29,5°C; pH: 5--6,5; DO: 5,9--8,64 ppm; BOD: 1,5--2,7 ppm. Epiphyton diversity index ranged 0,15--0,36. Epiphyton Evennes index ranged from 0,09--0,19. Similarity index in hierarchical cluster with program PAST v3 have level similarity on five situ range is 24,34--47,44 it meant similarity on five situ not significant diffirence."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Eventina Christi
"Penelitian mengenai Struktur Komunitas Epifiton dan Fitoplankton pada Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) sebagai Indikator Pencemaran Perairan di Situ Salam, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat telah dilakukan pada bulan Agustus hingga November 2021. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas epifiton dan fitoplankton yang dapat digunakan sebagai indikator pencemaran perairan di Situ Salam UI. Dua macam sampel yang diambil, yaitu mikroalga epifitik dan planktonik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi jenis epifiton yang diambil dari batang eceng gondok ditemukan 11 kelas dari 30 marga dengan kelimpahan berkisar 181-6.716 plankter/ sedangkan komposisi fitoplankton yang hidup di perairan bagian bawah tanaman eceng gondok ditemukan 5 kelas dari 22 marga dengan kelimpahan berkisar 35.519-241.538 plankter/liter. Jenis epifiton dan fitoplankton pada eceng gondok di Situ Salam yang dapat menjadi indikator pencemaran perairan terdiri atas Synedra, Phacus, Gomphonema, Pinnularia, Pediastrum, Oscillatoria, Closterium, Merismopedia, Planktothrix, Tabellaria, Ankistrodesmus, Nitzschia, Spirogyra, Fragillaria, Melosira, Euglena, Scenedesmus, Chlorella, Navicula, Eudorina, Pandorina, Trachelomonas, Cymbella, dan Coelastrum. Mikroalga yang dapat hidup secara epifitik dan planktonik pada eceng gondok di Situ Salam terdiri atas Pediastrum, Planktothrix, Oscillatoria, Merismopedia, Euglena, dan Phacus sebagai indikator pencemaran perairan. Epifiton dan fitoplankton yang hidup pada eceng gondok di Situ Salam memiliki keanekaragaman sedang, tidak ada jenis yang mendominasi, Evenness cukup dan hampir merata, serta Situ Salam tercemar sedang. Parameter fisika-kimia perairan tidak memiliki korelasi yang kuat terhadap kelimpahan epifiton dan fitoplankton pada eceng gondok di Situ Salam.

Research on the Structure of Epiphyton and Phytoplankton Communities on Water Hyacinth (Eichhornia crassipes) as Indicators of Water Pollution in Situ Salam, Universitas Indonesia, Depok, West Java has been carried out from August to November 2021. This study aims to determine the structure of epiphyton and phytoplankton communities that can be used as indicators of water pollution in Situ Salam UI. Two kinds of samples were taken namely epiphytic and planktonic microalgae. The results showed that the composition of the epiphyton species in water hyacinth were found in 11 classes from 30 genera with abundances ranged from 181-6.716 plankter/ , while the composition of phytoplankton lived in the lower waters of the water hyacinth plant were found in 5 classes from 22 generas with abundances ranged from 35.519-241.538 plankter/liter. Types of epiphyton and phytoplankton on water hyacinth in Situ Salam that were tolerant of polluted waters consisted of Synedra, Phacus, Gomphonema, Pinnularia, Pediastrum, Oscillatoria, Closterium, Merismopedia, Planktothrix, Tabellaria, Ankistrodesmus, Nitzschia, Spirogyra, Fragillaria, Melosira, Scenedesmus, Chlorella, Navicula, Eudorina, Pandorina, Trachelomonas, Cymbella, and Coelastrum. Microalgae that can lived epiphytically and planktonically on water hyacinth in Situ Salam consisted of Pediastrum, Planktothrix, Oscillatoria, Merismopedia, Euglena, and Phacus as indicators of water pollution. Epiphyton and phytoplankton that lived on water hyacinth in Situ Salam have moderate diversity, no species dominates, Evenness were sufficient and almost evenly distributed, and Situ Salam was moderately polluted. Water physico-chemical parameters did not have a strong correlation with the abundance of epiphyton and phytoplankton on water hyacinth in Situ Salam."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Sri Lestari
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26606
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Indharto
"Sledge adalah bitumen hasil endapan padat minyak bumi dalam tangki timbun. Dengari adariya kandungan aspal dan lilin, sludge diharapkan mampu digunakan sebagai bahan baku cat tahan korosi penelitian ini meliputi pengujian karakterislik cat berupa ketahanan korosi dan pelepuhan berupa uji kabut gamin, ketahanan pembentukan pin-hole dengan uji curing 1500C, uji ekspos atmosferik serta uji daya lekat dengan paint adhesion tester, akibat penambahan unsur talk, aspal dan lilin dalam cat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sludge dapat digunakan sebagai bahan dasar car tahan korosi jika dicampur dengan resin epoxy coati polyester sebagai binder. Dengan penambahan talk sebesar 30-40% pada komposisi cat akan meningkatkan kerahanan pelebaran korosi dan ketahanan pembentukan pin-hole sebesar 5-15%. Penambahan unsur aspal 10% pada komposisi cat akan meningkatkan ketahanan pelebaran korosi dan pelepuhan sebesar 20-25%, meningkatkan daya lekat sebesar 20-25%, tetapi menurunkan ketahanan pembentukan pin-hole sampai sebesar 15%. Penambaahan unsur lilin sebesar 9% akan sangar meningkatkan ketahanan pelepuhan dan daya lekat pada sampel setelah dilakukan uji atmosferic exposure selama 3 bulan sebesar 15-20%. Jenis resin epoxy secara umum lebih bagus jika dibandingkan dengan jenis resin polyester karena sebagai binder lebih bisa mengikat semua campuran komposisi cat sehingga berbentuk lapisan cat yang masif (padat, kering, keras) dengan daya lekat yang baik dan lebih tahan terhadap korosi, pelepuhan dan pembentukan pin-hole.

Sludge is a bitumen product of oil and gas solid sedimentation in storage rank The contain of sludge is asphalt and wax, it could be for used to paint resistance. This risearch was covering of paint?s test that consists are corrosion and blistering resislancy by salt spray test, pin-holing with curing test at 150°C, aimosferic exposure test and adhesive test, coused by additional talk asphalt and war in paint's element.
The results of this riseach was indicate that sludge feasible using for corrosion resistance paint if mixed with epoxy and polyester resin as for binder. By additional talk around 30 - 40% in paint composition will be increas creepage of scribe resistance and pin-holing resistance araound 7 - 15%, For Adding by asphalt elements 10% in paint composition will he increase creepage of scribe resistance and pin-holing resistance around 20-25%, increased adhesive force around 20-25% ; but to decreased pin-holing resistance reach 15%. Added wax element 9% will more increasing blistering resitance and adhesion force after epos'ure atmosferic test during 3 mounth around 15-20%. In generally the kind of epoxy resin in was peter than polyester resin caused by such as binder could be most binded for all component therefore paint layer was made such massive form (solid, cure, hard) with good adhesive force and more resistance corrosion, blistering and pin-holing.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyo Handoyo
"Proses korosi adalah peristiwa kerusakan material akibat reaksi kimia elektrokimia dengan lingkungan sekitarnya. Proses korosi ini terjadi secara alami sehingga tidak dapat dihindari akan tetapi dapat dihambar dengan mengendalikan proses-proses korosi tersebut. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan metode pelapisan. Pelapisan merupakan salah satu cara yang dapat digolongkan dalam sistim pengendalian arau proteksi terhadap korosi. Prinsip kerjanya adalah mencegah terjadinya kontak Iogam yang dilindungi dengan lingkungannya. Selain itu Iapisan juga akan menghasilkan permukaan baru logam yang licin dan halus.
Benda uji yang drpakai adalah baja spcc yang bernkuran 75 X 150 mm dan mempunyai tebal 1,2 mm, yang dilapisi dengan cat yang mengandung pigmen kromat 0% , I,5% dan 3% , dengan variabei ketebalan lapisan cat 50, 75 dan 100 Jam, untuk masing-masing konsentrasi. Lalu diadakan pengujian ketahanan korosi yang dilakukan di dafam salt spray chamber selama 3 minggn (504 jam) dan pengujian kekuatan adhesiff lapisan cat.
Dari penelitian inf dapa! dfsfmpufkan bahwa dengan semakfn meningkatnya inhibitor (pigmen kromat dalam Cat dan semakin tebal lapisan cat maka ketahanan korosi sampel juga akan sernakin baik Hal ini rerlihat dari penampakan sampel setelah keluar dari salt spray chamber. Hal lain yang didapat adalah bahwa dengan peningkatan pigmen kromat dalam range 0% - 3%, nraka kekuafan adhesi dari lapisan cat akan menurun."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S41624
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>