Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166732 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Kamilia Savira
"Fokus dari penelitian ini adalah pada terbitnya sertipikat ganda yang dalam kenyataannya telah memicu terjadinya sengketa, seperti yang ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung No 1693 K/Pdt/2018. Hal tersebut menjadikan pemegang hak atas tanah yang sebenarnya tidak terlindungi, walaupun sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah sebagai alat pembuktian yang kuat yang telah dimilikinya. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang perlindungan hak dan kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah yang sebenarnya terkait terbitnya sertipikat ganda dan penyelesaian sengketa mengenai status tanah dan/atau pemegang hak atas tanah sebagai akibat dari adanya sertipikat ganda. Dalam penelitian ini, metode yang dipergunakan adalah yuridis normatif. Adapun pengumpulan datanya dilakukan melalui studi dokumen (kepustakaan). Data sekunder yang diperoleh, dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sebagai dasar dari Hukum Tanah Nasional tidak secara jelas memberikan perlindungan tersebut. Namun peraturan pelaksananya yaitu PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, khususnya Pasal 32 ayat (2) memberikan perlindungan melalui lembaga rechtsverwerking. Majelis Hakim dalam Putusan a quo juga menguatkan perlindungan semacam itu. Dengan adanya putusan tersebut maka BPN cq Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya harus melakukan pembatalan terhadap sertipikat yang cacat hukum. Adapun penyelesaian sengketa terkait sertipikat ganda itu sendiri semestinya tidak perlu menggunakan mekanisme litigasi karena dapat diselesaikan langsung di Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 21 Tahun 2020 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan yaitu dengan melakukan pembatalan sertipikat.

The focus of this research is on the issuance of the dual certificates which in fact have triggered. Land disputes, as found in the Supreme Court Decision No. 1693 K/Pdt/2018 of the land that has been owned. Therefore, the problem raised in this research is about the protection of rights and legal certainty for land rights certificate holders which are actually related to the issuance of dual certificates. In addition, the settlement of disputes regarding the status of land and/or holders of land rights as a result of the existence of multiple certificates. In this study, the method used is normative juridical order. The data collection is done through the study of the documents (library). Furthermore, the secondary data obtained were analyzed qualitatively. This research found that Act Law no. 5/1960 concerning Basic Agrarian Regulations as the basis of the National Land Law does not clearly provide such protection. However, the implementing regulations, namely Government Regulations No. 24/1997 on Land Registration, in particular Article 32 paragraph (2) provides protection through the rechtsverwerking institution. The Panel of Judges in the a quo Decision also strengthens such protection. Furthermore, with this decision, the BPN cq the Regency/Municipal Land Office must cancel the legally flawed certificate. The land dispute resolution related to the dual certificates itself should not need to use a litigation mechanism because it can be resolved directly at the National Land Agency in accordance with the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/National Land Agency 21 of 2020 concerning Settlement of Land Cases, namely by canceling the certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Veratiwi
"ABSTRAK
Perkembangan zaman dan teknologi telah memasuki berbagai sektor lini kehidupan di masyarakat Indonesia saat ini, termasuk di dalam bidang pendaftaran tanah. Berbagai pengaturan mengenai pendaftaran tanah telah diundangkan dari waktu ke waktu yang dimana terakhir diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Namun demikian, permasalahan pendaftaran tanah masih kerap kita temukan di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu kasus yang dijumpai adalah adanya perbedaan sistem pemetaan yang digunakan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam rangka penerbitan sertipikat hak atas tanah khususnya tentang metode pemetaan manual dan digital, dimana pada akhirnya menyebabkan sengketa pertanahan. Sehubungan dengan hal tersebut, dampak yang ditimbulkan salah satunya adalah ketiadaan kepastian hukum bagi penanam modal yang akan berinvestasi di Indonesia yang tentu memiliki dampak domino terhadap perekonomian di Indonesia antara lain ketiadaan pembukaan lapangan kerja, mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak dan terhambatnya pemerataan pembangunan dan perekonomian di Indonesia. Setelah dilakukan penelitian oleh penulis, permasalahan pendaftaran tersebut disebabkan oleh karena belum adanya sinkronisasi dan kesamaan sistem pemetaan yang digunakan antar kantor pertanahan di Indonesia. Selain itu, masih belum adanya landasan hukum yang memaksa para pemilik sertipikat hak atas tanah untuk menyesuaikan wilayah dalam sertipikatnya ke dalam sistem pemetaan digital. Dengan masih belum sempurnanya sistem pendaftaran tanah di Indonesia saat ini, maka kehati-hatian dan penelitian yang mendalam sebelum melakukan transaksi pembelian atau akuisisi tanah sangat perlu dilakukan khususnya bagi penanam modal yang akan melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melakukan legal due diligence dengan memeriksa secara menyeluruh dan komprehensif seluruh data-data terkait dengan tanah yang akan dibeli.

ABSTRACT
The development of the era and technology has entered various sectors of the Indonesian societies 39 life recently, including in the field of land registration. Various regulations on land registration have been enacted from time to time which was lastly stipulated in the Government Regulation Number 24 of 1997. However, the issues of land registration are still often found in various regions in Indonesia. One of the cases encountered was different of mapping systems used by the National Land Agency for the issuance of land rights certificates, particularly in the transition from manual mapping method to digital mapping methods, which ultimately led to land disputes. In relation to this, one of the impact is the lack of legal certainty for investors who are going to invest in Indonesia which may raise a domino effect on the economy in Indonesia, among others, the absence of job openings, the reduction of state revenues from the tax sector and stranded the equity of development and economy in Indonesia. After conducting research by the writer, the registration issues may be caused by the lack of synchronization and harmonization of mapping system used among land offices in Indonesia. Furthermore, there is still no legal basis which forces the owners of land titles certificates to adjust the territory in their certificates into the digital mapping system. With the incomplete of the land registration system in Indonesia nowadays, prudent and thorough research prior to entering into a transaction of land purchase or acquisition is necessary to be conducted, especially for investors who will carry out their business activities in Indonesia. One of the ways that can be done is to do legal due diligence by checking thoroughly and comprehensively all the data related to the land to be purchased."
2017
T49148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahaputeri Wisnuhardjo
"Jual beli hak atas tanah merupakan suatu perjanjian, dan salah satu syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah kesepakatan dari para pihak. Undang-Undang Pokok Agraria juga memiliki asas yang terkandung di dalamnya mengenai jual beli, yaitu asas terang dan tunai. Syarat-syarat yang diatur dalam ketentuan tersebut bersifat kumulatif, apabila terdapat salah satu syarat tidak terpenuhi maka konsekuensinya tetap berlaku pada perjanjian yang dimaksudkan. Notaris & Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai salah satu pejabat yang berwenang dalam pengurusan jual beli hak atas tanah selain harus tunduk pada peraturan-peraturan yang berlaku mengenai peralihan hak atas tanah, juga harus tunduk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris serta perubahannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang kemudian ditetapkan perubahannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai Akta Jual Beli yang dibuat tanpa kesepakatan dari pemegang hak dan juga pembeli hak atas tanah dapat melakukan jual beli sementara penandatanganan Akta Jual Beli pemegang hak sebelumnya dilakukan secara tidak sah. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis adalah Akta Jual Beli yang dibuat tanpa kesepakatan dari salah satu pihak merupakan tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris, dan transaksi jual beli dapat dilakukan karena itikad baik, walaupun Akta Jual Beli pemegang hak sebelumnya tidak sah. Saran dari penelitian ini adalah Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seharusnya masuk dalam pertimbangan majelis hakim, serta pengecekan lebih rinci mengenai prosesi Akta Jual Beli.

The sale and purchase of land rights is an agreement, and one of the legal terms of the agreement based on Article 1320 of the Civil Code is the agreement of the parties. The Basic Agrarian Law also has principles contained in it regarding buying and selling, namely the principle of light and cash. The conditions stipulated in these provisions are cumulative, if one of the conditions is not met, the consequences will still apply to the intended agreement. Notary & Land Deed Officer as one of the authorized officials in managing the sale and purchase of land rights in addition to having to comply with applicable regulations regarding the transfer of land rights, must also comply with Law Number 30 of 2004 concerning the Office of a Notary and its amendments Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of a Notary and also Government Regulation Number 37 of 1998 concerning Regulations for the Position of Official Making Land Deeds, which was later amended, namely Government Regulation Number 24 of 2016 concerning Amendments to Government Regulation Number 37 of 1998 concerning Position Regulations for Officials Making Land Deeds. The problem raised in this study is regarding the Sale and Purchase Deed which was made without the agreement of the rights holder and also the buyer of land rights can make a sale and purchase while the Sale and Purchase Deed of the previous right holder was carried out illegally. To answer these problems, a normative legal research method with an explanatory type of research is used. The result of the analysis is that the Sale and Purchase Deed made without the agreement of one of the parties is an unlawful act carried out by a Notary, and the sale and purchase transaction can be carried out in good faith, even though Sale and Purchase Deed the previous right holder is not valid. The suggestion from this research is that Article 1320 of the Civil Code should be taken into consideration, as well as a more detailed check on the Sale and Purchase Deed procession."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marindi Cintyana
"Girik adalah alat bukti tanda membayar pajak. Sebelum berlakunya UUPA, hukum tanah yang berlaku bersumber hanya hukum adat. Girik digunakan oleh pemilik tanah sebagai tanda bukti hak atas tanah, karena hanya pemilik tanah yang wajib membayar pajak. Dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria terjadi perubahan secara fundamental di bidang hukum tanah dan hak- hak perorangan atas tanah yang berlaku di Indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat di Indonesia terutama di Jakarta yang menganggap Girik adalah bukti kepemilikan hak atas tanah. Girik tidak kuat untuk menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah apabila terjadi sengketa di Pengadilan. Oleh karena itu perlunya sosialisasi dari pihak pemerintah untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah adalah berupa Sertipikat, bukanlah Girik. Banyak masyarakat yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan Girik, karena didalam literatur ataupun Perundangundangan mengenai pertanahan sangatlah jarang dibahas dan dikemukakan. Tanah Girik bukan merupakan bentuk kepemilikan hak sesuai dengan UUPA, melainkan hanya bukti pembayaran pajak tanah saja. Namun demikian , Petuk Pajak Bumi/ Landrentee, Girik, Pipil,Verponding Indonesia ini adalah salah satu bukti tertulis yang dapat didaftarkan sesuai dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Seperti permasalahan dalam penulisan tesis ini mengenai sengketa tanah girik yang telah mendapat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 166/PDT.G/2012/PN.JKT.PST. pemilik dari Girik C nomor 1349 tidak dapat membuktikan kepemilikannya yag sah di pegadilan, karena kurangnya alat bukti yang lain. Girik dapat menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah dengan didukung alat bukti yang lain yang menguatkan. Oleh sebab itu, perlunya sosialisasi yang dilakukan pemerintah agar masyarakat melakukan pendaftaran pertama kali atas tanah yang masih berstatus hak milik adat.

Girik is proof of payment of tax. Before Act Number 5 of 1960 regarding Agrarian Law, the prevailing law on land was bassed on common law. Girik used by the land owner as a proof of the land, because only a landholder who is obliged to pay taxes. Since Act Number 5 Year 1960 regarding Agrarian Law promulgated, land law and personal rights on land in Indonesia fundamentally changed.. In fact, Some of Indonesian people especially in Jakarta still thought that Girik is an evidenceof land ownership. Because of that, need for socialization of the government to tell people that the proof of ownership land rights is a Sertipikat. Many people do not understand what is referred about Girik, because in literature or regulations of land is very rarely discussed and presented about that.Girik certificate is not propietary right as pointed out in Basic Agrarian Law (UUPA). It only indicates tax payment receipt. Nevertheless, there are other [less formal] land certificate of Petuk Pajak Bumi, Landrentee, Girik, Pipil, verponding Indonesia that can serve as written evidence for land registration as provided for in Government Regulation (PP) No.24 of 1997 concerning Land Regisration. Shown in land dispute case on Court of Central JakartaDecision Number 166/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST. This research uses a method of a descriptive analysis with yuridis normative approach."
2015
T43965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Yuvika Jasmin
"Konversi hak atas tanah dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemilik tanah dengan diperlukannya suatu pendaftaran tanah agar diterbitkannya suatu sertipikat untuk dapat melakukan perbuatan hukum seperti pemberian warisan. Cara mendapatkan suatu warisan dapat dilakukan berdasarkan ketentuan undang-undang atau berdasarkan dengan kehendak terakhir dari seseorang yang dituangkan ke dalam suatu wasiat (testament). Permasalahan dalam penelitian ini mengenai perlindungan hukum terhadap pelaksana wasiat sebagai pemilik tanah bekas hak eigendom verponding yang belum dilakukan konversi terlebih dahulu namun disertipikatkan oleh ahli waris lainnya dan kedudukan harta peninggalan pewaris yang diberikan kepada pelaksana wasiat melalui hibah wasiat terhadap golongan kedua. Penelitian ini menggunakan penelitian doktrinal dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Hasil penelitian terhadap pelindungan hukum yang diperoleh oleh pelaksana wasiat adalah ketika menerima hibah wasiat berupa tanah dan bangunan, dapat mengajukan pendaftaran melalui permohonan dan pemberian hak tanah dengan status tanah negara, namun ternyata adanya surat keterangan waris yang dibuat oleh ahli waris lainnya yaitu saudara kandung pewaris yang masih hidup tanpa menjadikan pelaksana wasiat sebagai pihak, maka perlindungan hukumnya adalah berupa pembatalan surat keterangan waris dilanjutkan dengan penetapan kembali ahli waris sehingga pelaksana wasiat masuk sebagai pihak dan melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sporadik. Terhadap terbitnya Sertipikat atas nama ahli waris golongan kedua, dapat diajukan permohonan pencatatan blokir oleh pelaksana wasiat sebagai bentuk perlindungan hukum atas konflik terhadap tanah dan bangunan yang dimiliki pelaksana wasiat. Penetapan kembali terhadap surat keterangan waris memasukkan pelaksana wasiat sebagai ahli waris pengganti dan pelaksana wasiat berdasarkan akta hibah wasiat, sesuai dengan Pasal 917 KUHPerdata seluruh harta pewaris dapat diberikan kepada pelaksana wasiat. Dengan demikian, kedudukan harta yang ditinggalkan oleh pewaris adalah dalam kekuasaan pelaksana wasiat berdasarkan hibah wasiat yang diberikan kepadanya. Saran terhadap penelitian ini tanah negara yang diperoleh melalui hibah wasiat dilakukannya permohonan dan pemberian hak oleh pelaksana wasiat agar tidak bernilai nihil serta dalam menentukan kedudukan harta peninggalan pewaris tidak hanya melihat adanya sertipikat hak guna bangunan yang terbit atas nama ahli waris golongan kedua, tetapi juga melihat adanya akta hibah wasiat atas nama pewaris.

Conversion of land rights can provide legal protection for landowners who require land registration to issue a certificate to be able to carry out legal actions such as inheritance. An inheritance can be obtained by following the laws of the law or by following the testament of a person. The problem in this study was the legal protection of the testator as the owner of the former eigendom verponding land that had not been converted first but was certified by other heirs, as well as the status of the testator's inheritance granted to the testator through a bequest to the second group. This study used doctrinal research data collection procedures in the form of a literature review. The result of the research on the legal protection obtained by the testamentary executor was that when receiving a bequest in the form of land and buildings, it can apply for registration through an application and grant land rights with the status of state land, but if it turns out that there is a certificate of inheritance made by other heirs, namely the siblings of the living testator without making the testamentary executor a party, then the legal protection is in the form of canceling the certificate of inheritance followed by re-determination of the heirs so that the testamentary executor enters as a party and conducts land registration for the first time sporadically. To prevent the issuance of a certificate in the name of the second group of heirs, the testamentary executor can file an application for blocking registration as a form of legal protection against conflicts over land and buildings owned by the testamentary executor. The re-determination of the heirs includes the testamentary executor as a substitute heir and the testamentary executor based on the deed of testamentary grant, in line with Article 917 of the Civil Code, all of the testator's property can be given to the testamentary executor. Therefore, the position of the property left by the testator is in the power of the testamentary executor based on the testamentary grant given to him. The suggestion for this research is that state land obtained through testamentary grants should be applied for and given rights by the testamentary executor so that it is not worthless and in determining the position of the testator's estate, it looks not only at the existence of a building use right certificate issued in the name of the second group of heirs, but also at the existence of a testamentary grant deed in the name of the testator."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogastio Esa Dimmarca
"ABSTRAK
Sengketa di bidang pertanahan yang salah satunya sengketa perdata yang berhubungan dengan tanah merupakan sengketa antara individu dengan individu atau dapat juga dapat antara individu dengan Pemerintah. Tesis ini membahas mengenai status tanah yang menjadi objek sengketa dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2323 K/Pdt/2016 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan penyelesaian sengketa dan penerapan prinsip keadilan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2323 K/Pdt/2016 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Bengkulu Nomor 22/PDT/2015/PT BGL juncto Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor 32/Pdt.G/2014/PN Bkl. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah yuridis normatif dengan desain eksplanatoris. Hasil penelitian menyarankan bahwa majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara-perkara gugatan keperdataan sengketa pertanahan dan perbuatan melawan hukum pada kasus ini antara Pemerintah Kota Bengkulu dan ahli waris seharusnya bisa lebih cermat dan adil lagi dalam memutus kasus ini guna menghindari putusan-putusan yang pertimbangan dan putusannya berkontradiksi satu sama lain. Pemerintah Kota Bengkulu agar dapat menerapkan prinsip-prinsip good governance dengan baik. Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan khususnya mengelola dan menginvetarisasi ases-aset daerah sesuai prinsip otonomi daerah haruslah mengikuti peraturan perundang-undangan khususnya dalam menetapkan tanah sebagai asset daerah harus lebih cermat.

ABSTRACT
Land dispute in which one civil disputes related to land is a dispute between individuals and individuals or may also be between individuals and the Government. This thesis explains the status of land which become the object of dispute in Verdict of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 2323 K Pdt 2016 based on the prevailing laws and regulations dispute resolution and application of the principle of justice in the Verdict of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 2323 K Pdt 2016 juncto Bengkulu High Court Verdict Number 22 PDT 2015 PT BGL juncto District Court Verdict Bengkulu No. 32 Pdt.G 2014 PN Bkl. The research method used in this thesis is normative juridical with explanatory design. The results suggest that the panel of judges who examines and decides cases of civil disputes and land disputes in this case between the Municipal Government of Bengkulu and the heirs should be more careful and fair in deciding the case in order to avoid judgmental decisions and the verdict contradicts each other. The City Government of Bengkulu in order to apply the principles of good governance well. In carrying out government duties and in particular managing and invigorating regional assets according to the principle of regional autonomy should follow the legislation especially in determining the land as a regional asset must be more careful."
2018
T51642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Syarafina
"Kemajuan pembangunan dalam berbagai bidang di Indonesia, khususnya di sektor infrastruktur ditandai dengan banyaknya pembangunan termasuk pembangunan jalur kereta api cepat. Sedangkan disisi lain pertumbuhan penduduk setiap waktunya juga sangat tinggi seringkali menimbulkan kelangkaan tanah. Pengadaan tanah juga merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang pengerjaannya dilakukan oleh Pemerintah atau instansi yang memerlukan tanah. Dalam pengadaan tanah dikenal konsep konsinyasi, yaitu suatu mekanisme penitipan ganti rugi yang dilakukan dengan permohonan penitipan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai konsep ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum serta perlindungan dan kepastian hukum dari lembaga konsinyasi terhadap ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Dari hasil analisa diketahui bahwa permasalahan utama dalam kasus yang diangkat yaitu konsep ganti rugi dalam pembangunan bagi pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah ganti rugi harus mempertimbangkan kerugian fisik maupun non fisik. Hal ini didasarkan bahwa ganti rugi ini dilakukan untuk memberikan suatu kompensasi atas kerugian pemegang hak atas tanah yang kehilangan hak atas tanahnya karena dibebaskan untuk kepentingan umum. Lembaga konsinyasi dapat memberikan perlindungan sepanjang sudah tercapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan panitia pengadaan tanah. Dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yang diperlukan yaitu hubungan hukum yang dihasilkan atas dasar musyawarah atas penetapan bentuk dan besaran ganti kerugian untuk kemudian dirumuskan dalam berita acara yang menjadikan sebagai bukti perlindungan dan kepastian hukum yang di dapat oleh warga terdampak

Development progress in various fields in Indonesia, especially in the infrastructure sector, is marked by a large number of developments including the construction of high-speed railways. On the other hand, population growth is also very high at any time, which often results in scarcity of land. Land acquisition is also one of the activities that can be carried out for the implementation of development for the public interest, the work of which is carried out by the Government or agencies requiring land. In land acquisition, the concept of consignment is known, which is a mechanism for custody of compensation carried out by requesting custody of the Head of the District Court. The issues raised in this study are regarding the concept of compensation in land acquisition for development for the public interest and protection and legal certainty from consignment agencies for compensation in land acquisition for public interests. The research method used is normative juridical research with explanatory typology. From the analysis, it is known that the main problem in the case raised, namely the concept of compensation in the development of land acquisition for the public interest, is that compensation must consider physical and non-physical losses. This is based on the fact that this compensation is made to provide compensation for the loss of land rights holders who have lost their rights to their land because they are released for public purposes. The consignment agency can provide protection as long as an agreement has been reached between the land rights holder and the land acquisition committee. In the process of implementing land acquisition for the public interest, what is needed is a legal relationship generated on the basis of deliberation on the determination of the form and amount of compensation to be formulated in an official report that serves as proof of protection and legal certainty obtained by affected residents"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayati Murni
"Penelitian ini membahas mengenai analisis pemberian sertipikat Hak Atas Tanah di atas perairan laut bagi Masyarakat Adat Bajo di Desa Mola Wakatobi dalam perspektif hukum positif Indonesia. Penelitian ini membahas bagaimana bagaimana analisis pemberian Hak Atas Tanah di atas perairan laut bagi Masyarakat Adat Bajo di Desa Mola Wakatobi dalam perspektif hukum positif  Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga membahas tentang bagaimana dampak diterbitkannya sertipikat Hak Guna Bangunan di atas perairan laut bagi Masyarakat Adat Bajo di Desa Mola Wakatobi yang ditinjau dari Undang-undang Cipta Kerja. Teori-teori yang dibahas dalam tesis ini antara lain teori-teori terkait Hak Atas Tanah, sertipikat Hak Atas Tanah, Hukum Agraria, dan tanah di atas perairan laut. pembahasan mengenai dasar hukum yang digunakan terkait sertipikat Hak Atas Tanah di atas perairan laut juga dituliskan dalam tesis ini. Penulis juga menganalisis sertipikat Hak Atas Tanah yang di mana objek dari tanah tersebut berada di atas perairan laut, dari hal tersebut apa telah sesuai konsepsi tanah dengan tanah yang tertutup perairan laut menurut  Undang-undang Pokok Agraria sebagai induk dari aturan Hak Atas tanah. Selain itu, sertipikat Hak Atas Tanah di atas perairan laut juga belum di atur secara eksplisit di dalam aturan-aturan yang telah ada saat ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini juga bersifat deskriptif-analitis.

This study discusses the analysis of the issuance of certificates of land rights over sea waters for the Bajo Indigenous People in Mola Wakatobi Village from the perspective of Indonesian positive law. This study discusses how to analyze the granting of land rights over sea waters for the Bajo Indigenous People in Mola Wakatobi Village from the perspective of Indonesian positive law. In addition, this research also discusses the impact of the issuance of certificates of Building Use Rights over sea waters for the Bajo Indigenous People in Mola Wakatobi Village in terms of the Job Creation Law. The theories discussed in this thesis include theories related to land rights, certificates of land rights, agrarian law, and land above sea waters. A discussion of the basic law used in relation to certificates of land rights over sea waters is also written in this thesis. The author also analyzes land rights certificates where the object of the land is above sea waters, from this matter what is in accordance with the conception of land with land covered by sea water according to the Basic Agrarian Law as the parent of land rights rules. In addition, certificates of land rights over sea waters have not been explicitly regulated in the current regulations. The research method used in this study is also analytical descriptive."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Pertiwi
"Sengketa-sengketa tanah yang berkaitan dengan kepastian hukum yang sering sekali terjadi di masyarakat adalah tumpang tindih kepemilikan hak atas tanah. Dimana ada beberapa pihak yang mengklaim sebagai pemilik yang juga mempunyai sertipikat hak atas tanah maupun hanya dengan bukti-bukti penguasaan dan kepemilikan lainnya.Para pihak dalam sengketa tersebut merasa memiliki bukti yang sah terhadap tanah yang dipersengketakan. Gugatan yang diajukan membuat para hakim mempertimbangkan pembuktian yang diajukan para pihak. Mengenai kekuatan pembuktian dalam persidangan yang dituangkan dalam putusan-putusan sengketa tersebut menjadi hal menarik untuk dilakukan suatu penelitian. Penelitian ini menfokuskan pada pertimbangan hakim pada Putusan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung Nomor 17/PK/TUN/2014 mengenai daluarsa dalam perspektif Hukum Tata Usaha Negara dan implikasinya pada Hukum Tanah Nasional. Serta bagaimana kekuatan pembuktian hak atas tanah berdasarkan SK KINAG Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria dengan Sertipikat Hak Guna Bangunan.

Land disputes related to legal certainty that often occur in the community are overlapping ownership of land rights. Where there are several parties who claim to be owners who also have a certificate of land rights or only with evidence of ownership of other ownership. The parties to the dispute feel that they have valid evidence against the disputed land. The lawsuit has been filed to make the judges consider the evidence submitted by the parties. On the strength of evidence in the trial as outlined in the decisions of the dispute becomes an interesting right to do research. This research focuses on judges 39 consideration on Judicial Review on the Supreme Court Number 17 PK TUN 2014 regarding the expiration in the perspective of State Administration Law and its implications on National Land Law. As well as how evidence of land tenure is based on SK KINAG Decree of the Chief Inspector of Agrarian with Building Use Rights Certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>