Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131331 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Baiq Clara Dita Chairunnisa
"ABSTRAK
Satu dekade ini, pemakaian henna kembali menjadi tren fashion di Indonesia. Kesenian
henna, dalam Bahasa India dikenal dengan sebutan mehendi, yaitu seni melukis tangan dan kaki dengan menggunakan tumbuhan daun henna, telah dikenal sejak berabad-abad lamanya di masyarakat Asia dan Afrika. Di Indonesia, kesenian henna yang dibawa oleh kebudayaan India dan Arab juga telah mengakar di banyak kebudayaan daerah. Penggunaan henna berkaitan dengan upacara adat, terutama perkawinan. Namun, seiring dengan modernisasi yang berkiblat ke Barat, kesenian henna semakin ditinggalkan dan dianggap lama (tradisional). Namun, pada saat ini, pemakaian henna kembali terangkat dan menjadi tren fashion baru. Penelitian ini tertarik untuk melakukan analisis terhadap kemunculan kembali tradisi melukis henna. Dengan melakukan studi lapangan (field research), yaitu dengan observasi dan wawancara, baik terhadap seniman maupun pengguna jasa henna, penelitian ini bertujuan untuk memaparkan transformasi kesenian henna, dari yang bersifat tradisional menjadi kebudayaan populer. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep tradisi, modernitas, dan kebudayaan populer. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kebudayaan populer dapat diangkat dari kebudayaan tradisional dengan mengesampingkan nilai-nilai yang awalnya terkandung di dalamnya. Dengan mengesampingkan latar belakang mengapa henna digunakan, mengingat henna merupakan tradisi pernikahan ataupun sunnah
Nabi, henna kini digunakan seluruh masyarakat sebagai aksesoris ataupun sebatas mengikuti tren fashion.

ABSTRACT
This decade, the use of henna has again become a fashion trend in Indonesia. Henna art, in Indian language known as mehendi, which is the art of painting hands and feet using henna leaves, has been known for centuries in Asian and African communities. In Indonesia, henna art carried by Indian and Arabic cultures has also taken root in many regional cultures. The use of henna is related to traditional ceremonies, especially marriage. However, along with modernization that is oriented towards the West, henna art is increasingly abandoned and considered old (traditional). However, at this time, the use of henna was again elevated and became a new fashion trend. This study was interested in analyzing the reappearance of the tradition of painting henna. By conducting field studies, namely by observing and interviewing both artists and users of henna services, this study aims to explain the transformation of henna art, from traditional to popular culture. The theory used in this study is the concept of tradition, modernity, and popular culture. The results of the study show that popular culture can be lifted from traditional culture to the exclusion of the values originally contained in it. Putting aside the background of why henna is used, considering henna is a tradition of marriage or the sunnah of the Prophet, henna is now used throughout the community as an accessory or limited to following fashion trends."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Risyam Rakhmatullah
"ABSTRAK
Idolling yang dibawa oleh JKT48 dari Jepang telah mengalami proses kontekstualisasi terhadap nilai dan norma yang ada di Indonesia dengan tujuan agar dapat diterima sebagai budaya populer seperti di Jepang. Studi-studi sebelumnya menyatakan bahwa manajemen dari grup idola telah melakukan proses komodifikasi dan lokalisasi budaya dalam membawa idolling sebagai budaya populer ke Indonesia. Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, argumentasi dari penelitian ini adalah idolling yang dibawa oleh JKT48 muncul sebagai ruang negosiasi bagi manajemen JKT48 yang berasal dari Jepang dengan manajemen, anggota dan penggemar JKT48 yang kemudian membentuk idolling versi hybrid. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi sebagai metode pengumpulan data. JKT48 di dalam tulisan ini didefinisikan sebagai sebuah entitas yang melibatkan manajemen, anggota dan penggemar JKT48. Idolling versi hybrid muncul sebagai hasil negosiasi budaya yang berbeda antara Jepang dan Indonesia. Proses negosiasi tersebut melibatkan manajemen, anggota dan penggemar JKT48 sebagai bentuk resistensi terhadap budaya populer yang masuk yaitu idolling.

ABSTRACT
Idolling that was brought by JKT48 from Japan has experienced the process of contextualization of values and norms in Indonesia with the purpose to be accepted as popular culture as in Japan. Previous studies have stated that from within the management of the idol group has done the process of commodification and localization of culture in bringing idolling as a popular culture to Indonesia. Different from previous studies, the argument from this research is that the idolling that was brought by JKT48 emerged as a third space for JKT48 management from Japan with management, members and fans of JKT48 which later formed a hybrid version of idolling. This research is a qualitative research with in depth interview and observation as data collecting method. JKT48 in this paper define as an entity that involving management, members and fans of JKT48. Hybrid version idolling emerged as a result of cultural negotiations that took place in the third space . The negotiation process involves the management, members and fans of JKT48 as a form of resistance to idolling as popular culture which was originated from Japan."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Ariandini
"Penelitian ini membahas tentang proses komodifikasi budaya henna di Indonesia. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komodifikasi yang dikemukakan oleh Mosco. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Wawancara dilakukan oleh peneliti kepada delapan orang narasumber yang berprofesi sebagai henna artist. Hasil dari penelitian ini, henna adalah salah satu alat kecantikan yang sudah digunakan sejak berabad-abad lalu. Sejak dahulu pula henna merupakan bagian dari budaya atau tradisi masyarakat Arab dan India namun, akibat adanya globalisasi menyebabkan henna menyebar menjadi budaya populer yang kemudian henna bisa di gunakan oleh siapapun. Tampilnya henna menjadi budaya populer di Indonesia membuat meningkatnya permintaan penggunaan henna di kalangan masyarakat. Kemudian, henna artist muncul bersamaan dengan perkembangan henna ini dan untuk memenuhi  peningkatan permintaan henna. Henna artist menjadikan henna sebagai komoditas untuk mendapatkan keuntungan sehingga komodifikasi budaya henna lahir dari kondisi ini.

This research describes about the  process of the commodification of henna culture in Indonesia.  The theory used in this research is theory of the commodification which stated by Mosco. This is a qualitative research in which the methods are interviews, observations, and documentations. Interview were conducted by the researchers on eight  interviewees who work as a henna artist. The result of this research is, henna is one of  the beauty tools which has been used for centuries. Back then, henna also was a culture or a tradition of Arab and Indian society but, the existence of globalization caused henna spread out become popular culture so that henna may be used by everyone. In Indonesia, the popularity of henna generates the increasing demand for henna among Indonesia society. Then,  the henna artist comes together in line with the development of henna, and to supply that increasing demand for henna. The henna artist utilizes henna as a commodity for obtaining profit subsequently, the commodification in henna culture born by this condition."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rafi Afdan Muhammad
"Penelitian ini memiliki fokus mengenai pengaruh lagu pop pada perkembangan budaya populer Indonesia dalam kurun waktu tahun 1962 hingga 1976. Penelitian menggunakan metode ilmu sejarah yang terdiri atas tahap heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sebagai pendukung penelitian turut digunakan disiplin ilmu kajian budaya. Budaya populer adalah budaya yang diproduksi secara massal untuk konsumsi massal. Kebudayaan ini berasal dari negara-negara Barat yang selanjutnya menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Masuknya budaya populer Barat ke Indonesia ditandai dengan diputarnya lagu-lagu Barat di radio pada periode 1950-an. Musik Barat yang masuk ke Indonesia mengalami hibriditas untuk menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat. Proses hibriditas tersebut selanjutnya mendorong kemunculan musisi-musisi pop Indonesia pada periode 1960-an seperti Koes Bersaudara dan Lilis Suryani. Keduanya berhasil mendorong perkembangan budaya populer Indonesia pada periode 1970-an melalui lagu-lagu pop yang mereka nyanyikan. Hasil temuan penelitian ini adalah bagaimana musik pop yang berasal dari Barat bisa berkembang di Indonesia. Kalangan remaja memiliki peran penting dalam perkembangan musik pop sebagai budaya populer. Selain itu, menarik untuk diketahui bagaimana perbedaan sikap pemerintah Orde Lama dan Orde Baru terkait musik pop yang dipandang sebagai budaya Barat. Budaya populer Indonesia cenderung mengalami kemajuan setelah musik pop berkembang pesat.

This research has focus about pop song`s influence in the development of Indonesian popular culture from 1962 to 1976. The research using method of history that consists stage of heuristic, criticism, interpretation and historiography. As a research supporting studies, cultural studies will be used too. Popular culture is a culture that mass produced for mass consumption. This culture comes from Western countries then spread to various countries, including Indonesia. The entry of popular culture in Indonesia was marked by the Western pop songs that plays on the radio in the 1950s. Western pop music that entered Indonesia subsequently experienced hybridity to adapt to society condition. The process then encourages emergence of Indonesian pop musicians in the 1960s, such as Koes Bersaudara and Lilis Suryani. Both of them success developing Indonesian popular culture in the 1970`s through their pop songs. The result of this research is how pop music that comes from Western can develops in Indonesia. Adolescents have an important role in the development pop music as popular culture. It is also interesting to know how differences Old Order and New Order attitude towards pop music which is seen as Western culture. Indonesian popular culture tends to experience progress after pop music has developed rapidly."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dzikri Muhammad Isthafa
"Sebagai ibukota negara, Jakarta merupakan kota dengan penduduk yang memiliki beragam latar belakang. Sebagai kota modern, kota Jakarta memiliki sebuah tempat yang merupakan cerminan dari masyarakatnya, terbentuk melalui internet menjadi dunia digital kota Jakarta. Sebagai digital natives, generasi Z kota Jakarta merupakan kelompok masyarakat yang paling familier dengan ruang virtual kota Jakarta. Generasi Z kota Jakarta memiliki peran penting dalam proses terbentuknya fenomena budaya populer. Makalah ini akan membahas mengenai peran generasi Z dalam ruang virtual kota Jakarta sebagai kunci dari terbentuknya budaya populer, dengan menggunakan konsep antropologi digital dari Horst dan Miller mengenai materialitas. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data makalah adalah studi literatur dengan mengkaji data-data berupa buku dan artikel. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa beberapa fenomena budaya populer kota Jakarta merupakan sebuah fenomena yang mendapatkan atensi masyarakat luas berkat bantuan generasi Z kota Jakarta.

As the national capital, Jakarta is a city with people from various backgrounds. As a modern city, the city of Jakarta has a place that is a reflection of its people, formed through the internet to become the digital world of the city of Jakarta. As digital natives, Generation Z of Jakarta is a group of people who are most familier with the virtual space of Jakarta. Generation Z of Jakarta has an important role in the formation of popular culture phenomena. This paper will discuss the role of generation Z in the virtual space of the city of Jakarta as the key to the formation of popular culture, using Horst and Miller's digital anthropological concept of materiality. The method used in collecting paper data is a literature study by examining data in the form of books and articles. Based on the results of the research, it can be concluded that several popular cultural phenomena in the city of Jakarta are phenomena that have received the attention of the wider community thanks to the help of generation Z in the city of Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fiske, John
Yogyakarta: Jalasutra, 2011
306.4 FIS ut
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Azraeny
"Anime merupakan sebuah film bagian dari budaya populer Jepang yang berhasil mendunia karena pengaruh globalisasi dan modernisasi hingga ke negara-negara di Timur Tengah. Arab Saudi menjadi salah satu negara yang memiliki komunitas pecinta anime terbanyak dan menjadi industri serta pasar anime terbesar di Timur Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan Anime Jepang yang membawa pengaruh terhadap keadaan sosial di Arab Saudi dengan menggunakan teori film animasi yang dikemukakan oleh Jean Ann Wright dan teori budaya populer yang dikemukakan oleh Dominic Strinati. Metode penyusunan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan analisis interpretatif studi literatur, dengan mengambil data dari data sekunder yang bersumber dari buku, jurnal ilmiah, dan artikel di internet yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian. Penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik anime sejatinya memiliki kesamaan dengan budaya Arab Saudi, sehingga membuat anime Jepang dapat berhasil masuk dan diterima dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah Arab Saudi, serta terus berkembang hingga memberikan pengaruh baru yang cukup signifikan di Arab Saudi.

Anime is a film part of Japanese popular culture which has become successful worldwide due to the influence of globalization and modernization in countries in the Middle East. Saudi Arabia is one of the countries that has the largest community of anime lovers and is also the largest anime industry and market in the Middle East. This research aims to examine the development of Japanese anime which has an influence on social conditions in Saudi Arabia using the theory of animated films put forward by Jean Ann Wright and popular culture theory put forward by Dominic Strinati. The preparation method in this research uses a qualitative descriptive method with interpretive analysis of literature studies, by taking data from secondary data sourced from books, scientific journals and articles on the internet that are related to the research topic. This research shows that the characteristic of anime has similarities with Saudi Arabian culture, thus making Japanese anime successful in entering and being well received by the people and government of Saudi Arabia and continuing to develop until it has a significant new influence in Saudi Arabia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yiu Cen
"Komunitas penggemar budaya populer Jepang adalah salah satu komunitas fandom yang aktif dalam memproduksi produk budaya baru berdasarkan interpretasi mereka mengenai budaya Jepang. Di Indonesia, kebutuhan untuk berinteraksi dan berekspresi sebagai penggemar menyebabkan terselenggaranya konvensi atau festival bertema budaya populer Jepang yang dikenal dengan sebutan “event Jejepangan”. Mangga Dua Square, sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, telah konsisten memberikan ruang berekspresi untuk komunitas penggemar budaya populer Jepang sejak tahun 2015, dan banyak komunitas “event Jejepangan” yang lahir di sana. Pada tahun 2022, Mangga Dua Square memberikan nama Mangdu J-Pop Zone untuk menyebut konvensi budaya populer Jepangnya. Seluruh pengumuman event, poster publikasi, dan interaksi secara daring antara komunitas dan penyelenggara event dilakukan melalui akun media sosial Instagram @mangdujpopzone. Tugas akhir ini membahas bagaimana praktik pemberian ruang untuk berekspresi bagi komunitas “event Jejepangan” dilakukan oleh penyelenggara konvensi budaya populer Jepang Mangdu J-Pop Zone dan bagaimana persepsi komunitas “event Jejepangan” terhadap praktik pemberian ruang ekspresi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan dengan dua metode, yaitu observasi media sosial dan wawancara dengan komunitas “event Jejepangan”. Penelitian ini menemukan bahwa terjalin hubungan mutualisme antara Mangdu J-Pop Zone dan komunitas “event Jejepangan”. Mangga Dua Square menyediakan ruang berekspresi untuk komunitas melalui Mangdu J-Pop Zone dan komunitas mempromosikan dan mengonsumsi produk yang ada di Mangga Dua Square.

The Japanese popular culture fan community is one of fandom communities that is active in producing new cultural products based on their interpretations of Japanese culture. In case of Indonesia, they organize Japanese popular culture-themed conventions or festivals known as "event Jejepangan" (Japanese culture events) to interact and express themselves as fans. Mangga Dua Square, a shopping mall in Jakarta, has consistently been providing a space for the Japanese popular culture fan community to express themselves as fans since 2015, and many "event Jejepangan" communities have been born there. In 2022, Mangga Dua Squaregave the name Mangdu J-Pop Zone to refer to its Japanese popular culture convention. All publications of the event announcement, posters, and online interactions between the community and event’s organizer are done through Instagram account, @mangdujpopzone. This research discusses how the practice of providing space for expression for the "event Jejepangan" community is carried out by the organizers of the Mangdu J-Pop Zone Japanese popular culture convention. Furthermore, it also tries to find how the "event Jejepangan" community perceives such practices by the event organizer. This qualitative research uses social media observation and interviews with the "event Jejepangan" community as methods. The findings show a mutual relationship between Mangdu J-Pop Zone and the "event Jejepangan" community. Mangga Dua Square offers an expression space for the community through Mangdu J-Pop Zone and in return, the community promotes and consumes products in Mangga Dua Square."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mimandita Atsari
"Artikel ini membahas bagaimana budaya otaku sebagai sebuah budaya populer visual Jepang dikonsumsi oleh kaum muda di Jakarta. Budaya ini juga direproduksi melalui identifikasi diri mereka. Studi ini menggunakan kerangka berpikir industri budaya oleh Adorno dan Horkheimer. Peneliti berargumen bahwa budaya otaku anime, manga, dan video games bekerja sebagai mass consumption dengan menawarkan fungsi image creation atau fantasi akan dunia. Hal ini mendukung bekerjanya industri budaya sebagaimana digambarkan oleh Adorno dan Horkheimer. Temuan data menunjukkan bahwa budaya otaku, di satu sisi mendukung prinsip bekerjanya industri budaya, namun di sisi lain memunculkan kapasitas agensi melalui tiga tahap pengidentifikasian otaku dan reproduksi narasi dari para penggemarnya. Ditemukan pula bahwa budaya otaku mampu menjadi budaya populer yang bersifat transnasional karena memenuhi kebutuhan sosial kaum muda yang berbeda latar belakang kebangsaan. Budaya otaku menjadi suatu hal yang dekat dalam kehidupan sebagian kaum muda yang menemani mereka menuju kedewasaan.

This article discusses how otaku culture as a Japanese visual popular culture is consumed by youths in Jakarta. This culture is also reproduced through self identification. It is argued that otaku culture anime, manga, and video games works to generate mass consumption by offering an image creation or fantasy function. This supports how culture industry works as explained by Adorno and Horkheimer. It is found that otaku culture, on one side supports the principal function of culture industry, but on the other creates a capacity of agency through three stages of otaku identification and reproduction of narratives by its fans. It is also found that otaku culture can become a transnational popular culture for its function that mediates social needs of particular youths with different national backgrounds. Otaku culture becomes a close matter in the lives of particular youths that accompanies them as they grow into adulthood.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mimandita Atsari
"ABSTRAK
Artikel ini membahas bagaimana budaya otaku sebagai sebuah budaya populer visual Jepang dikonsumsi oleh kaum muda di Jakarta. Budaya ini juga direproduksi melalui identifikasi diri mereka. Studi ini menggunakan kerangka berpikir industri budaya oleh Adorno dan Horkheimer. Peneliti berargumen bahwa budaya otaku anime, manga, dan video games bekerja sebagai mass consumption dengan menawarkan fungsi image creation atau fantasi akan dunia. Hal ini mendukung bekerjanya industri budaya sebagaimana digambarkan oleh Adorno dan Horkheimer. Temuan data menunjukkan bahwa budaya otaku, di satu sisi mendukung prinsip bekerjanya industri budaya, namun di sisi lain memunculkan kapasitas agensi melalui tiga tahap pengidentifikasian otaku dan reproduksi narasi dari para penggemarnya. Ditemukan pula bahwa budaya otaku mampu menjadi budaya populer yang bersifat transnasional karena memenuhi kebutuhan sosial kaum muda yang berbeda latar belakang kebangsaan. Budaya otaku menjadi suatu hal yang dekat dalam kehidupan sebagian kaum muda yang menemani mereka menuju kedewasaan.

ABSTRACT
This article discusses how otaku culture as a Japanese visual popular culture is consumed by youths in Jakarta. This culture is also reproduced through self identification. It is argued that otaku culture anime, manga, and video games works to generate mass consumption by offering an image creation or fantasy function. This supports how culture industry works as explained by Adorno and Horkheimer. It is found that otaku culture, on one side supports the principal function of culture industry, but on the other creates a capacity of agency through three stages of otaku identification and reproduction of narratives by its fans. It is also found that otaku culture can become a transnational popular culture for its function that mediates social needs of particular youths with different national backgrounds. Otaku culture becomes a close matter in the lives of particular youths that accompanies them as they grow into adulthood."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>