Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10415 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sugeng Budiharsono
Bogor: IPB Press, 2018
307.141 2 SUG m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Much has happened in the new order era of the Indonesia rural development, including the achievement of a high level of rural economic growth and the development of physical infrastructure. At the same time, Indonesia still faces enormous rural development problems espicially it has been far from equitably distributed opportunity among the people to participate in the rural development process itself. When we made some comparison with South Korea, in rural development with Saemaul Undong movement, there are two problems in Indonesia rural development which it related with the loss of thr rural development momentum and lack of rural individual and community development...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan percobaan ini adalah untuk memperoleh klon bawang merah yang mampu beradaptasi dengan baik di dataran rendah Donggala. Enam klon bawang merah (lokal Palu, Sumenep, Lokal Tinombo, Bima, Philippina, dan Lokal Napu) ditanam di dataran rendah (Donggala) (kurang lebih 50 m dpl) dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok, masing-masing perlakuan diulang 4 kali, dari bulan desember 2001 - Maret 2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon lokal Napu merupakan klon bawang merah yang dapat beradaptasi dengan baik serta mempunyai penampilan pertumbuhan yang baru dan hasil yang tinggi di dataran rendah Donggala. Kajian kesukaan konsume masih diperlukan, apakah klon bawang merah lokal Napu dapat dikembangkan secara komersial. "
Purwokerto : Lembaga Penelitian Universitas Jendral Soedirman Purwokerto,
630 JPP
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
N. Daldjoeni
Bandung: ALumni, 1979
307.72 DAL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996
307.72 Pen
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dumatubun, Agapitus Ezebio
"ABSTRAK
Latar belakang masalah adalah, bahwa setiap program pembangunan yang direalisir pada orang Amungme masih banyak menunjukkan kurangnya peranserta aktif mereka. Timbul pertanyaan: Mengapa orang Amungme kurang berperanserta aktif dalam pembangunan ? Tulisan ini berusaha mengungkapkan pertanyaan tersebut dengan menunjukkan adanya perbedaan antara pola pembangunan yang ada dengan pola tradisional orang Amungme. Menurut peneliti perbedaan ini terletak pada perbedaan persepsi peranserta dan jenis peranserta orang Amungme dengan persepsi pelaksana pembangunan. Lebih lanjut peneliti mengungkapkan bahwa perbedaan itu terwujud dalam hubungan antara pola program pembangunan dengan aspek kekuasaan dalam keluarga, kepemimpinan dan pengambilan keputusan.
Studi ini berupaya mendeskripsikan, mencari, menjelaskan sistem peranserta, kepemimpinan, kekuasaan dan pengambilan keputusan orang Amungme. Analisa dilakukan secara kualitatif. Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui teknik observasi langsung dan partisipasi serta wawancara. Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan kunci, dan wawancara terbuka dilakukan juga terhadap berbagai orang dan pada berbagai kesempatan. Selain pengumpulan data di lapangan, dilakukan juga di perpustakaan dan lembaga-lembaga terkait di Irian Jaya dan Jakarta.
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, peneliti menemukan bahwa persepsi peranserta dalam pembangunan menunjukkan perbedaan. Persepsi peranserta orang Amungme dalam pembangunan lebih mengarah pada wujud gotong royong tolong menolong dalam berbagai aktivitas hidup yang dinyatakan dengan suatu perhitungan secara tajam dan spontanitas berdasarkan kategorisasi kegiatan. Sedangkan persepsi peranserta pelaksana pembangunan lebih mengarah pada upaya keterlibatan aktif penduduk dalam pengambilan keputusan, pengalokasian kebijaksanaan, dan distribusi serta implementasi perencanaan. Di sini dituntut bahwa orang Amungme harus terlibat dan memelira serta mengembangkan program pembangunan sebagai bagian untuk mereka. Dalam pelaksanaan, pelaksana pembangunan lebih banyak menerapkan bentuk kekuasaan paksaan atau coercive power.
Dikaitkan dengan kekuasaan secara tradisional pada orang Amungme yang masih menerapkan bentuk kekuasaan konsensus atau consensual power, menujukkan adanya perbedaan. Selain itu peranan Me-ki sebagai pemimpin tradisional dalam pengambilan keputusan, kurang memainkan peranan penting. Kepala desa serta istrinya lebih banyak memainkan peranan dalam pengambilan keputusan. Akibat perbedaan tersebut di atas, maka orang Amungme kurang berperanserta aktif dalam segala program pembangunan yang direalisir."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Najib
"Penelitian tentang kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Wilayah Kalimantan ini pada umumnya bertujuan untuk menentukan kualitas SDM daerah-daerah tingkat II di Wilayah Kalimantan dan sekaligus melihat perbedaan antar daerah dengan menggunakan metode Analisis Faktor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data SUSENAS 2000 Wilayah Kalimantan. Dari data ini kemudian dipilih variabel-variabel yang didefinisikan dapat mengukur konsep kualitas sumber daya manusia daerah-daerah di Wilayah Kalimantan. Variabel-variabel yang dipilih tersebut merupakan gabungan dari berbagai sumber seperti Fadjri (2001), Agung dkk 1999, Rusli dkk (1995), LIPI (1992), serta Ananta dan Hatmadji (1985). Variabel-variabel yang terpilih ada 14, kemudian dikelompokkan secara substansi menjadi empat kelompok variabel tunggal yaitu kelompok pendidikan, kelompok kesehatan, kelompok keluarga berencana, dan kelompok aktivitas ekonomi.
Dalam penelitian ini Analisis Faktor dilakukan dalam dua tahap. Analisis Faktor tahap pertama dilakukan berdasarkan setiap kelompok variabel tunggal untuk membentuk nilai faktor. Dari hasil analisis ini diperoleh nilai faktor pendidikan, nilai faktor kesehatan, nilai faktor keluarga berencana, dan nilai faktor aktivitas ekonomi. Kemudian dilanjutkan dengan analisis faktor tahap kedua yaitu membentuk nilai faktor baru dari hasil analisis faktor tahap pertama, menghasilkan sebuah nilai faktor total/gabungan yang disebut dengan nilai faktor kualitas sumber daya manusia. Dari nilai faktor total ini kemudian ditransformasi ke dalam Indeks Agung untuk mendapatkan Indeks Komposit Kualitas Sumber Daya Manusia (IKSDM). Dan nilai faktor total ini sekaligus juga dapat disajikan urutan ranking dan klasifikasi daerah.
Hasil analisis menunjukkan ada 11 daerah tingkat II yang memiliki IKSDM terendah dan masuk dalam klasifikasi "Kurang". Lima daerah di Propinsi Kalimantan Barat yaitu Kabupaten Pontianak, Sanggau, Ketapang, Sintang, dan Kapuas Hulu. Lima daerah di Propinsi Kalimantan Selatan yaitu Kabupaten Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu Sungai Utara. Satu daerah Propinsi Kalimatan Tengah yaitu Kabupaten Barito Selatan. Daaerah-daerah tingkat II yang masuk dalam klasifikasi "Kurang" ini perlu mendapatkan perhatian dan prioritas intervensi kebijakan pemerintah. Karena nilai IKSDM merupakan indeks komposit yang dibentuk dari 4 faktor yaitu Pendidikan, Kesehatan, Keluarga Berencana, dan Aktivitas Ekonomi, maka untuk membuat suatu kebijakan atau program perlakuan haruslah dilihat nilai yang terendah dari keempat faktor tersebut. Selanjutnya berkaitan dengan faktor terendah tersebut dilihat lagi nilai yang terendah untuk variabel tunggal yang bersangkutan. Jadi saran perbaikan untuk pemerintah adalah agar kebijakan atau program perlakuan yang akan dibuat mempunyai tujuan untuk meningkatkan nilai variabel tunggal terendah tersebut."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T5235
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarmawis Ismail
"ABSTRAK
Pengelolaan wilayah pesisir sudah menjadi isu panting daiam rangka pembangungan berkelanjutan. Hal ini sehubungan dengan potensi pembangunan yang sangat besar terdapat di wilayah pesisir dan kecenderungan kerusakan lingkungan wilayah pesisir yang semakin meningkat. Sementara isu ini sudah semakin mengancam kelestarian ekosistem pesisir, tetapi usaha pengelolaan wilayah pesisir yang lebih baik belum begitu diperhatikan. Dalam upaya untuk merumuskan dan mengimplementasikan pengelolaan wilayah pesisir yang lebih baik, maka penelitian ini dilakukan.
Tujuan studi adalah untuk : (1) mengetahui potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan di wilayah pesisir, (2) mengetahui kontribusi pemanfaatan wilayah pesisir dan bagi masyarakat desa, (3) mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh masyarakat, dan (4) merumuskan langkah-langkah strategis bagi pengelolaan wilayah pesisir, sehingga terwujud pola pembangunan wilayah pesisir secara optimal dan berkelanjutan serta dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Untuk mencapai tujuan studi di atas, diajukan hipotesis sebagai berikut : (1) Tingkat sosial ekonomi masyarakat akan meningkat, jika potensi sumber daya alam yang ada terjaga kelestariannya, dan sebaliknya. (2) Modal mempunyai hubungan yang lebih kuat daripada faktor sosial budaya dalam meningkatkan pendapatan nelayan dan pedagang ikan.
Dengan menggunakan studi tingkat rumah tangga di desa Segara Jaya, ditemukan hasil-hasil sebagai berikut :
1. Pendapatan nelayan secara nyata dipengaruhi oleh modal usaha, sementara pendapatan pedagang ikan tidak hanya dipengaruhi oleh modal usaha, tetapi juga oleh tingkat pendidikannya. Bagi nelayan ditemukan bahwa 1% kenaikan dalam modal usaha akan mengakibatkan 1,7% peningkatan pendapatan.
2. Pendapatan per kapita rumah tangga nelayan desa Segara Jaya lebih rendah daripada pendapatan per kapita nelayan, petani dan PDRB per kapita Kabupaten Bekasi.
3. Pengeluaran per kapita nelayan dan pedagang ikan relatif lebih besar daripada pengeluaran per kapita rumah tangga pedesaan dan perkotaan per bulan menurut garis kemiskinan.
4. Pembangunan permukiman dan industri (PLTGU) tidak hanya mempengaruhi ekosistem wilayah pesisir, tetapi juga menyebabkan kerusakan ekosistem biota di wilayah tersebut bahkan mempengaruhi sumberdaya perikanan dan menimbulkan polusi di daerah penangkapan ikan.
Atas dasar hasil penelitian ini, maka empat saran yang perlu dilakukan untuk memperbaiki pengelolaan wilayah pesisir di daerah penelitian pertama, pemerintah harus memberi perhatian yang lebih serius pada pengelolaan wilayah pesisir. Hal ini bisa dilakukan dengan pengembangan pengelolaan wilayah pesisir yang lebih baik; kedua, nelayan dan masyarakat wilayah pesisir harus diberi lebih banyak informasi mengenai pentingnya ekosistem wilayah pesisir. Ketiga, untuk meminimalkan dampak lebih jauh dari pertumbuhan permukiman dan industri, nelayan dan masyarakat miskin lainnya di desa studi harus didorong untuk menemukan alternatif pekerjaan lain. Dalam hal ini pemerintah setempat dan pengembang perlu menciptakan sumber pendapatan lainnya. Terakhir, nelayan dan masyarakat miskin di desa studi, perlu diberdayakan. Hal itu bisa dilakukan dengan bantuan modal usaha serta peningkatan pendidikan dan keterampilan mereka.

ABSTRACT
The Socio-Economic Activities of The Community in The Coastal Zones Management (A Case Study in Segara Jaya Village, Bekasi)The management of coastal zone has been one of the importance issues towards sustainable development. This is connection with the huge potential of the development in the coastal zone, in which there has been an increasing damage at the coastal zone environment. While this issue has been treating the sustainable of the coastal ecosystem, but there has been no attention to this issue. In line with the issue above, therefore this study has been conducted.
The objectives of this study are: 1) to examine natural resource potential and its services in the coastal area; 2) to examine social-economic contribution of the exploitation of coastal zone to the village community; 3) to identify environmental damage caused by the rural community, and 4) to formulate the strategy on the coastal zone management, in order to optimizing and sustaining the pattern of the development coastal zone, in turn to improve of the people welfare.
To achieve the above objectives, the study tested the following hypothesis:
1. The level of social-economic condition of rural community will increase if natural resource potential is maintained and vice versa.
2. Capital has a strong relationship than social and cultural factor in increasing income of fishermen and fish merchant.
Using household level study at Segara Jaya , it was found the following interesting findings
1. The fishermen income is significantly influenced by capital while the fish merchant is not only influenced by capital but also their education. For fishermen, it was found that one percentage increase in capital will increase 1.7% of income.
2. It was found that the per capita income of fishermen household of Segara Jaya village are lower than per capita income of farmers and GDRP per capita of Bekasi District
3. Per capita expenditure of fishermen and fish merchant are relatively greater than per capita expenditure of urban and rural households per month in term of poverty lines.
4. The development of housing settlements and industrial enterprises (especially PLTGU) does not only affect the coastal zone ecosystems, but also lead to damage of the biota ecosystems in the area. It even affects fish resources and polluter the fishing ground of fishermen.
Base on the result of this study, there are four suggestion on need to be implemented to improve the management of the coastal zone in the area of the study, firstly, the government should give more attention to the management of coastal zone. This can be done by establishing a better coastal zone management development. Secondly, fishermen and rural community around the coastal zone area should be given more information about the importance of coastal zone ecosystems & for environment. Thirdly, to minimize the adverse impacts of the growing industrial enterprises and housing settlements, fishermen and other rural poor community in the village surveyed should be encouraged to find other alternate jobs. In this case the local government and developer need to create other sources of income. Finally, fishermen and rural poor community in the surveyed village need to be empowered. This can be done for instance by providing capital assistance and educational and skill improvement.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto Hambali
"Otonomi daerah merupakan suatu thema yang sedang dan cukup popular oleh berbagai kalangan mulai dari tingkat pemerhati, pengambil kebijakan serta masyarakat umum pada akhir abad dan awal millenium kedua. Perhatian besar atas thema tersebut karena adanya tuntutan redefinisi perencanaan pembangunan yang telah dilaksanakan selama lebih kurang 32 tahun masa orde baru. Salah satu esensi otonomi daerah yang juga mendapat perhatian penting adalah peranan langsung pemerintah didalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah (termasuk Daerah Kabupaten Banggai). Peranan langsung itu adalah memberikan pelayanan serta pemberian stimulus terhadap perekonomian yang dibutuhkan oleh masyarakat melalui dukungan dana pembangunan daerah. Dampak lain atas upaya pemerintah pusat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat adalah adanya tuntutan masyarakat agar pusat-pusat pelayanan semakin dekat dengan masyarakat. Konsekuensi atas tuntutan itu bagi daerah-daerah yang memiliki wilayah yang luas diperlukan pemekaran sebagian wilayah, baik pada level pemerintahan tingkat desa, kecamatan, kabupaten, kota bahkan tingkat propinsi. Salah satu daerah yang dimekarkan di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah adalah wilayah administrasi Kabupaten Banggai yang dibagi menjadi Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Hal ini membawa perubahan orientasi perencanaan pembangunan bagi daerah yang dimekarkan baik induk maupun pecahannya.
Permasalahannya, pertama, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Banggai dengan data terbatas di bidang perencanaan telah optimal dalam upaya mendukung peningkatan kinerja perencanaan pembangunan daerah, baik untuk kondisi sebelum dan sesudah wilayah dimekarkan dan kemungkinannya apabila otonomi diberlakukan. Kedua, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan tersebut diatas menjadi stimulus bagi peningkatan kinerja perekonomian daerah Kabupaten Banggai. Untuk melihat perkembangan perekonomian kedua Daerah Kabupaten Banggai dilakukan berbagai analisis, baik analisa struktur perekonomian daerah, laju pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan masyarakat, metode location untuk mencari sektor-sektor keunggulan daerah, analisa shift share untuk menghitung perubahan pertumbuhan regional, teori economic base digunakan mengkalkulasi multiplier daerah, ratio APBD terhadap PDRB guna melihat peranan pemerintah daerah dan metode program linear untuk menilai kinerja kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang diterapkan dalam kurun waktu tahun 1993 sampai tahun 1997.
Berdasarkan ukuran-ukuran tersebut diatas, untuk wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kondisi perekonomiannya adalah ; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan '93 untuk tahun 1993 sebesar Rp. 327.786 juta meningkat menjadi Rp. 431.741 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,14 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 47,53 % dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,40 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pada tahun 1993 sebesar Rp. 832.219 meningkat juga menjadi Rp. 1.002.619 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 184.272 orang, mengalami kenaikan menjadi 194.980 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, sampai tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedang memakai data tenaga kerja, make keunggulan daerah tahun 1993 terletak pads sektor pertanian, sektor penggalian, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian dan sektor bangunan. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,7145 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,6425 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa bacarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 103.915 juta, share propinsi (R) senilai Rp. 131.549,5 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 27.634,5 jut& Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan lebih banyak dipeng rubi oleh perekonomian propinsi atan daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan den dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubahan pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 10.708 orang, share propinsi (R) sebanyak 48.404 orang dan shift share kabupaten sebanyak 37.696 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan dalam jangka waktu tersebut lebih banyak diisi dari luar daerah. Parameter lain yang digunakaa untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APED terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 4,57 % meningkat menjadi 8,76 % pada tahun 1997.
Dengan menggunakan parameter yang sama, untuk wilayah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan gambaran perekonomiannya adabah; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan 93 untuk tahun 1993 sebesar Rp 236.781 juta meningkat menjadi Rp. 314.034 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,32 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 46,69 % dan terns mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,09 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pads tahun 1993 sebesar Rp. 923.899 meningkat juga menjadi Rp. 1.120.879 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 113.350 orang, mengalami kenaikan menjadi 133.940 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, sedang pada tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor bangunan. Sedang memakai data tenaga kerja, maka keunggulan daerah tahun 1993 terletak pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor listrik dan air bersih, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor angkutan dan komunikasi. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,8333 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,7314 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa besarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 77.235 jute, share propinsi (R) senilai Rp. 95.026,7 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 17.773,7 juta. Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan lebih banyak dipengaruhi oleh perekonomian propinsi atau daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan dari dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubaban pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 20.590 orang, share propinsi (R) sebanyak 29.775 orang dan shift share kabupaten sebanyak - 9.185 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan dalam jangka waktu tersebut mengalami kekurangan tenaga kerja sebanyak 9.185 orang. Parameter lain yang digunakan untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APBD terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 6,31 % meningkat menjadi 12,04 % pada tahun 1997.
Kebijakan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai dalam Repelitada VI yang diterapkan adalah memprioritaskan percepatan pembangunan pedesaan, pembangunan transportasi khusunya prasarana jalan, pembangunan sektor pendidikan, pembangunan sektor kesehatan dan pembangunan aparatur pemerintah daerah. Sedang kebijakan pengeluaran pembangunan daerah pada tahun anggaran 1997 / 1998 adalah mengacu pada skala prioritas pembangunan daerah, pengentasan kemiskinan melalui peningkatan bantuan langsung, peningkatan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat, dan peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah melalui pendidikan teknis maupun fungsional serta menambah kelengkapan saran dan prasarana aparatur pemerintah daerah.
Karena itu perhatian atas penelitian ini, selain kajian analisis kondisi perekonomian Daerah Kabupaten Banggai diatas, juga dilakukan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah. Didalam analisis yang kedua ini dipergunakan metode program linear dengan penyelesaian berbagai bentuk problemnya memakai software komputer ABQM. Terkait dengan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah adalah sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang diterapkan selama ini. Sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah sampai scat ini masih mengacu pada Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D) dengan pola bottom up dan top down planning. Dalam implementasinya poin ini secara ringkas menyerap berbagai usulan rencana kegiatan masyarakat dari level pemerintahan paling bawah (desa), kemudian diusulkan berdasarkan prioritas kepada tingkat pemerintahan diatasnya. Setelah semua proses dari bawah selesai, maka pemerintah pusat mengalokasikan dana atas berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan secara proporsional kepada daerah-daerah (mekanisme lengkap lihat bagan 4.01).
Mekanisme perencanaan yang demikian memang telah cukup komprehensif mengakomodasikan berbagai kepentingan perencanaan dari masyarakat, dunia usaha dan pemerintah, tetapi masih terdapat berbagai hal yang menjadikan implementasinya kurang berjalan baik ; pertama, diperlukan kualitas tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu, kedua, sistem dan mekanisme perencanaannya hanya dapat dimengerti secara komprehensif oleh birokrat sampai level pemerintahan kabupaten, ketiga, manajemen usulan rencana kegiatan dikelompokkan dalam program yang sauna untuk semua level pemerintahan, keempat, tidak adanya ruang publik (public hearing) yang jelas pada saat usulan rencana memasuki proses penganggaran, kelima, bagi daerah-daerah dengan Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) relatif kecil akan sangat tergantung kepada pemerintah pusat, keenam, diperlukan proses sosialisasi program yang kontinue sebelum implementasi kegiatan dilaksanakan.
Konsekuensi yang harus diterima atas implementasi proses perencanaan diatas adalah, pertama, kualitas usulan rencana kegiatan dari masyarakat tidak memenuhi standar perencanaan, kedua, usulan rencana dari masyarakat tidak mencerminkan kebutuhan tetapi hanya sebatas keinginan, ketiga, masing-masing level pemerintahan dimungkinkan terjadinya duplikasi kegiatan sehingga tidak menunjukkan level of authority (dekonsentrasi, decent l asi dan medebewind), keempat, masyarakat, pemerintah tingkat bawah (desa, kecamatan) kurang mengetahui jenis-jenis kegiatan apa raja dan lokasinya dimana terhadap implementasi kegiatan pembangunan pemerintah tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, sehingga ada kecenderungan menimbulkan konflik atas penetapan lokasi pada saat kegiatan dilaksanakan? kelirna, khusus bagi Kabupaten Banggai dengan kontribusi PADS hanya berkisar 3 % - 5,5 % selang waktu TA. 1993/1994 -1997/1998 dari total penerimaan APBDnya, maka sifat ketergantungan kepada pemerintah pusat sangat besar sekali, keenain, proses sosialisasi yang tidak jelas alas semua kegiatan pembangunan yang dilaksanaknn oleh semua level pemerintahan (kabupaten, propinsi dan pusat).
Berdasarkan analisis kondisi perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai pada tahun anggaran 1997/1998, menunjukkan bahwa dana pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 37.808.753.000 dialokasikan dengan prioritas sektor maupun program yang dibelanjai dengan besaran alokasi dana adalah, pertama sektor transportasi, meteorologi dan geofxsika (56,17 %) melalui program rehabilitasi pemeliharaan jalan dan jembatan, program peningkatan jalan dan jembatan serta program pembangunan jalan dan jembatan, kedua, sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Malta Esa, pemuda dan olah raga (10,74 %), lewat program pembinaan pendidikan dasar, program pembinaan pendidikan tinggi, program operasi dan perawatan fasilitas pendidikan dan kebudayaan, serta program pendidikan kedinasan, ketiga, sektor perumahan dan pemukiman (9,41 %) dengan program penyehatan lingkungan pemukiman, program penyediaan dan pengeloaaan air bersih, dan program penataan kota, keempat sektor pembangunan daerah dan transmigrasi (5,96 %) melalui program pembangunan desa, program pembangunan desa tertinggal, dan program pengembangan kawasan khusus, kelrma, sektor keselahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita anak dan remaja (4,80 %), lewat program penyuluhan kesehatan, program pelayanan kesehatan dan rujukan rumah sakit, program pelayanan kesehatan masyarakat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, program perbaikan gizi dan program peranan wanita. Kemudian disusul oleh sektor aparatur negara, dan pengawasan (4,57 %), sektor pertanian dan kehutanan (3,40 %) serta tiga belas sektor lainnya (4,95 %). Dengan jumlah program yang terdanai sebanyak 59 buah dari total program sebanyak 146 buah.
Bila pola kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 37.808353.000 care mengalokasikannya menggunakan analisis program linear, maka out put opiimalnya menunjukkan bahwa prioritas sektor yang akan dikembangkan adalah sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (68,405 %), dengan program-program seperti tersebut dalam alinea sebelum ini, sektor transportasi meteorologi dan geofisika (31,464 %), sektor tenaga kerja (0,057 %), sektor pertambangan dan energi (0,034 %), sektor industri (0,013 %), sektor sumber days air dan irigasi (0,013 %), sektor keamanan dan ketertiban (0,011 %), serta sektor kependudukan dan keluarga sejahtera (0,003 %). Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa sumber dana yang langkah atau terbatas jumlahnya adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana bersumber clan bantuan Dati II komponen umum (block grant). Hal ini memberikan gambaran bahwa kebutuhan dana pengeluaran pembangunan yang bersumber dari sifat dana block grant cukup sensitif bagi pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai. Kondisi ini semakin memperjelas tingkat ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin tinggi.
Menghadapi kondisi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, dimana secara signifikan berpengaruh langsung terhadap besarnya sumber penerimaan pendapatan daerah sehingga somber dana pembangunan alokasinya juga berkurang dan program yang dikelola bertambah karena beban kewenangan yang diserahkan semakin banyak. Hasil perhitungan menunjukkan, total sumber dana yang dapat dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 31.029.738,000,-. Out put simulasi program linear menunjukkan bahwa sektor-sektor yang menyebabkan penyelesaian optimal adalah sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa (46,27 %), sektor perdagangan, pengembangan usaha daerah, keuangan dan koperasi (19,18 %), sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (13,92 %), sektor transportasi, meteorologi dan geofisika (13,20 %) serta sektor aparatur negara dan pengawasan (7,43 %). Dengan demikian program-program seperti program penyelengaraan otonmi daerah, program pembinaan politik dalam negeri, program pengembangan perdagangan dan sistem distribusi, program pengembangan dan pembinaan usaha daerah, program penyehaaan modal pemerintah daerah, program penerimaan keuangan daerah, program pembinaan kekayaan daerah, program pembinaan usaha kecil, program peningkatan prasarana dan sarana aparatur negara, program peningkatan efisiensi aparatur negara, program pendidikan dan peiatihan aparatur negara serta program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan ditambah program-program dari sektor transportasi dan sektor pendidikan yang telah disebutkan terdahulu akan semaldn krusial untuk diperhatikan. Di samping itu hasil simulasi menunjukkan bahwa sumber dana pembangunan yang langkah lagi-lagi adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana serta bidang ekonomi yang berasal dari bantuan Dati II komponen umum (block grant).
Melihat semua kondisi diatas, dimana pemrograman pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, beban urusan semakin meningkat, kebutuhan dana pembangunan semakin meningkat, sumber dana relatif terbatas, tingkat ketergantungan sangat besar, masyarakat tak memiliki ruang koreksi terhadap perencanaan pengeluaran pembangunan, perekonomian daerah hanya unggul disektor pertanian dan sektor bangunan Kalau ini terns berlanjut maka implikasi yang akan dihadapi pemerintah daerah, adalah kreativitas pemerintah daerah dalam menyusun program pembangunan berdasarkan kondisi daerah lemah, tuntutan masyarakat akan pelayanan dimungkin tidak terlayani dengan balk, kebutuhan dana pembangunan memnngkinan tidak tercukupi, masyarakat menjadi terbebani dalam pembiayaan pembangunan, konflik kepentingan didalam pengalokasian dana semaldn meningkat, pengembangan sektor basis kemungldnan terabaikan, dan secara keseluruhan didalam jangka panjang memungldnkan kredibilitas pemerintah daerah semakin menurun dimata masyarakat daerah.
Dengan demikian kondisi perekonomian dan kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah Kabupaten Banggai dapat disimpulkan Panama, kondisi perekonomian wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kontribusi terbesar dikembangkan oleh bagian wilayah sesudah dimekarkan, basis perekonomian wilayah sebelum dan sesudah dimekarkan berada disektor pertanian, serta kondisi perekonomian wilayah sesudah dimekarkan lebih baik dibandingkan wilayah sebelum dimekarkan. Kedua, implementasi sistem perencanaan bottom up dan top down planning menyebabkan pemrograman pengeluaran pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, pemerintah daerah kurang kreativ membuat program yang mencerminkan kondisi masyarakat daerah, kontrol publik yang kurang selama proses penganggaran berlangsung, dan diperlukan tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu. Ketiga, seyogyanya selama ini pemerintah daerah memprioritaskan pengembangan program-program yang berada disektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Matta Esa, pemuda dan olah raga, sektor tenaga kerja, sektor pertambangan dan energi, sektor industri, sector sumber daya air dari irigasi, sektor keamanan dan ketertiban serta sektor kependudukan dan keluarga berencana. Hal ini terlihat bahwa sektor yang dikembangkan secara relatif meningkatkan kapasitas sumber daya manusia daerah. Disamping itu, karena pemerintah daerah sumber dananya terbatas maka kebutuhan bantuan sumber dana dari pemerintah pusat cukup besar tetapi yang memiliki sifat bantuan umum moral (pemerintah pusat menyediakan dana sedang pemerintah daerah bebas mengalokasikan ke sektor mana saja). Keempat, menyikapi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah selain mengembangkan program dikedua sektor diatas ditambah lagi dengan mengembangkan program-program pads sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan dan sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa& Karma masih terlihat langkahnya sumber dana bantuan umum make bagi daerah Kabupaten Banggai untuk mengurangi tingkat ketergantungan pembiayaan ini sudah hams melakukan upaya yang lebih komprehensif dan terpadu didalam mencari sumber-sumber penerimaan baru serta mengefektifkan sumber penerimaan yang telah berjalan.
Untuk itu berbagai solusi alternatif yang dapat direkomendasikan adalah sebagai berikut ; pertama, dalam rangka pembangunan ekonomi daerah, make Pemerintah dan Masyarakat Daerah Kabupaten Banggai perlu memperhatikan indikator pembangunan ekonomi, baik bersifat umum dan khusus. Pemerintah Daerah memprakarsai tersedianya data indikator-indikator ekonomi yang dapat diakses masyarakat secara bebas dan terpadu. Selain itu pembangunan ekonomi diarahkan kepada pengembangan jenis usaha yang berbasis disektor pertanian sebagai keunggulan daerah. Kedua, untuk mewujudkan pola perencanaan pengeluaran pembangunan daerah, Pemerintah Pusat seyogyanya merubah pemrograman pengeluaran pembangunan yang mencerminkan tanggung jawab masing-masing level pemerintahan, memberikan peluang kepada daerah untuk mengembangkan program program yang mencerminkan kondisi daerah, bagi daerah mengkaji lebih lanjut jenis program yang menjadi tanggung jawab daerah dan memberikan ruang publik bagi masyarakat daerah didalam proses penganggaran pembangunan daerah (usulan penulis began 5.02). Ketiga, pada saat kondisi tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi kepada pemerintah pusat, maka pemerintah daerah seyogyanya memacu kegiatan pembanguan infrastruktur daerah dan pengembangan sumber daya manusia khususnya bidang pendidikan. Selain itu perlu juga memperhatikan pengembangan industri, peningkatan kualitas tenaga kerja, pengembangan pertambangang dan stabilitas daerah. Keempat, menyikapi kondisi wilayah yang dimekarkan dan mengantisipasi pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah perlu mengkaji lebih intensif berbagai jenis-jenis kegiatan yang sangat mendukung pengembangan program-program pada sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan daerah dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan serta sektor politik, hubungan luar negeri (antar daerah), komunikasi dan media massa. Disamping meningkatkan terns pengembangan kegiatan-kegiatan sektor pendidikan dan sektor transportasi. Kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan lebih difokuskan pada upaya-upaya pengembangan industri dan dunia usaha daerah, peningkatan pendapatan daerah, peningkatan kualitas aparatur pemerintah dan penguatan institusi politik maupun budaya masyarakat lokal."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>