Ditemukan 145167 dokumen yang sesuai dengan query
Setya Wahyudi
Yogyakarta: Genta Publishing, 2011
345.081 SET i
Buku Teks Universitas Indonesia Library
M. Zainuddin
"Anak merupakan anugrah tuhan yang Maha Esa. Anak merupakan penerus dan generasi bangsa. Dalam perkembangan zaman yang makin maju ini, anak tidak lagi merupakan sosok yang lucu dan menggemaskan. Beberapa anak dalam masyarakat tumbuh menjadi anak yang nakal, kejam yang melanggar aturan hukum. Anak yang bermasalah dengan hukum merupakan persoalan yang mengkhawatirkan, dimana apabila anak dihadapkan pada peradilan maka akan timbul stigma negatif bagi anak tersebut, sehingga anak bukan menjadi lebih baik setelah dipidanakan akan tetapi menjadi penjahat yang lebih profesional. Sebab anak-anak yang bermasalah tersebut dikumpulkan dengan anak-anak lain yang bermasalah sehingga ilmu-ilmu kejahatan akan mereka pertajam lagi. Pemidanaan bukan merupakan solusi yang terbaik bagi anak. Dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak tidak mengenal istilah penyelesaian perkara anak bermasalah dengan hukum menggunakan mekanisme diversi. Diversi merupakan penyelesaian perkara anak dengan mengenyampingkan atau meniadakan pidana terhadap anak tersebut. Diversi merupakan penyelesaian suatu perkara pidana oleh anak dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Landasan hukum diversi baru lahir setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam Undang- Undang Sistem Peradilan Pidana anak diupayakan penyelesaian secara restorative justice dimana dalam tiap tingkat proses peradilan baik ditingkat penyidikan, penuntutan hingga pengadilan diupayakan dahulu dilakukan diversi. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak baru berlaku setelah 2 tahun diundangkan, hal ini dikarenakan pelaksanaan diversi yang merupakan penjabaran nilai-nilai keadilan restoratif merupakan barang baru bagi aparat penegak hukum. Sehingga terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan diversi dalam penyelesaian perkara pidana oleh anak. Untuk itu dalam penulisan ini akan dilakukan penelitian tantang perbandingan hukum pelaksanaan diversi diberbagai negara, guna mengetahui pelaksanaan diversi dan mengambil pelaksanaannya yang sekira dapat diterapkan dilaksanakan di Indonesia. Serta guna memantapkan pelaksanaan diversi dicari faktor-faktor penghambat pelaksanaan diversi guna mencari jalan keluar agar pelaksanaan diversi dapat berjalan dengan baik.
Children are the gift of God Almighty Son is successorand the future generation In the development of a more advanced age the child is notagain a figure that is funny and adorable. Some children incommunity grew into a naughty child in violation of the rule of law cruel. Children in conflict with the law is a matter of concern which if children are exposed to justice will arise negative stigmafor the child so the child is not getting better after criminalized willbut become more professional criminals. For the people with problems.The gathered with other children with problems so that the sciencescrime will they sharpen again. Punishment is not a solution best for the child. In Act No 3 of 1997 on Judicial Children do not know the term settlement with the troubled child law divesi mechanisms. Diversion is a child settlement with mengemyampingkan or negate the crime against children. Diversion represents the completion of a criminal case by the child using the restorative justice approach. The legal basis diversion newborn after the enactment of Law No 11 Year 2012 on the Justice System Criminal child. In Act attempted child Criminal Justice System completion of the restorative justice where judicial process in each levelboth in the investigation prosecution until the court first soughtcarried diversion Law No 11 Year 2012 on the Justice System Criminal Children take up to 2 years of enactment this is because implementation of diversion which is a translation of the values of restorative justice is new to law enforcement officials. So there hambatan-hambatan encountered in the implementation of diversion in settlement crime by children. Therefore in this study will be conducted the research challenge comparative law versioned implementation in different countries in order to know implementation of diversion and take approximately implementation that can be applied implemented in Indonesia And in order to strengthen the implementation of the factors inhibiting the implementation of diversion sought diversion in order to find a way out so that the implementation diversion can run well."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35856
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rahmah Perindha Novera
"Dalam sistem peradilan pidana anak dikenal suatu proses peralihan penyelesaian perkara anak keluar sistem peradilan pidana yang disebut dengan diversi. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi memperoleh kedudukan resmi dalam sistem peradilan anak. Dalam undang-undang tersebut, pengaturan diversi bagi anak yang belum berumur 12 tahun hanya diberikan dalam satu pasal, yaitu pasal 21. Sementara pasal tersebut beserta penjelasannya tidak cukup untuk menjelaskan bagaimana konsep diversi yang dimaksud oleh undang-undang bagi anak yang belum berumur 12 tahun tersebut.
Skripsi ini membahas bagaimana pandangan Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, serta Pekerja Sosial terhadap pasal tersebut, beserta kendala yang berpotensi terjadi dan antisipasi yang diterapkan. Penelitian ini dilakukan mengingat praktek diversi telah diterapkan dalam sistem peradilan anak sebelum Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak berlaku, sehingga aparat penegak hukum beserta lembaga-lembaga yang terlibat tentunya telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai diversi.
In the juvenile justice system recognized a settlement transitioning children out of the criminal justice system called diversion. With the enactment of Law No. 11 of 2012 on the Children Criminal Justice System, diversion obtain an official position within the juvenile justice system. In the law, regulation of diversion for children under12 years old only given in one article, namely article 21. Whilst the article and the explanation is not enough to explain how the concept of diversion is meant by the law for children who have not aged 12 years. This thesis discusses how the Investigator, Probation Officer, and Social Workers viewof the article, as well as obstacles that could potentially occur and anticipation are applied. This research was carried out considering the practice of diversion has been applied in the juvenile justice system before the Children Criminal Justice SystemLaw applies, so that law enforcement officers and the agencies involved must have had considerable knowledge of diversion."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55765
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Gultom, Maidin
"Protection of children's rights in Indonesian laws related to criminal cases."
Bandung: Refika Aditama, 2013
346.013 GUL p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Khusnus Sabani
"Tesis ini menganalisis bagaimana pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di Pengadilan Negeri, bagaimana parameter untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan diversi oleh Petugas dan bagaimana model yang dapat dipakai untuk menjamin pelaksanaan Diversi. Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Diversi merupakan proses pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi dapat dilaksanakan pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak di Pengadilan Negeri berdasarkan pendekatan keadilan restoratif sesuai amanat Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam praktiknya tidak semua tindak pidana dapat dilaksanakan dengan diversi. Faktor yang mendorong terwujudnya proses diversi diantaranya adanya persetujuan dan kesediaan pihak korban dan pihak pelaku untuk menyelesaikan perkara melalui diversi serta adanya kesepakatan perdamaian antara pihak korban dan pihak pelaku dalam penyelesaian perkara dengan musyawarah diversi. Parameter untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan diversi oleh Petugas di antaranya adanya kesepakatan diversi, tidak mengulangi pidana dan keberhasilan reintegrasi sosial. Model yang dapat dipakai untuk menjamin pelaksanaan diversi yaitu model Conference / Family Group Conference yang melibatkan instrumen masyarakat.
This thesis analyzes how the implementation of diversion at the level of investigation, prosecution, and examination of juvenile cases in the District Court, what are the parameters for measuring the successful implementation of diversion by Officers and what models can be used to ensure the implementation of Diversion. This thesis was prepared using doctrinal research methods. Diversion is the process of transferring the settlement of juvenile cases from the criminal justice process to a process outside criminal justice. Diversion can be implemented at the level of investigation, prosecution and examination of children’s cases in the District Court based on a restorative justice approach as mandated by Law No. 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System. In practice, not all criminal offenses can be implemented with diversion. Factors that encourage the realization of the diversion process include the agreement and willingness of the victim and the perpetrator to resolve the case through diversion and the existence of a peace agreement between the victim and the perpetrator in resolving the case with a diversion deliberation. Parameters to measure the successful implementation of diversion by officers include the existence of a diversion agreement, not repeating the crime and the success of social reintegration. The model that can be used to ensure the implementation of diversion is the Conference / Family Group Conference model which involves community instruments."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Frans Sutisna
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S21693
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
"Mafia peradilan merupakan cap buruk yang melekat pada budaya kerja aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, penasehat hukum
, serta petugas permasyarakatan) yang mengesampingkan tata cara penegakan hukum secara benar serta melakukan perbuatan-perbuatan yang memperjualbelikan keadilan. Walaupun belum merupakan jaringan terorganisasi dan dan memiliki aturan-aturan yang mengikat pelaku mafia sebagai sebuah organisasi kejahatan telah nyata terlihat. Apabila tidak ditanggulangi secara serius, maka mafia peradilan akan menjadi organisasi kejahatan yang menguasai lembaga peradilan yang bertugas memerangi kejahatan."
JMHUMY 7:2 (2000)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Yuliati
"Standard Minimum Rules For The Administration of Juvenile Justice atau yang lebih dikenal dengan sebutan Beijing Rules merupakan kondisi minimum yang dianggap layak oleh PBB dalam menangani pelaku tindak pidana di sistem manapun. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana prinsip-prinsip dalam Beijing Rules telah dianut dalam UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan bagaimana pula dalam implementasinya. Dengan meneliti implementasinya, diharapkan untuk dapat diketahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya sekaligus dapat mengetahui upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi kendala yang ada.
Penelitian ini dilakukan dengan dua jenis penelitian, yaitu penelitian normatif dan empiris. Wilayah/lokasi penelitian dilakukan di wilayah hukum DKI Jakarta dan Lernbaga Pemesyarakatan Anak di Tangerang, Banten. Sebagai alat-pengumpulan data, digunakan wawancara dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah banyak mengadopsi nilai-nilai dari Beijing Rules, hanya saja dalam pelaksanaannya ternyata belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai tersebut. Hal ini disebabkan oleh antara lain keterbatasan sumber daya aparat hukum baik secara kualitas maupun kuantitas, terbatasnya sarana dan sarana pendukung, selain itu juga rendahnya tingkat pengetahuan hukum masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15458
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sanusi Husein
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
T36429
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Achmad Haris Sanjaya
"Penelitian ini menganalisis secara kriminologis adanya paradoks diversi yang melibatkan anak dalam kasus tawuran di Jakarta dengan menggunakan teori paradoks dan konsep-konsep kriminologi. Berdasarkan analisis pada data kualitatif deskriptif, temuan empiris mendapati bahwa kebijakan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) bergantung konteks masalah. Sedangkan tawuran yang terjadi lebih sering dipicu oleh tindakan balas dendam antar-kelompok yang mengarah pada perilaku geng. Penelitian juga menemukan paradoks dalam cara berpikir antara cara pandang formal dengan cara pandang kontekstual dalam memahami diversi pada anak dalam sistem peradilan pidana anak (SPPA). Temuan cara pandang ini berujung pada temuan bahwa adanya paradoks diversi di tingkat implementasi (mikro), aturan hukum (meso), dan konsep (makro). Melalui telaah teoritis penelitian akhirnya memunculkan konsep penamaan ‘antinomi diversi’, yaitu tentang dua pernyataan yang seolah divalidasi oleh nalar, namun pada akhirnya membuahkan kegagalan. Atas dasar temuan ini, penelitian menindaklanjutinya dengan melakukan analisis peramalan kebijakan SPPA dan analisis strengths, weaknesses, opportunities, dan threats. Hasil analisis secara keseluruhan merekomendasikan perlunya stakeholders mencari solusi praktis secara berkala setiap tahun untuk mengatasi kasus tawuran anak di Jakarta yang mengarah kepada perilaku kelompok geng. Kemudian penting untuk pemerintah melakukan telaah ulang kebijakan yang memunculkan permasalahan paradoks diversi dalam penanganan ABH dalam SPPA di semua tingkatan.
This study analyses criminologically the paradox of diversion involving children in brawl cases in Jakarta using paradox theory and criminological concepts. Based on the analysis of descriptive qualitative data, the empirical findings found that the diversion policy for children in conflict with the law (ABH) depends on the context of the problem. Meanwhile, brawls that occur are more often triggered by inter-group revenge actions that lead to gang behaviour. The research also found a paradox in the way of thinking between a formal perspective and a contextual perspective in understanding diversion for children in the juvenile criminal justice system (SPPA). The findings of this perspective lead to the finding that there is a paradox of diversion at the implementation (micro), rule of law (meso), and concept (macro) levels. Through theoretical analysis, the research finally came up with the concept of naming the 'antinomy of diversion', which is about two statements that seem to be validated by reason, but ultimately result in failure. Based on these findings, the research followed up by conducting a SPPA policy forecasting analysis and a strengths, weaknesses, opportunities, and threats analysis. The results of the overall analysis recommend the need for stakeholders to find practical solutions periodically every year to overcome cases of child brawls in Jakarta that lead to gang behaviour. Then it is important for the government to review policies that raise paradoxical problems of diversion in handling ABH in SPPA at all levels."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library