Semakin strategisnya peran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Republik Indonesia dalam memfasilitasi perdagangan internasional membuat DJBC harus terus berinovasi dengan memanfaatkan teknologi mutakhir. DJBC dituntut untuk memberikan pelayanan yang efisien dan melakukan pengawasan yang efektif yang merujuk pada praktik-praktik terbaik dalam kepabeanan internasional. Implementasi Big Data pada DJBC bertujuan untuk mendapatkan manfaat dari data yang telah dikumpulkan agar dapat dianalisis untuk mendukung pengambilan keputusan. Konsep Smart Customs and Excise mengusung Big Data sebagai inti dari semua sistem dan proses bisnis pada DJBC, namun sampai dengan saat ini penerapan Big Data masih bersifat proof of concept. Penerapan teknologi baru tanpa adanya arah pengembangan yang jelas memiliki risiko kegagalan, untuk itu diperlukan evaluasi penerapan Big Data di DJBC. Pengukuran tingkat kematangan Big Data dapat digunakan sebagai langkah awal untuk menilai situasi yang sebenarnya dari sebuah organisasi, memperoleh dan memprioritaskan langkah-langkah perbaikan dan kemudian mengontrol setiap tahap pelaksanaannya. Hasil pengukuran kematangan Big Data dapat dijadikan sebagai acuan untuk merumuskan saran dan rekomendasi bagi DJBC untuk mencapai tingkat kematangan yang lebih tinggi. Pengukuran dilakukan menggunakan framework TDWI Big Data Maturity Model untuk mengevaluasi implementasi Big Data pada DJBC. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara pertanyaan tertutup, kemudian diolah menggunakan assessment tools. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa tingkat kematangan Big Data pada DJBC ada pada tingkat 3 (Early Adoption) dari skala 1 - 5. Hasil penelitian memberikan rekomendasi pada tiap dimensi untuk dapat meningkatkan tingkat kematangan ke tingkat 4 (Corporate Adoption) dengan prioritas perubahan mulai dimensi organisasi, analitis, manajemen data, infrastruktur, dan tata kelola.
The more strategic role of the Directorate General of Customs and Excise (DGCE) of the Ministry of Finance of Republic of Indonesia in facilitating international trade has made DGCE to continue to innovate by utilizing the latest technology. DGCE is required to provide efficient services and conduct effective supervision that refers to international customs organization best practices. Implementation of Big Data on DGCE aims to get the benefits of the data that has been collected so that it can be analyzed to support decision making. The Smart Customs and Excise concept brings Big Data as the core of all systems and business processes in DGCE, but until now the implementation of Big Data is still proof of concept. Implementation of new technology without the direction of development that clearly defined has the risk of failure, therefore an evaluation is needed regarding the implementation of Big Data on DGCE. Measuring the maturity level of Big Data can be used as a first step to assess the actual situation of an organization, obtain and prioritize corrective steps and then control each stage of its implementation. The measurement results can be used as a reference to formulate suggestions and recommendations for DGCE to reach a higher maturity level. Measurements were made using the TDWI Big Data Maturity Model framework to evaluate the implementation of Big Data on DGCE. Data collection is done through closed question interviews, then processed using assessment tools. The evaluation results indicate that the maturity level of Big Data on DGCE is at phase 3 (Early Adoption) of scale 1 to 5. The results of the study provide recommendations on each dimension to be able to increase the maturity level to phase 4 (Corporate Adoption) with priority changes starting from the organizational dimension, analytics, data management, infrastructure, and governance.
"Perbaikan proses pengembangan perangkat lunak telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dengan tujuan untuk menyelesaikan proyek pengembangan perangkat lunak dengan waktu yang lebih cepat serta hasil yang lebih berkualitas. Perbaikan proses diawali dengan mengetahui tingkat kematangan proses saat ini menggunakan tahapan model IDEAL dan kerangka kerja CMMI-Dev selain itu SCAMPI-C digunakan sebagai alat penilaian setiap praktik. Hasil penilaian yang dilakukan pada 52 praktik yang ada pada area proses Project Planning (PP), Project Monitoring & Control (PMC), Requirements Management (REQM), Configuration Management (CM), Process and Product Quality Assurance (PPQA), Verification (VER) dan Organizational Process Definition (OPD) menunjukkan bahwa DJBC memenuhi 22 praktik dan masih terdapat kelemahan pada praktik yang lain sehingga disimpulkan DJBC belum mencapai tingkat kapabilitas 1 untuk ketujuh area proses tersebut. Rekomendasi perbaikan untuk praktik yang masih lemah disusun berdasarkan Project Management Body of Knowledge (PMBOK) dan Business Analyst Body of Knowledge (BABOK) dengan prioritas utama pelaksanaannya adalah pendefinisian kerja secara lengkap, sosialisasi penyusunan term of reference (TOR) dan penggunaan sistem manajemen proyek dan dokumentasi.
Software process improvement has been carried out by the Directorate General of Customs and Excise (DGCE) with the aim of completing software development projects with faster time and higher quality results. The process improvement begins with knowing the current process maturity using IDEAL model stages and based on CMMI-Dev framework and SCAMPI-C is used as an assessment tool for each practice. The results of the appraisal were carried out on 52 practices in the Project Planning (PP), Project Monitoring & Control (PMC), Requirements Management (REQM), Configuration Management (CM), Process and Product Quality Assurance (PPQA), Verification (VER) and Organizational Process Definition (OPD) shows that DGCE fulfills 22 practices and there are still weaknesses in other practices, so it is concluded that DGCE has not reached capability level 1 for the seven process areas. Improvement recommendations for practices that are still weak are prepared based on the Project Management Body of Knowledge (PMBOK) and Business Analyst Body of Knowledge (BABOK) with the main priorities of implementation are complete work definition, socialization of the preparation of terms of reference (TOR) and use of project management systems and documentation.
"Metodologi penelitian ini adalah studi kualitatif terhadap 12 orang ASN dengan metode pengumpulan data semi structured in depth inteview. Berdasarkan pengumpulan data dan analisis menunjukan bahwa, fun at work dipersepsikan sebagai: pedang bermata dua yang dianggap sebagai penyeimbang identitas ASN, juga pendobrak norma yang selama ini lekat dengan ASN. Lebih lanjut fun at work dimanifestasikan oleh para partisipan sebagai fleksibilitas dalam bekerja. Selanjutnya penelitian ini menunjukan bahwa pentingnya proporsionalitas dalam penerapan fun at work di sektor publik. Dimana kuncinya ada pada kadar yang seimbang antara fun at work dan produktivitas.
Berdasarkan temuan, penelitian ini berkontribusi terhadap konsep fun at work dalam konteks pelayanan publik dan ASN di Indonesia. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan organisasi sektor publik untuk merencanakan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya fun at work di lingkungan kerja ASN.
This research methodology is a qualitative study of 12 ASN using a semi-structured data collection method through in-depth interviews. Based on data collection and analysis, it shows that fun at work is perceived as: a double-edged sword. Then fun at work is considered as a balance to the identity of ASN, then it is perceived as a tool to break the norms that have been attached to ASN. Furthermore, it is also realized by the participants as flexibility at work. Furthermore, this research shows the importance of proportionality in the application of fun at work in the public sector. Where the key is a balanced level of fun at work and productivity.
Based on the findings, this research contributes to the concept of fun at work in the context of public services in Indonesia. The results of this research can be used as a reference for public sector organizations to plan policies that support the creation of fun at work in the ASN work environment."