Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16191 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Pesticide transport and transformation were modeled in soil column from the soil surface to goundwater zone..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ellen Dawitri
"ABSTRAK
Tembakau diketahui memiliki potensi yang besar sebagai pestisida atau pengusir serangga. Anti nyamuk yang beredar di masyarakat, menggunakan zat aktif berupa DEET, zat kimia sintetik yang dapat terserap dalam tubuh, dan menyebabkan gangguan sensorik dan motorik, serta keracunan sistemik. Penelitian ini mengkaji lebih lanjut potensi anti serangga pada daun tembakau. Bio-oil diesktrak dari daun tembakau dengan metode fast pyrolisis pada suhu 500oC, 600oC, dan 700oC untuk mengetahui pengaruh suhu pada kandungannya. Bio-oil hasil pirolisis kemudian dibuat menjadi campuran anti nyamuk berbasis biomassa. Uji kandungan bio-oil dilakukan dengan GC-MS, sementara anti nyamuk diujikan langsung pada manusia untuk mengetahui efeknya pada kulit serta efektivitasnya dalam mengusir nyamuk. Yield bio-oil optimum ditemukan pada suhu 600oC sebesar 24%. Senyawa aktif anti nyamuk yang diperoleh pada hasil pirolisis yaitu nikotin, d-Limonene, indole, dan pyridine. Bio-oil ditambahkan ke dalam anti nyamuk sebagai zat aktif dengan konsentrasi 0%; 0,5%; 1,5%; dan 3%. Anti nyamuk yang diuji ke nyamuk menunjukkan hasil yang memuaskan, dimana selain tidak menimbulkan dampak pada kulit manusia, efektifitas anti nyamuk dari berbagai konsentrasi berturut-turut adalah 38,09%; 45,82%; 46,41%; dan 57,07%.

ABSTRACT
Tobacco is known to have a big potential as a pesticide or repellent. Mosquito repellent which is used by public, contain DEET as its active compound, a synthetic substance which can be absorbed to human body and cause some systemic poisoning. This research study further potential of repellent on tobacco leaves. Bio-oil was extracted from tobacco leaves using fast pyrolysis at temperature of 500oC, 600oC, and 700oC to evaluate the effect of temperature. Bio-oil was then made into bio-mass based repellent. Bio-oil was characterized using GC-MS, while the repellent was tested directly to human to evaluate the effects on the skin and the effectivity as a repellent. Optimum yield of bio-oil was found on 600oC at 24%. The active compund of repellent found was nicotine, d-Limonene, indole, and pyridine. Bio-oil was added to repellent mixture as active compund with different concentration (0%; 0,5%; 1,5%; and 3%). Repellent tested showed a desired result, where not only the repellent didn?t take effect on human skin, the effectivity of each concentration was 38,09%; 45,82%; 46,41%; and 57,07%, respectively."
Depok: [Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia], 2014
T41810
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iryanthy Makangiras
"Latar Belakang : Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Semakin meningkatnya usaha sektor pertanian juga menyebabkan peningkatan penggunaan pestisida. Kenyataannya, umumnya masyarakat tidak menyadari gejala gangguan kesehatan yang dialaminya merupakan keracunan pestisida karena gejala tidak spesifik, namun secara kronis dapat menimbulkan penyakit, salah satunya gangguan neurologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gangguan neurologi yang disebabkan karena pajanan kronis pestisida dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada petani.
Metode :Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan besar sampel 119 orang yang diambil dengan cluster random sampling. Penelitian di Desa Cibeurem, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan dari bulan Mei 2016 sampai Juli 2016. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tugas kerja, penggunaan alat pelindung diri, hygiene perorangan, keluhan petani, pemeriksaan kekuatan otot, pemeriksaan sensibilitas dan pemeriksaan refleks adalah variable yang diteliti.
Hasil :Prevalensi neuropati perifer sebesar 56,3 . Proporsi petani dengan nilai intensitas pajanan tinggi sebesar 50,4 . Intensitas pajanan pestisida pada petani tidak berhubungan secara bermakna terhadap neuropati perifer. Faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko terhadap neuropati perifer yaitu : usia OR : 2,05, IK95 0,98-4,29 , status gizi p = 0,131 , tingkat pendidikan OR : 0,67, IK95 0,32 ndash;1,38 . Faktor lain seperti diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit hipertensi tidak dapat dianalisis.
Kesimpulan dan saran :Intensitas pajanan tinggi terhadap pestisida berisiko lebih tinggi dibanding intensitas pajanan rendah terhadap neuropati perifer walau tidak berhubungan secara statistik. Bila menemukan keluhan neuropati yang diduga berhubungan dengan pestisida, petani diharapkan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekatKata Kunci :Neuropati perifer, intensitas pajanan pestisida, skoring Sulistomo

Background The agricultural sector is the most demanding labour. Pesticides are used simultaneously by the increasing of the agricultural production. The fact in the community all this time is generally not aware of the health problems they experienced symptoms of pesticide poisoning because the symptoms are not specific , but in chronic can cause serious illness , one of that is neurological disorders . This study aims to determine the neurological disorder caused by chronic exposure to pesticides and the factors that influence the farmers.
Method: This study was designed as a cross sectional study with 119 farmers as the respondents taken by cluster random sampling. The study was conducted since May to July 2016 in Cibeureum village, Kertasari subdistrict, Bandung district, West Java province. Data was collected by interview and physical examination. Variables studied were work tasks, personal protective equipments usage, habitual personal hygiene, complaints of farmers, muscle strength examination, examination of sensibility and reflex examination.
ResultsTotal prevalence of peripheral neuropathy event was 56,3 . The proportion of the farmers with high intensity of pesticide exposure was 50,4 . The intensity of pesticide exposure was not significantly related peripheral neuropathy event. Other factors that increase the risk for peripheral neuropathy were age OR 2,05, IK95 0,98 4,29 , nutritional status p 0,131 , level of education OR 0,67, IK95 0,32 - 1,38 . The other factor like, dibates mellitus, heart disease, hypertension can not be analyzed.
Conclusion High intensity of pesticide exposure increased the risk of peripheral neuropathy event, even was not significantly related peripheral neuropathy event. When you find the alleged complaint neuropathy associated with pesticides, farmers are expected to immediately went to the nearest health facility Key words peripheral neuropathy, intensity of pesticide exposure, Sulistomo scoring"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T58669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamka L.
"ABSTRAK
Pestisida merupakan masukan teknologi yang penting dan merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem pertanian dewasa ini, khususnya dalam bidang perlindungan tanaman pangan. Berbagai keuntungan dari penggunaan pestisida telah mendorong masyarakat menggunakan pestisida sampai ke pelosok-pelosok desa.
Begitu pula di Kecamatan Baraka, Sulawesi Selatan, penggunaan pestisida pada kegiatan pertanian sudah memasyarakat; bahkan dapat dikatakan bahwa petani di Kecamatan Baraka, Sulawesi Selatan sudah sangat tergantung pada penggunaan pestisida pada kegiatan pertanian.
Telah disadari bahwa di samping keuntungan-keuntungan dari penggunaan pestisida pada kegiatan pertanian, telah banyak pula menimbulkan dampak negatif, baik terhadap kesehatan maupun terhadap lingkungan secara keseluruhan. Tidak ada pestisida yang betul-betul aman; namun dengan penggunaan yang tepat, dampak negatif yang ditimbulkannya dapat dikurangi. Dampak negatif dari penggunaan pestisida diperparah oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida secara aman pada kegiatan pertanian. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida secara aman pada kegiatan pertanian.
Keberhasilan suatu program penyuluhan sangat ditentukan oleh ketepatan dalam memilih metode penyuluha. Tidak ada satu metode penyuluhan yang secara mutlak dikatakan baik. Suatu metode yang dianggap cocok diterapkan pada kelompok masyarakat tertentu belum tentu cocok pula diterapkan pada kelompok masyarakat lainnya dengan karakteristik yang berbeda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penyuluhan dengan menggunakan metode ceramah, metode dialog, dan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida secara aman pada kegiatan pertanian di Kecamatan Baraka, Sulawesi Selatan; juga untuk mengetahui perbedaan tingkat efektivitas penyuluhan antara yang menggunakan metode ceramah, metode dialog, dan metode diskusi kelompok.
Penelitian ini bersifat eksperimental, yaitu dengan menggunakan rancangan yang disebut pretest postest control group design. Dalam hal ini, ada tiga kelompok yang diberikan penyuluhan (kelompok metode ceramah, kelompok metode dialog, dan kelompok metode diskusi kelompok) dan satu kelompok yang tidak diberikan penyuluhan (kelompok kontrol). Keempat kelompok tersebut sama-sama diberikan pretes dan pastes.
Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan: Pertama; penyuluhan dengan menggunakan metode ceramah, metode dialog, dan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida secara aman pada kegiatan pertanian di Kecamatan Baraka, Sulawesi Selatan. Kedua; penyuluhan dengan menggunakan metode diskusi kelompok ternyata lebih efektif dibanding dengan penyuluhan dengan menggunakan metode dialog. Namun demikian, tidak ada perbedaan tingkat efektivitas penyuluhan antara yang menggunakan metode ceramah dengan yang menggunakan metode dialog dan antara yang menggunakan metode ceramah dengan yang menggunakan metode diskusi kelompok.

ABSTRACT
Extension On Safe Pesticide Usage In Agriculture In The Sub district of Baraka, South Sulawesi (A Comparative Study on the Effectiveness Level of Lecture, Dialog, and Group Discussion Methods)Pesticide is an important technology input and an integral part of present agricultural system, especially in the protection of crop plants. Various advantages of pesticide usage have encouraged its massive usage even to remote villages. This is also true in sub district of Baraka, South Sulawesi where pesticide usage in agriculture has been widely socialized, even it can be said that the farmers in sub district of Baraka, South Sulawesi depend highly on the pesticide usage in their agricultural undertakings.
It is obvious that beside of the advantages of pesticide usage in agriculture, there are also many negative impacts, both on human health and on the environment. There is no pesticide, which is entirely safe; but with appropriate usage, negative impact can be mitigated. The negative impact of pesticide usage is worsening by the low education level and lower knowledge of the farmers concerning safe usage method of pesticides. Therefore, there is a need for more extension to increase the farmer?s knowledge for safe pesticide usage. The success of an extension program depends highly on the appropriateness of method selected. Yet, there is no single extension method, which is absolutely good. A method, which is considered suitable to be applied to certain community may not necessarily suitable for other community with different characteristics The research was intended to evaluate whether lecture, dialog and group discussion extension method can increase the farmers knowledge on safe pesticide usage method in agriculture, in sub district of Baraka, South Sulawesi; and to identify the effectiveness of level differences of extension among lecture, dialog, and group discussion methods.
The research was experimental in nature, using a there were three groups, which provided with extensions (lecture group, dialog group and group discussion method) and one group, which were not provided with extension (control group). All of the groups were provided with pretest and posttest.
Based on the data analysis of the result, it is concluded that: First; extension with lecture, dialog, and group discussion method increased the farmers knowledge on the safe pesticide usage in sub district of Baraka, South Sulawesi. Second; extension with group discussion method turned out to be more effective as compared with dialog method. However, there is no difference in the effectiveness level of extension between dialog and lecture method and between lecture and group discussion method.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Nika Rustia
"Pestisida golongan organofofat banyak digunakan oleh petani sayuran. Pestisida ini dapat menghambat aktivitas enzim cholinesterase dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan faktor risiko berdasarkan tiga jalur pajanan utama (inhalasi, ingesti, absorpsi) dan lama pajanan pada petani penyemprot sayuran terhadap penurunan aktivitas enzim cholinesterase. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui besarnya residu senyawa organofosfat pada air kali, air sumur, dan sayuran (sawi dan tomat).
Penelitian dilakukan pada Gabungan Kelompok Tani Kelurahan Campang tahun 2009 menggunakan studi analitik observasional dengan desain crosssectional. Dari pengambilan sampel secara simple random sampling, didapatkan jumlah sampel sebanyak 56 petani penyemprot. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengukuran cholinesterase pada darah menggunakan The Livibond Cholinesterase Test Kit AF267, sedangkan pengukuran residu organofosfat pada air dan sayur menggunakan kromatografi gas dengan detektor ECD.
Hasil temuan penelitian menunjukan proporsi kejadian keracunan yang tinggi, yaitu 100% dengan 71,4% keracunan ringan dan 28,6% keracunan sedang. Persentase faktor risiko yang tinggi ditemukan pada petani yang tidak memiliki kebiasaan memakai masker (78,6%) saat menyemprot, tidak memiliki kebiasaan memakai sarung tangan (80,4%) saat menggunakan pestisida, dan kebiasaan mengkonsumsi sayuran hasil pertanian setempat (100%). Hasil uji bivariat menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna pada semua faktor risiko berdasarkan lama pajanan (lama menyemprot per minggu, lama bekerja sebagai petani penyemprot, dan waktu terakhir menyemprot), jalur pajanan inhalasi (kebiasaan memakai masker), jalur pajanan absorpsi (kebiasaan memakai sarung tangan, pakaian panjang, sepatu boot, dan kebiasaan mandi setelah menyemprot), dan jalur pajanan ingesti (kebiasaan mengkonsumsi sayuran hasil pertanian dan kebiasaan mencuci tangan setelah menyemprot) terhadap penurunan aktivitas cholinesterase dalam darah petani yang diteliti.
Pada sawi dan tomat ditemukan residu profenofos sebesar masing-masing 0,0004 dan 0,0057. Pada air sumur dan air kali tidak terdeteksi adanya residu organofosfat. Kebiasaan tidak memakai alat pelindung diri terutama sarung tangan dan masker pada petani penyemprot di Kelurahan Campang dapat memperbesar risiko keracunan. Untuk menekan angka keracunan, dibutuhkan peran pemerintah untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai bahaya pestisida, cara penyemprotan yang aman, dan bantuan keringanan alat pelindung diri. Selain itu, pemantauan residu pada lingkungan secara berkala juga perlu dilakukan untuk mencegah meluasnya kejadian keracunan pada masyarakat.

Organophosphate pesticides are commonly used by vegetable farmers. This pesticide group can inhibit blood cholinesterase in human body. This study wants to find association between risk factors which based on pathway to body (inhalation, dermal absorption, and ingestion) and length of exposure. This study also wants to measure OP pesticide residues in crops (tomato and mustard green, well, and river).
The study targeted mainly in the farmer community in Kelurahan Campang with analytic-observational study and cross-sectional design. There were 56 farmers which selected through simple random sampling. Data collection was carried out by interview, blood cholinesterase was measured using The Livibond Cholinesterase Test Kit AF267, and residues were analyzed by Gas chromatography with ECD detector. The result of this study showed that there were 100% sample with organophosphate poisonings, divided into 71.4% over-exposure probable and 28.6% serious-over exposure. High percentage of risk factors found in farmers which did not wear masker while spraying (78.6%), did not wear gloves while using pesticide (80.4%), and consumed crops everyday (100%).
The findings of the study indicated that there are no statistically significant association between risk factors which are based on exposure time (spraying time a week, last time spraying, and year of working as pesticide sprayer), inhalation portal entry (mask use), dermal absorption portal entry (gloves use, protective clothes use, boot shoes use, and take a bath after spraying), and ingestion portal entry (consume crops and wash hand after spraying) with poisoning level (over-exposure probable and serious-over exposure).
Profenofos (one of organophosphate active substance) residue was found in tomato and mustard green (0.0057 ppm and 0.0004 ppm). There is no organophosphate residue in well and river detected. Unprotected behavior among farmers, especially gloves and mask, could increase pesticide poisoning risk. Farmers need to be educated and trained how to use pesticide safely and get free personal protective equipment. Pesticide residue monitoring frequently need to be held to prevent poisoning spread in society.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marlina Ardiyani
"ABSTRAK
Pestisida oleh beberapa faktor dapat niencapai
iingkungan perairan. Seiain beracun dan dapat membunuh
organisme bukan target, beberapa jenis pestisida bersifat
mutagenik atau genotoksik. Bentuk pengujian yang relatif
inudah dan cepat untuk mendeteksi zat genotoksik di
iingkungan perairan adaiah dengan uji mikronukieus. Uji
tersebut tidak tergantung pada kariotip dari spesies yang
digunakan. Fenelitian ml bertujuan untuk mengetahul
pengaruh genotoksik insektisida endosuifan dengan
parameter inikronukieus pada eritrosit ikan mas Cyprtntts
cczrpo L. Ikan mas dipaparkan pada endosuifan dengan
konsentrasi 0; 0,5; 1; 2; 4 ppb selama 72 jam. Untuk
mengamati mikronukieus, dibuat preparat apusan darah yang
diambil dari bagian ekor, kemudian diwarnai dengan
pewarnaan Feuigen. Penghitungan mikronukieus dilakukan
pada 5.000 eritrosit. Pengujian statistik menunjukkan
jumiah inikronukieus antara konsentrasi U; 0,5; 1; 2; 4 ppb
tidak berbeda nyata. Dari analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa pada kondisi penelitian yang dilakukan,
endosuifan tidak menginduksi mikronukieus pada eritrosit
ikan mas."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inggit Auliyya Addinie
"Pada penelitian ini dibuat gemuk bio yang ramah lingkungan menggunakan bahan dasar minyak biji kapuk randu yang memiliki kadar asam trigliserida sebanyak 25-28% yang dapat berpontensi menjadi gemuk. Pengental yang digunakan adalah sabun litium 12-hidroksistearat dan litium kompleks dengan asam azelat sebagai agen pengompleks. Berat gemuk yang dihasilkan sebanyak 200 gram dengan rasio perbandingan jumlah campuran komposisi minyak dasar dan pengental sabun yaitu 85%:15%, 88%:12%, 89%:11%, 90%:10%, 93%:7% dan 95%:5%. Gemuk yang dihasilkan telah dilakukan pengujian, yaitu uji penetrasi, uji dropping point dan uji four ball. Gemuk terbaik yang dihasilkan dengan sabun litium 12-hidroksistearat pada komposisi 90%:10% sedangkan gemuk terbaik yang dihasilkan dengan sabun litium kompleks pada komposisi 89%:11%. Berdasarkan uji Penetrasi dan uji four-ball gemuk yang dihasilkan adalah gemuk NLGI (National Lubricating Grease Institute) 2, namun nilai dropping point didapatkan sebesar 158 ? dan 130 ?.

This research studied bio-grease production based on cottonseed oil which has a triglyceride acid content of 25-28% that has the potential to become grease. The Thickener is lithium 12-hydroxystearic soap and lithium complex soap with azelaic acid added as a complexing agent. The weight of the grease produced was 200 grams with the ratio of the total mixture composition of base oil and thickening agent are 85%:15%, 88%:12%, 89%:11%90%:10%, 93%:7% and 95%:5%. The resulting grease will be tested, namely penetration test, dropping point test, and four-ball test. The best grease with lithium 12-hydroxy stearate soap is grease at 90%:10%of composition ratio and the best grease lithium complex soap at 89%:11%. Based on the penetration and four-ball tests, the bio grease is NLGI (National Lubricating Grease Institute) 2, but the dropping point values were 158 ? and 130 ?."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fieneshia Sevita
"Limbah lumpur minyak bumi merupakan limbah B3 yang harus diolah untuk dapat dibuang ke lingkungan, salah satunya dengan solvent extraction dan biopile. Dalam penelitian ini, pengolahan solvent extraction menggunakan pelarut n-heksana dan avtur dengan waktu pengadukan 15 dan 30 menit, sedangkan pengolahan biopile menggunakan bulking agent berupa kompos dan serabut kelapa. Limbah lumpur minyak bumi yang diolah mengandung TPH sebesar 49,12%, kadar air 37,78%, jumlah mikroorganisme 32.000 CFU/ml dan suhu 21⁰C. Pengolahan solvent extraction menghasilkan besar penyisihan minyak pada n-heksana terbesar adalah 64% dan penyisihan minyak pada avtur sebesar 75% dengan waktu pengadukan 30 menit. Selanjutnya pada pengolahan biopile didapatkan nilai TPH pada reaktor kontrol, bulking agent kompos, dan serabut kelapa masing-masing sebesar 5,48%, 5,29% dan 7,92% setelah 30 hari pengolahan. Nilai koefisien degradasi TPH pada sistem biopile kontrol, kompos dan serabut kelapa, masing-masing adalah 0,018; 0,020; dan 0,009. Dapat disimpulkan bahwa pelarut avtur memiliki nilai penyisihan minyak tertinggi, yakni 75% dengan waktu pengadukan 30 menit dan bulking agent kompos pada pengolahan biopile memiliki kemampuan mendegradasi TPH terbaik dengan efisiensi 65%.

Oil sludge is hazardous waste must be processed to be discharged into the environment, either by solvent extraction and biopile. In this research, solvent extraction processing using n-hexane and aviation fuel by stirring time 15 and 30 minutes, while the biopile processing using a bulking agent in the form of compost and coconut fibers. Oil sludge containing TPH processed by 49.12%, 37.78% moisture content, the amount of microorganisms 32,000 CFU / ml and the temperature of 21⁰C. The most oil removal in solvent extraction was 64% with n-hexane and 75% with aviation fuel when stirring time of 30 minutes. Furthermore, the processing biopile TPH value obtained in the control reactors, compost, and coconut fibers respectively by 5.48%, 5.29% and 7.92% after 30 days of treatment. TPH degradation coefficient value biopile system control, compost and coconut fibers, each of which is 0,018; 0,020; and 0.009. It can be concluded that the solvent aviation fuel has the highest value of oil removal, which is 75% with a stirring time of 30 minutes and compost bulking agent on processing biopile have the best ability to degrade TPH with efficiency of 65%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T44439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
McEwen, F.L.
New York : John Wiley & Sons, 1979
362.95 MCE u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>